BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

dokumen-dokumen yang mirip
MAJALAH OBGIN EMAS DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

KADAR PHOSPHORYLATED INSULIN GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 YANG TINGGI PADA SEKRET SERVIKS MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN PRETERM

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki angka yang cukup tinggi di Indonesia.Berdasarkan Riset. Bayi Lahir Rendah (BBLR) mencapai 11,5%, meskipun angka ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan preterm menurut The American College of. Obstreticians and Gynecologists (ACOG), 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak telah

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. rentan terjadi, hal ini sering banyaknya kejadian atau kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. relatif tidak komplek dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan puerperium (Patricia W. Ladewig, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui derajat kesehatan disuatu negara seluruh dunia. AKB di

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Preeklampsia/eklampsia merupakan salah satu penyebab. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar bealakang. Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, patogen yang umum dijumpai adalah Streptococcus pneumoniae dan

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB IV. Hasil dan Pembahasan. positif (Positive Predictive Value/PPV), nilai duga negatif (Negative Predictive

BAB I PENDAHULUAN. hingga kelahiran dan pertumbuhan bayi selanjutnya. (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kematian per kelahiran hidup. (Kemenkes RI 2015,h.104). Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

HUBUNGAN UMUR IBU DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIANGKRIK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. jumlah serta tingkat kompleksitasnya. 2. penyakit jantung semakin meningkat. 3 Di Washington, Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan Negara Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PERSALINAN KALA I MEMANJANG DENGAN KESEJAHTERAAN JANIN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB Ι PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar. R, 2002). dengan jalan pembedahan atau sectio caesarea meskipun bisa melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. caesarea yaitu bayi yang dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai salah satu penyulit kehamilan. 1. (AKI) di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Section Caesarea

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres,

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Perdarahan dari saluaran genitelia diakhir kehamilan setelah usia gestasi 24

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. individu mempunyai hak untuk lahir sehat maka setiap individu berhak

Persalinan adalah Serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum janin genap berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi persalinan preterm menempati posisi sebagai komplikasi kehamilan yang paling sering, butuh biaya tinggi, dan membahayakan (Roberto et all, 2013. Hidayat, 2009. Hannah B, 2013). Persalinan preterm terutama yang terjadi sebelum usia gestasi 34 minggu menyebabkan 75% dari seluruh mortalitas, dan bayi preterm yang bertahan hidup dapat mengalami morbiditas serius jangka pendek seperti sindrom distress pernafasan, displasia bronkopulmoner, perdarahan intraventrikuler, retinopati akibat pretermitas, dan jangka panjang seperti gangguan perkembangan dan neurologis. Tingkat kelahiran preterm di Indonesia persalinan preterm belum dapat dipastikan jumlahnya namun berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen kesehatan 2007, proporsi Berat Bayi Lahir Rendah mencapai 11,5% meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan preterm.(prasmusinto, 2010). RSUP Dr. M Djamil Padang selama tahun 2002 didapatkan angka kejadian persalina preterm 17.83% (340 kasus) dari 1906 persalinan tahun tersebut. Dari jumlah tersebut terdapat 56 kasus (2.94%) adalah partus pretermus iminens, dengan angka kematian perinatal 4.98% (Islam M, 2010)

Persalinan preterm menyebabkan dampak yang besar dan signifikan terhadap biaya kesehatan, baik langsung maupun tidak. Dampak langsung meliputi terkurasnya sumber daya kesehatan, finansial, emosional serta psikologis orang tua. Dampak tidak langsung yang terjadi adalah beban di masyarakat untuk perawatan jangka panjang terhadap gejala sisa akibat pretermitas serta hilangnya mata pencaharian orang tua yang terpaksa berhenti bekerja untuk merawat anaknya. Tingkat morbiditas tersebut dapat dikurangi dengan pencegahan persalinan preterm, seperti prediksi dini dan akurat, intervensi untuk menghilangkan faktor risiko serta menunda terjadinya persalina (Honest H, 2009. Prasmusinto, 2010). Dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan, bayi preterm terutama yang lahir dengan usia kehamilan <32 minggu, mempunyai resiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena mereka mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati dan sistem pencernaannya. Semakin dini kejadian kelahiran preterm, semakin besar risiko morbiditas dan mortalitas (Hidayat, 2009. Hannah, et al, 2013). Tes diagnostik untuk memprediksi persalinan pre-term telah banyak dikembangkan sejak beberapa dekade, namun tidak ada yang menunjukan tingkat sensitivitas maupun spesifisitas yang baik. Uji tes biokimia maupun biofisik banyak dilakukan guna memprediksi persalinan pre-term. Phosporylated insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1) merupakan suatu biomarker untuk memprediksi persalinan pre-term, yang merupakan sub-grup protein insulin like growth system (Bernal,2009. Sarda, et al. 2014).

Perlu dikembangkan pendekatan diagnostik berbasis keadaan klinis dan marker biokimia seperti Rapid phosporylated insulin-like growth factor binding protein-1 (r-pigfbp-1) maupun panjang serviks sebagai prediktor persalinan preterm berbasis klinis maupun biomarker. (Tekkesin, et all.2005.bernal.2009) B. Rumusan Masalah Penelitian Berapakah nilai sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value dan negative predictive value, r-pigfbp-1 dan panjang serviks dalam prediksi persalinan preterm. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian Untuk menilai uji diagnostik terhadap r-pigfbp-1 dan panjang serviks dalam prediksi persalinan preterm 2. Tujuan khusus penelitian. a. Mengetahui sensitivitas,spesifisitas, positive predictive value dan negative predictive value r-pigfbp-1 dalam prediksi persalinan preterm.

b. Mengetahui sensitivitas,spesifisitas, positive predictive value dan negative predictive value panjang serviks dalam prediksi persalinan preterm. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Pelayanan r-pigfbp-1 dan panjang serviks dapat digunakan sebagai acuan dalam memprediksi persalinan preterm. 2. Untuk Ilmu pengetahuan a. Menambah khasanah dalam ilmu pengetahuan mengenai persalinan preterm dengan r-p-igfbp-1 dan panjang serviks modifikasi sebagai prediktor persalinan preterm b. Sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya E. Kerangka Pemikiran Mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya persalinan preterm secara umum dapat dijelaskan melalui bebrapa komponen yang menyebabkan suatu persalinan yaitu kontraktivitas miometrium, penipisan serviks dan aktifitas desidua (Singh et all,2013. Roberto et all, 2013). Aktivasi desidual merupakan suatu kompleks anatomi dan biokimia yang terjadi saat terlepasnya sisi bawah dari membran amniokorionik janin dari desidua pada segmen bawah rahim. Selama kehamilan membran korioamnionik menyatu dengan desidua. Pada saat persiapan persalinan. Reaksi biokimia mengambil peran untuk terjadinya melepasnya dan ekspulsi membran saat post partum fibronektin dan phosporylated insulin-like growth factor binding protein-1 (p-igfbp-1) merupakan salah satu matriks ekstra

selular protein yang dihasilkan dan disekresikan melalui cairan serviks dan vagina saat persalinan aterm maupun preterm (Singh et all,2013. Roberto et all, 2013). Phosphorylated IGFBP-1 merupakan matriks protein yang meningkat pada saat aktivasi desidual merupakan suatu kompleks anatomi dan biokimia yang terjadi saat terlepasnya sisi bawah dari membran amniokorionik janin dari desidua pada segmen bawah rahim. Selama kehamilan membran korioamnionik menyatu dengan desidua. Pada saat persiapan persalinan. Reaksi biokimia mengambil peran untuk terjadinya melepasnya dan ekspulsi membran saat post partum phosporylated insulin-like growth factor binding protein-1 (p-igfbp-1) merupakan salah satu matriks ekstra selular protein yang dihasilkan dan disekresikan melalui cairan serviks dan vagina, sehingga dapat dijadikan suatu prediktor persalinan preterm(singh et all,2013. Roberto et all, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Singh et all, pada 50 perempuan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu yang dengan jumlah sample 50 orang dengan (p-igfbp-1) bedside positif di dapatkan median interval masa rawatan-persalinan 3.25 hari, dengan rentang terjauh 6.97 hari (p<0.001) dengan nilai sensitivitas 72.22%, spesifisitas 90.6%, positif prediktif value 81.25%, dengan negatif prediktif value 85.29% dengan menggunakan rapid test yang dapat menilai (p-igfbp-1) di atas 10 ng/l (Singh et all, 2013). Penelitian yang dilakukan Ting et all, dari 94 pasien yang masuk kedalam kriteria inklusi penelitian. Didapatkan apabila hasil uji (p-igfbp-1) memiliki asosiasi yang signifikan dengan semakin singkatnya rata-rata masa rawatan hingga persalinan yaitu 2.8 minggu dan apabila dibndingkan dengan

pemeriksaan fibronektin 3.3 minggu (P<0.001)., dengan nilai negatif prediktif value yang tinggi bahkan apabila dibandingkan dengan uji fibronektin untuk memprediksi risiko persainan dalam 48 jam, 7 hari atau 14 hari (1,00;0.92;0.92 uji (IGFBP-1), dan 0.97;0,89;0,89 uji fibronektin) (Ting et all, 2007). Uji dengan kalibrasi cut off 10 ng/l secara bed side kit pada 100 wanita hamil dengan usia kehamilan 20 sampai 35 minggu. Dibagi dalam dua grup masing-masing 50 orang, pada grup A dengan populasi simptomatik partus pretermus iminens dan pada populasi B yang asimptomatik. Pada populasi simptomatik didapatkan prediksi persalinan 48 jam sensitivitas 100%, spesifisitas 52.6%, 40% prediktif positif value, 100% negatif prediktif value. Pada persalinan dalam 7 hari didapatkan sensitivitas 100%, spesifisitas 60.6%, 56.7% prediktif positif value, 100% negatif prediktif value. Pada persalinan dalam 14 hari didapatkan sensitivitas 100%, spesifisitas 62.5%, 60% prediktif positif value, 100% negatif prediktif value. Sedangkan yang lahir hingga preterm <37 minggu 76% sensitivitas, spesifisitas 56%, 63% prediktif positif value, 70% negatif prediktif value (Sarda et all, 2014). Perubahan panjang serviks setelah usia kehamilan 24 minggu hingga menjelang cukup bulan tidak banyak perbedaan dengan rerata 35 mm, panjang serviks merupakan salah satu prediktor dalam persaalinan preterm, banyak teknik yang dikembangkan sebagai modalitas pemeriksaan, transvaginal sonografi merupakan pemeriksaan yang cukup efektif. Persalinan preterm jarang terjadi pada panjang serviks 30 mm, penelitian meta-analisis membandingkan penilaian panjang serviks dengan persalinan preterm menggunakan berbagai cutt off, persalinan preterm <7 hari dengan cut off 25 mm, 4 buah penelitian dengan total sampel 856 didapatkan sensitivitas 78.3%

spesifisitas 70.8%, prediktif positif value 22.3% negatif prediktif value 96.8%. Persalinan preterm <7 hari dengan cut off 20 mm, 4 buah penelitian dengan total sampel 1263 didapatkan sensitivitas 75.4% spesifisitas 79.6%, prediktif positif value 27.6%, negatif prediktif value 96.9%. Persalinan preterm <48 jam dengan cut off 15 mm, 3 buah penelitian dengan total sampel 1266 didapatkan sensitivitas 71.1% spesifisitas 86.6%, prediktif positif value 28.8%, negatif prediktif value 97.5%. Berbagai penelitian dan berbagai cut off, dengan memiliki nilai sensitivitas, spesivisitas, positif prediktif value, dan negativ prediktif value yang hampir sama,sogc 2011, menyarankan pemakaian cut off pada 25 mm sebagai prediktor persalinan preterm. (Sotiriadis, et all.2010, Kenneth, et all2011) Pada penelitian dengan jumlah sampel 62 orang didapatkan persalinan preterm < 2 minggu dengan panjang serviks < 25 mm didapatkan sensitivitas 83% spesifisitas 84%, prediktif positif value 36%, negatif prediktif value 98% pada penelitian ini dibandingkan dengan fetal fibronektin positif didapatkan sensitivitas 50% spesifisitas 52%, prediktif positif value 10%, negatif prediktif value 91%. (Francoist A., et all.2010) Penelitian dengan jumlah sampel 359 orang didapatkan persalinan preterm < 7 hari dengan panjang serviks < 25 mm didapatkan sensitivitas 87% spesifisitas 61%, prediktif positif value 13%, negatif prediktif value 99%, pada berbagai penelitian masih didapatkan perbeadaan signifikan antar penelitian yang ada, maka diperlukan penelitian guna menilai panjang serviks dan dibandingkan dengan marker biokimia lain (Schmitz T., et all.2006)

Partus Prematurus Iminens Aktifasi Desidual Terlepasnya Mediator Inflamasi pada Lendir Seviks Peningkatan Kadar P- IGFBP-1 pada lendir serviks Pemendekan Panjang Serviks Persalinan Preterm Gambar 1. Kerangka Pemikiran