UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP

BAB XX KETENTUAN PIDANA

NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik Bidan. Penyelenggaraan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN (MIDWIFERY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN (UU NO.36 TAHUN 2009)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK TENAGA GIZI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PONDOK KESEHATAN DESA DI JAWA TIMUR

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK FISIOTERAPIS

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

a. bahwa balai pengobatan dan rumah bersalin merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan.

ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PEREKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III TINJAUAN TEORITIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN PRAKTIK BIDAN DAN BIDAN MADYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2014

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1019/MENKES/SK/VII/2000 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Kecil dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur/Jawa Tengah/ Jawa Barat ;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN REFRAKSIONIS OPTISIEN DAN OPTOMETRIS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA ELATAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK ELEKTROMEDIS

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 867/MENKES/PER/VIII/2004 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK TERAPIS WICARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

Transkripsi:

UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN PASAL 4-8 N0 36/2009 HAK SETIAP ORANG : Kesehatan Akses atas sumber daya Pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau Menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan Lingkungan yang sehat Informasi dan edukasi kesehatan yang seimbang & bertanggung jawab. Informasi tentang data kesehatan dirinya PASAL 9-13 NO 36/2009 KEWAJIBAN SETIAP ORANG : Ikut mewujudkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Menghormati hak orang lain Berperilaku hidup sehat Menjaga kesehatan orang lain yang menjadi tanggungjawabnya Ikut jaminan kesehatan PASAL 21-29 NO 36/2009 TENAGA KESEHATAN : Harus memiliki kualifikasi umum. Harus memiliki kewenangan yang sesuai dengan keahlian, memiliki izin Harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, SOP Pemerintah mengatur penempatan untuk pemerataan Untuk kepentingan hukum ; wajib periksa kesehatan dengan biaya ditanggung negara Dalam hal diduga kelalaian, selesaikan dengan mediasi terlebih dahulu PASAL 30-35 NO 36/2009 PASILITAS PELAYANAN KESEHATAN Harus memenuhi persyaratan dan perizinan Dalam menghadapi pasien darurat, wajib selamatkan nyawa dan cegah cacat, dilarang menolak pasien atau meminta uang muka lebih dahulu Pimpinan harus memiliki kompetensi Pemda menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan dan berikan izin Diatur dengan PP PASAL 58 UU NO 36/2009 GANTI RUGI AKIBAT KESALAHAN : 1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan yang diterimanya.

2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. PASAL 64 UU NO 36/2009 UPAYA PEMULIHAN TERTENTU : 1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui tranplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta sel punca 2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan 3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. PASAL 66 UU NO 36/2009 Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya. PASAL 69 UU NO 36/2009 (2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas PASAL 70 UU N0 36/2009 (1) Pengguna sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi. (2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik PASAL 72 UU NO 36/2009 REPRODUKSI : Setiap orang berhak : Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah Menetukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dengan norma agama Menetukan sendiri kapan dan berapa sering ingin reproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama Memperoleh informasi, edukasi,.dst PASAL 72 UU NO 36/2009 ABORSI : 1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi 2) Larangan yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan : Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik serta dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan, atau Kehamilan akibat perkosaan yg dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan

3) Tindakan sebagimana yang dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan oleh konselor yang kompeten dan berwenang PASAL 82 UU NO 36/2009 BENCANA : 1) Pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana. 2) Pelayanan kesehatan yang dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan pasca bencana. 3) Pelayanan kesehatan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut 4) Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaiman dimaksud pada ayat (1). PASAL 83 UU N0 36/2009 1) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut dan kepentingan terbaik bagi pasien. 2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaikan dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. PASAL 85 UU NO 36/2009 DARURAT PADA BENCANA 1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. 2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu. PASAL 90 UU NO 36/2009 PELAYANAN DARAH 1) Pemerintah bertanggun jawab atas pelaksanaan pelayanan darah yang aman, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2) Pemerintah menjamin pembiayaan dalam penyelanggaraan pelayanan darah. 3) Darah dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun PASAL 115 UU N0 36/2009 KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) - Anatar lain : Fasilitas pelayanan kesehatan Tempat proses belajar mengajar Tempat anak bermain Tempat ibadah Angkutan umum Tempat kerja, dan

Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan - Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya PASAL 117 UU N0 36/2009 DEFENISI MATI : - Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung-sirulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan PASAL 118 UU NO 36/2009 IDENTIFIKASI - Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi. - Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung-jawab atas upaya identifikasi sebagaiman dimasud pd ayat (1) PASAL 122 UU NO 36/2009 BEDAH MAYAT FORENSIK 1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Bedah mayat forensik sebagaiman diamksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter ahli forensik, atau dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkingkan PASAL 125 UU NO 36/2009 Biaya pemeriksaan kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hukum ditanggung oleh pemerintah melalui APBN dan APBD PASAL 127 UU NO 36/2009 KEHAMILAN CARA NON ALAMI Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan : Hasil pembuahan sperma dan ovun dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovun berasal Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, dan Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu PASAL 128 UU NO 36/2009 ASI EKSKLUSIF : 1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. 2) Selama pemberian Air Susu Ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus 3) Penyediaan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di-adakan ditempat kerja dan tempat sarana umum

PASAL 148 UU N0 36/2009 KESEHATAN JIWA Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara Hak sebagaiman dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan perlakuan dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan perundang-undangan menyatakan lain PASAL 149 UU N0 36/2009 1) Penderita gangguan jiwa yg terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. 2) Pemerintah, pemerintah daerah, & masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum. 3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat 4) Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin. PASAL 150 UU NO 36/2009 1) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakkan hukum (visum et refertum psiciatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis jiwa pada fasilitas pelayanan kesehatan 2) Penetapan status kecakapan hukum seseorang yang diduga mengalami gangguan jiwa dilakukan oleh tim dokter yang mempunyai keahlian dan kompetensi sesuai dengan standar profesi. PASAL 171 UU NO 36/2009 ANGGARAN : 1) Besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) diluar gaji. 2) Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kotadalokasikan minimal 10% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) diluar gaji 3) Bersaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) dari anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD PERATURAN PELAKSANAAN 2 UU 20 PERATURAN PEMERINTAH 2 PERATURAN PRESIDEN 18 PERATURAN MENKES

Permenkes 1464/X/Menkes/2010 PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1.Bidan adalah seorang perempuan yg lulus dari pendidkan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yg digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. 3.Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi 4.Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. 5.Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk mejalankan praktik bidan mandiri 6.Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.

7. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan. 8. Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI). BAB 11 PERIZINAN Pasal 2 1. Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. 2. Bidan yg menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan. Pasal 3 1. Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB. 2. Setiap bidan yg menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB. 3. SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat. Pasal 4 1. Untuk memperoleh SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan : a. Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir b. Surat ket sehat fisik dari dokter yangg memiliki SIP c. Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan Kesehatan atau tempat praktik d. Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar

e. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk f. Rekomendasi dari organisasi profesi. 2. Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR. 4. Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir 5. Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir 6. Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir Pasal 5 1. SIKB / SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota 2. Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan. 3. Permohonan SIB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten /kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kpeada pemohon dalam waktu selambatlambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.

Pasal 6 Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik. Pasal 7 1. SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya. 2. Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan : a. fotokopi SIKB/SIB yg lama b. fotokopi STR c. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP d. pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar e. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e f. rekomendasi dari oranisasi profesi Pasal 8 SIKB/SIPB dinyatakan tdk berlaku bila : a. Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB b. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang

c. Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK Pasal 9 Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan Pelayanan yang meliputi : 1. Pelayanan kesehatan ibu 2. Pelayanan kesehatan anak 3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana Pasal 10 1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. 2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal c. Pelayanan persalinan normal d. Pelayanan ibu nifas normal e. Pelayanan ibu menyusui f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

3. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk : a. Episiotomi b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II c. Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil e. Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas f. Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI ekslusif g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum h. Penyuluhan dan konseling i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil j. Pemberian surat keterangan kematian k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin Pasal 11 1. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah 2. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :

a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vit K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hr) perawatan tali pusat b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah e. Pemantauan tubuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah f. Pemberian konseling dan penyuluhan g. Pemberian surat keterangan kelahiran h. Pemberian surat keterangan kematian Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang untuk a. Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Pasal 13

1. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi : a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah, dan anak sekolah f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan tehadap Infeksi Menular Seksual ( IMS ) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah 2. Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular

Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah dilatih untuk itu. Pasal 14 1. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. 2. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. 3. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku. Pasal 15 Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktek mandiri tertentu untuk melaksanakan program pemerintah 1. Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah daerah provinsi/kabupaten/kota. Pasal 16 1. Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan. 2. Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.

3. Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter. Pasal 17 1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi : a. Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pra sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat b. menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk persalinan c. memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2. Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu tercantum dalam Lampiran Peraturan ini Pasal 18 1. Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk : hormati hak pasien b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelyanan lainnya secara sistematis g. Mematuhi standar h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian 2. Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. 3. Bidan dlm menjalankan praktik kebidanan hrs membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pasal 19 Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak : 1. Memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar 2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya 3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar 4. Menerima imbalan jasa profesi. BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 20 1. Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dg pelayanan yg diberikan.

2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik. 3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayan kesehatan. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 21 1. Menteri, Pemerintah daerah Provinsi, Pemda kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan. 2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pd ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan 3. Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota hraus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan. 4. Dalam melaksanakan tugas sebaggimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kab/Kota hraus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter Puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut. Pasal 22 Pimpinan fasilitas kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi

Pasal 23 1. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini. 2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. Teguran lisan b. Teguran tertulis c. Pencabutan SKIB/SIPB untuk sementara paling lama 1 tahun d. Pencabutan SKIB/SIPB selamanya BAB VI KETNTUAN PERALIHAN Pasal 25 1. Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini s.d. masa berlakunya berakhir. 2. Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya berdasarkan Peraturan ini. Pasal 26

Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan. Pasal 27 Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan. Pasal 28 Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri hrs menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Pada saat peraturan ini mulai berlaku : a. Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan b. Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30 Peraturan ini berlaku pada tgl diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2010 Menteri Kesehatan