BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup IPA meliputi alam semesta secara keseluruhan baik

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MEDIA GEOGEBRA UNTUH MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN MATEMATIKA.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. optimum hendaknya tetap memperhatikan tiga ranah kemampuan siswa yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kelangsungan peradaban di seluruh dunia. Di Indonesia, tujuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Kata Kunci: karakter, pendekatan saintifik

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan adalah investasi masa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi tantangan-tantangan global. Keterampilan berpikir kritis

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

BAB I PENDAHULUAN. peradaban dunia modern menuntut sumber daya manusia yang berkualitas.

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

LAPORAN PRAKTIKUM PENDIDIKAN IPA PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN IPA DI TINGKAT SMP. Disusun Oleh : Sani Wirayati Kelas A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Melihat Lebih Jauh Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Shared

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

depan yang akan dijalani yang diwarnai tantangan dan perubahan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mandiri dan membentuk siswa dalam menuju kedewasaan. Pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. penemuan. Trianto (2011:136) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan. Alam merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis.

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya. Dengan. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengertian IPA? 2. Bagaimanakah perkembangan IPA di Indonesia?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat sesuai dengan kebutuhan hidup manusia yang semakin hari

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan, dapat diartikan usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan proses belajar mengajar sepanjang hayat, di mana saja, kapan saja, dan untuk seluruh lapisan usia. Kesadaran akan pentingnya pendidikan telah mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai upaya dan perhatian sehingga perkembangan pendidikan semakin pesat, terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, dimana Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki kaitan erat dengan kemajuan IPTEK. Dikembangkannya pasar bebas di Asia Tenggara di tahun 2015 ini juga menuntut IPA untuk ikut andil dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui proses pembelajaran di sekolah sehingga proses pembelajaran yang berlangsung hendaknya proses pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan siswa yang seutuhnya. 1

Proses pembelajaran dapat diartikan kegiatan dimana terjadi penyampaian materi pembelajaran dari pendidik kepada peserta didik. Dalam proses pembelajaran ini terjadi hubungan timbal balik antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Komponen penting dalam proses pembelajaran adalah guru dan siswa, yang merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Antara dua komponen tersebut harus terjadi interaksi yang efektif agar hasil belajar siswa optimal. Pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama dibelajarkan secara Terpadu. Menurut Puskur (2007) dalam Trianto (2012: 155) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, dan beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus. IPA dibelajarkan secara terpadu karena IPA memiliki karakteristik yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja melainkan merupakan suatu proses penemuan. Secara umum, bidang kajian IPA meliputi makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta yang sangat berperan dalam memahami fenomena alam. Pembelajaran IPA memiliki peranan penting dalam membelajarkan siswa untuk mengenal tentang fenomena alam secara utuh dan bermakna. Siswa diberikan kesempatan lebih banyak untuk berperan dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, paradigma 2

pendidikan dalam proses pembelajaran akan mengalami perubahan dari pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Namun, pada kenyataannya di sekolah pembelajaran masih berpusat pada guru, dimana banyak siswa yang kurang terlibat selama proses pembelajaran. Siswa masih mendapatkan pengetahuan tentang alam dan fenomenanya dari penjelasan guru dan buku paket yang disarankan oleh guru. Hal tersebut menunjukkan bahwa persoalan pembelajaran yang terjadi di sekolah masih berkutat pada pencapaian a body knowledge atau IPA sebagai produk saja dan belum memperhatikan aspek lainnya, yaitu IPA sebagai proses (a way of investigate), sikap (a way of thinking), dan aplikasi (interaction with technology and society). Artinya, aspek-aspek tersebut sebagai hakikat IPA belum terintegrasi secara utuh. Pembelajaran IPA merupakan kesatuan konsep yang terpadu yang dibelajarkan melalui materi pokok atau tema tertentu. Tema yang dimaksud merupakan konsep-konsep IPA dari bidang disiplin ilmu, baik biologi, fisika, kimia, maupun Ilmu Pengetahuan Bumi Antariksa (IPBA). Pembelajaran IPA yang dilaksanakan secara terpadu akan mempermudah siswa dalam mendapatkan wawasan dalam menerapkan konsep atau materi yang dipelajari secara menyeluruh. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Berbah selama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), guru IPA masih merasa kesulitan dalam membelajarkan IPA secara terpadu. Meskipun pembelajaran 3

IPA sudah tidak terpisah lagi antara bidang studi biologi, fisika maupun kimia, namun selama proses pembelajaran IPA guru lebih fokus pada bidang keahliannya saja, sehingga hal tersebut menjadi kendala bagi guru IPA yang mengharuskan IPA dibelajarkan secara terpadu. Masalah lain yang ditemukan adalah proses pembelajaran IPA yang berlangsung belum memperhatikan proses-proses ilmiah yang harus dipahami oleh siswa secara sistematis untuk memecahkan suatu permasalahan atas fenomena yang ada di lingkungan siswa melalui kegiatan percobaan. Kegiatan percobaan dapat mengajarkan siswa untuk melakukan percobaan sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Kegiatan percobaan dalam pembelajaran IPA di SMP Negeri 2 Berbah jarang dilakukan, sehingga keterampilan proses siswa kurang berkembang karena kurang terlatih. Hal ini ditunjukkan masih terdapat beberapa siswa yang merasa kesulitan dalam menyusun hipotesis, melakukan pengamatan sesuai fakta, melakukan percobaan, menganalisis data hasil pengamatan dan percobaan, membuat kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Keterampilan proses yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan yang diterima siswa sehingga pembelajaran kurang bermakna karena siswa hanya sekedar mengetahui dan menghafal pengetahuan sehingga mudah lupa. Permasalahan lain yang ditemukan adalah proses interaksi antara siswa dengan guru maupun antar siswa masih rendah. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran, hanya menerima penjelasan yang diterima oleh guru dan ketika guru memberikan kesempatan untuk bertanya, dari beberapa siswa 4

tidak ada yang bertanya. Ketika guru memberikan pertanyaan, guru harus menunjuk siswa untuk menjawab. Dari jawaban siswa, belum nampak siswa lain yang menanggapi jawaban temannya. Jika dilakukan presentasi kelompok, banyak siswa dalam kelompoknya yang belum memiliki kesadaran untuk berani menyampaikan pendapat atau hasil diskusinya di depan kelas. Mereka masih saling tunjuk-menunjuk antar siswa. Berdasarkan observasi di SMP Negeri 2 Berbah, pembelajaran IPA masih dibelajarkan secara konvensional dimana pembelajaran yang berlangsung masih berpusat pada guru. Pembelajaran IPA di SMP Negeri 2 Berbah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah tersebut yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menerapkan EEK (Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi). Meskipun tujuan dari pembelajaran berbasis EEK adalah tercipta pembelajaran yang berpusat pada siswa dan membantu mengembangkan potensi siswa secara utuh dan optimal, namun pada kenyataan tujuan tersebut belum terlaksana secara optimal sehingga proses pembelajaran juga belum terlaksana secara optimal. Proses pembelajaran yang kurang optimal menyebabkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pun kurang optimal. Hal ini akan berdampak pada hasil belajar siswa sehingga kurang optimal. Hasil belajar yang kurang optimal ini ditunjukkan dengan nilai hasil belajar ranah kognitif IPA siswa kelas VII SMP Negeri 2 Berbah masih belum mencapai standar Kriteria Kelulusan Minimal (KKM), yaitu 75. Hasil ulangan Akhir Semester Gasal tahun ajaran 2015/2016 untuk mata pelajaran IPA masih di bawah KKM. Siswa yang memperoleh 5

nilai di atas KKM ada 7 anak dari 128 siswa atau dapat dikatakan siswa yang tuntas hanya 5,5%. Salah satu pendekatan yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan proses dan meningkatkan hasil belajar adalah pendekatan saintifik (scientific approach). Permendikbud nomor 65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Pendekatan saintifik/ilmiah merupakan proses pembelajaran yang menggunakan proses berpikir ilmiah. Pendekatan ilmiah dapat dijadikan sebagai jembatan untuk perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Sesuai materi Kemendikbud, dinyatakan bahwa dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pendekatan induktif (inductive reasoning) daripada pendekatan deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk menarik simpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Pembelajaran melalui pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data 6

dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut, antara lain: (1) meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi, (2) membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, (3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan, (4) diperolehnya hasil belajar yang tinggi, (5) melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah, dan (6) mengembangkan karakter siswa (Sumber: Hosnan, 2014: 36). Pendekatan ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi terhadap suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Pendekatan ini juga memanfaatkan metode pencarian (inquiry methods) yang berbasis pada buktibukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsipprinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu, metode ilmiah memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperiman, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Banyak ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk 7

melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Peserta didik dilatih untuk mampu berpikir logis, runut, dan sistematis. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan saintifik mempunyai peranan penting dalam mengembangkan keterampilan proses siswa dan hasil belajar kognitif siswa. Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik akan mendorong siswa untuk lebih aktif dalam memperoleh pengetahuan serta berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian dapat meningkatkan keterampilan proses siswa sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa. Berdasarkan alasan tersebut, peneliti mengangkat penelitian dengan judul Pengaruh Pendekatan Saintifik terhadap Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Berbah. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran IPA masih berkutat pada pencapaian a body of knowledge atau IPA sebagai produk. Padahal hakikat IPA seharusnya juga mencakup aspek a way of thinking, a way of investigate dan interaction with technology and society. 2. Pembelajaran IPA masih disajikan secara terpisah, artinya belum ada keterpaduan di antara bidang disiplin ilmunya, baik biologi, fisika, kimia 8

maupun Ilmu Pengetahuan Bumi Antariksa (IPBA). Padahal pembelajaran yang dilakukan secara terpadu akan mempermudah siswa untuk mendapatkan wawasan dalam menerapkan konsep atau materi yang dipelajari secara utuh dan menyeluruh. 3. Pembelajaran IPA masih berpusat pada guru karena kegiatan yang berlangsung masih didominasi oleh guru yang menyampaikan materi dan siswa hanya sebagai pendengar. Padahal seharusnya IPA adalah proses penemuan sehingga siswa harus aktif dalam belajar dan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien jika siswa diberikan kesempatan lebih banyak untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 4. Materi yang disampaikan belum memperhatikan proses-proses ilmiah. Padahal keuntungan yang diperoleh saat pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan proses-proses ilmiah, selain memberikan keuntungan dalam hal pemerolehan pengetahuan secara sistematis juga dapat mengembangkan keterampilan proses sains berupa keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan ilmu selanjutnya. 5. Pembelajaran IPA di SMP N 2 Berbah masih dibelajarkan secara konvensional yang masih berpusat pada guru. Padahal jika IPA dibelajarkan dengan pendekatan ilmiah/ saintifik yang sesuai dengan hakikat IPA, siswa akan memahami bahwa informasi dapat diperoleh darimana saja dan kapan saja, tidak lagi bergantung pada informasi searah dari guru. 9

6. Keterampilan proses sains siswa belum dikembangkan secara maksimal karena kegiatan percobaan dalam proses pembelajaran jarang dilakukan. Rendahnya keterampilan proses yang dimiliki siswa akan menyebabkan pengetahuan kurang bermakna. Padahal jika keterampilan proses siswa dikembangkan dengan baik siswa dapat secara aktif mengkonstruk pengetahuan melalui penemuan-penemuan dalam percobaan yang dilakukan sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. 7. Hasil belajar IPA SMP N 2 Berbah kelas VII masih belum optimal, masih terdapat sebagian siswa yang di bawah Kriteria Kelulusan Minimal (KKM) yaitu kurang dari 75. Padahal jika pembelajaran dilakukan dengan pendekatan ilmiah dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga hasil belajar siswa akan meningkat karena siswa akan lebih aktif mencari informasi. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian identifikasi masalah, peneliti membatasi penelitian yaitu pada masalah nomor 5, 6, dan 7 yaitu: pembelajaran di SMP N 2 Berbah masih dibelajarkan secara konvensional padahal dengan menerapkan pendekatan saintifik dapat meningkatkan pemahaman siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran dan aktif dalam mencari informasi serta tidak bergantung pada gurunya, keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa masih rendah. 10

D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi malasah dan pembatasan masalah, peneliti merumuskan masalah yaitu: 1. Bagaimana pengaruh pendekatan saintifik terhadap keterampilan proses sains siswa kelas VII SMP N 2 Berbah? 2. Bagaimana pengaruh pendekatan saintifik terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII SMP N 2 Berbah? E. Tujuan Penelitian Mengacu dari rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh pendekatan saintifik terhadap keterampilan proses sains siswa kelas VII SMP N 2 Berbah. 2. Menganalisis pengaruh pendekatan saintifik terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII SMP N 2 Berbah. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini sebagai berikut. 1. Manfaat bagi siswa a. Membantu dan mempermudah siswa-siswi kelas SMP Negeri 2 Berbah dalam memahami suatu materi IPA serta memberikan pengalaman nyata dalam proses pembelajaran. b. Melatih siswa menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan pembelajaran dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 11

c. Melatih siswa terampil dalam menggunakan keterampilan proses sains dalam kegiatan pembelajaran dan dalam memecahkan permasalahan di lingkungannya. 2. Manfaat bagi guru Sebagai masukan bagi para guru IPA dalam melakukan kegiatan pembelajaran di kelas untuk menggunakan pendekatan saintifik sehingga dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa. 3. Manfaat bagi peneliti Melatih kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran serta menambah wawasan dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman belajar. 12