BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alkohol terutama dalam bentuk ethyl alcohol (etanol), telah mengambil tempat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kurang lebih 1500 tahun lalu, beberapa kesukuan di Amerika

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja kegiatan seksual jantan; dan (3) pengaturan fungsi reproduksi jantan. pria dengan berbagai hormonal (Guyton, 2000)

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OH.

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut batasan WHO (dalam Bell, 2005), kebisingan adalah suara-suara

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

BAB V PEMBAHASAN. asap rokok serta ekstrak akuades biji sirsak (KP 1, KP 2 dan KP 3 ). KN yang tidak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mana asam glutamat-d hanya dapat digunakan oleh organisme tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah naga termasuk kelompok tanaman kaktus atau famili Cacteceae dan

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terpapar (WHS, 1993). Bunyi atau suara didefinisikan sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk,

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

HORMON REPRODUKSI JANTAN

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sistem reproduksi pria yang pada penelitian ini menggunakan mencit terdiri

PRECONCEPTION ADVICE FOR MALE

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Radikal Bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS)

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan yang serba instan. Sayangnya pengkonsumsian makanan. sehingga berakibat terjadinya penumpukan lemak.

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Buah naga atau dragon fruit dikenal juga dengan sebuatan pitaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas.

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai Endocrine Disrupts Chemical (EDC) atau dalam bahasa awamnya disebut

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alkohol (Etanol) 2.1.1 Definisi Alkohol terutama dalam bentuk ethyl alcohol (etanol), telah mengambil tempat penting dalam sejarah umat manusia paling sedikit selama 8000 tahun. Saat ini, alkohol dikonsumsi secara luas. Sama seperti obat-obat sedatif-hipnotik lainnya, alkohol dalam jumlah rendah sampai sedang bisa menghilangkan kecemasan dan membantu menimbulkan rasa tenang atau bahkan euporia. Akan tetapi, alkohol juga dikenal sebagai obat yang paling banyak disalahgunakan di dunia, suatu alasan yang tepat atas kerugian besar yang mesti ditanggung masyarakat dan dunia medis (Masters, 2002). Kandungan alkohol minuman berkisar dari 4-6% untuk bir, 10-15% untuk anggur, dan 40% dan lebih tinggi untuk spirit hasil distilasi. Proof (kekuatan alkohol) minuman mengandung alkohol dua kali persen alkoholnya (sebagai contoh, alkohol 40% adalah 80 proof) (Fleming et al., 2007). Di Amerika Serikat, kira-kira 75% dari populasi dewasa mengkonsumsi minuman beralkohol secara teratur. Mayoritas dari populasi peminum ini bisa menikmati efek memuaskan yang diberikan alkohol tanpa menjadikannya sebagai risiko terhadap kesehatan. Bahkan fakta terbaru menunjukkan bahwa konsumsi etanol secukupnya bisa melindungi beberapa orang terhadap penyakit kardiovaskular. Akan tetapi, sekitar 10% dari populasi umum di Amerika Serikat tidak mampu membatasi konsumsi etanol mereka, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyalahgunaan alkohol. Individu-individu

yang terus meminum alkohol tanpa mempedulikan adanya konsekuensi yang merugikan secara medis dan sosial yang berkaitan langsung dengan konsumsi alkohol mereka tersebut akan menderita alkoholisme, suatu gangguan kompleks yang nampaknya ditentukan oleh faktor lingkungan (Masters, 2002). 2.1.2 Farmakokinetika Etanol Setelah pemberian oral, etanol diabsorpsi dengan cepat dari lambung dan usus halus ke dalam aliran darah dan terdistribusi ke dalam cairan tubuh total (Fleming et al. 2007). Tingkat absorpsi paling tinggi pada saat lambung kosong. Adanya lemak di dalam lambung menurunkan tingkat absorpsi alkohol (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Setelah minum alkohol dalam keadaan puasa, kadar puncak alkohol di dalam darah dicapai dalam waktu 30 menit. Distribusinya berjalan cepat, dengan kadar obat dalam jaringan mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari etanol mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7 L/kg) (Masters, 2002). Alkohol didistribusikan di dalam tubuh (terutama dalam jaringan adiposa), menyebabkan efek dilusi (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Pada dosis oral ekuivalen dari alkohol, kaum wanita mempunyai konsentrasi puncak lebih tinggi dibandingkan kaum pria, sebagian disebabkan karena wanita mempunyai kandungan cairan tubuh total lebih rendah. Di dalam sistem saraf pusat, konsentrasi etanol meningkat dengan cepat karena otak menampung sebagian besar aliran darah dan etanol melewati membran biologi dengan cepat (Masters, 2002). Lebih dari 90% alkohol yang digunakan dioksidasi di dalam hati, sebagian besar sisanya dikeluarkan lewat paru-paru dan urine (Masters, 2002). Ekskresi alkohol di dalam

urine dan udara yang dihembuskan biasanya sedikit, tetapi berjumlah konstan yang berkorelasi dengan blood alcohol concentration (BAC). Hal ini merupakan prinsip yang mendasari penggunaan pemeriksaan urin dan nafas pada forensik di samping uji darah (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Orang dewasa tipikal dapat memetabolisme 7-10 g (150-220 mmol) alkohol per jam, yang ekuivalen dengan kira-kira 10 oz bir, 3,5 oz anggur, atau 1 oz minuman keras yang disuling dengan kadar murni 80 (Masters, 2002). 2.1.3 Pengaruh Alkohol Terhadap Sistem Endokrin dan Fungsi Seksual Walaupun banyak orang percaya bahwa alkohol dapat meningkatkan aktivitas seksual, tetapi efek yang sebaliknya lebih sering teramati. Banyak obat yang disalahgunakan termasuk alkohol mempunyai efek disinhibisi yang pada awalnya dapat meningkatkan libido. Namun, penggunaan alkohol jangka panjang dan berlebihan sering menyebabkan penurunan fungsi seksual. Alkohol dapat menyebabkan disfungsi ereksi pada pria setelah penggunaan akut maupun kronis. Insidensi disfungsi ereksi dapat terjadi sampai pada 50% pasien alkoholisme kronis (Fleming et al., 2007). Van Thiel et al., (1978) mencatat bahwa disfungsi ereksi sangat sering terjadi di antara pasien dengan kerusakan hati yang lebih parah (Emanuele, 1998). Selain itu, banyak pecandu kronis akan mengalami atrofi testikular dan penurunan fertilitas (Fleming et al., 2007) serta pengurangan ciri seksual sekunder pria (misalnya, pengurangan rambut wajah dan dada, pembesaran payudara, dan pergeseran posisi lemak dari perut ke daerah pinggul) (Emanuele, 1998). Laporan klinis berupa ginekomastia dan atrofi testis pada pecandu alkohol dengan sirosis menghasilkan dugaan adanya kekacauan

dalam keseimbangan hormon steroid (Masters, 2002). Hal ini terjadi pada 75% pria dengan sirosis alkoholik lanjut (Lloyd dan Williams 1948). Sejumlah penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa penyalahgunaan alkohol pada pria dapat menyebabkan gangguan produksi testosteron dan penyusutan testis (atrofi testis) (Adler 1992). Atrofi testis terutama disebabkan hilangnya sel-sel sperma dan penurunan diameter tubulus seminiferus (Van Thiel et al., 1974). Mekanisme yang terlibat dalam hal ini kompleks dan kemungkinan melibatkan perubahan fungsi hipotalamus dan efek toksik alkohol langsung pada sel Leydig (Fleming et al., 2007). Produk metabolisme alkohol yaitu asetaldehida memiliki sifat toksik ke sel Leydig daripada alkohol itu sendiri (Van Thiel et al., 1983; Santucci et al., 1983). Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan efek alkohol terhadap hipotalamus dan hipofisis dilakukan dengan mengeluarkan hipofisis anterior tikus. Peneliti menumbuhkannya secara invitro dengan ada atau tidaknya alkohol. Hasilnya menunjukkan alkohol menurunkan kadar LH bahkan dengan hipofisis yang sudah terisolasi tersebut, setidaknya sebagian bertindak langsung ke hipofisis (Van Thiel et al., 1983; Santucci et al., 1983). Hal ini selaras dengan penelitian Emanuelle (1998) yang menyebutkan bahwa atrofi testis mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu salah satunya adalah efek alkohol pada LH dan FSH yang merangsang pertumbuhan testis. Faktor lain yaitu karena efek alkohol yang merusak testis, serta faktor lain, seperti malnutrisi, akibat pengobatan dengan berbagai obat, dan penyalahgunaan obat-obatan selain alkohol (Emanuelle, 1998).

Konsumsi alkohol juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang berperan dalam sintesis hormon kelamin jantan. Alkohol dehidrogenase yang berada pada testis, dalam keadaan normal mampu mengubah retinol menjadi retinal. Menurut Wright (1991), alkohol menyebabkan kegagalan sintesis retinal di dalam testis. Kegagalan sintesis retinal ini akan menyebabkan gangguan spermatogenesis, karena retinal merupakan senyawa yang esensial untuk berlangsungnya spermatogenesis. Pada akhirnya hal tersebut akan menyebabkan penurunan jumlah lapisan sel spermatogenik (Nugroho, 2007). Alkohol menyebabkan kegagalan hipotalamus dan hipofisis untuk mensekresikan Gonadotrophine Releasing Hormon (GnRH), FSH, dan LH (Wright, 1991; Rees, 1993), selanjutnya akan diikuti oleh kegagalan sel Leydig untuk mensintesis testosteron dan sel Sertoli tidak mampu melakukan fungsinya sebagai nurse cell (Nugroho, 2007). Selain menimbulkan gangguan pada hipotalamus dan hipofisis, alkohol juga bertindak sebagai inhibitor bagi enzim 5 α-reduktase. Enzim ini digunakan untuk mengubah prohormon (testosteron) menjadi bentuk aktifnya yaitu 5 α-dihidrotestosteron. Tidak adanya testosteron dalam bentuk aktif menyebabkan proses spermatogenesis tidak terjadi, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis. Hal ini akan menyebabkan penurunan jumlah lapisan sel spermatogenik (Nugroho, 2007). 2.1.4 Nira Aren (Arenga pinnata) Nira aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Sinonim : Arenga sacchrifera Labill (nama lama). Familia : Arecaceae (Palmae). Boleh dikatakan semua bagian tanaman dipakai. Dari tongkol bunga jantan disadap cairan yang mengandung gula, di mana kemudian dibuat gula (gula Jawa), kalau dikhamirkan menghasilkan sagu air, arak atau

cuka; bijinya dibuat manisan dan dimakan (kolang-kaling). Bagian yang digunakan Tuak/legen (hasil peragian dari air bunga) dan akar. Nama Lokal (nama daerah): Bak juk, Bak jok (Aceh); Pola, Paula, Bagot, Agaton, Bargot (Batak); Anau, Biluluk (Minangkabau); Kawung, Taren (Sunda); Aren, Lirang, Nanggung (Jawa); Jaka, Hano (BaIi); Meka (Sawu); Moke, Huwat (FIores); Akel, Akere, Koito, Akol, Ketan (Sawu); Inru (Bugis); Bole (Roti); Seho (Ternate). Komponen utama nira adalah air, karbohidrat dalam bentuk sukrosa, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Kerusakan nira disebabkan akibat aktivitas bakteri (Acetobacter sp) dan khamir (Saccharomyces sp) yang dapat menfermentasi sukrosa menjadi alkohol dan lebih lanjut menjadi asetat. Nira aren (Arenga pinnata Merr) diperoleh dengan cara menyadap tandan bunga. Tanaman dapat disadap setelah berumur 5-12 tahun. Dari tiap pohon dapat disadap selama 3 tahun dan tiap tahun dapat disadap 3-4 tangkai bunga. Dalam sehari aren menghasilkan 3-10 liter nira (Halim, 2008). Tabel 1. Komposisi Nira dari Berbagai Tanaman Palmae (%). Jenis Kadar Air Kadar Kadar Kadar Kadar Abu Tanaman Gula Protein Lemak Arenga 88,85 10,02 0,23 0,02 0,03 Pinnata Borassus 87,66 12,04 0,36 0,02 0,21 flabellifer Cocos 87,78 10,96 0,28 0,02 0,10 nucifera Nipah 86,30 12,23 0,21 0,02 0,43 Kelapa 1 87,78 10,88 0,21 0,17 0,37 Kelapa 2 88,40 10,27 0,41 0,17 0,38 (Halim, 2008)

2.2 Sistem Reproduksi Mencit Jantan Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum, epididimis dan vas deferens, kelenjar asesoris pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis, selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1967). 2.2.1 Testis Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus karena di dalamnya berlangsung produksi semua sel germinal fungsional jantan. Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri testikular yang masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi nutrisi setiap bagian testis, dan akan berhubungan dengan vena testikular ketika meninggalkan hilus (Rugh, 1967) 2.2.2 Fungsi Testis dan Testosteron Secara embriogenis, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di dalam rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis perlahan mulai turun keluar dari rongga abdomen melalui kanalis semi inguinalis masuk ke dalam skrotum. Meskipun waktunya bervariasi proses penurunan testis biasanya selesai pada bulan ke tujuh masa gestasi (Sherwood, 2004). Testis melaksanakan dua fungsinya yaitu menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferosa yang di dalamnya berlangsung proses spermatogenesis. Sel Leydig atau sel interstitium yang terletak di

jaringan ikat antara tubulus-tubulus seminiferosa inilah yang mengeluarkan testosteron. (Sherwood, 2004) Setelah disekresikan oleh testis, kurang lebih 97% dari testosteron berikatan lemah dengan plasma albumin atau berikatan kuat dengan beta globulin yang disebut hormon seks binding globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah selama 30 menit sampai satu jam. Pada saat itu testosteron ditransfer ke jaringan atau didegradasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian dieksresikan (Sherwood, 2004) 2.2.3 Histologi a. Tubulus seminiferus Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang dikelililngi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubular yang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel fibroblast dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Diduga kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferus dan membantu pergerakan spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis majemuk. Garis tengahnya lebih kurang 150-250 µm dan panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m. Tubulus kontortus ini membentuk jalinan yang tempat masing-masing tubulus berakhir buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap lobulus, lumennya menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai tubulus rektus, atau tubulus lurus, yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran-saluran berlapis epitel yang berkesinambungan yaitu rete testis. Rete ini, terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan dengan bagian kepala epididimis oleh 10-20 duktulus eferentes (Junqueira, 2007).

Tubulus seminiferus terdiri sel spermatogenik dan sel Sertoli yang mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang berkembang, hal ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik membentuk sebagian terbesar dari lapisan epitel dan melalui proliferasi yang kompleks akan menghasilkan spermatozoa (Junqueira, 2007). b. Sel-sel germinal Spermatogonium adalah sel spermatif (Gambar 2), yang terletak di samping lamina basalis. Sel spermatogonium relatif kecil, bergaris tengah sekitar 12 µm dan intinya mengandung kromatin pucat. Pada keadaan kematangan kelamin, sel ini mengalami sederetan mitosis lalu terbentuklah sel induk atau spermatogonium tipe A, dan mereka berdiferensiasi selama siklus mitotik yang progresif menjadi spermatogonium tipe B. Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk garis keturunan spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B merupakan sel progenitor yang berdiferensiasi menjadi spermatosit primer (Junqueira, 2007). Spermatosit primer adalah sel terbesar dalam garis turunan spermatogenik ini (Gambar 2) dan ditandai adanya kromosom dalam tahap proses penggelungan yang berbeda di dalam intinya. Spermatosit primer memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N DNA (Junqueira, 2007). Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan kedua.

Gambar 2 : Histologis Testis Spermatosit sekunder memilki 23 kromosom (22+X atau 22+Y) dengan pengurangan DNA per sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki ukuran yang kecil garis tengahnya 7-8 µm (Gambar 2), inti dengan daerah-daerah kromatin padat dan lokasi jukstaluminal di dalam tubulus seminiferus. Spermatid mengandung 23 kromosom. Karena tidak ada fase S (sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis pertama dan kedua dari spermatosit, maka jumlah DNA per sel dikurangi setengahnya selama pembelahan kedua ini menghasilkan sel-sel haploid (1N) (Junqueira, 2007). c. Sel Sertoli Sel Sertoli adalah sel pyramid memanjang yang sebagian memeluk sel-sel dari garis keturunan spermatogenik (Gambar 2). Dasar sel sertoli melekat pada lamina basalis, sedangkan ujung apeksnya sering meluas ke dalam lumen tubulus seminiferus. Dengan mikroskop cahaya, bentuk sel Sertoli tidak jelas terlihat karena banyaknya juluran lateral

yang mengelilingi sel spermatogenik. Kajian dengan mikroskop elektron mengungkapkan bahwa sel ini mengandung banyak retikulum endoplasma licin, sedikit retikulum endoplasma kasar, sebuah kompleks Golgi yang berkembang baik, dan banyak mitokondria dan lisosom. Inti yang memanjang yang sering berbentuk segitiga, memiliki banyak lipatan dan sebuah anak inti yang mencolok, memiliki sedikit heterokromatin. Fungsi utama sel Sertoli adalah untuk menunjang, melindungi dan mengatur nutrisi spermatozoa. Selain itu, sel Sertoli juga berfungsi untuk fagositosis kelebihan sitoplasma selama spermatogenesis, sekresi sebuah protein pengikat androgen dan inhibin, dan produksi hormon anti-mullerian (Junqueira, 2007). d. Sel Leydig Sel insterstisial Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh susunan-susunan tubulus seminiferus. Sel-sel tersebut besar dengan sitoplasma sering bervakuol pada sajian mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula dijumpai sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya dengan benda-benda inklusi seperti titik lipid, dan pada manusia juga mengandung kristaloid berbentuk batang. Celah di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe (Junqueira, 2007). 2.2.4 Sel Spermatogenik Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif dari rangsangan oleh hormon gonadotropin hipofisis anterior, dimulai rata-

rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup (Ganong, 2008). Adapun tahaptahap spermatogenesis yaitu : a. Spermatogonia primitif berkumpul tepat di tepi membran basal dari epitel germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Spermatogenia bersandar pada bagian dalam lamina basalis tubulus seminiferus, berukuran daimeter sekitar 12 µm. b. Spermatosid primer merupakan sel benih yang terbesar di dalam tubulus seminiferus dengan diameter 17-19 µm, menempati daerah bagian tengah dari epitelium (Fiore, 1986) c. Spermatosit sekunder terletak lebih ke arah lumen, besarnya lebih kurang setengah dari spermatosit primer. d. Spermatid merupakan sel-sel yang ukurannya jauh lebih kecil, dengan nukleus yang mengandung granula kromatin halus dan besar, umumnya terletak dalam kelompokkelompok dekat lumen dan sel sertoli (Fiore, 1986) e. Spermatozoa mempunyai bentuk yang ramping, ukuran panjang sekitar 55-65 µm, kepala spermatozoa yang kecil tertanam dalam sitoplasma sel-sel Sertoli, ekornya menjulur ke dalam lumen tubulus seminiferus (Fiore, 1986). 2.2.5 Hormon yang Merangsang Spermatogenesis Hormon-hormon yang berperan dalam spermatogenesis adalah sebagai berikut:

a. Testosteron, disekresi oleh sel-sel Leydig yang terletak di interstisium testis. Hormon ini penting untuk pertumbuhan dan pembagian sel-sel germinativum dalam membentuk sperma. b. Hormon Lutein (LH), disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel Leydig untuk menyekresi testosteron. c. Hormon Perangsang Folikel (FSH), juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel Sertoli; tanpa rangsangan ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (proses spermiogenesis) tidak akan terjadi. d. Estrogen, dibentuk dari testosteron oleh sel-sel Sertoli ketika sel Sertoli sedang dirangsang oleh hormon perangsang folikel, yang mungkin juga penting untuk spermiogenesis. Sel-sel Sertoli juga menyekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testosteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan dalam lumen tubulus seminiferus, membuat kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma. e. Hormon Pertumbuhan (seperti juga pada sebagian besar hormon yang lain) diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis. Secara khusus hormon tersebut meningkatkan pembelahan awal spermatogonia sendiri. Bila tidak terdapat hormon pertumbuhan, seperti pada dwarfisme hipofisis, spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama sekali (Ganong, 2008).

2.3 Vitamin E 2.3.1 Sifat Kimia Vitamin E Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Nama lain dari vitamin E tokoferol, keaktifan vitamin E dalam beberapa senyawa tokoferol berbeda. Dikenal ά-; β-; γ dan δ- tokoferol menunjukkan keaktifan vitamin E yang paling tinggi. Struktur kimia tokoferol adalah sebagai berikut. Alfa tokoferol alam memutar bidang polarisasi ke kanan, sedangkan alfa-tokoferol buatan adalah resemik (DL). Tokoferol lainnya (beta, gama, dan delta) kurang penting karena potensi hayatinya rendah (Sudjadi dan Rohman, 2008) 2.3.2 Fungsi Fisiologik dan Farmakodinamik Vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi aksi kerusakan membran biologis akibat radikal bebas. Vitamin E melindungi asam lemak tidak jenuh pada membran fosfolipid. Radikal peroksil bereaksi 1000 kali lebih cepat dengan vitamin E daripada asam lemak tidak jenuh, dan membentuk radikal tokoferoksil (Gunawan, 2007). Selanjutnya radikal tokoferoksil berinteraksi dengan lain antioksidan seperti vitamin C, yang akan membentuk kembali tokoferol. Vitamin E misalnya paling penting untuk melindungi membran sel darah merah yang kaya akan asam lemak tidak jenuh ganda dari kerusakan akibat oksidasi. Vitamin E juga melindungi β-kroten dari oksidasi (Gunawan, 2007), fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas. Radikal bebas

adalah molekul-molekul reaktif dan dapat merusak, yang mempunyai elektron tidak berpasangan (Almaster, 2004). Kebutuhan sehari pada orang Indonesia diperkirakan asupan 10-30 mg vitamin E cukup untuk mempertahankan kadar normal di dalam darah. Beberapa zat yang terdapat pada makanan misalnya selenium, asam amino yang mengandung sulfur, koenzim Q dapat mengantikan vitamin E, (Gunawan, 2007). 2.3.3 Efek Kimia Vitamin E Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif dan dapat merusak, yang mempunyai elektron tidak berpasangan (Gunawan, 2007). Pada penelitian yang dilakukan terhadap manusia yang merokok dengan tujuan untuk menentukan efek vitamin E baik secara sendiri-sendiri maupun kombinasi terhadap kadar lipid peroksidasi secara in vivo ditemukan bahwa pemberian vitamin E secara sendiri-sendiri dapat mereduksi lipid peroksidasi dengan kadar yang sama. Sedangkan pemberian vitamin C dan vitamin E dengan cara kombinasi juga memberikan efek yang sama tidak lebih besar dari pada pemberian secara sendiri-sendiri (Huang et al. 2002). 2.3.4 Efek Vitamin E Terhadap Fungsi Reproduksi Vitamin E merupakan antioksidan pemecah rantai utama dan terdapat pada cairan ekstrasel. Vitamin E dapat menetralisir hidroksil, superoksid, dan radikal hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma (Agarwal et al., 2005). Penelitian terhadap

22 kualitas semen dan parameter biokimia pada kelinci jantan yang diberikan vitamin E dan minuman suplemen atau kombinasinya dapat mengurangi produksi radikal bebas dan dapat memperbaiki kualitas cairan semen kelinci (Yousef et al., 2003) Vitamin E sedikit ditemui jumlahnya pada cairan semen laki-laki infertil. Vitamin E meningkatkan jumlah sperma secara invivo pada laki-laki infertil dengan dosis antara 200-1000 mg/hari (Agarwal et al., 2005). Penelitian (Acharya et al., 2006), terhadap testis tikus yang diberi cadmium (Cd) dengan memberikan suplemen vitamin E dengan dosis 100 mg/kg berat badan menurunkan kadar peroksidasi lipid, meningkatkan jumlah sperma, menurunkan persentase sperma abnormal, meningkatkan aktifitas enzim antioksidan.