BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini hampir terjadi dimana-mana

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

TUGAS PERANCANGAN DAN INTEGRASI SISTEM PCM ANALYSIS

MANAJEMEN EMOSI PADA SISWA KORBAN KEKERASAN FISIK OLEH GURU DI SEKOLAH (SCHOOL BULLYING)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Surakarta cukup tinggi, yaitu pada bulan Januari-Juni 2012,

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang teridentifikasi di pelayanan kesehatan dasar dan di pusat-pusat pelayanan. kekerasan yang dialaminya karena berbagai alasan.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK MODELING UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 WERU TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai tempat dan situasi seperti di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan bahkan di lingkungan sekolah. Pelaku maupun korbannya pun kini lebih beragam, tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja tetapi remaja dan bahkan anak-anak pun kini menjadi pelaku maupun korban dari sebuah kasus tindak kekerasan atau kriminal. Seperti data yang telah dilansir oleh Mabes Polri yang bersumber dari laporan masyarakat dan pengakuan pelaku tindak kriminalitas yang tertangkap tangan oleh polisi menunjukkan bahwa selama tahun 2007 telah tercatat sebanyak 3.145 remaja yang menjadi pelaku dari sebuah tindak kriminalitas. Remaja yang menjadi pelaku tersebut rata-rata berusia 18 tahun kebawah yang pada umumnya usia tersebut masih tergolong dalam usia pelajar di sekolah menengah atas. Selanjutnya pada tahun berikutnya terdapat peningkatan remaja yang menjadi pelaku tindak kriminalitas yaitu berjumlah 3.280 remaja pada tahun 2008 dan 4.213 remaja pada tahun 2009 (Mabes Polri, 2009). Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa terdapat peningkatan yang signifikan di setiap tahunnya dari sebuah kasus tindak kekerasan atau kriminal yang dilakukan oleh para remaja. Menurut Setyawan (2015) dalam website Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), seorang anak atau remaja dapat menjadi pelaku ataupun korban dari tindak kekerasan itu terdiri dari 3 lokasi atau lingkungan yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan yaitu di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah, dan di lingkungan masyarakat. Dari fakta tersebut, penulis menitikberatkan untuk meneliti tindak kekerasan pada remaja yang khususnya dilakukan di lingkungan sekolah. Penulis tertarik untuk meneliti di lingkungan sekolah karena telah banyak sekali kasus 1

2 kekerasan yang muncul. Salah satunya seperti yang sedang ramai dibicarakan di berita dan media sosial akhir-akhir ini tentang tawuran antar pelajar dan kasus kekerasan yang dilakukan oleh para senior paskibra sekolah kepada juniornya. Namun disini peneliti lebih tertarik untuk meneliti kasus kekerasan yang dilakukan oleh para senior paskibra sekolah kepada juniornya karena belum ada penelitian terkait kasus tersebut. Menurut Soekirno (2012) yang dimuat dalam laman Kompas.com, paskibra adalah salah satu ekstrakulikuler atau kegiatan ekstra diluar mata pelajaran wajib yang terdapat di sekolah-sekolah. Pada umumnya paskibra berada di sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA), namun saat ini ada pula sekolah dasar (SD) yang memiliki ekstrakulikuler atau organisasi paskibra. Kata paskibra itu sendiri merupakan singkatan dari kata pasukan pengibar bendera yang anggotanya memang merupakan sekumpulan orang yang menjadi pasukan atau petugas pengibar bendera. Terdapat suatu kepengurusan yang terstruktur dan terorganisir di dalam paskibra dimana terdapat suatu posisi atau jabatan berbeda-beda bagi para anggotanya mulai dari yang tertinggi yaitu ketua sampai yang dibawah yaitu anggota. Selain memiliki struktur organisasi yang hampir sama dengan organisasi lainnya, paskibra juga memiliki struktur organisasi yang tidak semua organisasi menggunakannya seperti adanya status tingkatan bagi setiap anggotanya. Status tingkatan yang dimaksud dalam organisasi paskibra adalah suatu status yang membuat para anggota memiliki suatu perbedaan antara anggota satu dengan anggota lainnya. Status tingkatan yang ada di paskibra terdiri dari status anggota tingkat atas atau disebut dengan senior dan status anggota tingkat bawah yang disebut dengan junior. Status anggota paskibra tingkat atas atau yang dimaksud senior merupakan status bagi anggota paskibra yang lebih tua atau lebih dulu masuk dalam organisasi paskibra. Status senior di dalam paskibra sekolah khususnya pada sekolah menengah atas (SMA) merupakan status yang dimiliki bagi para siswa atau anggota yang saat ini berada di kelas 2

3 dan kelas 3, status tersebut dimiliki karena kelas 2 dan kelas 3 memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari bawahannya yaitu kelas 1. Kelas 1 dikatakan sebagai anggota yang memiliki status junior karena mereka berada di tingkat bawah dimana mereka baru bergabung dengan organisasi paskibra dan masih belum memiliki anggota yang berada satu tingkat dibawahnya. Berdasarkan data hasil wawancara yang dilakukan kepada junior dan senior paskibra pada tanggal 23 April 2016 dan 30 April 2016 di beberapa sekolah memengah atas di kabupaten Bekasi, menunjukkan bahwa status atau tingkatan sebagai senior dan junior di dalam organisasi paskibra telah memunculkan banyak reaksi pro dan kontra. Sebagai senior memang dituntut untuk mendisiplinkan junior. Status senior merupakan suatu tugas dan tanggung jawab yang harus ia jalankan dengan benar. Namun demikian, ada pula yang menjadikan status tersebut sebagai sesuatu yang dapat membuatnya memiliki kekuasaan dan hak yang lebih tinggi dibanding juniornya. Berlawanan dengan status sebagai senior, status sebagai junior kini membuat orang yang mendapat status tersebut dapat merasa dilindungi oleh seniornya tetapi juga dapat merasa tertindas oleh seniornya akibat dari kekuasaan senior tersebut. Senior di dalam paskibra memang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari juniornya, namun saat ini status tersebut telah banyak disalahgunakan, orang yang berstatus sebagai senior dapat merasa memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari juniornya sehingga dapat pula menimbulkan perilaku yang seenaknya termasuk perilaku kekerasan atau agresif terhadap junior. Perilaku maupun tindakan yang muncul dari senior akibat rasa berkuasa yang dimilikinya dapat berupa banyak hal seperti perilaku atau tindakan memerintah, memaki, menghukum, mempermalukan dan dapat pula bertindak secara fisik seperti memukul, menendang, menampar dan lain-lain yang semuanya merupakan bentuk perilaku agresif. Menurut Baron (2005) agresi adalah tingkah laku yang diarahkan dengan tujuan menyakiti makhluk hidup lainnya. Selanjutnya Breakwell (1998) mengatakan bahwa perilaku agresif dapat dimunculkan secara fisik maupun verbal. Perilaku agresif secara fisik

4 dapat berupa pukulan, tendangan dan lain-lain, sedangkan perilaku agresif secara verbal dapat berupa hinaan, makian dan lain-lain. Sayangnya bagi orang yang berstatus junior itu tidak diperbolehkan untuk melawan atau memprotes perilaku seniornya tersebut karena di dalam organisasi paskibra junior tidak boleh melawan dan harus patuh terhadap seniornya, kalaupun melawan nantinya akan memicu hal-hal atau perilaku yang lebih parah dari senior terhadap juniornya. Perilaku-perilaku tersebut selain disebabkan oleh rasa kekuasaan yang dimiliki senior tetapi juga diperkuat dengan adanya suatu aturan yang disebut pasal paskibra yang telah banyak diketahui dan digunakan oleh anggota paskibra di manapun yang berbunyi seperti ini pasal paskibra : 1. Senior tidak pernah salah, 2. Apabila senior salah maka kembali ke pasal 1, 3. Junior milik senior hal tersebut didapatkan saat mewawancarai beberapa anggota paskibra baik senior maupun junior. Berdasarkan hal tersebut para senior memiliki penguat untuk bertindak sesuai dengan keinginannya karena memiliki kekuasaan dan aturan atau pasal yang mendukung bagi dirinya untuk bertindak semaunya. Pada kenyataannya aturan yang disebut pasal paskibra itu tidaklah tertulis secara resmi sebagai suatu aturan di dalam keorganisasian paskibra, namun aturan atau pasal tersebut telah diketahui dan digunakan oleh hampir semua kalangan anggota paskibra di berbagai tempat. Aturan atau pasal tersebut diduga merupakan aturan yang awalnya muncul karena perasaan berkuasa dari seorang senior yang tidak mau dibatasi atau dikontrol. Kasus tindak kekerasan atau perilaku agresif yang dilakukan senior kepada juniornya pernah menjadi sebuah berita yang ramai dibicarakan di Indonesia sehingga menjadi suatu fenomena tersendiri dikalangan pelajar yaitu senior dan junior di suatu instansi atau organisasi di sekolah. Pada tanggal 26 April 2014, telah terjadi kasus kekerasan atau perilaku agresif yang dilakukan oleh senior di salah satu perguruan tinggi kedinasan di Indonesia yang mengakibatkan kematian dan beragam akibat lainnya bagi si korban yang merupakan junior dari senior itu sendiri yang dilansir oleh media online

5 Viva.com. tidak berhenti sampai disitu, kasus tindak kekerasan atau perilaku agresif masih banyak bermunculan. Kasus seperti itu, muncul di organisasi paskibra yang juga memiliki suatu aturan dan struktur seperti sekolah-sekolah kedinasan yang dapat membuat anggotanya bisa dikatakan sebagai senior dan dapat pula dikatakan sebagai junior dengan ketentuan yang ada sehingga dapat membuat seorang senior seperti memiliki suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari juniornya. Pemberitaan yang hampir sama dengan kasus kekerasan yang terjadi di sekolah tinggi kedinasan juga pernah terjadi di organisasi paskibra sekolah pada tanggal dimana seorang senior paskibra melakukan tindak kekerasan kepada juniornya yang mengakibatkan beragam akibat baik pada fisik seperti luka dan rasa sakit maupun psikologis yang berupa trauma, tertekan dan menurunnya harga diri dan kepercayaan diri. Dikutip dari laman media cetak kompas yang dimuat oleh Latief (2011), dikatakan bahwa pada tanggal 4 Maret 2011 telah terjadi tindak kekerasan yang dialami oleh seorang anggota paskibra dan dilakukan oleh salah satu pelatih atau seniornya, anggota paskibra tersebut mengalami rasa sakit pada ulu hatinya dan dirawat di rumah sakit akibat mendapat pukulan dari pelatih atau seniornya tersebut di bagian badannya yang disebabkan karena anggota tersebut tidak sanggup push-up sebanyak 100 kali. Berita yang sama juga muncul dan dimuat oleh Sari (2011) dalam laman media cetak Tempo pada tanggal 19 Februari 2011 yang mengatakan bahwa telah terjadi kembali kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di organisasi paskibra dan memunculkan reaksi kontra dengan melakukan penyidikan terhadap pelaku. Tidak hanya itu, terdapat pula berita yang memuat dampak psikologis dari perilaku agresif senior paskibra terhadap juniornya. Seperti yang dikatakan oleh Kak Seto pada tanggal 18 Agustus 2010 dalam media informasi Solo Pos bahwa perilaku agresif yang terjadi pada kegiatan paskibra menyebabkan dampak psikologis pada korban yang ditanganinya, dampak psikologis yang dimaksudkan ialah berupa rasa trauma, oleh karena itu

6 Kak Seto juga meminta kasus tersebut untuk diselidiki. Komnas HAM pun menyayangkan terulangnya kembali tindak kekerasan di organisasi paskibra. Pada beberapa sekolah menengah atas negeri di kabupaten Bekasi yang peneliti observasi selama bulan April 2016, semua menunjukkan adanya perilaku yang agresif saat berkegiatan di luar ruangan yang dilakukan senior kepada juniornya seperti memaki, memarahi, menyuruh push-up, menendang, memukul dan menampar. Perilaku tersebut jelas terlihat pada saat junior paskibra sedang berlatih baris-berbaris, di situ tampak ada junior yang melakukan kesalahan baik dalam sikap maupun pergerakan dalam barisberbaris dan senior langsung mengambil tindakan kepada junior yang melakukan kesalahan tersebut dengan tindakan yang berupa tindakan-tindakan agresif. Tindakan atau perilaku agresif juga terlihat ketika di ruangan tetapi perilaku agresif yang dilakukan di ruangan juga diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan di luar ruangan. Kegiatan wawancara dilakukan di dua waktu yang berbeda, pertama wawancara dilakukan pada hari yang sama ketika selesai mengobservasi kegiatan paskibra yaitu pada tanggal 23 April 2016. Selanjutnya wawancara yang kedua dilakukan pada tanggal 30 April 2016 di suatu sekolah di daerah Bekasi yang sedang mengadakan lomba paskibra dan disana terdapat banyak sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas yang mengikuti lomba tersebut. Kegiatan wawancara dilakukan kepada 67 anggota paskibra yang terdiri dari 57 orang bertatus sebagai senior dan 10 orang berstatus sebagai junior, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait fenomena perilaku agresif yang dilakukan senior paskibra sekolah terhadap juniornya. Wawancara dilakukan kepada pihak terkait dengan menanyakan beberapa hal salah satunya adalah menanyakan apakah di paskibra pernah terjadi bentuk tindakan kekerasan atau perilaku agresif yang dilakukan senior kepada juniornya. Dari semua orang yang peneliti wawancara, semua mengatakan hal yang sama bahwa tindakan kekerasan atau perilaku agresif pernah terjadi dan bahkan seringkali terjadi dengan tindakan seperti memukul,

7 menendang, menampar dan lain-lain. Dalam laman website purna paskibraka Indonesia (2008) mengatakan bahwa anggota paskibra memang dituntut untuk disiplin dan para senior bertugas untuk mendisiplinkan juniornya, tetapi bertindak agresif bukanlah cara yang tepat untuk mendisiplinkan para anggota, karena banyak cara lain yang sesuai dengan aturan dan bisa dilakukan untuk mendisiplinkan anggota. Ketika ditanya alasannya kenapa bisa sampai muncul perilaku agresif, para senior paskibra memiliki alasan yang hampir sama yaitu antara kelepasan saat ingin bertindak, kesal, dan tidak dapat menahan atau mengontrol diri. Padahal mereka sudah mengetahui bahwa kekerasan atau perilaku agresif itu tidak baik dan dilarang karena dapat memberikan dampak yang negatif bagi dirinya maupun orang lain. Sebab menurut hasil wawancara, para junior mengaku hal yang dirasakan ketika mendapatkan perilaku agresif dari seniornya adalah rasa sakit pada tubuhnya yang merupakan dampak fisik. Sedangkan dampak psikologis yang dirasakan adalah berupa perasaan kesal, tertekan, takut, trauma dan merasa harga dirinya turun akibat perilaku agresif tersebut. Sejalan dengan hal diatas, Breakwell (1998) menjelaskan bahwa perilaku agresi adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun verbal. Perilaku agresif secara fisik yang dimaksud dapat berupa pukulan, tendangan dan lain-lain yang hal tersebut dapat memberikan dampak fisik seperti luka-luka dan rasa sakit, sedangkan perilaku agresif secara verbal yang dimaksud adalah dapat berupa hinaan, makian dan lain-lain yang dapat memberikan dampak psikologis bagi korbannya seperti perasaan kesal, takut, trauma dan turunnya harga diri. Berdasarkan hasil wawancara pula menunjukkan bahwa salah satu alasan munculnya perilaku agresif senior adalah karena kurangnya kemampuan dalam mengontrol diri, hal tersebut sesuai dengan pendapat seorang tokoh yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku agresif adalah faktor kepribadian yaitu kontrol diri, Krahe (2005). Menurut Gufron (2010) kontrol diri adalah kemampuan untuk menyusun, membimbing,

8 mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Selain itu menurut tokoh yang mengembangkan The General Theory Of Crime atau yang dikenal dengan Low Self Control Theory menjelaskan bahwa perilaku kriminal atau agresi dapat dilihat melalui single dimention yakni kontrol diri (Gottfredson, 1990). Namun menurut penelitian lain yang dilakukan oleh T.F. Denson (2012) mengatakan bahwa kebanyakan teori dan jurnal yang berkaitan dengan agresi mengabaikan faktor internal dari dalam diri, padahal ketika dorongan untuk berbuat agresi sedang mencapai puncaknya, kontrol diri dapat membantu individu menurunkan agresi dengan mempertimbangkan aturan dan norma sosial yang berlaku. Berdasarkan data-data, penelitian sebelumnya dan teori yang ada, hal tersebut memunculkan dugaan bahwa adanya hubungan atau keterkaitan antara kontrol diri dengan perilaku agresif dimana ketika seseorang memiliki kemampuan mengontrol diri maka ia dapat mengatur perilakunya ke arah yang lebih positif sedangkan orang yang kurang memiliki kemampuan mengontrol diri maka ia juga akan kurang mampu dalam mengatur perilakunya sehingga dapat memungkinkan terjadinya perilaku agresif yang tidak dapat di hindari atau di kontrol (T.F. Denson, 2012). Berdasarkan itu pula kini peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang terkait dengan kontrol diri dan perilaku agresi dengan judul penelitian yaitu hubungan kontrol diri dengan perilaku agresif senior paskibra pada sekolah menengah atas di kabupaten Bekasi. Penelitian ini dirasa penting untuk dilakukan karena perilaku agresif dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi diri sendiri maupun orang lain, seperti timbulnya permusuhan, luka-luka dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Maka dari itu penelitian ini dilakukan dengan harapan agar dapat menanggapi fenomena yang ada dan memberikan solusi untuk menanggulangi serta menyelesaikan permasalahan dari fenomena tersebut.

9 1.2. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara kontrol diri dengan perilaku agresif senior paskibra pada sekolah menengah atas negeri di kabupaten Bekasi? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kontrol diri dengan perilaku agresif senior paskibra pada sekolah menengah atas negeri di kabupaten Bekasi. 2. Untuk menanggapi dan menjawab urgenitas dari fenomena yang terjadi agar perilaku agresif tidak terus menerus menimbulkan korban dan agar kiranya dapat memberikan solusi untuk meminimalisir munculnya perilaku agresif. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam menambah pengetahuan dalam ilmu psikologi khususnya bagi para peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian terkait dengan hubungan antara kontrol diri dengan perilaku agresif senior paskibra pada sekolah menengah atas negeri di kabupaten Bekasi. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum maupun para anggota paskibra khususnya bagi para senior paskibra sekolah menengah atas negeri yang ada di kabupaten Bekasi, adapun manfaatnya antara lain : 1. Bagi masyarakat umum penelitian ini diharapkan agar masyarakat dapat meningkatkan kontrol diri sehingga dapat berperilaku sesuai dengan norma sosial yang ada dan mengurangi munculnya perilaku

10 agresif dalam kehidupan bermasyarakat dengan cara meningkatkan kontrol perilaku, kognitif dan keputusan. 2. Bagi para anggota paskibra khususnya senior paskibra agar dapat mengontrol dirinya sebelum melakukan suatu tindakan terutama saat menghukum juniornya sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi junior. Selain itu bagi yang pernah atau bahkan sering melakukan perilaku agresif agar dapat mengurangi hal tersebut dengan cara meningkatkan kontrol perilaku, kognitif dan keputusan 1.5. Uraian Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan saat ini memiliki perbedaan dengan penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya, adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang terkait adalah perbedaan fenomena, urgensi atau keperluan yang mendesak, lokasi penelitian, populasi, karakteristik subjek, dan sampel penelitian. Penelitian dengan fenomena yang terjadi pada anggota paskibra sebelumnya belum pernah ada yang meneliti sehingga dapat dipastikan tidak akan ada yang sama dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti saat ini karena belum pernah ada penelitian sebelumnya yang mengangkat fenomena perilaku agresif senior paskibra sekolah kepada juniornya.