BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggarakan layanan kesehatan di Indonesia tantangannya sangat berat

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN

BAB IV TUJUAN, STRATEGI, DAN SASARAN UTAMA

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

B A B P E N D A H U L U A N

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANDAK

WALIKOTA TASIKMALAYA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN,

Daftar Isi. Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Sistematika Penulisan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang secara khusus

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

PEMERINTAH KOTA MAGELANG RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KOTA MAGELANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

RENCANA KERJA TAHUNAN ( RKT ) TAHUN 2017

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN. 2.1 Sejarah Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/76/2015 TENTANG TIM KOORDINASI PASCA KRISIS KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

RENSTRA-SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Tahun

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PELALAWAN NOMOR :440/SEKT-PROG/DINKES/2016/ TENTANG

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

Dinas Kesehatan Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyelenggarakan layanan kesehatan di Indonesia tantangannya sangat berat karena faktor geografis, demografis maupun geologisnya (Lihat Lampiran I: Indonesia: Health System Profile). Krisis ekonomi yang melanda semenjak tahun 1997 telah ikut serta memperberat penyelenggaraan layanan kesehatan karena turunnya kemampuan anggaran negara maupun daya beli masyarakat. Demikian pula diberlakukannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah yang mengalihkan titik berat pengambilan keputusan, pelaksanaan program dan anggaran sektor kesehatan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, juga berdampak besar terhadap layanan kesehatan di Indonesia. Lima tahun terakhir Indonesia dilanda berbagai bencana alam yang besar seperti gempa bumi, tsunami, banjir maupun letusan gunung, disamping menimbulkan korban manusia juga merusak sarana dan fasilitas umum termasuk fasilitas dan sarana kesehatan. Dalam menghadapi bencana alam yang skalanya luas sektor kesehatan belum terlihat mempunyai kesiapan yang baik sehingga masih saja terjadi kesimpangsiuran dalam setiap tahap penanganannya; mulai dari tahap tanggap darurat yang berlangsung 48 jam pertama setelah bencana terjadi hingga beberapa minggu pasca bencana. Demikian pula dalam menangani merebaknya berbagai penyakit baik menular maupun tak menular, seperti diare, polio, maupun flu burung, pemerintah terlihat tidak mempunyai kesiapan yang cukup sehingga terkesan bertindak reaktif; tindakan muncul E-health kerangka teknologi..., Bagus Pursero, FASILKOM 1 UI, 2008

2 saat penyakit tersebut sudah merebak dan bahkan telah memakan korban tidak sedikit. Langkah-langkah yang dilakukan lebih berupa tindakan kuratif yang semestinya untuk beberapa pebyakit bisa lebih mendahulukan tindakan preventif. Tindakan kuratif dalam penanganan masalah kesehatan akan cenderung memerlukan sarana dan sumberdaya yang lebih besar dan mahal. Salah satu kendala utama yang menyebabkan penanganan bencana maupun penanganan penyakit menjadi kurang sistematis, kurang efektif dan efisien adalah karena minimnya informasi yang bisa diacu untuk mengambil keputusan. Hal tersebut terjadi karena data kesehatan yang tersedia kurang memadai; data tersebut seyogyanya merupakan data standar yang diperoleh secara berkelanjutan dan merata di seluruh wilayah melalui proses surveillance, namun proses ini belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu hingga kini belum tersedia data yang memadai agar bisa dilakukan identifikasi terhadap perkembangan suatu masalah kesehatan, memetakan pola dan kecenderungan munculnya suatu penyakit, serta mengukur perkembangan penanganan masalah yang muncul sebelumnya. Kondisi demikian menjadikan suatu masalah kesehatan, penyakit atau wabah misalnya, hanya akan menjadi perhatian dan ditangani ketika sudah merebak. Sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun belum semua kabupaten/ kota mempunyai kebijakan, sumberdaya manusia maupun prasarana yang tepat dan memadai untuk menyelenggarakan sistem informasi kesehatan. Kegiatan pemantauan (surveillance) dan penghimpunan data, sebagai contoh, diserahkan kepada PUSKESMAS (Lihat Gambar 1.1), namun pada umumnya di sana belum tersedia tenaga purna-waktu yang bertugas untuk menghimpun data, sehingga kegiatan ini biasanya dilakukan oleh

3 jururawat atau petugas kesehatan yang ada. Tenaga yang mempunyai kemampuan utnuk mengolah dan menganalisa data lebih sulit lagi ditemui, oleh karena itu seringkali diperlukan waktu berbulan-bulan hingga satu tahun, agar data dari tiap kecamatan selesai diolah dan dianalisa. Gambar 1.1 Struktur Sistem Kesehatan Indonesia (adaptasi DEPKES, 2008). Dalam menangani masalah kesehatan, terlebih yang skala kejadiannya luas, diperlukan diselenggarakan kerjasama sektor kesehatan antar wilayah serta pada saat yang sama diperlukan juga kerjasama dengan sektor lainnya. Koordinasi dan kerjasama berlangsung pada semua lini, baik dilapangan, dalam perumusan rencana kerja maupun

4 kebijakan yang berkenaan dengan penyelenggaraan layanan kesehatan. Koordinasi dan kerjasam ini diperlukan agar pencapaian tujuan layanan kesehatan lebih efektif dan bisa dihindarkan timbulnya pekerjaan yang tumpang tindih. Dalam visi kesehatan Indonesia Sehat 2010, dirumuskan suatu paradigma baru layanan kesehat, yang semula berfokus pada penanganan kesehatan yang sifatnya kuratif oleh tenaga kesehatan profesional, menjadi berfokus kepada masyarakat. Dalam paradigma baru ini layanan kesehatan dipusatkan pada kegiatan preventif melalui upaya memberdayakan masyarakat agar mereka mempunyai informasi yang cukup sehingga mampu menjaga kesehatannya sendiri. Dalam Paradigma baru layanan kesehatan tersebut tergambar besarnya peran yang bisa dijalankan teknologi informasi dan komunikasi (ICT-Information and Communication Technologies) dalam layanan kesehatan. Dalam rangka mewujudkan paradigma baru layanan kesehatan inilah diperlukan perencanaan strategis penerapan ICT dalam sektor kesehatan (ehealth). Perencanaan Strategis ini diharapkan akan bisa mempertautkan Sistem Informasi Kesehatan yang sudah mulai dikembangkan di berbagai wilayah sehingga bisa memberi manfaat optimal. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam bagian terdahulu, penyelenggaraan layanan kesehatan di Indonesia masih mendapatkan berbagai kendala, baik yang sifatnya operasional maupun strategis. Pada penelitian ini, dalam perspektif perancangan strategis teknologi informasi dan sistem informasi (SI/TI), perhatian dipusatkan kepada masalah yang sifatnya strategis dan dirumuskan sebagai berikut:

5 a. Fragmentasi Sistem Informasi Kesehatan. Departemen Kesehatan saat ini sudah mempunyai Sistem Informasi yang berada di Pusat, di beberapa propinsi maupun yang dikembangkan di badan-badan di bawah Departemen Kesehatan, namun masing-masing sistem dikembangan secara terpisah dan belum terintegrasi (terfragmentasi). Oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan diantara sistem informasi dalam lingkungan DEPKES terjadi tumpang tindih baik pada lapisan infrastruktur, aplikasi maupun organisasi. b. Kemampuan sebagian besar Kabupaten/Kota belum kemampuan memadai. Dalam konsep otonomi daerah, Kabupaten/Kota merupakan penanggungjawab utama pelaksanaan layanan kesehatan daerah, namun sejauh ini banyak diantaranya yang belum siap untuk mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan. Kendala yang ada berkisar tentang tersedianya kebijakan yang menunjang, kesiapan anggaran dan SDM. c. Pemanfaatan data dan informasi oleh jajaran pengambil keputusan belum optimal. Informasi kesehatan yang dihasilkan oleh sistem kesehatan saat ini belum dimanfaatkan oleh pihak pengambil keputusan sektor kesehatan secara optimal hal ini berkaitan dengan ketersedian informasi yang sesuai dan kualitas informasi yang didukung oleh data yang aktual, akurat dan lengkap. d. Pemanfaatan data dan informasi kesehatan oleh masyarakat kurang berkembang. Pada saat ini masyarakat belum memanfaatkan data dan informasi yang tersedia dan dihasilkan oleh sistem kesehatan pada tiap jenjang. Ada dua hal yang mempengaruhi hal ini yaitu pertama ketersedian, kualitas dan relevansi data atau

6 informasi bagi masyarakat, kedua kemudahan akses masyarakat terhadap informasi. e. Pemanfaatan teknologi telematika belum optimal. Hal ini lebih terutama disebabkan oleh tingginya biaya investasi untuk penerapan teknologi telematika besar namun kebanyakan wilayah belum dapat melihat manfaat yang sepadan. f. Anggaran untuk penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan terbatas. Biaya penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan selain memerlukan investasinya yang besar untuk membangunnya, pemeliharaannya juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saat ini dalam struktur anggaran daerah penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan belum mendapatkan porsi yang memadai karena pada kebanyakan wilayah belum menjadi prioritas. g. Kurangnya tenaga purna-waktu untuk Sistem Informasi Kesehatan Saat ini hampir di semua PUSKESMAS tidak terdapat tenaga purna-waktu yang bertugas untuk kepentingan penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan. Di kebanyakan Kabupaten dan Kota juga hanya tersedia tenaga yang jumlah dan kemampuannya terbatas hal ini terjadi antara lain karena memang tenaga yang mempunyai kualifikasi dalam bidang tersebut masih langka juga karena imbalan bekerkja pada sektor publik kurang menarik. 1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan dan manfaat penelitian ini terutama adalah berusaha mengemukakan jawaban terhadap masalah yang ditemukan dalam penyelenggaraan layanan

7 kesehatan di Indonesia, yaitu: Merumuskan kerangka pengembangan ehealth di Indonesia. 1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup pembahasan tesis ini adalah: Menguraikan kerangka kerja e- Health sebagai suatu model penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan kesehatan di Indonesia. 1.5 SISTEMATIKA PEMBAHASAN Thesis ini terbagi menjadi 6(enam) bab, pada masing-masing bab akan diuraikan hal-hal sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian serta Sistematika Pembahasan. Bab II Landasan Teori, ditelaah teori-teori yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini, yang meliputi tentang perencanaan SI/TI dan e-health. Bab III Profile Departemen Kesehatan, membahas secara ringkas tentang Depkes, yang mencakup gambaran umum, rencana dan kebijakan strategis, serta organisasi depkes. Bab IV Metodologi Penelitian, menjelaskan metode yang dimanfaatkan dalam penelitian thesis ini, didalamnya tercakup tiga tahapan, yaitu tahap input, analisa dan output.

8 Bab V Analisa Hasil Penelitian yang berisi pembahasan tentang kerangka kerja ehealth yang menguraikan tentang model ehealth dan dipetakan dengan situasi dan kebutuhan layanan kesehatan di Indonesia. Bab VI Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan hasil penelitian ini serta saran dari penulis.

BAB III DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Pada Bab III ini akan dibahas tentang Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES). Pembahasan akan dididahului denganuraian tentang gambaran umum Depkes, organisasi, Rencana Strategis Depkes dan strategi pencapaiannya, masingmasing akan menempati sub bab tersendiri. Acuan utama kajian dalam bab ini adalah berkas-berkas resmi yang dikeluarkan Depkes, baik berupa SK maupun berkas lainnya. 3.1. GAMBARAN UMUM DEPKES Departemen Kesehatan merupakan unsur pelaksana Pemerintah di bidang kesehatan, oleh karena itu secara struktural maupun fungsional keberadaannya adalah untuk membantu Presiden menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah di sektor kesehatan. Depkes mempunya tiga fungsi, Pertama: perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang kesehatan., Kedua: Ketiga: pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan Keempat: evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen Kesehatan. E-health kerangka teknologi..., Bagus Pursero, FASILKOM 48 UI, 2008

49 3.2 ORGANISASI DEPKES Agar bisa menjalankan fungsinya, Depkes membentuk organisasi yang dipimpin seorang menteri dan diperlengkapi dengan empat Sekretariat Jendral, Direktorat Jendral, Inspektorat Jendral dua Badan serta tujuh Pusat-pusat. Menteri Kesehatan sebagai pimpinan teringgi mempertanggungjawabkan kegaiatan Depkes secara keseluruhan kepada Presiden. Sekretariat Jendral Membawahi lima Biro yaitu Biro Perencanaan dan Anggaran, Biro Kepegawaian, Biro Keuangan dan Perlengkapan, Biro Hukumdan Organisasi serta Biro Umum. Direktorat Jendral terdiri dari Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Pentehatan Lingkungan, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Badan-badan dalam Depkes mencakup Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan. Adapun pusat-pusat terdiri dari Pusat Data dan Informasi, Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan, Pusat Promosi Kesehatan, Pusat Penanggulangan Krisis, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Pusat Komunikasi Publik serta Pusat Sarana, Prasaran dan Pearalatan Kesehatan. Diluar elemn organisasi masih terdapat bagian lain Depkes yang merupakan kelanjutan struktur organisasi yang ada, selengkapnya ada pada Gambar 3,1 (Depkes, 2005)

50 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Departemen Kesehatan RI (Depkes, 2005) 3.3 RENCANA STRATEGIS DEPKES Setiap departemen diwajibkan mempunyai Rencana Strategis (Renstra) sebagai bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional yang tertuang dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004. Renstra Depkes telah tersusun dan ditetapkan melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor 331 Tahun 2006 tentang Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009. 3.3.1 Visi, Misi dan Nilai-nilai Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi: Indonesia Sehat 2010. Sebagai salah satu pelaku pembangunan kesehatan, maka dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan Departemen Kesehatan harus dengan seksama

51 memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, yaitu: (1) Perikemanusiaan, (2) Pemberdayaan dan Kemandirian, (3) Adil dan Merata, dan (4) Pengutamaan dan Manfaat. Visi dan Misi Dengan memperhatikan dasar-sadar tersebut diatas, maka disusunlah visi Depkes: Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat, dalam rangka mewujudkan visi diatas, maka ditetapkan misi Depkes sebagai berikut: Membuat Rakyat Sehat. Dalam misi tersebut terkandung pesan agar Depkes mampu menjadi penggerak dan fasilitator pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat, termasuk kalangan swasta agar terwujud rakyat yang sehat, baik fisik, sosial maupun mental/jiwanya. Nilai-Nilai Guna mewujudkan visi dan misi tersebut, Depkes menjunjung lima nilai-nilai yang terdiri dari, (1) berpihak pada rakyat (2) bertindak cepat dan tepat (3) kerjasama tim (4) integritas yang tinggi (5) transparan dan akuntabel. 3.3.2 Tujuan, Strategi Dan Sasaran Utama Tujuan Sebagai penjabaran dari visi Departemen Kesehatan, maka tujuan yang akan dicapai adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan

52 berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai sasaran sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Perpres Nomor. 7 Tahun 2005), yaitu: 1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun; 2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup; 3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup; dan 4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8% menjadi 20,0%. Sasaran yang hendak dicapai dalam rencana jangka menengah diatas juga dalam rangka memenuhi target-target yang dicanangkan dalam United Nations Millennium Summit, pada September tahun 2000. Resolusi yang lahir dalam pertemuan global itu kemudian dirumuskan dalam satu pernyataan tentang Millenium Developmen Goals yang berisi kesepakatan untukmengikatkan diri pada 8 (delapan) target pencapaian yang terukur. Dalam delapan target yang ditetapkan mencakup tekad untuk memerangi kemisikinan, kelaparan, penyakit, angka buta huruf, kemerosotan lingkungan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Dalam deklarasi itu juga ditekankan perlunya komitmen kepada hak azasi manusia, good governance dan demokrasi (lihat Lampiran 2). Pada sektor kesehatan, deklarasi Millenium Developmen Goals menitik-beratkan pada upaya peningkatan status kesehatan suatu negara pada suatu capaian tertentu, yaitu

53 (1) Goal 4 Reduce child mortality, (2) Goal 5 Improve maternal health, (3) Goal 6 Combat HIV/AIDS and other diseases (lihat Lampiran II). Pembangunan kesehatan yang berhasil-guna dan berdaya-guna dapat dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan. Fungsi-fungsi administrasi kesehatan tersebut, terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Strategi Untuk mewujudkan visi Departemen Kesehatan pada tahun 2009, dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka dalam periode 2005-2009 akan dilaksanakan strategi sebagai berikut: 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Dalam era reformasi, masyarakat harus dapat berperan aktif dalam pembangunan kesehatan, dimulai sejak penyusunan berbagai kebijakan pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan mendorong masyarakat agar mampu secara mandiri menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan kesinambungan pelayanan kesehatan. Dalam pemberdayaan masyarakat perlu terus dikembangkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), dalam rangka mewujudkan Desa Siaga menuju Desa Sehat. Pengembangan Desa Siaga harus melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) utamanya PKK, organisasi

54 keagamaan, dan sektor swasta. Keberhasilan Desa Siaga ditandai oleh antara lain berkembangnya perilaku hidup bersih dan sehat, serta dikembangkan dan beroperasinya UKBM yang mampu memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif, keluarga berencana, perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan, gizi, dan penanganan kedaruratan kesehatan. 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sesuai dengan paradigma sehat, Departemen Kesehatan harus mengutamakan pada upaya kesehatan masyarakat yang dipadukan secara serasi dan seimbang dengan upaya kesehatan perorangan. Departemen Kesehatan memfasilitasi upaya revitalisasi sistem kesehatan dasar dan rujukannya dengan memperluas jaringan yang efektif dan efisien, serta peningkatan kualitas pelayanan sesuai standar yang ditetapkan. Sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, harus dilakukan pula peningkatan jumlah dan kualitas sumberdaya manusia kesehatan, yang terdistribusi sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan perlu ditunjang dengan administrasi kesehatan dan peraturan perundangundangan yang memadai, serta penelitian dan pengembangan kesehatan. 3. Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan. Peningkatan surveilans dan monitoring dilaksanakan dengan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pelaporan masalah kesehatan di wilayahnya. Dalam keadaan darurat kesehatan dilakukan pengerahan anggaran dan tenaga pelaksana pada saat

55 investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan respons cepat. Disamping itu dikembangkan dan ditingkatkan pula sistem peringatan dini (early warning system) dan penunjang kedaruratan kesehatan, serta dilaksanakan National-Pandemic Preparedness Plan. Sistem informasi kesehatan pada semua tingkatan administrasi pemerintahan juga perlu diperbaiki dan dimantapkan. 4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan Dalam penggalian dana guna menjamin ketersediaan sumberdaya pembiayaan kesehatan, Departemen Kesehatan melakukan advokasi dan sosialisasi kepada semua penyandang dana, baik pemerintah maupun masyarakat termasuk swasta. Secara bertahap pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah dapat diupayakan sebesar 15% dari APBN dan APBD. Dalam upaya pengelolaan sumberdaya pembiayaan yang efektif dan efisien, khususnya dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, dikembangkan sistem jaminan kesehatan sosial, yang dimulai dengan asuransi kesehatan penduduk miskin (Askeskin). Fasilitas kesehatan pemerintah, diupayakan dapat mengelola hasil pendapatan dari pelayanan kesehatan, guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. 3.3.3 SASARAN UTAMA Dengan empat strategi utama dalam upaya mencapai visi dan misi DEPKES, berikut ini adalah sasaran utama yang akan dicapai pada akhir tahun 2009: 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Seluruh desa menjadi Desa Siaga

56 Seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat Seluruh keluarga sadar gizi 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Setiap orang miskin mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu Setiap bayi, anak, ibu hamil dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit. Di setiap desa tersedia sumberdaya manusia (SDM) kesehatan yang kompeten Di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar. Setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu. 3. Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan. Setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada kepala desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat. Setiap Kejadian Luar Biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat. Semua ketersediaan farmasi, makanan, dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat. Terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan

57 Berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia. 4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan. Pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah. Anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin. 3.3.4 Program-Program Berdasarkan sasaran utama yang telah ditentukan maka untuk memenuhinya disusunlah sepuluh (10) program Depkes untuk kurun 2005-2009 yang meliputi: (1) Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat (2) Lingkungan Sehat (3) Upaya Kesehatan Masyarakat (4) Upaya Kesehatan Perorangan (5) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (6) Perbaikan Gizi Masyarakat (7) Sumberdaya Kesehatan (8) Obat Dan Perbekalan Kesehatan (9) Kebijakan Dan Manajemen Pembangunan Kesehatan (10) Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

58 3.4 INDIKATOR DERAJAT KESEHATAN Untuk mengetahui pencapaian program-program Depkes maka diperlukan variabel-variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status. Variable-variable itu merupakan indikator yang memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan, kerapkali hanya memberi petunjuk (indikasi) tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu dugaan (Depkes, 2003). Misalnya, kejadian diare yang didapat dari pengolahan data kunjungan pasien Puskesmas hanya menunjukan sebagian saja dari kejadian diare yang melanda masyarakat. Gambar 3.2 Skema Indikator Indonesia Sehat 2010 (Depkes, 2003)

59 Untuk menyederhanakan penetapan indikator pencapaian target kesehatan seperti yang dirumuskan dalam Indikator Menuju Indonesia Sehat 2010, baik untuk Indonesia Sehat, Propinsi Sehat maupun Kabupaten/Kota Sehat, dikelompokan menjadi tiga kategori yang mencakup (1) Indikator Hasil Akhir, (2) Indikator Hasil Antara dan (3) Indikator Proses dan Masukan. Pengelompokan tersebut bisa digambarkan dalam skema diatas.