Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

dokumen-dokumen yang mirip
Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

Isi Undang-Undang Pornografi & Pornoaksi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

Pasal 5: Setiap orang dilarang

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928]

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No.

Apa Dong (dot) Com

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

Ringkasan Putusan.

Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Menjauhkan Korban dari Viktimisasi Melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR : 14 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA WARUNG INTERNET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PORNOGRAFI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014


Transkripsi:

6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi mengatur jenis kekerasan seksual dengan keliru. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pornografi menyebutkan eksploitasi seksual sebagai muatan pornografi, yang selanjutnya diancam pidana oleh Undang-Undang ini. Demikian pula Pasal 4 ayat (1) huruf b meletakkan kekerasan seksual sebagai muatan pornografi, yang dalam Penjelasan dimaknai terbatas sebagai berupa persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan atau pemerkosaan. Pengaturan ini rentan memposisikan perempuan korban kekerasan seksual justru terancam pidana oleh UU ini sebagai pelaku pornografi. Sementara Pasal 4 ayat (2) huruf c merekatkan eskploitasi seksual dengan memamerkan aktivitas seksual. Dalam penjelasan tidak ada informasi lebih lanjut tentang apa yang dimaksudkan dengan eksploitasi seksual. Pemaknaan serupa tampak pada Pasal 8 dan Pasal 10. Akibatnya, Undang-Undang Pornografi tidak lagi menempatkan pornografi sebagai bentuk kejahatan yang menyasar tubuh perempuan melainkan lebih pada kerangka moralitas yang berujung pada kontrol seksual perempuan. Apa Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Kekeliruan dalam Undang-Undang Pornografi dalam memaknai kekerasan seksual adalah ketentuan yang akan dikoreksi oleh. menegaskan bahwa kekerasan seksual bukan hanya perkosaan. Selain itu RUU Penghapusan juga menegaskan bahwa bahwa korban yang mengalami Perbedaan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 1

kekerasan seksual seperti perkosaan dan eksploitasi seksual adalah orang yang berhak atas perlindungan dan pemulihan dari tindak pidana yang dialaminya, termasuk berhak untuk terhindar dari kriminalisasi berdasarkan tuduhan pencemaran nama baik, pelaku pornografi, atau tuduhan tindak pidana lainnya. Selain itu, bentuk perlindungan yang diatur oleh Undang-Undang Pornografi hanya diberikan kepada anak yang menjadi korban atau pelaku dari tindak pornografi sebagaimana di atur dalam Pasal 16 Undang-Undang Pornografi. Artinya Undang-Undang Pornografi tidak memberikan perlindungan terhadap orang dewasa yang menjadi korban pornografi sehingga Undang-Undang ini tidak memberikan keadilan kepada orang dewasa yang menjadi korban pornografi. Padahal banyak korban pornografi adalah orang dewasa yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang sehingga ia terpaksa untuk melakukan hal hal yang berbau pornografi yang dilarang dalam UU Pornografi tersebut. Dalam, perlindungan kepada korban kekerasan seksual diberikan kepada setiap korban tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, asal daerah atau lainnya. Dari uraian yang disebutkan di atas dapat diketahui bahwa Undang-Undang Pornografi masih belum cukup untuk digunakan sebagai dasar hukum melindungi para korban kekerasan seksual, bahkan rentan mengkriminalisasi perempuan korban kekerasan seksual menjadi pelaku pornografi. Oleh karena itu diperlukan akan mengoreksi kekeliruan dalam Undang-Undang Pornografi agar korban kekerasan seksual memperoleh keadilan yang seharusnya mereka dapatkan. Karena akan mengatur hal hal yang belum diatur dalam Undang Undang ini dan sekaligus akan mengoreksi kekeliruan dalam Undang-Undang Pornografi, maka dapat dipastikan bahwa kehadiran tidak akan menyebabkan terjadinya tumpang tindih dengan Undang-Undang Pornografi. 2 Perbedaan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Secara ringkas perbandingantersebut sebagaimana dalam tabel berikut : Aspek Definisi dan Unsur Tindak Pidana Menguraikan definisi kekerasan seksual Menguraikan unsur 9 (sembilan) tindak pidana kekerasan seksual Pasal 1 angka 1: Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. (catatan: UU Pornografi melihat eksploitasi seksual sebagai pelanggaran terhadap norma kesusilaan, bukan kejahatan) Definisi kekerasan seksual dalam UU ini disebutkan dalam Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf b, yaitu persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan atau pemerkosaan. UU ini juga menyebutkan bentuk kekerasan seksual lain berupa eksploitasi seksual Perbedaan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 3

Aspek Pemidanaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Merumuskan pidana pokok: a. restitusi; b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; c. kerja sosial; d. pembinaan khusus; e. pencabutan hak asuh; f. pencabutan hak politik; g. pencabutan hak menjalankan pekerjaan; h. pencabutan jabatan atau profesi; dan/atau i. pengumuman putusan hakim. Penjatuhan pidana pokok dan pidana tambahan mempertimbangkan adanya pemberatan atas perbuatan pelaku Rentan mempidanakan korban kekerasan seksual Pasal 36 mengatur tentang ancaman pidana kepada orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak 5 miliar rupiah Pasal 37 mengatur apabila dalam melakukan tindak pidana pornografi tersebut melibatkan anak didalamnya maka pidananya ditambah 1/3 dari maksimum ancaman pidananya Pencegahan Kekerasan Seksual Merumuskan pencegahan meliputi namun tidak terbatas pada bidang: a. pendidikan; b. infrastruktur, pelayanan publik dan tata ruang; c. pemerintahan dan tata kelola kelembagaan; d. ekonomi; dan e. sosial dan budaya Merumuskan Bentuk-bentuk pencegahan dan penanggungjawab penyelenggaraannya Terbatas Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi, yang termasuk didalamnya berupa hal yang menyangkut kekerasan seksual. 4 Perbedaan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Aspek Hak Korban, Saksi Dan Keluarga Korban, termasuk Perlindungan Pemulihan Korban Rehabilitasi Khusus Pelaku Merumuskan hak korban, saksi dan keluarga korban Merumuskan hak korban, saksi dan keluarga korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan Perlindungan diberikan kepada setiap korban kekerasan seksual tanpa membedakan perbedaan usia atau latar belakang lainnya Merumuskan hak korban atas pemulihan yang meliputi: a. fisik; b. psikologis; c. ekonomi; d. sosial dan budaya; dan e. restitusi. Merumuskan penyelenggaraan pemulihan korban baik sebelum maupun setelah proses peradilan pidana Merumuskan pengawasan atas penyelenggaraan pemulihan Merumuskan rehabilitasi khusus pelaku sebagai pidana pokok untuk tindak pidana kekerasan seksual tertentu Merumuskan pembinaan khusus pelaku sebagai pidana tambahan untuk tindak pidana kekerasan seksual tertentu Terbatas, hanya jika korban atau pelaku adalah anak. Berdasarkan Pasal 16 perlindungan diberikan terhadap anak yang menjadi korban maupun pelaku pornografi. Perlindungan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental Terbatas, hanya kepada anak sebagai korban atau pelaku. Sama halnya dengan Pasal 16 pemulihan hanya diberikan kepada anak sebagai korban maupun pelaku pornografi Pemulihan yang diberikan berupa pemulihan sosial, fisik, dan mental. Tidak ada Perbedaan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 5

Aspek Peran Serta Masyarakat Merumuskan upaya-upaya yang dapat diselenggarakan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam penghapusan kekerasan seksual Berdasarkan Pasal 20, Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Adapun bentuk konkrit dari peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat terdapat dalam Pasal 21 Hukum Acara Peradilan Pidana Kekerasan Seksual, termasuk Pemeriksaan di Sidang Pengadilan Tingkat Pertama dan Pembuktian Antara lain: Merumuskan kewajiban penegak hukum untuk memberikan perlindungan kepada korban, pendampingan korban dan menjaga kerahasiaan korban dalam proses peradilan pidana Merumuskan ketentuan untuk mengatasi berbagai hambatan korban dalam pembuktian dan pemeriksaan di pengadilan Merumuskan larangan bagi penegak hukum menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan atau menyalahkan korban dan/atau saksi; atau menggunakan pengalaman atau latar belakang seksualitas korban dan/atau saksi sebagai alasan untuk mengabaikan atau tidak melanjutkan penyidikan korban dan/atau saksi Pasal 25 mengatur tentang kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan seperti berupa membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam file komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya Pasal 26 mengatur tentang berita acara tindakan pada Pasal 25 Pasal 27 mengatur tentang pelampiran data elektronik dalam berkas perkara, pemusnahan dan kewajiban menjaga rahasia dari penyidik, penuntut dan pejabat pada semua tingkat pemeriksaan Pasal 28 mengatur tentang pemusnahan terhadap produk pornografi yang didapat dari hasil perampasan, pemusnahan tersebut dilakukan oleh Penuntut Umum 6 Perbedaan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Aspek Restitusi Merumuskan kewajiban penegak hukum dalam pengajuan restitusi bagi korban dan tata cara pengajuan talangan restitusi bagi korban Tidak ada Kerja sama internasional Merumuskan, kerja sama internasional baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral yang dapat diselenggarakan oleh Lembaga Negara, Pemerintah, lembaga hak asasi manusia, lembaga penegak hukum, dan lembaga negara lainnya untuk penghapusan kekerasan seksual Pasal 18 mengatur tentang wewenang pemerintah dalam melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar negeri dalam hal pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi Pendidikan dan Pelatihan Merumuskan kewajiban Pemerintah Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak hukum, petugas lembaga pengada layanan dan pedamping korban secara terpadu Tidak Ada. Perbedaan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 7