BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

2. SETIAP PERKAWINAN HARUS DICATAT Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 2)



BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN : BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

POKOK-POKOK PP. No. 10 TAHUN 1983 Jo PP. No. 45 TAHUN 1990 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

HAK JANDA/DUDA ATAS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK-LINGGAU SKRIPSI

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

P U T U S A N. Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pedoman Pernikahan PNS. Pernikahan PNS. Catatan. Perceraian 1 / 7

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG P E R K A W I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT. menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dalam Al Qur an, Allah SWT. berfirman :

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANGPERUBAHAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG

BAB II PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PEDOMAN PRAKTIS BERPERKARA

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan dan sebagai syarat terbentuknya suatu keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana yang diatur dalam Islam,

A. Analisis Pertimbangan Hukum dan Dasar Hukum Putusan PA Nomor. Agama Pasuruan, yang mana dalam bab II telah dijelaskan tentang sebab

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

P U T U S A N. Nomor xxxx/pdt.g/2017/pta.bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hukum Prosedur Perizinan Perceraian Pegawai Negeri Sipil

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Permohonan diajukan ditempat kediaman istri atau tempat tinggal terakhir dimana suami istri bertempat tinnggal

SALINAN P U T U S A N Nomor 144/Pdt.G/2011/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 0325/Pdt.G/2010/PA.Pas BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

P U T U S A N. Nomor: 0158/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persepsi Persepsi pada dasrnya adalah proses kognitif yang dialami seseorang dalam memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan dan lain-lain. Persepsi setiap orang itu berbeda karena sebagai mahkluk individu setiap manusia memilki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahamannya. Bertambah tinggi pengetahuan dan pemahaman seseorang pada objek yang di persepsi maka baik pula bentuk persepsi orang tersebut terhadap objek. Persepsi juga merupakan suatu proses pemahaman terhdapa apa yang terjadi dilingkungan orang yang sedang berpersepsi. Hubungan antara lingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya adalah hubungan timabal balik saling terkait dan saling mempengaruhi. Beberapa pengertian persepsi yang diberikan oleh para ahli: Willliem James dalam Isbandi Rukminto Adi (1994:105) menyatakan bahwa persepsi adalah terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh panca indera dari pengalaman ingatan (memori) kita dan diolah kemabali berdasrkan pengalaman yang kita miliki. Sarlito Wirawan (1995: 77) menyatakan bahwa persepsi merupakan hasil hubungan antar manusia dengan lingkungan kemudian diproses dalam alam kesadaran (kognbisi) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman tentang masa lampau, minat, sikaf, intelegensi, dimana hasil penelitian terhadap apa yang diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku.

Soemanto (1990: 23) menyatakan bahwa persepsi adalah merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengalaman. Ada Tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang: 1. Diri orang yang bersangkutan Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan interfretasi tentang apa yang dilihat itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan. 2. Sasaran persepsi tersebut Sasaran persepsi tersebut bisa berupa orang, benda ataupun peristiwa. Sifatsifatnya biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang melihatnya, dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain sasaran persepsi turut menentukan cara pandang melihatnya. 3. Faktor stuasi Persepsi dilihat secara kontekstual yang dalam stuasi mana persepsi itu timbul, perlu pula mendapat perhatian. Stuasi merupakan faktor yang turut berpesan dalam penumbuhan persepsi seseorang (Wirawan 1991: 4) Pengertian Masyarakat Beberapa orang sarjana telah mendefenisikan masyrakat, diantaranya: Mac Iver dan Page menyatakan bahwa masyrakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara wewenang dan keja sama antara berbagai kelompok dan golongan dari pengawasan tingkah laku serta pembebasan manusia. Keseluruhan yang selalu

berubah ini kita namnakan masyrakat. Masyrakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyrakat selalu berubah. Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Perkawinan Ketentuan Hukum Perkawinan di Indonesia Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspek. Dalam aspek agama jelaslah terdapat dua kelompok besar yakni agama samawi yaitu Islam, Kristen dan Katolik, dan non samawi yaitu Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan lainnya. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara vertikal maupun secara horizontal, termasuk didalamnya tata cra perkawinan. Hukum perkawinan yang berlaku bagi tiap-tiap agama tersebut antar satu sama dengan agama yang lain, terdapat perbedaan akan tetapi tidak saling bertentangan. Bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undangundang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyrakat kita (Sudarsono, 1991: 6). Adapun di Indonesia telah mengatur tentang perkawinan yang secara otentik diatur dalam Undang-undang no 1 tahun 1974. Makna perkawinan sendiri menurut KUH Perdata adalah suatu persekutuan seorang laki-laki dan seorang permpuan yang diakui oleh Undang-undang Hukum Perdata dengan tujuan menyelenggarakan tujuan hidup secara pribadi.

Secara otentik hukum perkawinan telah mengatur tentang dasar perkawianan yang terdiri dari: 1. Dalam Bab I Pasal 1 No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentruk rumag tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Adapun yang menyangkut sahnya perkawinan dan pencatatan ditentukan bahwa: a. Perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketntuan ini dimuat dalam Pasal 2 Undang-undang no 1 tahun 1974. Prinsip-prinsip atau azas-azas atau tercantum dalam undang-undang ini adalah: a. tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing agar dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan material. b. dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa satu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.

c. Undang-undang ini menganut azs monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkan seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang. d. Undang-undang ini menganut bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian. e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia kekal sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta dilakukan didepan sidang pengadilan. f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun pergaulan masyrakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama. Pencatatan tiap-tiap perkawianan sama halnya dengan pencatatan peristiwaperistiwa penting dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian, dalam suratsurat keterangan suatu akte yang dimuat dalam daftar pencatatan. Disamping berlakunya undang-undang no 1 tahun 1974 yang ditetapkan oleh pemerintah serta adanya lembaga-lembaga perkawinan yang telah ditetapkan berbgai hukum perkawinan lainnya berlaku bai berbagai masyrakat di berbagai daerah dan golongan, : a. Bagi orang-orang asli Indonesia yang beragama islam berelaku hukum agama. b. Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat.

c. Bagi orang Indonesia asli yang beragam keristen berlaku Hueliksordonantie Kristen Indonesia (S, 1933 no. 740 d. Bagi orang timur asing dan Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan. e. Bagi orang Timur asing lainnya dan warganegara Indonesia tersebut berlaku hukum adat mereka. f. Bagi orang Eropa dan Warganegara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berelaku kitab Undang-Undang hukum Perdata (Sudarsono, 1991:7). Perkawinan Dilihat Dari Beberapa Pandangan Perkawinan dapat dilihat dari tiga segi pandangan: 1. Dari segi hukum: Disamping dari segi hukum perkawinan merupakan suatu perjanjian karena cara mengadakan ikatan perkawinan telah di akui terlebih dahulu yaitu dengan akad dan dengan hukum syrat tertentu. Cara memutuskan ikatan perkawinan juga di atur dalam Undang-undang. 2. Dari segi sosial: Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang berkeluarga dan orang yang belum pernah berkekeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak atau yang belum menikah. 3. Dari segi agama Dipandang dari segi agama, perkawinan dianggap sebagi lembaga yang suci, yang kedua belah pihak dihubungkan menjadi pasangan suami istri.

Perceraian Dalam PP No. 9 1975 dikenal istilah perceraian, namun bagi yang menurut agama islam perceraian ini sering disebut talak, kata talak ini didapati pada Peraturan Menteri Agama No: 3 tahun 1975. adapun yang dimaksud perceraian atau talak adalah pemutusan hubungan perkawinan antara suami istri dengan mempergunakan kata-kata cerai (talak) atau yang sama maksudnya dengan itu (Said, 1994:3). Oleh karena itu perceraian atau talak dapat dilakukan oleh suami baik lisan maupun tulisan dengan menggunakan kata-kata yang menjurus kepada perceraian sebagai mana diungkapkan oleh Nakamuru, 1991: 31, bahwa cerai atau talak itu ialah suatu bentuk pemutusan perkawinan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan dengan bunyi aku talak engkau atau aku ceraikan engkau, juga dapat digunakan kata-kata lain yang sama artinya, suami yang menceraikan istrinya itu dengan kata-kata yang jelas. Dari defenisi diatas dapat dilihat bahwa perceraian merupakan putusnya hubungan perkawinan yang sah, yang selama ini telah terbina. Perceraian dianggap mala petaka karena perceraian dapat memutuskan silaturrahmi antara suami istri dan keluarga masing-masing dan dapat mengguncangkan kestabilan jiwa anak dan menggelisahkan masyarakat. Klasifikasi perceraian dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 menyatakan bahwa : a. Perkawinan antara suami dan istri dapat putus karena: 1. Kematian 2. Perceraian 3. Atas putusan pengadilan

Mengakuai (melepaskan ) ikatan perkawinan dan mengahiri hubungan suami dan istri (Said, 1994: 2). b. Putusan perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian Cerai talak yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama islam. Maksud perceraiannya dapat diajukan kepada pengadilan agama di tempat mereka bertempat tinggal. Cerai gugat yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinannya menutut agamanya dan kepercayaannya selain agama islam dan bagi seorang istri yang melangsumgkan perkawinannya menurut agama islam gugat perceraiannya dapat dilakukan dalam Pengadilan Negeri / agama dimana mereka tinggal. Adapun menurut Djamil Latif dalam agama islam klasifikasi putusnya ikatan perkawinan disebabkan: 1. Kematian suami atau istri (hal ini tidak akan dibahas dalam penelitian ini) 2. Oleh perceraian karena a. Tidakan pihak suami b. Tindakan pihak istri c. Persetujuan kedua belah pihak d. Keputusan hakim Perceraian dapat terjadi bila seseorang yang akan bercerai mempunyai alasanalasan yang kuat untuk bercerai, bahkan antara suami dan istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri. Adapun alasan-alasan perceraian (Pasal 116) antara lain adalah:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, yang lainsebagainya yang sukar di sembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 4 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri. 6. Antara suami istri terus saja terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sesuai dengan Undang-undang, batalnya perkawinan serta sahnya perceraian hanya dapat dibuktikan dengan keputusan Pengadilan Agama untuk orang-orang islam dan pengadilan negeri untuk orang-orang non islam. Namun sebagian masyarakat untuk proses perceraian lebih memilih menggunakan hukum adat atau memilih menggunakan proses perceraian dengan cara kekeluargaan. Dimana dalam proses perceraian ini pihak adat menjadi saksi putusnya perkawinan pasangan ini, begitu juga pereceraian dengan cara kekeluargaan akan dianggap sah apabila ada kesepakatan berpisah dari suami istri yang diketahui oleh keluarga kedua belah pihak, dengan alasan-alasan yang diterima. Walaupun proses ini sebenarnya tidak diketahui oleh negara.