BAB II LANDASAN TEORI. Menurut A.Hall definisi sistem sebagai berikut : A Sistem is group of two

dokumen-dokumen yang mirip
BARANG MILIK NEGARA DALAM SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB VIII AKUNTANSI PERSEDIAAN

BAB VIII AKUNTANSI PERSEDIAAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.06/2005 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 07 LAMPIRAN I.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TANGGAL

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 07

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Barang Milik Negara dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

KEBIJAKAN PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

BAB III KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS BARANG MILIK NEGARA

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN RINGKAS BARANG MILIK NEGARA TA. 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2012 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Persediaan. Penatausahaan. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/MENHUT-II/2012 TENTANG

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/KM.12/2001 TENTANG

Arsip Seksi PKN, KPKNL Semarang

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/KM.12/2001 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entitas pada tanggal tertentu. Halim (2010:3) memberikan pengertian bahwa

BAGIAN ANGGARAN BADAN PERADILAN AGAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA opentbs1 CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA UNIT AKUNTANSI

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

AKUNTANSI ASET TETAP

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Magetan

Pertanggungjawaban Barang Milik Negara pada Kementerian Negara/Lembaga

B A B III KEBIJAKAN AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA

SALINAN LAMPIRAN II : TATA CARA PEMBUKUAN BARANG MILIK NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PERIODE TAHUN ANGGARAN 2013

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

AKUNTANSI PERSEDIAAN

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

BAGAN ALIR DATA BMN LAP. MANAJERIAL LAINNYA SABMN KONVERSI SIMAKBMN SAKPA LAP. BMN NERACA PERSEDIAAN KONVERSI

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Magetan

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

BAB IV PROSEDUR AKUNTANSI ATAS BARANG MILIK NEGARA

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN SISTEM PELAPORAN KEUANGAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

Laporan Barang Kuasa Pengguna Balai Besar Logam dan Mesin Tahun Anggaran 2017

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

III. KEBIJAKAN AKUNTANSI BMN

AKUNTANSI PERSEDIAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 05 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SISTEM AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

KEBIJAKAN AKUNTANSI PERSEDIAAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ( CALK )

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Kebijakan Akuntansi Persediaan. Presented by Your Name

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamba

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA /ESELON I/SATUAN KERJA...

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP)

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KLATEN PERIODE 31 Desember 2017

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

2017, No Tahun 2013 Nomor 1617) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peratu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Sistem Akuntansi. Keuangan. Pelaporan. Tentara Nasional Indonesia.

50 BAB VII PENUTUP BAB VII PENUTUP A. RANGKUMAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Rudianto (2009:4), menjelaskan bahwa Akuntansi dapat

BAB II LANDASAN TEORI. dimiliki oleh Pemerintah, dan dapat diukur dalam satuan uang, termasuk

APLIKASI PERSEDIAAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA TAHUN 2015

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 233/PMK.05/2011 TENTANG

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

V. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) PROVINSI BANTEN

BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok

APLIKASI SIMAK BMN. A. Pendahuluan. B. Standar Kompetensi

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK. 06/2005 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

Petunjuk Teknis Reviu Laporan Keuangan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 102/PMK.05/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

BAB II DASAR TEORI. A. Pengertian Aset Tetap. 1. Definisi Aset Tetap. Aset tetap memiliki peranan besar dalam organisasi atau

Lampiran I Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 45/Menhut/II/2008 Tanggal : 5 Agustus 2008 PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA SEMESTER II PERIODE 31 DESEMBER 2015 TAHUN 2015

Oleh: Syaiful, SE, Ak., MM*

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Akuntansi Pemerintah 1. Pengertian Sistem Akuntansi Menurut A.Hall definisi sistem sebagai berikut : A Sistem is group of two or more interrelated components or subsistems that serve a common purpose. (A.Hall,2001:5) Sistem adalah kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu Mulyadi mendefinisikan sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikooordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan. (Mulyadi, 2001:3) 2. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Sistem informasi akuntansi (SIA) merupakan suatu kerangka pengkordinasian sumber daya (data, meterials, equipment, suppliers, personal, and funds) untuk mengkonversi input berupa data ekonomik menjadi keluaran berupa informasi keuangan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan suatu entitas dan menyediakan informasi akuntansi bagi pihak-pihak yang berkepentingan (Wilkinson, 1991).

3. Pengertian Sistem Akuntansi Pemerintah Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyatakan bahwa, sistem akuntansi pemerintahan merupakan serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk : a. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yang diterima secara umum; b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas; c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan; d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien. 2

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi yang dilaksanakan oleh kementrian negara/lembaga untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Unit Akuntansi keuangan terdiri dari : a. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA) b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon I (UAPPA-E1) c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah (UAPPA-W) d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) Unit Akuntansi barang terdiri dari : a. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB) b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang-Eselon I (UAPPB-E1) c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang-Wilayah (UAPPB-W) d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) Ciri-ciri pokok sistem akuntansi pemerintah pusat antara lain : a. Basis Akuntansi / Cash toward Accrual Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang 3

mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi atau peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. b. Sistem Pembukuan Berpasangan Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu : Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait. c. Dana Tunggal Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal. d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah. e. Bagan Perkiraan Standar Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi. 4

B. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), dinyatan bahwa Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Kebutuhan informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan serta posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan memadai apabila didasarkan pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan munculnya hak dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata. Namun, apabila terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengharuskan penyajian suatu laporan keuangan dengan basis kas, maka laporan keuangan dimaksud wajib disajikan demikian. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya, 5

serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: (a) Basis akuntansi; (b) Prinsip nilai historis; (c) Prinsip realisasi; (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; (e) Prinsip periodisitas; (f) Prinsip konsistensi; (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan (h) Prinsip penyajian wajar. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah: a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor; b) Hak atas tanah. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan perlengkapan (supplies). 6

Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah sebagai berikut: a) Tanah; Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. b) Peralatan dan Mesin; Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. c) Gedung dan Bangunan; Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. e) Aset Tetap Lainnya; dan Aset tetap lain yang mencakup asset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi 7

siap dipakai. f) Konstruksi dalam Pengerjaan. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos asset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut : (a) (b) (c) (d) (e) Berwujud; Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. 8

Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk dijual. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi 9

pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. 10

Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan..contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: a) biaya persiapan tempat; b) biaya pengiriman awal dan biaya simpan dan bongkar muat c) biaya pemasangan (installation cost); d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan e) biaya konstruksi. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah 11

pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh asset tersebut sampai siap pakai. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya. 12

Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. Konstruksi Dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke salah satu akun yang sesuai dalam pos aset tetap. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya 13

dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundangundangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas waktu. Standar Akuntansi Pemerintah tidak mengharuskan pemerintah untuk menyajikan aset bersejarah di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai asset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari asset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala seperti candi, dan karya seni. Beberapa karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas suatu aset bersejarah: a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat 14

pelepasannya untuk dijual; c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan dengan tanpa nilai. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan dalam laporan operasional sebagai beban tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah lain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah 15

digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti asset tetap lainnya. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akuntansi Pemerintahan merupakan bidang ilmu akuntansi yang saat ini sedang berkembang sangat pesat, dimana tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik atas danadana masyarkat yang dikelola Pemerintah memunculkan kebutuhan atas penggunaan akuntansi dalam mencatat dan melaporkan kinerja pemerintahan. Sebagai salah satu bidang dalam ilmu akuntansi, akuntansi pemerintah mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintah. sistem akuntansi pemerintah pada dasarnya sama dengan sistem akuntansi pada organisasi bisnis, perbedaannnya adalah sistem akuntansi Pemerintah didasarkan atas ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan merupakan dasar pertimbangan utama dalam menyusun sistem akuntansi pemerintah. C. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara 1. Pengertian Negara Pengertian atau batasan Negara dalam kata Barang Milik negara (BMN) adalah Pemerintah Repubik Indonesia, dalam arti kementerian Negara/lembaga. Pengertian lembaga dimaksud dalam penjelasan pasal 6 ayat (2) 16

huruf b Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, yaitu lembaga Negara dan lembaga pemerintah non kementerian Negara. 2. Pengertian Barang Milik Negara Pengertian Barang Milik Negara (BMN) sesuai dengan pasal 1 butir 10 Undang-undang No 1 Tahun 2004 adalah meliputi semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainya yang sah antara lain berupa transfer masuk, hibah, pembatalan penghapusan, dan rampasan/sitaan, Barang Milik Negara dari pelaksanaan perjanjian/ kontrak, Barang Milik Negara yang diperoleh berdasar ketentuan Undang-undang dan Barang Milik Negara yang diperoleh berdasar keputusan pengadilan. Tidak termasuk dalam pengertian Barang Milik Negara (BMN) adalah Barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh : a. Pemerintah Daerah. b. Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari Perusahaan Perseroan dan Perusahaan Umum c. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Badan Usaha Milik Pemerintah. Barang Milik Negara dimaksud dapat berada di semua tempat, tidak terbatas hanya yang ada pada kementerian/lembaga, namun juga yang berada pada Perusahaan Negara dan BHMN atau bentuk-bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkan statusnya menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan. Sedangkan terhadap Barang Milik Negara (BMN) yang statusnya sudah ditetapkan menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan diatur secara terpisah. 17

Untuk barang-barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dapat lebih mudah identifikasinya sebagai bagian dari Barang Milik Negara (BMN). Sedangkan untuk barang-barang yang berasal dari perolehan yang sah perlu adanya batasan yang lebih jelas, mana yang termasuk sebagai Barang Milik Negara (BMN). Dalam hal ini, batasan pengertian yang berasal dari perolehan yang sah adalah barang-barang yang menurut ketentuan perundang-undangan, ketetapan pengadilan, dan/atau perikatan yang sah ditetapkan sebagai Barang Milik Negara. 3. Pengertian Aset Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Barang Milik Negara merupakan bagian dari aset pemerintah pusat. Barang Milik Negara meliputi unsur-unsur aset tetap dan persediaan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Sedangkan persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 18

4. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Sesuai pasal 48 ayat (2) dan penjelasan atas pasal 49 ayat (6) Barang Milik Negara Undang-undang No. 1 Tahun 2004, ruang lingkup pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dalam Peraturan Pemerintah meliputi penjualan barang melalui pelelangan dan pengecualiannya, perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan dan pemindahtanganan. Rumusan tersebut merupakan siklus minimal atas seluruh mata rantai siklus pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) /Daerah (asset management cycle). 5. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) adalah suatu sistem inventarisasi, penatausahaan atau serangkaian prosedur yang mengatur tentang tata cara pelaporan barang milik negara guna menghasilkan informasi untuk keperluan manajemen dan akuntansi aset atau kekayaan negara yang dikuasai oleh Negara. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK- BMN) merupakan sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN juga menghasilkan Daftar Barang, Laporan Barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan Barang Milik Negara. 19

Pelaksanaan akuntansi Barang Milik Negara (BMN) dibantu dengan perangkat lunak (software) SIMAK-BMN yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error) dalam pelaksanaannya. SIMAK-BMN diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan sebagai alat pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dan pelaporan manajerial (Manajerial Report). SIMAK-BMN menghasilkan informasi sebagai dasar penyusunan Neraca Kementerian Negara/Lembaga dan informasi-informasi untuk perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. SIMAK-BMN diselenggarakan oleh unit organisasi Akuntansi Barang Milik Negara (BMN) dengan memegang prinsip-prinsip: a. Ketaatan, yaitu prinsip Akuntansi Barang Milik Negara dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dan prinsip Akuntansi yang berlaku umum. Apabila prinsip Akuntansi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka yang diikuti adalah ketentuan perundangundangan. b. Konsistensi, yaitu Akuntansi Barang Milik Negara dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 20

c. Kemampubandingan, yaitu Akuntansi Barang Milik Negara menggunakan klasifikasi standar sehingga menghasilkan laporan yang dapat dibandingkan antar periode akuntansi. d. Materialitas, yaitu akuntansi Barang Milik Negara dilaksanakan dengan tertib dan teratur sehingga seluruh informasi yang mempengaruhi keputusan dapat diungkapkan. e. Obyektif, yaitu akuntansi Barang Milik Negara dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. f. Kelengkapan, yaitu akuntansi Barang Milik Negara mencakup seluruh transaksi Barang Milik Negara yang terjadi. 6. Landasan Pemikiran Pengelolaan Barang Milik Negara Landasan-landasan pemikiran yang digunakan dalam pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara meliputi: a. Landasan Filosofi Hakekat Barang Milik Negara merupakan salah satu unsur penting penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka NKRI untuk mencapai citacita dan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, pengelolaan Barang Milik Negara perlu dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan dimaksud. b. Landasan Operasional 21

Landasan Operasional Pengelolaan Barang Milik Negara lebih berkaitan dengan kewenangan institusi atau Lembaga Pengelola/Pengguna Barang Milik Negara yang dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Pengelolaan Kekayaan Negara yang bersumber pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara adalah badan penguasa atas barang Negara dengan hak menguasai dan bertujuan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Instansi pengelolanya adalah instansi pemerintah Kementerian/LPND yang diberikan wewenang untuk itu. Tanah oleh Badan Pertanahan Nasional, Tambang oleh Kementerian Sumber Daya Mineral dan Energi, laut dan kekayaannya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan sebagainya. Pengaturan atas pengelolaan barang milik negara dalam ruang lingkup ini telah diatur dalam berbagai undang-undang. 2) Pengelolaan barang milik negara yang bersumber pada pasal 23 UUD 1945 adalah Negara sebagai Pemerintah Republik Indonesia yang dapat memiliki barang atau sesuatu sebagai aset kekayaan pemerintah dengan tujuan untuk menjalankan roda pemerintahan. Instansi pengelola adalah Presiden yang didelegasikan kepada Menteri Keuangan dan instansi pengguna adalah kementerian negara/lembaga. c. Landasan Yuridis Acuan dasar dalam pengelolaan Barang Milik Negara tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No 1 Tahun 2004, khususnya Bab VII dan Bab VIII pasal 42 s/d pasal 50. Untuk itu seluruh Peraturan Perundang-undangan 22

yang ada perlu dikaji kembali termasuk penerapannya untuk disesuaikan dengan acuan tersebut di atas. d. Landasan Sosiologis Rasa ikut memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap Barang Milik Negara merupakan wujud kepercayaan kepada pemerintah yang antara lain diwujudkan dalam bentuk keterlibatannya dalam merawat dan mengamankan Barang Milik Negara dengan baik. Namun, masih ditemui adanya pandangan sebagian anggota masyarakat bahwa Barang Milik Negara adalah milik rakyat secara bersama, yang diwujudkan adanya usahausaha untuk memanfaatkan dan memiliki Barang Milik Negara tanpa memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, misalnya penguasaan, penyerobotan, atau penjarahan tanah-tanah negara. Pengaturan yang memadai mengenai pengelolaan Barang Milik Negara antara lain diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengamanan dan optimalisasi pendayagunaan Barang Milik Negara dengan selalu mendasarkan pada kaidah-kaidah atau ketentuan yang berlaku. 7. Azas-Azas Pengelolaan Barang Milik Negara Pengelolaan Barang Milik Negara dilaksanakan dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut: a. Azas fungsional b. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang pengelolaan Barang Milik Negara dilaksanakan oleh pengelola dan/atau 23

pengguna Barang Milik Negara sesuai fungsi, wewenang, dan tangung jawab masing-masing. c. Azas kepastian Hukum Barang Milik Negara d. Pengelolaan Barang Milik Negara harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan. e. Azas transparansi (keterbukaan) f. Penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik Negara harus transparan dan membuka diri terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar dan keikutsertaannya dalam mengamankan Barang Milik Negara. g. Efisiensi h. Penggunaan Barang Milik Negara diarahkan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan Tupoksi pemerintahan secara optimal. i. Akuntanbilitas publik j. Setiap kegiatan pengelolaan Barang Milik Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara. k. Kepastian nilai l. Pendayagunaan Barang Milik Negara harus didukung adanya akurasi jumlah dan nominal Barang Milik Negara. Kepastian nilai merupakan salah satu dasar dalam Penyusunan Neraca Pemerintah dan pemindahtanganan Barang Milik Negara. 24

8. Lingkup Pengelolaan Barang Milik Negara Untuk merumuskan siklus yang lebih lengkap, maka ruang lingkup Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi: 1) Pengertian, maksud dan tujuan, asas-asas, lingkup Barang Milik Negara; 2) Pejabat pengelolaan Barang Milik Negara, yang berkedudukan sebagai pengelola, dan pengguna Barang Milik Negara beserta hak dan kewajibannya; 3) Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan, yang terkait dengan perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara dan perolehan (kegiatan atau proses suatu kekayaan/barang menjadi Barang Milik Negara), terutama yang berasal dari pengadaan; 4) Penguasaan, Penetapan Status dan Penggunaan, mengenai ketentuan penetapan Barang Milik Negara pihak yang berhak menggunakan dan batasan hak, kewenangan dan kewajiban dalam penggunaan Barang Milik Negara. 5) Pemanfaatan, yang berisi tentang ketentuan pemanfaatan Barang Milik Negara, pihak yang berhak menentukan pemanfaatan Barang Milik Negara, batasan hak, kewenangan dan kewajiban dalam pemanfaatan Barang Milik Negara; 6) Pengamanan, yang berisi tentang pengaturan pengamanan dari segi administrasi, hukum dan fisik; 25

7) Penilaian, tentang ketentuan mengenai penilaian Barang Milik Negara dalam rangka pemanfaatan, pemindahtanganan, dan pelaporan Barang Milik Negara; 8) Penghapusan, mengenai pertimbangan penghapusan, tindak lanjut penghapusan, dan prosedur penghapusan; 9) Pemindahtanganan, mengenai ketentuan-ketentuan mengenai penjualan, pertukaran, hibah, penyertaan pemerintah atas Barang Milik Negara; 10) Penatausahaan, pengaturan tentang pendataan atas seluruh kekayaan yang ada pada seluruh kementerian negara/lembaga baik di lingkungan Pemerintah Pusat dan kekayaan yang ada pada pihak lain, misalnya BUMN dan Badan Usaha lainnya; kegiatan pencatatan dan pembukuan; dan kegiatan pelaporan; 11) Pengawasan/Pengendalian, pengaturan tentang pengawasan atau pengendalian atas penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang Milik Negara; 12) Sanksi/Tuntutan Ganti Rugi terkait dengan pengelolaan Barang Milik Negara. D. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara a. Klasifikasi Barang Milik Negara Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap Barang Milik Negara diklasifikasikan dengan cara tertentu sehingga memberikan kemudahan dalam 26

pengelolaannya. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.018/1999 tentang Klasifikasi dan Kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara membagi Barang Milik Negara (BMN) dalam klasifikasi Golongan, Bidang, Kelompok, Sub Kelompok, dan Subsub kelompok. Golongan Semakin global Bidang Kelompok Sub Kelompok Sub sub Semakin rinci Klasifikasi dan kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara Golongan Barang Milik Negara (BMN) meliputi: a. Barang Tidak Bergerak; b. Barang Bergerak; Hewan, Ikan dan Tanaman, Barang Persediaan, Konstruksi Dalam Pengerjaan, Aset Tak Berwujud dan Golongan Lain-lain. Dari masing-masing Golongan tersebut selanjutnya dirinci lagi ke dalam klasifikasi bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Dengan demikian, klasifikasi paling rinci (detil) ada di level Sub-sub kelompok. b. Pengkodean Barang Milik Negara Untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, Barang Milik Negara selain diberikan identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode. 27

Pemberian kode Barang Milik Negara (BMN) sepenuhnya mengacu kepada PMK Nomor 97/PMK.06/2007. Untuk memberikan identitas, Barang Milik Negara diberikan nomor kode barang (ditambah nomor urut pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun perolehannya). Skema kode identifikasi barang adalah sebagai berikut: X. XX. XX. XX. XXX Sub sub kelompok Sub kelompok Kelompok Bidang Golongan Sebagai contoh, komputer Note Book yang untuk urutan yang ke-37 diberikan kode sebagai berikut: 2. 12. 01. 02. 003. 000037 Sedangkan kode lokasi, diskemakan sebagai berikut: XXX. XX. XX. XXXXXX. UAKPB UAPB UAPPB-W UAPPB-E1 28

Sebagai contoh, Biro Umum dan Perlengkapan Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (kode kantor 622081) diberikan kode lokasi sebagai berikut: 032. 01. 01.00. 622081. Pembuatan label Barang Milik Negara dilakukan dengan menggabungkan kode lokasi (ditambah dengan tahun perolehan) dan kode barang (ditambah dengan nomor urut pendaftaran. Skema label Barang Milik Negara digambarkan sebagai berikut: UAPB UAPPB-E1 UAPPB-W UAKPB Tahun Perolehan XXX. XX. XX. XXXXXX.. XXX X. XX. XX. XX. XXX. XXXXXX Nomor Urut Pendaftaran Sub-sub Kelompok Sub Kelompok Kelompok Bidang Golongan Sebagai contoh : Pada tahun 2003 Biro Umum dan Perlengkapan Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (kode kantor 622081) melakukan pembelian Komputer Note Book. Pada saat perolehan barang tersebut nomor pencatatan terakhir untuk Note Book yang dikuasai satuan kerja yang 29

bersangkutan adalah 000037. Berdasarkan hal tersebut UAKPB dapat memberikan label pada Note Book tersebut sebagai berikut: 032. 01. 01.00. 622081.000. 2003 2. 12. 01. 02. 003. 000038 c. Tabel Kode Barang Setiap Barang Milik Negara dibukukan dengan mengacu pada kode Barang Milik Negara yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Berikut adalah contoh kode Barang Milik Negara (BMN) pada PMK tersebut : GOL. BID. KEL. SUB KEL. SUB SUB URAIAN KEL. 1 00 00 00 000 BARANG TIDAK BERGERAK 1 01 00 00 000 TANAH 1 01 01 00 000 Tanah Persil 1 01 01 01 000 Tanah Bangunan Perumahan/G. Tempat Tinggal 1 01 01 01 001 Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan I 1 01 01 01 002 Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan II 1 01 01 01 003 Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan III 1 01 01 01 004 Tanah Bangunan Rumah Negara Tanpa Golongan 1 02 00 00 000 JALAN DAN JEMBATAN 1 02 01 00 000 Jalan 1 02 01 01 000 Jalan Nasional 1 02 01 01 001 Jalan Nasional Arteri 1 02 01 01 002 Jalan Nasional Kolektor 1 02 01 01 003 Jalan Nasional Bernilai Strategis Nasional 1 03 00 00 000 BANGUNAN AIR 1 03 01 00 000 Bangunan Air Irigasi 1 03 01 01 000 Bangunan Waduk Irigasi 30

d. Kondisi Barang Milik Negara Kondisi Barang Milik Negara dapat dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu baik, rusak ringan, dan rusak berat. Tabel berikut ini menyajikan indikasi yang menentukan 3 kondisi Barang Milik Negara (BMN) tersebut: Jenis Barang Kondisi Indikasi Barang Bergerak Baik (B) Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik Barang Tidak Bergerak: Tanah Barang Tidak Bergerak: Jalan dan Jembatan Barang Tidak Bergerak: Bangunan Rusak Ringan (RR) Rusak Berat (RB) Baik (B) Rusak Ringan (RR) Rusak Berat (RB) Baik (B) Rusak Ringan (RR) Rusak Berat (RB) Baik (B) Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh tetapi kurang berfungsi dengan baik. Untuk berfungsi dengan baik memerlukan perbaikan ringan dan tidak memerlukan penggantian bagian utama/komponen pokok. Apabila kondisi barang tersebut tidak utuh dan tidak berfungsi lagi atau memerlukan perbaikan besar/penggantian bagian utama/komponen pokok, sehingga tidak ekonomis untuk diadakan perbaikan/rehabilitasi. Apabila kondisi tanah tersebut siap dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Apabila kondisi tanah tersebut karena sesuatu sebab tidak dapat dipergunakan dan/atau dimanfaatkan dan masih memerlukan pengolahan/perlakuan (misalnya pengeringan, pengurugan, perataan dan pemadatan) untuk dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Apabila kondisi tanah tersebut tidak dapat lagi dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya karena adanya bencana alam, erosi dan sebagainya. Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh namun memerlukan perbaikan ringan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan tidak utuh/tidak berfungsi dengan baik dan memerlukan perbaikan dengan biaya besar. Apabila bangunan tersebut utuh dan tidak memerlukan perbaikan yang berarti kecuali pemeliharaan rutin. 31

Jenis Barang Kondisi Indikasi Rusak Ringan (RR) Rusak Berat (RB) Apabila bangunan tersebut masih utuh, memerlukan pemeliharaan rutin dan perbaikan ringan pada komponen-komponen bukan konstruksi utama. Apabila bangunan tersebut tidak utuh dan tidak dapat dipergunakan lagi. e. Daftar Barang Daftar Barang adalah daftar yang digunakan untuk mencatat mutasi Barang Milik Negara secara berkesinambungan mulai dari Barang Milik Negara itu pertama kali ada sampai dengan dihapuskannya. Daftar Barang Intrakomtabel digunakan untuk mencatat Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang memenuhi syarat kapitalisasi. Daftar barang Ekstrakomptabel digunakan untuk mencatat Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang tidak memenuhi syarat kapitalisasi. f. Daftar Barang Bersejarah Daftar Barang Bersejarah adalah daftar barang yang digunakan untuk mencatat mutasi Barang Milik Negara (BMN) berupa barang bersejarah secara berkesinambungan. g. Laporan Barang Laporan Barang adalah laporan yang menyajikan posisi Barang Milik Negara pada awal dan akhir suatu periode serta mutasi Barang Milik Negara yang terjadi selama periode tersebut. Laporan Barang Intrakomtabel digunakan untuk melaporkan Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang memenuhi syarat kapitalisasi. Laporan Barang Ekstrakomtabel 32

digunakan untuk melaporkan Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang tidak memenuhi syarat kapitalisasi. h. Daftar Inventaris Ruangan/ Daftar Barang Ruangan (DIR/DBR) DIR/DBR adalah kartu yang memuat data Barang Milik Negara yang berada pada suatu ruangan yang berguna untuk mengontrol Barang Milik Negara yang bersangkutan. i. Kartu Inventaris Barang/ Kartu Identitas Barang (KIB) KIB adalah kartu yang memuat data Barang Milik Negara yang digunakan untuk mengontrol Barang Milik Negara berupa Tanah, Gedung dan Bangunan, Alat Angkutan Bermotor, dan Alat persenjataan api. j. Daftar Inventaris Lainnya/Daftar Barang Lainnya (DIL/DBL) DIL/DBL adalah kartu yang memuat data Barang Milik Negara yang digunakan untuk mengontrol Barang Milik Negara yang tidak termasuk dalam kategori KIB dan DIR/DBR. k. Catatan Ringkas Barang Milik Negara Catatan Ringkas Barang Milik Negara adalah deskripsi yang menjelaskan Barang Milik Negara yang dikuasai Unit Organisasi Akuntansi/ penatausahaan Barang Milik Negara, yang berguna untuk mendukung penyusunan Catatan atas Laporan Keuangan. E. Kebijakan Akuntansi atas Barang Milik Negara Barang Milik Negara disajikan di dalam Laporan Keuangan dalam klasifikasi sebagaimana diatur dalam Bagan Akun Standar. Oleh karena itu, 33

pembahasan kebijakan akuntansi disajikan berdasarkan klasifikasi BMN berdasarkan pos-pos neraca. Kebijakan akuntansi mencakup pengakuan, pengukuran dan pengungkapan pos aset berwujud barang ke dalam Laporan Keuangan. a. Aset Lancar Persediaan Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barangbarang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. Persediaan dapat meliputi barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, peralatan dan mesin untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, jalan, irigasi dan jaringan untuk diserahkan kepada masyarakat, aset lain-lain untuk diserahkan kepada masyarakat, Aset tetap lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat, hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. 34

Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga antara lain berupa cadangan energi (misalnya minyak) atau cadangan pangan (misalnya beras). Berikut adalah contoh kode buku besar dan perkiraan/akun Persediaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar: Kode BB Nama Perkiraan 1151 Persediaan 11511 Persediaan untuk Bahan Operasional 115111 Barang Konsumsi 115112 Amunisi 115113 Bahan untuk Pemeliharaan 115114 Suku Cadang 11512 Persediaan untuk dijual/ diserahkan kepada Masyarakat 115121 Pita Cukai, Meterai dan leges 115122 Tanah dan Bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat 115123 Hewan dan Tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat 1) Pengakuan Persediaan Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki dan akan dipakai dalam pekerjaan pembangunan fisik yang dikerjakan secara swakelola, dimasukkan sebagai perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, dan tidak dimasukkan sebagai persediaan. 35

2) Pengukuran Persediaan Persediaan disajikan sebesar: (1) Biaya perolehan, apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. (2) Biaya standar, apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan. (3) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan. 3) Pengungkapan Persediaan Persediaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan pula: (1) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; (2) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual 36

atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat ; (3) Kondisi persediaan; (4) Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.Tata cara penatausahaan persediaan mengacu kepada perdirjen perbendaharaan Nomor : Per-40/PB/2006 tentang Pedoman Akuntansi Persediaan. Penatausahaan persediaan dilaksanakan oleh Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) sesuai dengan PMK nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Dalam menatausahakan persediaan, Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) juga harus mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara dan nomor 97/PMK.06/2007 tentang Pengolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Persediaan dicatat dalam Buku Persediaan (dalam bentuk kartu) untuk setiap jenis barang. Berdasarkan saldo per jenis persediaan pada Buku Persediaan disusun Laporan Persediaan. Laporan Persediaan disusun menurut Subkelompok Barang dan dilaporkan setiap semester. Laporan Persediaan dibuat didasarkan 37

pada saldo pada akhir periode pelaporan berdasarkan hasil opname fisik. Laporan Persediaan dari Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) dikirimkan ke Sekretariat Jenderal (UAPPB-E1/UAPPB-W). Laporan Persediaan pada tingkat UAPPB-W sampai dengan UAPB dibuat berdasarkan penggabungan Laporan Persediaan organisasi BMN di bawahnya dan disajikan dalam Bidang Barang. Sebagai pengganti Buku Persediaan pada tingkat UAPPB-W/UAPPB-E1/UAPB adalah arsip Laporan Persediaan dari seluruh organisasi BMN di bawahnya. Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) membuat mapping data persediaan berdasarkan Laporan Persediaan dan harga pembelian terakhir yang diperoleh dari Unit Akuntansi (UAKPA). Penyajian perkiraan persediaan dalam Neraca didasarkan pada hasil proses mapping klasifikasi BMN sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 97/PMK.06/2007 dengan perkiraan buku besar neraca pada PMK No. 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. 4) Formulir dan Pelaporan Dokumen yang digunakan dalam pelaksanaan pencatatan persediaan adalah sebagai berikut : 1) Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), Surat Perintah Membayar (SPM) 2) dan dokumen pendukung lainnya.( Faktur, Kuitansi, Kontrak/SPK, Berita Acara Serah Terima); 3) Buku Persediaan. 4) Laporan yang dihasilkan: 38

5) Laporan Persediaan; 6) Laporan Hasil Mapping. Berikut ini adalah contoh petunjuk pengisian dan bentuk Buku Persediaan, Laporan Persediaan, dan Laporan Hasil Mapping. 1) Buku Persediaan a) Buku Persediaan dibuat dalam bentuk kartu untuk setiap jenis (item) barang. Pada setiap buku persediaan dicantumkan kode dan uraian subsub kelompok barang untuk barang yang dapat diklasifikasikan sesuai PMK nomor 97/PMK.06/2007; b) Buku persediaan diisi setiap ada mutasi barang persediaan, seperti pembelian, hibah dan mutasi penggunaan barang persediaan; c) Setiap akhir tahun perlu diadakan inventarisasi persediaan untuk menentukan kuantitas dari setiap item persediaan dan selanjutnya buku persediaan disesuaikan berdasarkan hasil inventarisasi tersebut; d) Buku Persediaan dikelola oleh petugas yang menangani persediaan. 2) Laporan Persediaan a) Laporan Persediaan dibuat setiap akhir semester pada suatu periode akuntansi untuk melaporkan nilai persediaan pada akhir semester; b) Laporan Persediaan dibuat oleh Petugas yang menangani persediaan dan diketahui oleh penanggung jawab UAKPB; c) Laporan Persediaan harus memberikan informasi jumlah persediaan yang rusak atau usang. Persediaan yang telah usang adalah persediaan yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan operasional bukan hanya 39