BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB 2 LANDASAN TEORI

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan penduduk Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. menyerap angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir (2002:10),

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila

BAB V VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut didukung oleh Jhingan (2004), yang mengungkap bahwa negara

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB IV KEPENTINGAN INDONESIA DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PERBURUHAN. 95 memang terkait dengan tidak mewajibkan meratifikasi konvensi tersebut.

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

Analisis Masalah Ekonomi Tentang Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Todaro dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. Kemiskinan memiliki pengertian yang sangat beragam, karena masalah kemiskinan telah merambat hingga level multidimensional, artinya kemiskinan berkaitan satu sama lain dengan bermacam-macam dimensi kebutuhan manusia (Astuti, 2015). Menurut Todaro (2006:264) kemiskinan merupakan ketidakmampuan dalam memenuhi standar hidup minimum yang sesuai dengan tingkat kelayakan hidup. Kemiskinan sering kali dipahami sebagai kekurangan, baik yang mencakup kebutuhan makanan sehari-hari, pakaian, tempat tinggal, dan pelayanan pendidikan serta kesehatan. Kemiskinan juga berarti kekurangan dalam kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang layak. Suparlan (1984:12) mendefinisikan kemiskinan sebagai rendahnya standar hidup karena adanya tingkat kekurangan akan materi dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang biasanya berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar hidup rendah ini biasanya akan langsung terlihat pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral serta rasa harga diri yang tergolong sebagai orang miskin. 16

Menurut Hadiyanti (2006), kemiskinan merupakan dampak karena adanya ketidakmerataan pendistribusian hasil-hasil pembangunan juga oleh sikap mental penduduk yang mengalami kemiskinan secara kultural dan alamiah, biasanya terlihat dari situasi lingkaran ketidakberdayaan mereka yang bersumber dari rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan, kesehatan dan gizi, produktivitas, penguasaan modal, keterampilan dan teknologi serta hambatan dari infrastruktur maupun etnis sosial lainnya. Menurut Sen (dalam Todaro, 2006:23), masalah kemiskinan tidak hanya dikarenakan rendahnya pendapatan, tetapi berkaitan dengan kapabilitaskapabilitas yang harus dimiliki oleh seseorang, salah satunya yang menyangkut masalah akses-akses, baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja. Dengan demikian pengurangan tingkat kemiskinan akan lebih baik. Salah satu anggapan paling sederhana yang terbilang paling absah (akurat) mengenai penduduk miskin adalah pada umumnya penduduk miskin bertempat tinggal di daerah-daerah perdesaan, dengan bidang pertanian sebagai mata pencaharian pokoknya dan kegiatan-kegiatan lain yang sangat erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional. Para ahli ekonomi pembangunan mulai melalukan pengukuran terhadap luasnya atau kadar parahnya suatu tingkat kemiskinan di dalam suatu negara dan kemiskinan relatif antarnegara dengan cara menentukan atau menciptakan batasan lazim yang disebut sebagai garis kemiskinan. Keterbelakangan sumber daya alam merupakan salah satu penyebab kemiskinan. Berkembangnya sumber daya alam di suatu daerah ditentukan dari kemampuan produkif manusianya. Apabila 17

penduduknya terbelakang dan tidak memiliki keterampilan, maka kemampuan teknik, pengetahuan, dan efektivitas kewirausahaan rendah, sehingga sumbersumber daya alam akan terbuang sia-sia dan bahkan disalahgunakan. Di lain pihak, keterbelakangan sumber daya alam ini menyebabkan timbulnya keterbelakangan manusia. Karena itu merupakan sebab dan sekaligus akibat keterbelakangan manusia. 2.1.2. Faktor Penyebab Kemiskinan Menurut Hadiwigeno dan Agus (1993), penyebab kemiskinan bersumber dari berbagai aspek, antara ain: 1. Sumber daya alam yang meliputi kurangnya lahan yang subur, kurangnya pendayagunaan lahan, dan adanya degradasi lahan. 2. Teknologi dan unsur pendukungnya yang meliputi rendahnya aplikasi teknologi, sarana produksi yang tersedia masih terbatas, dan hama penyakit. 3. Sumber daya manusia yang meliputi rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan, rendahnya produktivitas tenaga kerja, adat dan budaya yang menghambat, dan terbatasnya lapangan pekerjaan. 4. Sarana, prasarana, dan kelembagaan yang meliputi terisolirnya daerah, terbatasnya modal, kurangnya kelembagaan sarana pembangunan pertanian, terbatasnya irigasi, pemilikan lahan sempit, tak adilnya dalam bagi hasil, dan rendahnya tingkat upah. Dewasa ini pembahasan masalah kemiskinan semakin ramai. Oleh sebab itu, selain penyebab kemiskinan bersumber dari berbagai aspek, Zadjuli (1995:23) 18

memberikan berbagai analisis tentang jenis dan faktor penyebab kemiskinan di dunia termasuk Indonesia yaitu, 1) kemiskinan karena kolonialisme, 2) kemiskinan karena tradisi sosial kultural, 3) kemiskinan karena isolasi, dan 4) kemiskinan struktural. 2.1.3. Ukuran Kemiskinan Menurut BPS kemiskinan dapat diukur dengan melalukan penetapan nilai standar kebutuhan minimum baik untuk makanan ataupun non-makanan, yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat hidup layak. Nilai standar kebutuhan minimum tersebut digunakan sebagai garis pembatas pemisah antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis kemiskinan tersebut sesungguhnya merupakan banyaknya rupiah yang diperlukan oleh setiap individu agar dapat membayar kebutuhan makan setara 2,100 kilokalori perkapita perhari dan kebutuhan nonmakanan yang terdiri dari perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, transportasi, dan berbagai jenis barang serta jasa lainnya. Untuk menentukan seseorang dapat dikatakan miskin atau tidak maka tolak ukur yang jelas tentu sangat diperlukan. Berbagai pendekatan dan konsep digunakan untuk menjadi bahan perhitungan dan penentuan batas-batas kemiskinan. Adapun ukuran kemiskinan yang digunakan terdiri dari: 1. Kemiskinan absolut Kemiskinan absolut biasanya lebih terfokus kepada pemenuhan terhadap kebutuhan fisik manusia seperti makanan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Konsep kemiskinan absolut adalah jika tingkat pendapatan individu di bawah garis kemiskinan atau jumlah pendapatannya 19

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Menurut BPS Provinsi Bali garis kemiskinan perkapita perbulan di Provinsi Bali tahun 2013 adalah sebesar Rp284.000. Garis kemiskinan merupakan mampunya seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup standar pada waktu dan lokasi tertentu dalam melangsungkan hidupnya. Definisi standar hidup minimum merupakan pembentuk garis kemiskinan. Sehingga dengan melihat seberapa jauh perbedaan antara tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, kemiskinan absolut dapat diartikan. 2. Kemiskinan relatif Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang berkaitan dengan kebutuhan seseorang dalam sekelompok penduduk. Adapun tolak ukur dari kemiskinan relatif adalah tingkat pendapatan keluarga per tahun atau per bulan. Seseorang yang tergolong miskin dilihat dari kedudukan relatifnya dalam sekelompok penduduk apabila menggunakan tolak ukur ini. Menurut Kincaid (Arsyad, 2001:240) apabila ketimpangan antara penghidupan golongan atas dan golongan bawah semakin besar maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin. Pada kondisi lain, apabila tingkat pendapatan sudah mencapai pada tingkat pemenuhan kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain masih berada pada keadaan miskin apabila dibandingkan dengan keadaan sekelompok 20

penduduk disekitarnya maka konsep ini juga disebut dengan kemiskinan relatif. 3. Kemiskinan sosial Selain kemiskinan berdasarkan pada ukuran pendapatan, kemiskinan juga dapat dilihat dari kemampuan sekelompok penduduk untuk memperoleh akses pelayanan yang terdiri dari: a. Kualitas pendidikan yang masih tergolong rendah karena kurangnya tenaga pendidik dan sarana pendidikan di daerah miskin atau terpencil. b. Akses pelayanan kesehatan yang masih tergolong rendah termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. c. Akses penduduk miskin yang masih rendah terhadap layanan air minum. d. Akses sumber-sumber pendanaan yang masih terbatas dan masih rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha. 2.1.4. Indikator Kemiskinan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (dalam Azwar, 2003) mengatakan bahwa indikator kemiskinan terlihat dari pengaruh sosial demografi dan dapat dikatakan bahwa rumah tangga tersebut dalam keadaan prasejahtera yang merupakan tingkatan terendah dalam tahapan keluarga sejahtera yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, seperti tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan selama 2 kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan berpergian. 21

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas (2006), indikator utama kemiskinan terdiri dari: 1. Kecukupan mutu pangan sangat terbatas. 2. Akses dan mutu layanan kesehatan sangat terbatas dan rendah. 3. Akses dan mutu layanan pendidikan sangat terbatas dan rendah. 4. Akses layanan perumahan dan sanitasi sangat terbatas. 5. Akses air bersih sangat terbatas. 6. Kesempatan kerja dan berusaha sangat terbatas. 7. Perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah sangat lemah. 8. Kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah sangat lemah. 9. Kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam sangat buruk dan akses penduduk terhadap sumber daya alam sangat terbatas. 10. Jaminan rasa aman sangat lemah. 11. Partisipasi sangat lemah. 12. Beban kependudukan karena besarnya tanggungan keluarga sangat besar. 13. Tata kelola pemerintahan sangat buruk sehingga menyebabkan tidak tepat guna dan tidak berhasil dalam pelayanan publik, korupsi meluas, dan jaminan sosial terhadap sekelompok penduduk sangat rendah. 2.1.5. Peran Sektor Non-Pertanian Perubahan struktur ekonomi dapat terlihat dari peranan sektor-sektor dalam pembentukan produksi nasional ataupun tingginya angka persentase tenaga kerja pada masing-masing sektor ekonomi tersebut. Dewasa ini, peranan atau kontribusi sektor non-pertanian dalam pembentukan PDRB akan semakin 22

meningkat, sedangkan sektor pertanian akan semakin menurun, dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara. Selain itu, semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, akan semakin besar peranan atau kontribusi sektor non-pertanian dalam menyiptakan, menyediakan, dan menyerap kesempatan kerja, sebaliknya sektor pertanian akan semakin tidak mampu dalam menampung tenaga kerja. Menurut Clark (Sukirno, 2010) data statistik tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian dan sektor non-pertanian menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita suatu Negara maka semakin rendah peranan sektor pertanian namun peranan sektor non-pertanian semakin tinggi. Umumnya suatu Negara akan mengalami perubahan ekonomi menuju industrialisasi, yang ditandai dengan semakin meningkatnya sektor non-pertanian dan menurunnya peran sektor pertanian. 2.1.6. Kualitas Sumber Daya Manusia 2.1.6.1. Kualitas Pendidikan Pendidikan merupakan usaha untuk mencerdaskan anak bangsa sesuai dengan amanat Pancasila yang dituangkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini memberikan landasan yang kuat terhadap pemerintah untuk mengumumkan program wajib belajar. Program wajib belajar ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara agar dapat memperoleh pendidikan. Namun, program pendidikan tidak hanya terselenggara 23

di lingkungan sekolah tetapi juga pendidikan berkelanjutan seperti kursus, pelatihan kerja, pendidikan dalam jabatan yang sejenisnya (BPS, 2009). Umumnya terdapat tiga jenis pendidikan yang ditempuh oleh seseorang, yaitu: 1) pendidikan formal, 2) pendidikan non-formal, 3) pendidikan informal. Penjelasan mengenai masing-masing jenis pendidikan tersebut antara lain: 1. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dilaksanakan di sekolahsekolah formal. Biasanya penduduk usia muda yang masih belum bekerja atau yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keahliannya terlibat didalamnya. Pendidikan formal biasanya dapat dikembangkan secara berkelanjutan, baik di dalam maupun di luar sekolah. 2. Pendidikan non-formal dapat dipandang sebagai program pendidikan yang terorganisasi dan dilangsungkan di luar sekolah. Biasanya peserta dalam pendidikan non-formal adalah orang-orang dewasa. Waktu untuk menempuh pendidikan non-formal lebih pendek, hanya terfokus pada bagian pendidikan yang sempit, dan lebih terkait terhadap pengetahuan aplikasi dibandingkan dengan program pendidikan formal. 3. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang berlangsung di luar kerangka lembaga pendidikan formal maupun program pendidikan yang terorganisasi. Pada hubungan ini orang-orang mempelajari berbagai hal yang penting di rumah, tempat kerja, dan lingkungan sekelompok penduduk. Pendidikan informal juga sering kali dikatakan sebagai pendidikan seumur hidup. 24

2.1.6.2. Kualitas Kesehatan Kesehatan adalah salah satu kebutuhan utama seluruh penduduk, oleh sebab itu kesehatan adalah hak bagi setiap penduduk yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Menurut Juanita (2002) kesehatan adalah salah satu modal utama dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi dimana kondisi kesehatan sekelompok penduduk tersebut harus baik. Dalam pembangunan ekonomi, pembangunan kesehatan juga harus diperhatikan. Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia maka keduanya harus berjalan seimbang. Pembangunan kesehatan merupakan sebuah proses perubahan terhadap tingkat kesehatan sekelompok penduduk dari tingkat yang kurang baik menjadi tingkat yang lebih baik sesuai dengan standar kesehatan. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan merupakan pembangunan yang dilakukan sebagai investasi untuk membangun kualitas sumber daya manusia. Untuk memeratakan pelayanan kesehatan telah dibangun 25,223 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Bagi daerah terpencil atau daerah yang sulit dijangkau maka Puskesmas pembantu dan pengadaan dibangun lebih dari 5,000 buah Puskesmas. Untuk lebih meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan untuk ibu dan anak, maka telah dibangun lebih dari 241,000 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang memadukan pelayanan kesehatan dengan Keluarga Berencana (KB). Sekitar 19,400 bidan juga ditempatkan di daerah-daerah perdesaan, maka pelayanan kesehatan semakin menjangkau segenap lapisan masyarakat, termasuk 25

penduduk miskin dan terpencil sehingga akan meningkatkan derajat kesehatan penduduk miskin. Dengan meningkatnya mutu kesehatan, penduduk menjadi lebih mampu berperan serta aktif dalam pembangunan sehingga pendapatannya juga meningkat. Peningkatan pendapatan ini juga akan berdampak pada tingkat kemiskinan yang pada akhirnya akan menurun. 2.1.7. Kesempatan Kerja Kesempatan kerja merupakan suatu keadaan dimana semua pekerja ingin bekerja dengan standar upah tertentu dan mendapat pekerjaan dengan sangat mudah (Sukirno, 2000). Kesempatan kerja juga dapat diartikan sebagai jumlah angkatan kerja yang melakukan pekerjaan kurang dari 1 jam dan dilakukan secara terus-menerus. Menurut Simanjuntak (1998) kesempatan kerja adalah sekumpulan orang yang sedang memiliki kegiatan bekerja. Artinya, bahwa seluruh penduduk diatas 15 tahun keatas yang terserap dalam seluruh lapangan usaha. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kesempatan kerja adalah besaran atau jumlah penduduk yang sedang bekerja. Hal terpenting dalam proses pembangunan yaitu semakin meluasnya kesempatan kerja. Pembangunan ekonomi seharusnya membawa partisipasi aktif dalam kegiatan yang bersifat produktif oleh semua anggota masyarakat yang mampu berperan serta dalam proses ekonomi, partisipasi aktif ini dapat terlihat dari pendapatan perkapita yang yang terdapat dalam suatu daerah. Apabila pendapatan perkapita menunjukkan angka yang tinggi, maka tingkat kesejahteraan 26

juga tinggi dan apabila pendapatan perkapita menunjukkan angka yang rendah, maka tingkat kesejahteraan juga rendah. 2.1.8. Hubungan Pengaruh Peran Sektor Non-Pertanian terhadap Kesempatan Kerja Sektor non-pertanian merupakan sektor yang sedang tumbuh dan berkembang. Perkembangan sektor non-pertanian akan menimbulkan banyak segi positif khususnya dalam penyerapan tenaga kerja, sehingga akan membawa kemakmuran bagi penduduk dan dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Peningkatan kesempatan kerja dalam sektor non-pertanian dapat dilakukan karena sektor non-pertanian merupakan sektor utama yang banyak menyerap tenaga kerja. Hasil penelitian Ratnaningsih (2013) menunjukan bahwa pertumbuhan sektor industri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal serupa juga dikemukakan oleh Mbaiwa (2005), hotel, restoran, dan jumlah wisatawan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Ghofur (2014) juga mengemukakan bahwa pertumbuhan fasilitas hotel berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. 2.1.9. Hubungan Pengaruh Kualitas Pendidikan terhadap Kesempatan Kerja Salah satu faktor terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia adalah pendidikan. Pendidikan sangat penting untuk menjadikan masa depan yang lebih baik. Pendidikan juga memberikan keahlian dan kemampuan untuk berkembang lewat ilmu pengetahuan dan keterampilan. Saat ini kualitas 27

pendidikan sedang mengalami peningkatan. Seiring dengan kualitas pendidikan yang meningkat, maka kesempatan kerja juga akan meningkat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sasongko (2013) kualitas pendidikan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hasil yang sama juga dinyatakan Kadafi (2013) bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. 2.1.10. Hubungan Pengaruh Kualitas Kesehatan terhadap Kesempatan Kerja Kesehatan merupakan salah satu modal utama dalam mendapatkan pekerjaan yang baik. Kesehatan yang buruk tidak akan menghasilkan pekerjaan yang efektif. Dengan tingkat kesehatan yang tinggi maka sumber daya manusia yang berkualitas akan tercipta sehingga kemampuan dalam mengakses lapangan kerja dan peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja akan terbuka lebar. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2013) kualitas kesehatan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja di Provinsi Kalimantan Barat. Hal serupa juga dinyatakan oleh Ameliyah (2013) bahwa kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Tangerang. 2.1.11. Hubungan Pengaruh Peran Sektor Non-Pertanian terhadap Tingkat Kemiskinan Negara berkembang beranggapan bahwa sektor industri sebagai sektor yang penting untuk pertumbuhan ekonomi. Anggapan ini berlandaskan pada penelitian-penelitian empiris bahwa di negara maju dan kaya ternyata peran atau 28

kontribusi sektor industri lebih banyak (Suryana, 2000). Sebagaimana di banyak negara berkembang lainnya, khususnya Indonesia, sektor industri disiapkan untuk menjadi motor penggerak kemajuan sektor-sektor ekonomi lainnya. Oleh sebab itu, industrialisasi selalu mengiringi pembangunan ekonomi di Indonesia (Dumairy, 1996) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setyawan, dkk (2013) pangsa sektor industri pengolahan pada PDRB mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sektor industri pengolahan pada PDRB memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya dalam penanggulangan kemiskinan. 2.1.12. Hubungan Pengaruh Kualitas Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan Pendidikan dapat berperan penting dalam menurunkan tingkat kemiskinan, baik secara tidak langsung melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi secara umum, maupun secara langsung melalui pelatihan golongan miskin dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas yang akan meningkatkan pendapatan dan menurunkan tingkat kemiskinan (Kumalasari, 2011). Ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan, investasi dalam pendidikan, kualitas pendidikan, dan akses yang sama terhadap pendidikan mendapat peran penting dalam penanggulangan kemiskinan (Afzal, 2012). Melalui pendidikan yang memadai, penduduk miskin akan mendapat kesempatan yang lebih baik untuk keluar dari status miskin di masa depan (Anderson, 2013). 29

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2012) kualitas pendidikan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Hasil yang sama juga dinyatakan Putri dan Yuliarni (2013) bahwa pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi penurunan tingkat kemiskinan. 2.1.13. Hubungan Pengaruh Kualitas Kesehatan terhadap Tingkat Kemiskinan Kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah akan menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa (Kartasasmita, 1996:234). Kesehatan merupakan syarat dasar untuk meningkatkan produktivitas. Apabila orang yang memiliki kondisi kesehatan buruk maka pekerjaan yang dilakukan tidak akan efektif. Seseorang yang tidak efektif dalam melakukan pekerjaan maka produktivitasnya akan rendah dan apabila produktivitasnya rendah berarti penghasilan yang dihasilkan juga akan rendah. Penghasilan rendah ini akan berdampak pada kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga akan terjebak dalam kemiskinan. Hasil penelitian Fitri (2012) menunjukkan bahwa kualitas kesehatan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Senada dengan Faturrohmin (2011) menyatakan bahwa harapan hidup sangat berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan. 30

2.1.14. Hubungan Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Tingkat Kemiskinan Kesempatan kerja akan menampung semua tenaga kerja yang tersedia jika lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau setara dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia (Tambunan, 2001). Salah satu mekanisme pokok pada negara berkembang untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan adalah dengan memberikan upah yang memadai dan menyediakan kesempatan kerja bagi kelompok penduduk miskin (Arsyad, 1997). Negara berkembang tidak hanya menghadapi masalah kemerosotan dalam ketimpangan relatif tetapi juga masalah kenaikan dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran. Besarnya dimensi kemiskinan tercermin dari jumlah penduduk yang tingkat pendapatan atau konsumsinya berada di bawah tingkat minimum yang sudah ditetapkan. Penduduk miskin biasanya menghadapai masalah utama tentang terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengambangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan wanita, serta adanya perbedaan upah. Dalam penelitian Widyasworo (2014) menyatakan bahwa partisipasi angkatan kerja wanita yang dilihat dari banyaknya jumlah angkatan kerja wanita yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), secara parsial selama tahun 2008-2012 memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskian di Kabupaten Gresik. 31

2.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalah penelitian untuk menjawab masalah penelitian, jawaban yang diberikan hanya berdasarkan atas hubungan antara variabel-variabel yang relevan belum berdasarkan pada fakta-fakta secara empiris yang diperoleh dalam pengumpulan data (Sugiyono, 2013:93). Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Peran sektor non-pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja di Provinsi Bali tahun 2007-2013. 2. Kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja di Provinsi Bali tahun 2007-2013. 3. Peran sektor non-pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Bali tahun 2007-2013. 4. Kualitas sumber daya manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Bali tahun 2007-2013. 5. Kesempatan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Bali tahun 2007-2013. 32