PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA DI SMP Imroatus Sholehah, Trapsilo Prihandono, Yushardi Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember Email: imroatus_cing1610@yahoo.com Abstract The goals of this research were: (1) to describe the difference of study outcome of students between use experiential learning model and direct instruction model on physics learning at junior high school; (2) to describe scientific work use experiential learning model on physics learning at junior high school. The type of this research was pure experiment research. Basically, the research methodology of this study to different between experiment class and control class. Data collection method of this research used observation, interview, test, and documentation. The data analysis used: (1) data to determine learning outcomes derived from post-test of the experimental class and control class, with t-test statistic to analyze; (2) the percentage scientific work use experiential learning model. The score value of t-test is 0,001 smaller than signification 0,05 and its mean that there were difference of study outcome. The percentage of scientific work at first experimentation was 80,15%. In the second experimentation, percentage classically less than the first experimentation it was 82,53%. The average of scientific work percentage was 81,34%. Key words: experiential learning, learning outcomes, scientific work PENDAHULUAN Fisika sebagai salah satu cabang IPA sangat menentukan perkembangan peradaban dunia terutama di bidang IPTEK. Permasalahan dalam belajar fisika ialah hendaknya konsep dan prinsip-prinsip fakta tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalamanpengalaman siswa. Pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru. Pembelajaran fisika memberikan penekanan dan pendekatan proses untuk memperoleh produk. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran fisika, siswa tidak hanya menghafal rumus, mendengar ceramah dan membaca buku teks melainkan siswa dituntut untuk berperan aktif secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar (Dahar, 1989:1). Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah melaksanakan proses belajar mengajar, pembelajaran yang berangkat dari pengalaman awal siswa menuju pengalaman sains akan membentuk pengetahuan yang lebih bermakna dan lebih mudah diingat, sehingga diharapkan hasil pembelajaran dapat lebih efektif (Sadiman dalam Trianto, 2009:20). Guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memaksa (Trianto, 2009:20) Pembelajaran sains IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sesuatu 278
279 Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.2 No.3, Desember 2013, hal 278-284 sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran akan lebih bermakna apabila pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata siswa. Satu kata kunci untuk pembelajaran sains IPA adalah pembelajaran sains harus melibatkan siswa secara aktif untuk berinteraksi dengan benda nyata (Munif & Mosik, 2009:79). Model experiential learning menjadi salah satu inovasi yang dapat diterapkan guru dalam pembelajaran fisika yang diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar dan kemampuan kerja ilmiah siswa. Model experiential learning adalah model pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman secara langsung, menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong siswa mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Dalam model experiential learning ini siswa belajar dari pengalaman yang menekankan pada hubungan yang harmonis antara belajar, bekerja dan aktivitas belajar lainnya dalam menciptakan atau menemukan pengetahuan yang dicari. Menurut Indriana (2011) model experiential learning ini memiliki tahaptahap yang sesuai untuk dilaksanakan pada pembelajaran fisika diantaranya tahap concrete experience (pengalaman langsung), tahap reflective observation (merefleksikan observasi), abstrak conceptualization (konsep yang abstrak), active experimentation (eksperimen aktif). Siswa diajak untuk memandang secara kritis kejadian yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan melakukan penelitian sederhana untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kemudian menarik kesimpulan bersama. Kesimpulan ini sebagai salah satu pemahaman yang dicapai oleh siswa untuk digunakan sebagai dasar dalam memahami kejadian lain yang berhubungan dengan kejadian sebelumnya. Hasil penelitian Mardana (2006 : 782-797) menunjukkan bahwa modul eksperimen dengan model experiential learning dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan KBK dalam pembelajaran sains di SMP. Munif & Mosik (2009: 79-82) menyatakan bahwa penerapan experiential learning dalam pembelajaran sains IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas lima SD. Sedangkan hasil penelitian Wahyuningsih (2011) pembelajaran dengan menggunakan model REACH dapat meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa. Model experiential learning yang mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran melalui pengalaman diharapkan memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar dan kemampuan kerja ilmiah siswa. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tidak pernah mengkaji kerja ilmiah siswa menggunakan model experiential learning. Maka perlu dilakukan penelitian tentang Model Experiential Learning terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa di SMP METODE Penentuan daerah penelitian ini dengan metode purposive sampling area, yaitu SMPN 1 Pakusari pada siswa kelas VIII. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013, dengan beberapa alasan sebagai berikut: 1. Kesediaan sekolah untuk menjadi tempat pelaksanaan penelitian dan dimungkinkan adanya kerjasama yang baik dengan pihak sekolah sehingga memperlancar penelitian. 2. Belum pernah dilakukan penelitian yang sejenis di sekolah tersebut. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013. Setelah itu dilakukan uji homogenitas dengan maksud untuk menguji kesamaan awal siswa. Adapun dokumentasi yang digunakan sebagai data uji homogenitas adalah nilai ulangan harian materi fisika sebelumnya. Untuk menguji homogenitas siswa dilakukan uji homogenitas dengan analisis menggunakan One Way ANOVA dengan SPSS 16. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan mean antara kelompok. Jika hasil analisis data adalah homogen, maka langkah selanjutnya adalah menentukan responden atau sampel. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan metode cluster random sampling dengan teknik undian untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas
Imroatus, Penerapan Model Experiential Learning...280 kontrol. Kelas eksperimen sebagai kelompok siswa yang menerima pembelajaran fisika menggunakan model experiential learning, sedangkan kelas kontrol sebagai kelompok siswa yang menerima pembelajaran fisika dengan menggunakan model direct instruction. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah randomized subject post-test only control group design seperti pada gambar berikut: E X 1 O 1 K X 2 O 2 Gambar 3.1 Randomized subjects post-test only control group design Keterangan: E : kelas eksperimen K : kelas kontrol O 1 : hasil post-test kelas eksperimen O 2 : hasil post-test kelas kontrol X 1 :perlakuan berupa penggunaan model experiential learning X 2 : perlakuan pada kelas kontrol (Sukardi, 2010: 185 ) Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Metode observasi digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Metode wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat siswa dan guru tentang model yang sebelum dan sesudah dilaksanakan. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa, dan metode dokumentasi digunakan sebagai bukti telah dilaksanakannya penelitian. Untuk mengkaji perbedaan hasil belajar fisika siswa melalui penerapan model experiential learning dengan model konvensional digunakan Independent- Sample T test dengan SPSS (Statistic Package for Sosial Science) 16, t hitung dibandingkan dengan t tabel pada taraf signifikan 5% melalui ketentuan sebagai berikut: 1. H 0 : (hasil belajar kelas eksperimen tidak berbeda dengan kelas kontrol) 2. H a : (hasil belajar kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol) 3. Kriteria pengujian: Nilai t hitung t tabel maka hipotesis nihil (H 0 ) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Nilai t hitung < t tabel maka hipotesis nihil (H 0 ) diterima dan dan hipotesis alternatif (H a ) ditolak Dimana: = hasil belajar kelas eksperimen = hasil belajar kelas kontrol (Hasan, 2010: 33) Untuk mendeskripsikan kemampuan kerja ilmiah siswa selama menggunakan model experiential learning diperoleh dari hasil observasi dengan menggunakan penilaian unjuk kerja. Untuk mendeskripsikan kemampuan kerja ilmiah digunakan rumus: R NP 100% SM Tabel 3.1 Kriteria Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Tingkat Predikat penguasaan 86-100% Sangat baik 76-85% Baik 60-75% Cukup 55-59% Kurang 54% Kurang sekali (Purwanto, 2010:102) HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMPN 1 Pakusari pada tanggal 16 April 2013 sampai 30 April 2013 semester genap tahun ajaran 2012/2013. Peneliti menentukan tempat penelitian dengan menggunakan purposive sampling area dan Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Sampel ditentukan dengan melakukan uji homogenitas dan diperoleh sampel penelitian yaitu siswa kelas VIII E sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VIII B sebagai kelas kontrol. Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar fisika siswa melalui penerapan model experinetial learning dengan model pembelajaran direct instruction, dan kemampuan kerja ilmiah siswa melalui penerapan model experiential learning pada pembelajaran fisika di SMP. Adapun hasil analisis data penelitian adalah sebagai berikut:
281 Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.2 No.3, Desember 2013, hal 278-284 1. Hasil Belajar Fisika Siswa Data penelitian diperoleh melalui post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan menggunakan t- test. Data menunjukkan adanya perbedaan mean hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan tersebut tidak menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Sehingga perlu dilakukan uji statistik menggunakan t-test. Adapun hipotesis statistik untuk menguji hasil belajar yang signifikan, menggunakan uji t-test adalah sebagai berikut: H 0 : tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa menggunakan model experiential learning dengan model direct instruction. Ha: ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika menggunakan model experiential learning dengan model direct instruction. Berdasarkan perhitungan, dapat diketahui bahwa nilai F hitung pada hasil belajar siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 1,127 dengan probabilitas 0,292. Karena nilai probabilitas diatas 0,05 atau > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa data homogen atau tidak ada perbedaan varians populasi kedua No sampel tersebut. Nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,001 pada tingkat signifikansi α = 0,05 atau (sig < 0,05). Jika dikonsultasikan dengan pedoman pengambilan keputusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol (H a diterima, H 0 ditolak). Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika menggunakan model experiential learning dengan model direct instruction di SMPN 1 Pakusari. 2. Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Kemampuan kerja ilmiah siswa yang dikaji pada penelitian ini terdiri dari 5 indikator, antara lain: 1) melakukan percobaan, 2) mengamati objek, 3) menggunakan alat ukur, 4) mengisi data kedalam tabel, dan 5) menganalisa data. Analisis data kemampuan kerja ilmiah siswa dilakukan pada masing-masing indikator tersebut. Data kemampuan kerja ilmiah siswa diperoleh dari rubrik penilaian yang diisi oleh observer pada saat penelitian. Berikut ini adalah tabel 4.3 yang menggambarkan ringkasan presentase kemampuan kerja ilmiah siswa pada percobaan I dan II. Tabel.4.4 Analisis aktivitas siswa pada pertemuan I dan II Indikator 1 Melakukan percobaan Persentase kemampuan kerja ilmiah siswa 2 Mengamati objek 3 4 Menggunakan alat ukur Mengisi data kedalam tabel 5 Menganalisa data Menjawab pertanyaan Membuat kesimpulan 6 Kemampuan kerja ilmiah (semua indikator)
Imroatus, Penerapan Model Experiential Learning...282 Berdasarkan Tabel 4.3, maka dapat dibuat grafik besarnya presentase kemampuan kerja ilmiah siswa pada percobaan I dan II seperti pada Gambar 4.1 berikut. 88 86 84 82 80 78 76 74 72 melakukan percobaan mengamati objek menggunakan alat ukur mengisi data menjawab pertanyaan membuat kesimpulan Gambar 4.1. Grafik kemampuan kerja ilmiah siswa pada percobaan I dan II Sedangkan perbandingan kemampuan kerja ilmiah (semua indikator) pada percobaan I dan II adalah seperti pada gambar 4.2 berikut ini. 83 82 81 80 79 78 Perbandingan Kerja Ilmiah ( 2 kali Percobaan ) Percobaan 1 Percobaan 2 Gambar 4.2. Grafik presentase perbandingan kerja ilmiah siswa pada percobaan I dan II Berdasarkan hasil analisis kemampuan kerja ilmiah siswa pada percobaab I dan II yang ditunjukkan pada Tabel 4.3, presentase rata-rata kemampuan kerja ilmiah siswa tiap percobaan berturut-turut 80,15% dan 82,53%. Terlihat bahwa terjadi peningkatan presentase kemampuan kerja ilmiah siswa. Melakukan percobaan merupakan salah satu indikator kemampuan kerja ilmiah siswa yaitu siswa dituntut terampil dalam melakukan percobaan dan pengamatan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai 78,56% sehingga dapat diketahui bahwa kemampuan kerja ilmiah siswa dengan indikator melakukan percobaan tergolong dalam kategori baik. Indikator kemampuan kerja ilmiah siswa yang kedua adalah mengamati objek. Siswa dituntut untuk mengamati objek selama kegiatan praktikum berjalan sampai selesai. Tanpa mengamati objek secara seksama, siswa tidak dapat memahami maksud dari percobaan yang mereka lakukan dan selanjutnya siswa tidak dapat menganalisis dan mengambil kesimpulan dari percobaan tersebut. Hasil perhitungan menunjukkan nilai 80,93% sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan kerja ilmiah mengamati objek tergolong baik. Selanjutnya adalah menggunakan alat ukur. Salah satu kunci siswa berhasil dalam melakukan percobaan adalah ketepatan
283 Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.2 No.3, Desember 2013, hal 278-284 siswa dalam menggunakan alat ukur. Hasil perhitungan menunjukkan nilai 82,38% sehingga juga dapat dikatakan baik. Indikator keempat adalah mengisi data ke dalam tabel. Mengisi data ke dalam tabel juga merupakan langkah yang penting dalam melakukan percobaan, karena jika siswa mengisi data dengan benar, maka siswa selanjutnya mampu menganalisis dengan benar hasil percobaan yang telah mereka lakukan. Begitu juga sebaliknya, jika siswa mengisi data dengan salah, maka selanjutnya hasil analisis siswa pasti salah. Hasil perhitungan menunjukkan nilai 85,71% sehingga dapat dikatakan sangat baik. Menganalisis data adalah indikator terakhir yang diteliti dalam kemampuan kerja ilmiah siswa. Menganalisis data disini terdapat 2 langkah, yang pertama adalah menjawab pertanyaan dan yang kedua adalah membuat kesimpulan. Siswa dituntut untuk menjawab pertanyan pada LKS dengan benar dan tepat, selanjutnya siswa membuat kesimpulan terhadap percobaan yang telah mereka lakukan. Indikator ini sangat penting, mengingat jika siswa tidak menjawab pertanyaan dengan benar, maka siswa tidak dapat membuat kesimpulan dengan benar. Sehingga berakibat siswa tidak menemukan suatu konsep atau pengetahuan yang benar pula. Hasil perhitungan menunjukkan nilai 80,23% dan dapat digolongkan pada kategori baik. Selanjutnya menganalisis secara keseluruhan terhadap semua indikator yang terdapat dalam kemampuan kerja ilmiah siswa. Hasil perhitungan menunjukkan nilai 81,34% dan dapat digolongkan pada kategori baik. Keberhasilan ini dikarenakan model experiential learning merupakan model yang terdapat proses internalisasi individualistik pada diri siswa melalui pengalaman nyata (concrete experience), proses observasi dan refleksi terhadap pengalamannya (reflective observation), perolehan hasil refleksi diakomodasi kedalam struktur kognitif (abstract conseptualisation) dan dirumuskan hipotesis baru untuk diuji pada situasi baru (active experimentation) dalam konteks interaksi sosial. Sedangkan hasil analisis penilaian kemampuan afektif menunjukkan bahwa nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,090 pada tingkat signifikansi α = 0,05 atau (sig > 0,05). Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penyebab ketidakberhasilan dalam penilaian afektif ini disebabkan karena penilaian afektif merupakan sikap yang terdapat didalam diri siswa, sehingga sulit untuk diukur. Sebagai salah satu contoh yaitu sikap teliti, dimana sikap teliti adalah sikap yang cukup sulit dibentuk pada diri seseorang. Dengan menerapkan model pembelajaran yang cocok seperti model experiential learning yang secara teoritis mampu membentuk sikap teliti, pada kenyataannnya tidak mampu membentuk sikap teliti yang lebih baik pada siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika menggunakan model experiential learning dan model direct instruction pada siswa kelas VIII SMPN 1 Pakusari tahun ajaran 2012/2013. 2. Kemampuan kerja ilmiah siswa kelas VIII SMPN 1 Pakusari selama mengikuti pembelajaran fisika menggunakan model pembelajaran experiential learning termasuk kategori baik, dengan presentase sebesar 81,34%. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi 2010). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Baharudin & Wahyuni, E. N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Cetakan V. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Imroatus, Penerapan Model Experiential Learning...284 Gredler, M. E. B. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hasan, I. 2010. Analisa Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara Purwanto, M. N. 2010. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sahlan, M. 2007. Penilaian Berbasis Kelas Teori dan Aplikasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum 2006. Jember: Center for Society Student. Thobroni, M. & Mustofa, A. 2011. Belajar & Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran. Cetakan I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.