1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK WISATA BAHARI DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT SUKENDI DARMASYAH

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

5 PEMBAHASAN 5.1 Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan Sekitarnya

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

JAKARTA (22/5/2015)

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumberdaya pesisir dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Sedangkan karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan Sub Kelas Octocoralia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Ekosistem terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Indonesia merupakan segitiga terumbu karang dunia (The Coral Triangle), tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia memiliki sekitar 18% terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (dengan lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2500 jenis Moluska, dan 1500 jenis udang-udangan). Ekosistem terumbu karang sangat produktif dan memiliki peranan penting bagi kelangsungan kehidupan baik di laut maupun di darat. Secara ekologi terumbu karang menjadi tempat mencari makan (feeding grounds), tempat berkembang biak (breeding grounds), daerah asuhan (nursery grounds), dan tempat berlindung berbagai jenis ikan dan avertebrata laut lainnya (Wilkinson 1993; Sp.alding et al. 2001). Disisi lain terumbu karang juga merupakan ekosistem yang sangat sensitif dan rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan secara fisik, kimia, maupun biologi. Terumbu karang memiliki berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah pemanfaatan sumberdaya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya

2 yang terkandung di dalamnya. Sedangkan dalam pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya. Besarnya manfaat dan potensi terumbu karang menjadi daya tarik dari berbagai pihak untuk memanfaatkannya. Berbagai industri atau perusahaan yang terkait dan terlibat dalam pemanfaatan terumbu seperti : industri perikanan, perhubungan, pertambangan, farmasi, pendidikan dan pariwisata. Secara ekonomi, luasan dan kondisi terumbu karang Indonesia dapat memberikan keuntungan bersih yang cukup besar, yaitu US$ 14.035 juta/km 2 (Cesar 1997 in Burke et al. 2004). Terumbu karang di Indonesia memberikan keuntungan pendapatan sebesar US$ 1.6 milyar/tahun. Nilai keseluruhan pelayanan dan sumber dayanya sendiri diperkirakan mencapai setidaknya US$ 61.9 milyar/tahun. Salah satu kegiatan pemanfaatan terumbu karang yang relatif lebih ramah lingkungan adalah kegiatan pariwisata, Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempet alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemar) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini (Hector Ceballos-Lascurain 1987). Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat (TIES 1990). Aktivitas wisata ini terkait erat dengan keberadaan dan kondisi terumbu karang yang menjadi objek kegiatan wisata. Wisata selam memanfaatkan keindahan, keunikan, keanekaragaman dan kealamiahan terumbu karang sebagai daya tariknya (Davis dan Tisdell 1995a). Kegiatan wisata bahari memiliki nilai keuntungan ekonomi paling tinggi dalam pemanfaatan terumbu karang jika pemanfaatannya secara lestari dibanding sektor lain, yaitu US$ 23,100 - US$ 270,000 per km 2 pertahun (Cesar 1997 in Burke et al. 2004). Davis dan Tisdell (1995a) menyatakan bahwa aktivitas selam merupakan aktivitas yang paling pesat pertumbuhannya sepanjang sejarah pariwisata. Hal ini disebabkan karena aktivitas tersebut merupakan gabungan antara olahraga, wisata

3 dan pendidikan, serta mudah dan sederhana dalam melakukannya. Aktivitas selam juga menjadi pundi-pundi ekonomi bagi para pengusaha pariwisata. Wisata selam mendorong pertumbuhan sektor perikanan dan pertanian sebagai pensuplai bahan konsumsi wisatawan, begitu juga dengan sektor perdagangan dan perhubungan (penyedia kapal atau sampan) sebagai pendukung keberlanjutan pariwisata. Wisata selam membuka lapangan pekerjaan baru di berbagai sektor yang dapat menyerap banyak pekerja dan memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian wilayah (Davis dan Tisdell 1995b). Banyaknya pihak atau sektor yang terlibat dalam pemanfaatan ekosistem terumbu karang menyebabkan seringkali terjadi konflik dalam pemanfaatan baik yang bersifat horizontal maupun vertikal. Pada akhirnya berdampak langsung dan tidak langsung mengancam keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang tersebut (Kunzmann 2001). Hal ini terbukti dari hasil monitoring terumbu karang Asia Tenggara bahwa 85% kerusakan terumbu karang disebabkan oleh aktivitas manusia dan sisanya merupakan dampak alami (Burke et al. 2004). Oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan pemanfaatan yang dapat mengintegrasikan berbagai pemanfaatan terumbu karang sehingga dapat menjamin kelestarian terumbu karang dan keberlanjutan pemanfaatannya (Hawkins et al. 2005). Beberapa studi melaporkan bahwa wisata selam menyebabkan kerusakan terumbu karang secara fisik, bilogis dan kimia (kehancuran karang, pemutihan karang atau bleaching, tergores dan patahnya fragmen karang) (Hawkins dan Robert 1992; Milazzo et al. 2002; Zakai dan Chadwaick-Furman 2002; Anthony et al. 2004). Kerusakan tersebut akan mengakibatkan penurunan produktivitas, keanekaragaman dan kelimpahan biota penyusun ekosistem terumbu karang (Burke et al. 2004; Davis 1995; Kunzmann 2001). Degradasi ekosistem terumbu karang cepat atau lambat akan mengancam keberlanjutan aktivitas wisata selam serta perekonomian kawasan pada umumnya (Hawkins et al. 2005). Hal ini mendorong perlunya suatu strategi perencanaan pengembangan pariwisata khusunya wisata selam yang dapat menjamin kelestarian ekosistem terumbu karang yang menjadi objek aktivitas dan keberlanjutan perekonomian khusunya wisata selam. Yaitu suatu strategi yang berdasarkan atas daya dukung kawasan terutama daya dukung biofisik terumbu

4 karang sebagai objek wisata. Daya dukung biofisik merupakan kemampuan ruang dan lingkungan suatu sumberdaya untuk menampung sejumlah aktivitas pemanfaatan tanpa mengurangi atau mengganggu keberlanjutan sumberdaya alam tersebut (WTO 1981 in Lim LC. 1998). 1.2. Kerangka Pemikiran Kegiatan wisata selam dewasa ini berkembang cukup pesat dan merupakan sumber pundi-pundi ekonomi yang sangat besar. Akan tetapi apabila tidak dikelola dengan baik sesuai dengan daya dukung kawasan terutama daya dukung biofisik terumbu karang, maka secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan degradsi atau kerusakan hingga kepunahan terumbu karang. Potensi sumberdaya alam di Pulau Biawak dan sekitarnya terdiri dari komunitas terumbu karang, ikan karang, hutan bakau (mangrove), padang lamun, dan biota yang menjadi ciri khas Pulau Biawak yaitu biawak ((Varanus salvator ). Pulau Biawak dan sekitarnya, masuk kategori Kawasan Wisata Laut. Penetapan status kawasan dimaksud bertujuan untuk pelestarian alam (konservasi), peningkatan pendapatan masyarakat setempat dan peningkatan pendapatan daerah. Pulau Biawak tersusun dari batu-batu karang dan hancuran batu karang, pasir putih/kersik lumpur dan humus terutama dijumpai di bagian Barat Laut dan Utara dan merupakan hutan bakau dengan Bruguiera sp.. yang berakar jangkar pendek. Formasi geologi wilayah pesisir pantai utara Indramayu tersusun atas batuan sedimen yang terdiri dari campuran hancuran bahan literit serta jenis batuan pliocene sedimentary facies serta aluvium. Degradsi terumbu karang yang akan timbul di gugusan perairan Pulau Biawak dan sekitarnya apabila dijadikan kawasan wisata selam secara cepat atau lambat akan mempengaruhi aktivitas wisata selam itu sendiri maupun aktivitas perekonomian kawasan tersebut secara umum. Diperlukan suatu strategi pemanfaatan yang dapat menjamin kelestarian terumbu karang dan keberlanjutan wisata selam, yaitu strategi pengembangan wisata selam yang berdasarkan daya dukung biofisik. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

5 Ekosistem Terumbu Karang Peranan dan Fungsi Ekologi Permasalahan Barang Jasa 1. Kondisi kekinian biofisik terumbu karang di perairan Pulau Biawak dan sekitarnya 2. Kesesuaian kawasan dan daya dukung biofisik terumbu karang untuk kawasan wisata bahari kategori selam 3. Strategi pengembangan wisata selam berdasarkan daya dukung biofisik Potensi Ekonomi Pendekatan Biofisik Terumbu Karang Pendekatan Sosial Ekonomi Masyarakat Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan (DDK) Analisis Persepsi dan Nilai Visual Objek Wisata (SBE) Wisata Bahari Ketegori Selam Rencana Pengelolaan Kawasan Wisata Bahari Kategori Selam Strategi Pengembangan Wisata Bahari Kategori Selam yang berkelanjutan berdasarkan Daya Dukung Kawasan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian: Daya dukung ekosistem terumbu karang untuk wisata bahari kategori selam di perairan Pulau Biawak dan sekitarnya.

6 1.3. Rumusan Permasalahan Wilayah Kabupaten Indramayu yang memiliki luas daratan + 204,000 hektar berhadapan langsung dengan garis pantai sepanjang 114 km, dari gambaran tersebut Kabupaten Indramayu memiliki keanekargaman hayati (biodiversity) yang tinggi sehingga mutlak untuk dilindungi, salah satunya sumberdaya alam yang terdapat di kabupaten Indramayu adalah sumberdaya alam di perairan Pulau Biawak dan sekitarnya. Upaya pengelolaan dan pengembangan kawasan Pulau Biawak dan sekitarnya harus dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dengan strategi kebijakan pembangunan daerah. Dengan mengarah pada kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan maka perlu dilakukan upaya perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi laut (marine protected area) Pulau Biawak secara sistematis dan berkesinambungan. Pulau Biawak saat ini menjadi salah satu tujuan wisata unggulan Kabupaten Indramayu dengan beberapa pertimbangan antara lain; pertama kondisi terumbu karangnya relatif masih baik dan serupa dengan strukutur terumbu karang Karimun Jawa di Jawa Tengah dan beberapa objek wisata alam lain seperti biawak, hutan mangrove dan mercusuar peninggalan penjajahan Belanda. Kepulauan Biawak, itulah nama pulau karang yang banyak menyimpan potensi bahari. Kepulauan Biawak, merupakan satu dari tiga gugusan pulau yang ada di wilayah perairan pantai utara (Pantura) Kabupaten Indaramyu. Dua pulau lainnya, yaitu Pulau Candikian dan Pulau Gosong. Pulau itu memiliki pesona wisata yang unik, karena karangnya yang masih perawan dan hidup, memiliki luas dataran karang sekitar 1560 hektar dan pantainya berpasir. Di antara ketiga pulau itu, hanya Pulau Biawak yang masih utuh dalam segalanya. Sedangkan dua pulau lainnya hanya berupa hamparan pulau karang semata. Daya tarik yang dapat dijual Pulau Biawak, merupakan satu-satunya gugusan pulau di Jawa yang masih memiliki tanaman bakau relatif lengkap dengan11 jenis bakau (DKP 2003). Daya tarik lain, memiliki koleksi ikan hias, sehingga keunikan tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu tempat alternatif untuk wisatawan yang memiliki hobi snorkling atau olahraga selam. Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Indramayu belum secara optimal melakukan eksp.loitasi wisata Pulau Biawak. Namun demikian, sudah dilakukan promosi

7 melalui buklet yang disebar kepada agen-agen dan biro wisata di kota-kota besar. Bahkan, dalam setiap promosi selalu diperkenalkan objek-objek wisata yang menjadi andalan Kabupaten Indramayu. Sebagai tempat wisata konservasi, juga sudah menawarkan kepada Kementerian Pariwisata dan JICA. Daya tarik yang ada mendorong pihak Pemkab sudah melakukan penawaran kepada asosiasi olahraga selam yang ada di Jakarta untuk mendukung rencana pengembangan kawasan wisata bahari.. Dari kondisi tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang terkait dengan daya dukung ekologi (khususnya kondisi biofisik) sebagai kawasan wisata bahari, yang perlu dikaji dan dicari solusi pemecahannya, antara lain : 1) Kondisi kekinian biofisik terumbu karang di perairan Pulau Biawak dan sekitarnya. 2) Kesesuaian kawasan dan daya dukung biofisik terumbu karang untuk kawasan wisata bahari kategori selam. 3) Strategi pengembangan wisata selam ke depan berdasarkan daya dukung biofisik dengan tetap menjaga kelestarian terumbu karang. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui kondisi biofisik terumbu karang terkait sebagai daerah wisata selam di perairan Pulau Biawak dan sekitarnya. 2) Menganalisis kesesuaian kawasan dan daya dukung biofisik terumbu karang untuk pengembangan wisata selam di kawasan tersebut. 3) Merumuskan arahan strategi pengembangan wisata selam berdasarkan daya dukung biofisik terumbu karang. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pelaku wisata dan pemerintah daerah dalam rangka pengembangan kegiatan wisata bahari khusunya wisata selam dengan pemanfaatan secara lestari ekosistem terumbu karang yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan

8 masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Pulau Biawak dan bermata-pencarian dengan memanfaatkan ekosistem terumbu karang.