2016, No. -2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambah

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN

2017, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 183, Tambahan Lemba

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN PESAWAT TEMPUR IF-X

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Imbal Dagang adalah kegiatan perdagangan secara timbal balik an

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTAHANAN TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No masih terdapat kekurangan dan belum mengakomodasi seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintahan bidang Penelitian, Pengkajian, Pengemb

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI, TATA KERJA, DAN SEKRETARIAT KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN

2012, No Mengingat Menetapkan d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Perat

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN EKONOMI KREATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN EVALUASI JABATAN FUNGSIONAL ARSIPARIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara R

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Indonesia Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

2017, No Nomor 112); 3. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2015 tentang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indone

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN EKONOMI KREATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Ketenagakerjaan; Mengingat :

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Eselon II Mandiri di Lingkungan Arsip Nasional Republik Indonesia Tahun ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimak

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. No.1842, 2016 KEMENRISTEK-DIKTI. Pengelolaan BMN. Wewenang dan Tanggung Jawab. Pelimpahan.

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2016, No Republik Indonesia Nomor 3614); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyara

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasion

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA

Mengingat -2- : 1. Undang-Undang Kementerian Nomor Negara 39 Tahun (Lembaran 2008 Negara tentang Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lem

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG AUDIT PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 47 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasi

2017, No Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.626, 2016 KEMENRISTEK-DIKTI. ISI Surakarta. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2016, No ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32/M-DAG/PER/8/ TENTANG UNIT PELAYANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Keduduka

2016, No mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Peri

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Lembaga Manajemen Aset Negara. Tata Kerja. Organisasi.

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 4. Undang-Und

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

-2- memberikan pertimbangan atas Rancangan Revisi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah 06 tentang Akuntansi Investasi (Revisi 2016); e. bahwa berda

BERITA NEGARA. KEMENRISTEK-DIKTI. Polimdo. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN TERHADAP PELAKU USAHA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKSPOR

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 50 PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 15-T TAHUN 2011 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG SERTIFIKASI AMIL ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2015, No Alat Utama Sistem Senjata di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 3 Ta

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bida

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, T

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan.

2016, No tanaman yang menghasilkan penerimaan negara bukan pajak royalti atas hak perlindungan varietas tanaman; d. bahwa berdasarkan pertimban

2018, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Perekonomian selaku Ketua Pengarah Tim Koordinasi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Nasional; c. bahwa berdasarkan pertimbanga

Transkripsi:

No. 1058, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Industri Pertahanan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan yang dapat menunjang kebutuhan pertahanan negara, perlu didukung Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif; b. bahwa untuk meningkatkan kemampuan Industri Pertahanan, Pemerintah mempunyai tugas dan tanggungjawab menyelenggarakan pembinaan Industri Pertahanan; c. bahwa Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan peraturan perundangundangan, sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertahanan tentang Pembinaan Industri Pertahanan;

2016, No. -2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343); 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 141 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Industri Pertahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 364, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5805); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI PERTAHANAN TENTANG PEMBINAAN INDUSTRI PERTAHANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri atas Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta baik secara sendiri maupun berkelompok yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keamanan yang selanjutnya disebut Alpalhankam, jasa pemeliharaan untuk memenuhi kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan yang berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

-3-2016, No. 2. Pembinaan Industri Pertahanan adalah rangkaian usaha atau kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas Industri Pertahanan dalam pemenuhan kebutuhan Alpalhankam. 3. Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang selanjutnya disebut Alpalhankam adalah segala alat perlengkapan untuk mendukung pertahanan Negara serta keamanan dan ketertiban masyarakat. 4. Teknologi Alpalhankam adalah perpaduan dari proses riset dan pengembangan, rancang bangun, kegiatan teknis produksi, pengujian, dan/atau operasi yang berhasil mewujudkan produk Alpalhankam dan dipergunakan dalam suatu sistem Alpalhankam. 5. Sertifikasi adalah suatu proses verifikasi dan validasi lengkap dari suatu pengembangan dan rancang bangun produk Alpalhankam yang dimulai dari setiap tahap pengembangan, rancang bangun, pemodelan, pengujian laboratorium, simulasi, fabrikasi komponen, pemaduan prototype, dan uji prototype di dalam lingkungan operasi yang harus memenuhi standard dan persyaratan operasi yang telah ditentukan oleh Kemhan. 6. Produksi Series adalah proses produksi produk Alpalhankam yang memenuhi spesifikasi teknis hasil dari sertifikasi First Article, untuk menjamin tingkat kualitas dari setiap produk series selalu sama dengan spesifikasi teknis yang sama. 7. Pengembangan Teknologi dan Industri Pertahanan yang selanjutnya disebut Bangtekindhan adalah program peningkatan kemampuan Industri Pertahanan melalui pemberdayaan dan/atau pendayagunaan teknologi dan Industri Pertahanan. 8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan. 9. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan Negara. 10. Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang selanjutnya disingkat KKIP adalah Komite yang mewakili Pemerintah

2016, No. -4- untuk mengoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi Industri Pertahanan. BAB II PENYELENGGARAAN Pasal 2 (1) Menteri menyelenggarakan pembinaan Industri Pertahanan berdasarkan kebijakan KKIP. (2) Dalam menyelenggarakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berwenang melaksanakan: a. penetapan Industri Pertahanan sesuai pengelompokan; b. penetapan jenis produk Alpalhankam; c. pemberian perizinan produksi, pemasaran di dalam negeri dan di luar negeri, ekspor, impor dan perluasan usaha; d. pengembangan kemampuan Industri Pertahanan; e. pemeliharaan kemampuan dan kapasitas Industri Pertahanan; f. standardisasi Alpalhankam produk Industri Pertahanan; dan g. pengawasan dan pengendalian. (3) Dalam melaksanakan pembinaan Industri Pertahanan, Menteri berkoordinasi dengan anggota KKIP. Pasal 3 Dalam menyelenggarakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Menteri dibantu oleh: a. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan; b. Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan; c. Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan;

-5-2016, No. d. Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan; e. Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan ; dan/atau f. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan. Pasal 4 Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan bertugas: a. mengoordinasikan pelaksanaan pembinaan; dan b. memberikan dukungan administrasi di lingkungan Kementerian. Pasal 5 Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan bertugas: a. menyiapkan perumusan kebijakan pembinaan Industri Pertahanan untuk ditetapkan oleh Menteri; b. melaksanakan kebijakan pembinaan Industri Pertahanan; c. menyusun norma standar, prosedur, dan kriteria pembinaan teknis Industri Pertahanan; d. memberikan bimbingan dan supervisi; e. merencanakan program pengembangan teknologi Industri Pertahanan; f. melaksanakan verifikasi dalam rangka penetapan Industri Pertahanan oleh Menteri; g. memberikan perizinan produksi, dan pemasaran di dalam negeri dan di luar negeri Alpalhankam; h. memberikan perizinan ekspor Alpalhankam termasuk bahan baku; i. melaksanakan evaluasi di bidang pembinaan teknologi dan Industri Pertahanan; dan

2016, No. -6- j. mengoordinasikan pelaksanaan pembinaan Industri Pertahanan dengan instansi terkait, pengguna dan Industri Pertahanan. Pasal 6 Dalam menyelenggarakan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, Direktur Jenderal Perencanaan Kementerian Pertahanan bertugas: a. menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan dan standardisasi teknis program dan anggaran Pembinaan Industri Pertahanan; dan b. melaksanakan evaluasi kebijakan perencanaan dan standardisasi teknis program dan anggaran Pembinaan Industri Pertahanan. Pasal 7 Dalam menyelenggarakan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan bertugas: a. merumuskan persyaratan operasional (opsreq) produk Alpalhankam; dan b. mengoordinasikan dengan pengguna tentang penentuan spesifikasi teknis berdasarkan opsreq. Pasal 8 Dalam menyelenggarakan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan bertugas: a. melaksanakan pengadaan Alpalhankam produk Industri Pertahanan dalam rangka pembangunan kekuatan pertahanan; b. memfasilitasi perizinan impor bahan baku yang digunakan untuk mendukung produksi Alpalhankam; c. memfasilitasi proses sertifikasi tipe dan kelaikan Alpalhankam produk Industri Pertahanan yang memenuhi standar Pengguna dan pasar internasional; atau d. melaksanakan kodifikasi produk Industri Pertahanan.

-7-2016, No. Pasal 9 Dalam menyelenggarakan Pembinaan Industri Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan bertugas: a. melaksanakan penelitian, pengkajian dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pertahanan yang bersifat riset dasar dan difusi teknologi; b. menyiapkan perumusan kegiatan alih teknologi dalam pengadaan Alpalhankam luar negeri dan alih teknologi Alpalhankam produk Industri Pertahanan yang dijual ke luar negeri; dan c. melaksanakan pengadaan Alpalhankam dalam tahapan riset/penelitian sampai dengan tahapan prototype (first article). BAB III PEMBINAAN TEKNIS INDUSTRI PERTAHANAN Bagian Kesatu Penetapan Industri Pasal 10 Penetapan Industri Pertahanan disesuaikan dengan pengelompokan produk yang dihasilkan meliputi: a. industri alat utama; b. industri komponen utama; c. industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan); dan d. industri bahan baku. Pasal 11 (1) Industri nasional yang memproduksi Alpalhankam wajib mendaftarkan diri kepada Kementerian untuk mendapatkan penetapan sebagai Industri Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

2016, No. -8- (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui proses verifikasi sesuai dengan standardisasi Industri Pertahanan yang ditetapkan oleh KKIP. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Industri Pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kedua Penetapan Jenis Produk Alpalhankam Pasal 12 (1) Industri Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menghasilkan produk: a. alat utama sistem senjata; b. alat pendukung; dan c. alat perlengkapan. (2) Alat utama sistem senjata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan produk hasil rancang bangun sistem persenjataan dan/atau yang terintegrasi dengan wahana alat utama sistem senjata. (3) Alat pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan peralatan untuk mendukung fungsi pertahanan dan keamanan. (4) Alat perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan peralatan menunjang personel. (5) Jenis produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebijakan KKIP. Pasal 13 (1) Dalam hal pengajuan penetapan sebagai Industri Pertahanan, Industri Nasional secara bersamaan mengajukan penetapan jenis produk Alpalhankam yang dapat diproduksi. (2) Penetapan jenis produk Alpalhankam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui proses verifikasi sesuai dengan standardisasi produk Alpalhankam yang ditetapkan oleh KKIP.

-9-2016, No. Bagian Ketiga Perizinan Produksi, Ekspor, Impor, Pemasaran, dan Perluasan Usaha Paragraf 1 Perizinan Produksi Pasal 14 (1) Industri Pertahanan dalam memproduksi Alpalhankam wajib mendapatkan izin dari Menteri. (2) Ketentuan mengenai izin produksi Alpalhankam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 15 Dalam hal perizinan produksi untuk bahan peledak izin produksi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Perizinan Ekspor atau Impor Pasal 16 (1) Menteri mendorong dan memajukan Industri Pertahanan. (2) Dalam mendorong dan memajukan Industri Pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri menerbitkan izin ekspor. Pasal 17 (1) Dalam rangka peningkatan produksi, Menteri memberikan izin impor bahan baku, komponen dan mesin produksi. (2) Izin impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal bahan mentah, bahan baku dan komponen belum dapat dipenuhi dari dalam negeri. (3) Ketentuan mengenai izin ekspor Alpalhankam atau impor Alpalhankam diatur dalam Peraturan Menteri.

2016, No. -10- Paragraf 3 Perizinan Perluasan Usaha Pasal 18 (1) Kementerian mendorong perluasan usaha Industri Pertahanan baik di dalam maupun di luar negeri. (2) Perluasan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui: a. pembentukan cabang; b. pembentukan unit usaha baru; dan/atau c. kerja sama dengan pihak lain. Pasal 19 (1) Industri Pertahanan dalam melakukan perluasan usaha wajib mendapatkan persetujuan Menteri. (2) Dalam melakukan perluasan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Industri Pertahanan dapat menjalin kerja sama dalam negeri dan/atau luar negeri. Bagian Keempat Pengembangan Kemampuan Industri Pertahanan Paragraf 1 Umum Pasal 20 (1) Kementerian mendorong pengembangan kemampuan Industri Pertahanan melalui pengembangan sumber daya manusia, sarana teknologi, informasi teknologi, organisasi dan manajemen. (2) Kementerian dalam mendorong pengembangan Industri Pertahanan diselenggarakan melalui penetapan kebijakan, regulasi dan penugasan.

-11-2016, No. Pasal 21 Pengembangan kemampuan Industri Pertahanan diarahkan untuk mewujudkan kemandirian dan daya saing Industri Pertahanan. Paragraf 2 Sumber Daya Manusia Pasal 22 (1) Pengembangan sumber daya manusia dilaksanakan untuk menjamin keberlanjutan ketersediaan tenaga profesional yang dibutuhkan Industri Pertahanan. (2) Tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk menguasai teknologi pertahanan dan keamanan yang sarat dengan teknologi tinggi dan ilmu terapan Industri Pertahanan. Pasal 23 (1) Tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mencakup semua tingkatan penguasaan: a. ilmu pengetahuan dan teknologi Industri Pertahanan sesuai perkembangan; b. penciptaan metoda kerja; c. keterampilan teknis pelaksanaan kerja; dan d. kemampuan khusus pada bidang dan teknologi Alpalhankam yang spesifik. (2) Kemampuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh melalui alih teknologi dan riset industri. Pasal 24 (1) Dalam rangka pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Industri Pertahanan wajib melakukan usaha kaderisasi tenaga profesional. (2) Kaderisasi tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan di dalam

2016, No. -12- negeri maupun di luar negeri dengan memanfaatkan lembaga yang kompeten. Pasal 25 Kaderisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) diwujudkan dalam suatu siklus kegiatan meliputi: a. rekrutmen yang selektif dan independen; b. pendidikan dan pelatihan yang berkualitas; c. kegiatan magang yang terprogram; d. penempatan jabatan secara tepat berdasarkan merit system; e. sistem karier dan penggajian yang mendorong daya saing; dan f. penerapan reward and punishment secara adil. Paragraf 3 Sarana Teknologi Pasal 26 Pengembangan sarana teknologi Industri Pertahanan dilaksanakan untuk menjamin kelangsungan produksi dan memenuhi perkembangan teknologi produksi. Pasal 27 (1) Pengembangan sarana teknologi diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan rancang bangun, produksi dan pengujian. (2) Sarana teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jaringan komputer; b. perangkat lunak; c. perangkat simulasi; d. laboratorium; e. infrastruktur pengembangan; dan f. infrastruktur produksi serta infrastruktur pengujian.

-13-2016, No. Pasal 28 (1) Pengembangan sarana teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaksanakan oleh Industri Pertahanan. (2) Dalam hal Industri Pertahanan memerlukan bantuan pemerintah, Kementerian mengoordinasikan dengan kementerian lain dan/atau lembaga dalam negeri atau luar negeri. (3) Kementerian dapat memprogramkan pemenuhan sarana teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan tingkat kebutuhan pemenuhan Alpalhankam. Paragraf 4 Informasi Teknologi Pasal 29 (1) Pengembangan informasi teknologi Industri Pertahanan dilaksanakan untuk menjamin kelangsungan rancang bangun dan produksi. (2) Informasi teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi panduan rancang bangun, metode khusus, proses kerja, metodologi, standar dan panduan produksi. (3) Panduan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi dokumentasi, reparasi, proses spesifik, komunikasi antar sistem dan proses otomasi. Pasal 30 Pengembangan informasi teknologi dilaksanakan melalui usaha Industri Pertahanan baik secara mandiri maupun kerja sama dengan pihak lain di dalam dan/atau di luar negeri. Pasal 31 (1) Pengembangan informasi teknologi Industri Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 harus mendapat persetujuan Menteri.

2016, No. -14- (2) Pengembangan informasi teknologi Industri Pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: a. pemberian lisensi; b. alih teknologi; c. pemindahan hak kekayaan intelektual kepada pihak lain; dan d. pertukaran informasi menyangkut Alpalhankam. Paragraf 5 Organisasi dan Manajemen Pasal 32 (1) Kementerian mendorong Industri Pertahanan untuk memiliki organisasi yang adaptif dengan tuntutan kebutuhan dan perubahan. (2) Organisasi yang adaptif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada pelaksanaan tugas dan fungsi secara efisien dan efektif. Pasal 33 Organisasi Industri Pertahanan yang adaptif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) harus menjamin ketersediaan engineer yang profesional, serta fasilitas dan manajemen yang modern. Pasal 34 (1) Menteri berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Badan Usaha Milik Negara berkaitan dengan penentuan Komisaris dan Direksi. (2) Penentuan Komisaris dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui forum pengambilan keputusan.

-15-2016, No. Pasal 35 Penentuan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) didasarkan pada kemampuan pengawasan terhadap kinerja Direksi dan penyehatan Industri Pertahanan. Pasal 36 Penentuan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) mengutamakan penggunaan merit system. Bagian Kelima Pemeliharaan Kemampuan dan Kapasitas Industri Pertahanan Paragraf 1 Perlindungan terhadap Produk Pasal 37 Dalam rangka perlindungan produk, Industri Pertahanan mengutamakan penggunaan komponen utama, komponen pendukung atau bahan baku produksi dalam negeri. Pasal 38 (1) Menteri memberi perlindungan terhadap produk Alpalhankam Industri Pertahanan. (2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. jaminan penggunaan produk; b. perizinan; c. sertifikasi dan standarisasi; d. fasilitasi terhadap kebutuhan hak atas kekayaan intelektual; dan e. hal lain untuk kemajuan Industri Pertahanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2016, No. -16- Paragraf 2 Promosi dan Pemasaran Pasal 39 Menteri mendorong Industri Pertahanan untuk memperluas pangsa pasar melalui bantuan terhadap kegiatan promosi dan pemasaran. Pasal 40 Dalam pengembangan pangsa pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Menteri mendorong kegiatan promosi dan perluasan pasar melalui ajang promosi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Paragraf 3 Kerjasama Industri Pertahanan Dalam dan Luar Negeri Pasal 41 Kerjasama Pertahanan dengan negara lain mengakomodasi kepentingan pengembangan Industri Pertahanan. Pasal 42 Kerjasama di bidang Industri Pertahanan diarahkan untuk penguasaan dan pengembangan teknologi, investasi, serta daya saing. Paragraf 4 Penugasan Industri Pertahanan Pasal 43 Penugasan Industri Pertahanan diselenggarakan secara selektif bagi Alpalhankam yang benar-benar bernilai strategis untuk kepentingan pertahanan tetapi secara ekonomi tidak menguntungkan Industri Pertahanan.

-17-2016, No. Pasal 44 Alpalhankam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 disesuaikan dengan persyaratan operasional dan spesifikasi teknis pengguna. Pasal 45 Industri Pertahanan penerima penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang diatur dalam kontrak kerja. Bagian Keenam Standardisasi Pasal 46 Setiap produk Alpalhankam harus mendapatkan standarisasi oleh Kementerian. Pasal 47 Standarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ditetapkan melalui proses uji kelaikan. Bagian Ketujuh Pengawasan dan Pengendalian Pasal 48 Menteri menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian sebagai bagian yang tidak terpisahkan terhadap Pembinaan Industri Pertahanan. Pasal 49 Menteri mendelegasikan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 kepada pejabat di lingkungan Kementerian sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

2016, No. -18- Pasal 50 (1) Menteri dapat membentuk tim untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Industri Pertahanan. (2) Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kondisi khusus yang dihadapi Industri Pertahanan. BAB IV PENDANAAN Pasal 51 Pendanaan untuk Pembinaan Industri Pertahanan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 52 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

-19-2016, No. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2016 MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA ttd Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 2016 RYAMIZARD RYACUDU DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA :