BAKU MUTU UDARA AMBIEN DI PROPINSI JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dicantumkan dalam izin Ortodonansi Gangguan.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003

BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008

GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

LAMPIRAN 1 PENGOPERASIAN SPSS. Adapun langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan program SPSS adalah:

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Turunnya Harga Premium, Tingkatkan Kadar Timbal

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

Unit Gasifikasi Batubara

PENGAMBILAN & ANALISIS SAMPEL EMISI CEROBONG, UDARA AMBIEN & FAKTOR FISIKA DI TEMPAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

BAB. 1 PENDAHULUAN. pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak. bergerak. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara, Prolabir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

PENGAMBILAN & ANALISIS SAMPEL EMISI CEROBONG, UDARA AMBIEN & FAKTOR FISIKA DI TEMPAT

PENDAHULUAN. Tingkat pencemaran udara di Indonesia semakin memprihatinkan. Studi Bappenas

*36508 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 41 TAHUN 1999 (41/1999) TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002

Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER

STUDI LITERATUR TENTANG PENCEMARAN UDARA AKIBAT AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN KOTA SURABAYA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Kriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Udara 2014

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

LAMPIRAN I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 129Tahun 2003 Tanggal : 28 Juli 2003 BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2007 Tentang Pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

Oksidasi dan Reduksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

Kajian Pustaka KEBIJAKAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA

BAB. 1 PENDAHULUAN. pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak. bergerak. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara, Prolabir

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TERHADAP KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN DI KAWASAN SIMONGAN KOTA SEMARANG. Zaenuri

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

Pengertian dari udara ambien

Abstrak. Keyword : Ambient Air, Concentration Sulfur Dioxide (SO 2 ), Wind Speed, Humidity and Air Temperature

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Metode Pengumpulan Data Komponen Lingkungan Metode Analisis Dampak Lingkungan Metode dan Teknik Indentifikasi, Prediksi, Evaluasi dan Interpretasi

Sebuah tempat yang fleksibel, seperti kertas, plastik, atau kulit, yang digunakan untuk membawa atau menyimpan barang-barang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk

Makalah Baku Mutu Lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

TARIF LINGKUP AKREDITASI

LOGAM BUKAN BESI (NONOFERROUS)

Transkripsi:

BAKU MUTU UDARA AMBIEN NO PARAMETER WAKTU PENGUKURAN BAKU MUTU METODE ANALISIS PERALATAN 1 SO 2(Sulfur Dioksida) 1 Jam 2 CO (Carbon Monoksida) 1 Jam 3 NO 2 (Nitrogen Dioksida) 1 Jam 632 µg/nm 3 Pararosanilin 365 µg/nm 3 60 µg/nm 3 Spektrofotometer 15.000 µg/nm 3 NDR NDR Analyser.000 µg/nm 3 316 µg/nm 3 Saltzman µg/nm 3 0 µg/nm 3 Spektrofotometer 4 O 3 (Oksidan) 1 Jam 200 µg/nm 3 Chemiluminescent Spektrofotometer 5 HC (Hidro Carbon) 3 Jam 160 µg/nm 3 Flame Ionization Gas Chromatografi 6 PM (Partikel < µm) PM 2.5 (Partikel < µm) µg/nm 3 Gravimetric 65 µg/nm 3 15 µg/nm 3 Hi-Vol 7 TSP (Debu) Pb (Timah Hitam) µg/nm 3 90 µg/nm 3 Gravimetric Hi-Vol 2 µg/nm 3 Gravimetric Ekstratif 1 µg/nm 3 Pengabutan 9 Dust fall (Debu Jatuh) 30 hari Ton/Km 2 /bl (Pemukiman) Gravimetric 20 Ton/Km 2 /bl (Industri) Total Fluorides (as F) 90 Hari 11 Flour Indeks 30 Hari 40 µg/0 cm 2 dari Kertas limed Colourimetric filter Hi-Vol AAS Cannister 3 µg/nm 3 Specific Ion Electrode Impinger atau Continous 0,5 µg/nm 3 Analyser Limed Filter Paper 12 Khlorine dan Khlorine Dioksida µg/nm 3 Specific Ion Electrode Impinger atau Continous.000 µg/nm 3 Analyser 13 Sulphat Indeks 30 Hari 1 mg SO 3/0cm 3 dari Lead Colourimetric Peroksida Lead Peroksida Candle Sumber : SK.Gubernur Jawa Tengah Nomor Tahun 2001 UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU 1 Unit Penggergajian / Pemotongan Kayu 2 Unit Pembuatan Produk / Pengamplasan 3 Unit Finishing / Pengecatan / Pelapisan c. Arsen (As) d. Kadmium (Cd) e. Seng (Zn) 4 Unit Pengeringan / Oven 5 Utilitas a. Pembangkit Tenaga Uap (Boiler) 50

b. Generator Set (Pembangkit Listrik) b. Konsentrasi partikulat pada Boiler, Genset dan Oven dikoreksi sebesar 7% O 2. c. Volume gas dalam keadaan standar ( 25 o C dan tekanan 1 atm ). digunakan sebagai indikator praktis pemantuan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. e. Pemberlakuan BME untuk 95% waktu operasi normal selama 3 bulan. UNTUK INDUSTRI GULA PROSES SULFITASI DAN KARBONATASI I Stasiun Pemurnian 1. Industri Gula Proses Sulfitasi a. Sulfitasi Nira Mentah a. Total Sulfur Tereduksi (Total Reduce Sulphur-TRS) 35 b. Sulfitasi Gula Proses Karbonatasi a. Total Sulfur Tereduksi (Total Reduce Sulphur-TRS) 2. Industri Gula Proses Karbonatasi a. Nira Karbonatasi Sulfur Dioksida (SO 2) 35 b. Pemucatan Nira a. Total Sulfur Tereduksi (Total Reduce Sulphur-TRS) 35 II Utilitas Pembangkit Tenaga Uap (Boiler) b. Total sulphur tereduksi dihitung sebagai H 2S c. Volume gas dalam keadaan standar ( 25 o C dan tekanan 1 atm ). d. Untuk boiler, konsentrasi partikel dikoreksi sebesar 7 % oksigen. e. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantuan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. f. Pemberlakuan BME untuk 95% waktu operasi normal selama 3 bulan. UNTUK INDUSTRI DAN JENIS KEGIATAN LAIN

NO PARAMETER BATAS MAKSIMUM (mg/m 3 ) A. BUKAN LOGAM 1 Ammoia (NH3) 0,5 2 Gas Klorin (Cl2) 3 Hidrogen Klorin (HCl) 5 4 Hdrogen Florida (HF) 5 Nitrogen Dioksida (NO 2) 6 Opasitas 20% 7 Total Partikel Sulfur Dioksida (SO 2) 9 TotalSulfur Tereduksi (Total Reduce Sulphur-TSR) 35 B. LOGAM 1 Air Raksa 5 2 Arsen (As) 3 Antimon (Sb) 4 Kadmium (Cd) 5 Seng (Zn) 50 6 Timah Panas (Pb) 12 a. Volume gas dalam keadaan standar ( 25 o C dan tekanan 1 atm ). b. Total sulphur tereduksi dihitung sebagai H 2S. c. Penentuan parameter berdasarkan dari jenis industri dan sumbernya. UNTUK INDUSTRI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU), PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS & UAP (PLTGU), PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG) BERBAHAN BAKAR GAS ALAM, SOLAR (HSD), IDO ATAU MFO 1 Cerobong Furnace (Dapur Pembakaran) b. Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 3% O 2. c. Volume gas dalam keadaan standar ( 25 o C dan tekanan 1 atm ). digunakan sebagai indikator praktis pemantuan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. e. Pemberlakuan BME untuk 95% waktu operasi normal selama 3 bulan.

UNTUK INDUSTRI SEMEN 1 Rotari Dryer 2 Tanur Putar (Electric Arc Furnace) 3 Pendingin Terak (Clinker Cooler) 4 Cement Mill Grinding Alat Pengangkut (Conveying) Pengepakan (Bagging) 5 Utilitas a. Tenaga Ketel Uap (Boiler) b. Generator Set (Pembangkit Listrik) 0 0 0 0 b. Volume gas dalam keadaan standar ( 25 o C dan tekanan 1 atm ). c. Kosentrasi partikel untuk sumber pembakaran (misal: Kiln) harus dikoreksi sampai 7 % oksigen. d. Standard diatas berlaku untuk proses kering. e. Batas maksimum total partikel untuk : i. Proses basah : 250 mg/m 3. ii. Proses kiln : 500 mg/m 3. f. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantuan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. g. Pemberlakuan BME untuk 95% waktu operasi normal selama 3 bulan Parameter AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR Sepeda motor 2 Tak 4 Tak Jenis Kendaraan Bahan Bakar Bensin/Premium Kendaraan roda empat Bahan Bakar Solar/Diesel HC (ppm) 2.600 1.500 15 - CO ( % ) 4,0 3,6 4,2 0,05 SO 2 (mg/m 3 ) 120 32 200 20 NO 2 (mg/m 3 ) 30 130 0 Pb (mg/m 3 ) - - 1,24 - Opasitas ( % ) - - - 20 Bosch ( % ) - - - 47 Sumber : SK.Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2004. Keterangan : HC : Hidro Karbon. CO : Karbon Monoksida SO 2 : Sulfur Dioksida

NO 2 : Nitrogen Dioksida Pb : Timbal Opasitas dan Bosch Berkaitan dengan Ketebalan Asap. UNTUK INDUSTRI BESI BAJA, LOGAM DAN SEJENISNYA 1 Tanur Peleburan a. Tanur Oksigen Basa (Basic Oxygen Furnace) b. Tanur Busur Listrik (Electric Arc Furnace) d. Pulumbum (Pb) e. Zink (Zn) f. Arsen (As) g. Cadmium (Cd) h. Opasitas d. Pulumbum (Pb) e. Zink (Zn) f. Arsen (As) g. Cadmium (Cd) h. Opasitas 2 Dapur Pelunakan Baja a. Reheating Furnance c. Nitrogen Dioksida (NO 2 b. Annealing Furnace c. Nitrogen Dioksida (NO 2 3 Furnace Proses Pelapisan a. Furnance Degreasing b. Furnace Fluxing c. Furnace Galvanizing 4 Proses Pelapisan Metal a. Proses Galvanizing d. Hidrogen Chlorida (HCl) e. Opasitas b. Proses Acid Pickling & Regeration d. Hidrogen Chlorida (HCl) e. Opasitas c. Proses Pengecatan b. Hidrogen Chlorida 5 Utilitas a. Pembangkit Listrik (Generator Set) b. Tenaga Ketel Uap (Power Boiler) 12 50 12 50 5 5 5

a. Nitrogen oksida ditentukan sebagai NO 2. b. Volume gas dalam keadaan standar (25 0 C dan tekanan 1 atm) c. Untuk sumber pembakaran, partikel dikoreksi sebesar % Oksigen. digunakan sebagai indikator praktis pemantuan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. e. Pemberlakuan BME untuk 95% waktu operasi normal selama tiga bulan. f. Yang termasuk industri besi, baja, logam dan sejenisnya adalah : 1. Industri Besi Baja dasar (Pellet bijih besi, biji besi sinter ). 2. Industri Pengecoran besi baja ( Foundry ). 3. Industri Pembuatan baja billet dan slab. 4. Industri baja lembaran lapis seng ( GI Sheet ). 5. Industri lembaran lapis timah. 6. Industri lembaran lapis logam lainnya. 7. Industri baja lapis non logam.. Industri Peleburan almunium. 9. Industri pengecoran tembaga. UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS 1 Tungku Recovery (Recovery Furnace) 2 Tanur Putar Pembakaran Kapur (Lime Kiln) 3 Tangki Pelarut Lelehan (Smelt Dissolving Tank) b. Total Sulfur Tereduksi b. Total Sulfur Tereduksi b. Total Sulfur Tereduksi 4 Digester b. Total Sulfur Tereduksi 5 Unit Pemutih (Bleach Plant) a. Klorin (Cl 2) b. Klorine Dioksida (ClO 2) 6 Unit Proses Fumigasi Sulfur Dioksida (SO 2) 250 260 125 7 Utilitas Tenaga Ketel Uap (Power Boiler) Pembangkit Listrik (Generator Set) a. TRS ditentukan sebagai H 2S. TRS meliputi senyawa Hidrogen Sulfida, Metil Merkaptan, Dimetil sulfida, Dimetil disulfida. b. Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO 2. c. Koreksi % oksigen Tungku Recovery. d. Koreksi 7% oksigen untuk Boiler. e. Koreksi % oksigen untuk sumber lain ( selain tungku Recovery dan Boiler ). f. Volume gas dalam keadaan standar ( 25 o C dan tekanan 1 atm ). g. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelasi dengan pengamatan total partikel. h. Pemberlakuan BME untuk 95% waktu operasi normal selama 3 bulan. i. Pemberlakuan BME ini termasuk industri : Kertas budaya ( Kertas tulis, cetak, kertas koran ). Kertas industri ( Kertas karbon, kertas kraft, kertas bungkus khusus, kertas bungkus biasa, kertas medium).

2024 © DocPlayer.info Pengaturan dan alat privasi | Ketentuan | Tanggapan