BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk pembangunan ekonomi, infrastruktur dan subsidi. Selama

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Pajak. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL... i. HALAMAN PERSETUJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN PRIBADI... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB I PENDAHULUAN. satu instrumen penting dalam berjalannya pemerintahan sebuah negara. APBN yang digunakan oleh sebuah pemerintahan diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu bentuk apresiasi pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan. kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. sekali, karena pajak digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan dukungan dana. Pemerintah memprioritaskan menggunakan dana

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bentuk kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. sumber PAD adalah Pajak dan Retribusi. Undang-undang dasar 1945, pasal 23A

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 05/PMK.07/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah telah disahkan pada tanggal 15 September 2009 dan mulai berlaku secara

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 05/PMK.07/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan Nasional

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. S.H. dalam bukunya Mardiasmo (2011):

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

ANALISIS EFEKTIFITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA KPP PRATAMA SERPONG TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai

DANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat. Pajak memiliki fungsi sebagai sumber penerimaan Negara (Budgeter) yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Salah satu bentuk apresiasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada tanggal 15 September 2009 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Undang undang ini memberikan kewenangan yang besar bagi pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan yang berbasis pada pelayanan kepada masyarakat dikarenakan masih minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak yang dialihkan pengelolaannya oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah BPHTB. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang sering disingkat dengan istilah BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Yang dimaksud dengan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Selama ini pelaksanaan pemungutan BPHTB dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan penerimaan pajaknya diberikan kembali kepada Pemerintah Daerah melalui pola bagi hasil. Akan tetapi sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 maka 1

per 1 Januari 2011 kewenangan pemungutan BPHTB dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Supriyanto (2013) menyatakan bahwa UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 dan UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 adalah tergolong sebagai pajak pusat. Walaupun sebagai pajak pusat, akan tetapi penerimaan pajak tersebut secara mayoritas, diserahkan kembali kepada daerah kabupaten atau kota. Cara seperti ini lebih disukai oleh banyak pemerintah kabupaten atau kota. Pemerintah daerah tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memungut pajak tersebut, tetapi hanya menerima bagi hasilnya saja dari pemerintah pusat. Pertimbangan utama Pemerintah Pusat melimpahkan penerimaan dan pengelolaan kedua jenis pajak tersebut kepada Pemerintah Daerah antara lain: 1. Kebanyakan negara maju menyerahkan urusan pajak properti (jika di Indonesia adalah PBB dan BPHTB) menjadi urusan pemerintah daerah; 2. Migas (minyak bumi dan gas bumi) sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi APBN (anggaran dan pendapatan belanja negara), mengingat Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak bumi, tetapi sebaliknya sebagai suatu negara yang mengimpor minyak bumi. Akibatnya, sumber utama pendapatan bagi APBN bergeser dari penerimaan migas kepada penerimaan pajak. Dengan demikian, pajak menempati posisi strategis dalam APBN. Sebagai gambarannya adalah penerimaan APBNP 2

2010 adalah Rp 992-an Triliun yang mana penerimaan pajak adalah Rp 743- an Triliun; 3. Dari penerimaan pajak sebesar Rp 743-an Triliun tersebut, maka penerimaan PBB (seluruh sektor) adalah Rp 26-an Triliun dan BPHTB Rp 7-an Triliun. Namun demikian, hampir seluruh penerimaan PBB dan BPHTB tersebut diserahkan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Landasan hukumnya adalah PMK No. 34/PMK.03/2005 tanggal 23 Mei 2005 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah, artinya bahwa, memang sejak awal penerimaan PBB dan BPHTB sudah menjadi bagian dari pemerintah daerah. Hal yang sama berlaku juga untuk BPHTB, dasar hukumnya adalah PMK No. 32/PMK.03/2005 tanggal 23 Mei 2005 tentang Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan dialihkannya PBB P2 (yang penuh dengan permasalahannya karena berjuta-juta jumlah objek pajaknya) menjadi pajak daerah, maka Ditjen Pajak akan lebih berkonsentrasi dalam pemenuhan target penerimaan pajak pusat. Kebijakan pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dilakukan setelah melalui suatu proses pembahasan rancangan undang-undang yang panjang antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat dimana pada akhirnya setelah mempertimbangkan berbagai faktor strategis serta kondisi daerah yang berbedabeda akhirnya menyepakati pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dengan syarat yaitu pemungutan BPHTB dapat dilakukan secara optimal dan disisi lain pelayanan kepada masyarakat tidak mengalami penurunan. 3

Persiapan pengalihan BPHTB telah ditetapkan selama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan akan berlaku efektif per 1 Januari 2011. Dalam kurun waktu satu tahun inilah pemerintah mempersiapkan berbagai hal agar Pemerintah Daerah dapat segera menerima pelimpahan BPHTB dari Pemerintah Pusat. Dalam pelaksanaan pengalihan serta pengelolaan suatu jenis pajak, dapat dipastikan akan terdapat sejumlah hambatan atau kendala. Kendala atau hambatan tersebut dapat bersumber dari kesiapan instansi yang terkait menerima pelimpahan tersebut maupun faktor-faktor lain yang bersumber dari luar. Kendala yang timbul tersebut perlu untuk segera dicarikan pemecahannya demi kelancaran pemungutan BPHTB oleh pemerintah daerah. 1.2 Rumusan masalah Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki roda perputaran ekonomi yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Hal ini dikarenakan status kota DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia dimana pusat pemerintahan dan perekonomian menjadi satu di kota ini. Tingginya perputaran ekonomi di Provinsi DKI Jakarta salah satunya dapat dilihat dalam realisasi penerimaan BPHTB kurun waktu 2009-2010 sebelum dialihkan pengelolaanya kepada pemerintah daerah dimana provinsi DKI Jakarta selalu menempati posisi pertama. Ini menujukkan bahwa potensi penerimaan BPHTB di provinsi DKI Jakarta dari tahun ke tahun sangatlah besar dan perlu 4

perhatian khusus oleh pemerintah daerah sejak diberlakukannya Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pelaksanaan pengelolaan BPHTB oleh pemerintah daerah pasca pengalihan oleh pemerintah pusat tentunya tidak dapat sepenuhnya berjalan dengan mulus. Pengelolaan suatu jenis pajak yang baru tentunya dipastikan akan terdapat sejumlah hambatan atau kendala yang perlu untuk dicarikan strateginya agar apa yang menjadi tujuan awal pengalihan BPHTB dapat tercapai. Pokok permasalahan : 1. Kendala yang dihadapi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam menghadapi pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) hal utama, yaitu terkait Sumber Daya Manusia, Perangkat Informasi dan Teknologi, Perangkat Peraturan, dan Budaya Kerja. 2. Strategi yang perlu diterapkan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam mengatasi kendala yang muncul terkait pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah. 1.3 Pertanyaan penelitian Agar supaya tujuan awal pengalihan BPHTB dapat terwujud maka Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan diri melaksanakan tugas tersebut sehingga proses peralihan berjalan dengan lancar. Pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah: 5

1. Kendala apakah yang dihadapi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam menghadapi pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah? 2. Strategi apakah yang perlu diterapkan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam mengatasi kendala yang muncul terkait pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah? 1.4 Tujuan penelitian Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan tujauan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk meneliti kendala-kendala yang dihadapi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam menghadapi pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah. 2. Untuk meneliti strategi yang perlu di terapkan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam mengatasi kendala yang muncul terkait pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah. 1.5 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak antara lain: 1. Bagi dunia akademis, hasil penelitian ini dapat menjadi literatur tambahan bagi penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan pengalihan suatu pajak pusat menjadi pajak daerah dengan tujuan meningkatkan PAD dan pelayanan BPHTB, meningkatkan kualitas 6

belanja daerah, yang berarti peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah, dan hal ini berarti sebagian dari tujuan kebijakan otonomi daerah dapat diwujudkan. 2. Bagi Pemda DKI Jakarta, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi guna peningkatan pencapaian target PAD dan pelayanan BPHTB di tahun-tahun berikutnya serta menjadi masukan dalam rangka menghadapi proses pengalihan PBB di tahun 2013, agar pengalihan PBB dari pusat ke daerah nantinya dapat berjalan lebih lancar. 1.6 Ruang lingkup atau batasan penelitian Mengingat berbagai keterbatasan peneliti baik dari segi waktu, biaya maupun pengetahuan, maka masalah penelitian perlu dibatasi. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Permasalahan yang diteliti adalah strategi yang diterapkan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam menghadapi pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah terutama pada tahun 2011. Unit-unit yang akan dianalisis dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM), Perangkat Informasi dan Teknologi, Perangkat Peraturan, dan Budaya kerja. 7

1.7 Sistematika penulisan Sistematika penulisan penelitian ini akan terdiri bab-bab yang membahas hal-hal sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup atau batasan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN LITERATUR Berisi uraian mengenai beberapa teori dasar dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Tinjauan literatur ini diharapkan menjadi kerangka berpikir untuk memecahkan masalah. BAB III METODE PENELITIAN Berisi uraian mengenai desain penelitian, definisi istilah atau operasional, populasi dan sampel, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan metode analisis data. 8

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi uraian mengenai hasil dan temuan penelitian serta bahasan ilmu yang terkait dengan penelitian. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Berisi uraian mengenai simpulan penelitian yang terkait dengan pertanyaan dan tujuan penelitian, keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi peneliti dalam melaksanakan penelitian, implikasi teoritis dan praktis, serta rekomendasi yang terkait dengan penelitian. 9