PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Menjauhkan Korban dari Viktimisasi Melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

TRANSKRIP WAWANCARA. Baris ke Mohon dijelaskan secara ringkas proses mengadili perkara tindak pidana korupsi?

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak,

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

2016, No Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indon

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Transkripsi:

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA Oleh: Hafrida 1 Abstrak Perekaman persidangan sebagai suatu upaya dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang transparan dan adil serta dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas persidangan maka Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses Persidangan mengatur bahwa kedepannya perlu dilakukan perekaman audio visual secara sistematis, teratur dan tidak terpisahkan dari prosedur tetap persidangan, namun dalam pelaksanaannya SEMA No. 4 Tahun 2012 Tentang Perekaman Proses Persidangan ini masih diperlukan kajian-kajian yang mendalam dan menyeluruh dari berbagai aspek bidang hukum, salah satunya adalah kajian dari aspek hukum pidana formil atau hukum acara pidana terutama jika nantinya perekaman audio visual ini ditetapkan sebagai standar operasional prosedur tetap bagi seluruh pengadilan tingkat pertama.hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana di Indonesia saat ini termasuk proses pemeriksaan perkara di Pengadilan berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Dalam Pasal 3 KUHAP menyebutkan Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Oleh sebab itu maka kajian ini akan membahas perekaman proses persidangan ditinjau dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Selain itu Kajian ini juga akan membahas bagaimana SEMA Nomor 4 Tahun 2012 ini ditinjau dari undang-undang terkait lainnya. Kata Kunci : Perekaman Sidang, Transparan, Adil, dan Akuntabel. A. Pendahuluan Perekaman persidangan diawali oleh KPK dilakukan seiring dengan pembentukan Pengadilan TIPIKOR di daerah. Pelaksanaan perekaman persidangan pada Pengadilan Tipikor ini dilakukan oleh KPK melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi pada masing-masing daerah lokasi Pengadilan Tipikor. 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi 16

Perekaman persidangan pada Pengadilan Tipikor ini dimaksudkan untuk memberikan dampak positif dalam pelaksanaan proses persidangan tipikor di daerah, diantaranya adalah: a. Mengubah perilaku hakim maupun jaksa ketika dalam persidangan ke arah yang lebih baik, karena merasa diawasi. b. Jadwal sidang lebih transparan. c. Membantu panitera dalam melakukan pemberkasan dengan adanya rekaman persidangan. d. Dari sisi putusan, lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum adanya perekaman. e. Menjadi trigger bagi kampus dalam melakukan pengawasan peradilan. f. Sebagai bahan pembelajaran mahasiswa maupun para akademisi dibidang hukum. Perekaman persidangan sebagai suatu upaya dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang transparan dan adil ini kemudian menular pada dimensi yang lebih luas. Perekaman persidangan tidak cukup dilakukan pada pengadilan tipikor saja tetapi seharusnya dilakukan juga terhadap proses persidangan di Pengadilan Negeri di Indonesia. Sejalan dengan semangat tersebut dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas persidangan maka Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses Persidangan mengatur bahwa kedepannya perlu dilakukan perekaman audio visual secara sistematis, teratur dan tidak terpisahkan dari prosedur tetap persidangan. Dalam Surat edaran tersebut dinyatakan bahwa: a) Hasil perekaman audio visual merupakan komplemen dari Berita Acara Persidangan; b) Perekaman audio visual dilakukan secara sistematis dan terjamin integritasnya; c) Hasil rekaman audio visual persidangan dikelola oleh kepaniteraan, dan d) Hasil rekaman audio visual sebagai bagian dari Bundel A. Surat Edaran menggariskan bahwa proses ini akan dimulai terlebih dahulu pada perkara-perkara tindak pidana korupsi dan perkara yang menarik perhatian publik, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa perekaman audio visual untuk 17

dilakukan sebagai standar prosedur tetap bagi seluruh persidangan pada pengadilan tingkat pertama di masa yang akan datang. Keberadaan SEMA Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perekaman Proses Persidangan ini mengutip Achmad Ali dapat dikatakan sebagai Reformasi Paradigma 2 dimana reformasi peradilan sangat tidak cukup hanya melalui reformasi perundang-undangan semata. Sebagaimana dikemukakan oleh Thomas A. Wartowski agar dapat efektif suatu hukum harus mendapat dukungan dari masyarakat dan untuk mendapat dukungan itu maka suatu hukum harus dapat dilaksanakan dengan baik, dipahami dengan baik dan konsisten dengan nilai-nilai komunitasnya. 3 Namun dalam pelaksanaannya SEMA No. 4 Tahun 2012 Tentang Perekaman Proses Persidangan ini masih diperlukan kajian-kajian yang mendalam dan menyeluruh dari berbagai aspek bidang hukum, salah satunya adalah kajian dari aspek hukum pidana terutama dari aspek hukum pidana formil atau hukum acara pidana terutama jika nantinya perekaman audio visual ini ditetapkan sebagai standar operasional prosedur tetap bagi seluruh pengadilan tingkat pertama. Hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana di Indonesia saat ini termasuk proses pemeriksaan perkara di Pengadilan berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Dalam Pasal 3 KUHAP menyebutkan Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Oleh sebab itu maka kajian ini akan membahas perekaman proses persidangan ditinjau dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Selain itu Kajian ini juga akan membahas bagaimana SEMA Nomor 4 Tahun 2012 ini ditinjau dari undangundang terkait lainnya. 2 Suatu sikap dalam melakukan terobosan-terobosan terhadap kekakuan dan ketertinggalan Perundang-undangan kita dalam Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hal 477. 3 Ibid, hal.479 18

B. Perekaman Audio Visual sebagai Prosedur Standar ditinjau dari Aspek Hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana dan Peraturan Perundangan Terkait lainnya. Hukum sebagai suatu hal yang universal artinya dibelahan bumi manapun atau di negara manapun pasti memerlukan hukum, tetapi di sisi lain hukum memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan ciri dan pertumbuhan hukum itu sendiri. Di dalam Hukum Pidana terdapat berbagai sistem hukum diantaranya adalah sistem hukum common law dan sistem hukum eropa continental atau civil law. Indonesia sebagai Negara yang berasal dari Sistem Hukum Eropa Continental atau Civil Law (Civil Law System) sebagai negara yang menganut sistem hukum Civil Law maka yang menjadi sumber utamanya adalah undangundang dimana hukum diarahkan pada Law as it is written in the books 4 oleh sebab itu sebagai negara yang menganut Civil Law System maka setiap aturan dan pelaksanaan proses peradilan harus bersandarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku (Kepastian Hukum). berdasarkan Hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana di Indonesia secara normatif Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam proses peradilan di Indonesia, termasuk standar operasional prosedur dalam proses persidangan sebagaimana dalam Pasal 2 menyebutkan Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan. KUHAP dibentuk dengan tujuan: 1) Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa), 2) Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan, 3) Kodifikasi dan Unifikasi hukum acara pidana, 4) Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum 5 Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka dalam proses peradilan pidana di Indonesia dalam pelaksanaannya harus berdasarkan asas: (1) Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, (2). Praduga Tak Bersalah, (3). Asas Opportunitas, (4). Pemeriksaan Peradilan terbuka untuk Umum, (5) Semua orang 4 Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana. Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran, 2009, hal. 17. 5 Ibid, hal. 342. 19

diperlakukan sama di depan hukum, (6). Tersangka/terdakwa berhak di dampingi penasehat hukum, (7). Asas Akuasitoir, (8). Pemeriksaan Hakim yang langsung dan lisan. 6 Selain itu Van bemmelen juga memberikan defenisi tentang fungsi hukum acara pidana yaitu: (1) Mencari dan menemukan kebenaran, (2) Pemberian keputusan oleh hakim (3) pelaksanaan putusan. Dari ketiga fungsi tersebutyang paling penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah mencari kebenaran. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan (seharusnya adil dan tepat), yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Sementara menurut A. Hamzah bahwa tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban, ketentraman,kedamaian, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat. Dalam ilmu pengetahuan hukum, secara teoritis hukum yang baik harus memenuhi unsur sosiologis, yuridis dan filosofis. Demikian juga undangundang materiil, bila pembuatannya mengesampingkan salah satu, maka dalam penerapannya akan menemui kendala di tengah-tengah masyarakat. Dalam hukum pidana materiil, ketiga unsur tersebut keberadaannya mutlak diperlukan, dan dalam usaha mempertahankannya mesti harus dibarengi dengan hukum acaranya (Hukum Acara disebut hukum formal dan hukum pidananya disebut hukum materiil) yaitu Hukum Acara Pidana. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat Hukum Acara pidana mempunyai tujuan menemukan kebenaran materiil, mencari pelaku yang sebenarnya dan kemudian meminta kepada hakim untuk memutuskan tentang salah atau tidaknya pelaku yang didakwakan tadi. Ditinjau dari Dari aspek Tujuan Hukum Acara Pidana keberadaan SEMA Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perekaman Persidangan tidak bertentangan karena keberadaan SEMA ini adalah dalam rangka mencapai tujuan dari Hukum Acara pidana tersebut. Walaupun demikian perlu kita kaji dari berbagai aspek lain. 23. 6 Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 10-20

Dalam Pasal 3 KUHAP menyebutkan Peradilan dilaksanakan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dalam hal pelaksanaan persidaangan diatur dalam Pasal 230 yaitu: (1) Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang sidang. (2) Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan.pakaian sidang dan atribut masingmasing. (3) Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut ketentuan sebagai berikut : a. tempat meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat penuntut umum, terdakwa, penasihat hukum dan pengunjung; b. tempat panitera terletak di belakang sisi kanan tempat hakim ketua sidang; c. tempat penuntut umum terletak di sisi kanan depan tempat hakim; d. tempat terdakwa dan penasehat hukum terletak di sebelah kiri depan dari tempat hakim dan tempat terdakwa di sebelah kanan tempat penasihat hukum; e. tempat kursi pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak di depan tempat hakim; f. tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang kursi pemeriksaan; g. tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar; h. bendera Nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim dan panji Pengayoman ditempatkan di sebelah kiri meja hakim sedangkan lambang Negara di tempatkan pada dinding bagian atas di belakang meja hakim; i. tempat rohaniwan terletak di sebelah kiri tempat panitera; j. tempat sebagaimana dimaksud huruf a sampai huruf i diberi tanda pengenal; k. tempat petugas keamanan di bagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan di tempat lain yang dianggap perlu. (4) Apabila sidang pengadilan dilangsungkan di luar gedung pengadilan, maka tata tempat sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan ayat (3) tersebut di atas. (5) Dalam hal ketentuan ayat (3) tidak mungkin dipenuhi maka sekurang-kurangnya bendera Nasional harus. Berdasarkan ketentuan Pasal 230 KUHAP tersebut dan bersandarkan pada Pasal 3 KUHAP maka keberadaan Camera Video diruang sidang untuk 21

kepentingan persidangan tidak sesuai dengan ketentuan tersebut sementara Hukum Pidana Indonesia yang merupakan Civil Law System segala sesuatunya harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu mencermati SEMA No. 4 Tahun 2012 Tentang Perekaman Persidangan yang menyatakan bahwa Rekaman Audio Visual sebagai bagian dari bundel A yang berarti harus disertakan dalam bundel pengajuan upaya hukum maka hal ini berarti tidak sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan dalam pengajuan upaya hukum sebagaimana telah diatur dalam KUHAP sebagaimana diatur dalam Pasal 233-258 KUHAP. Dalam Pasal 202 Ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa: membuat berita Acara Sidang Panitera dengan memperhatikan persyaratan yang diperlukan dan memuat segala kejadian di sidang yang berhubungan dengan pemeriksaan itu. Dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2012 menyebutkan bahwa selanjutnya dalam berita acara sidang tersebut harus dilengkapi dengan perekaman proses persidangan dan hasil perekaman audio visual tersebut merupkan kelengkapan yang tidak terpisahkan dari Berita Acara Sidang. Dengan demikian bahwa SEMA ini bermaksud menambahkan atau mengubah ketentuan Pasal 202 Ayat (1) KUHAP. Dari aspek hirarki perundang-undangan maka peraturan yang lebih rendah tidak dapat mengubah atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Selain itu dalam dalam SEMA ini juga menyebutkan bahwa setelah pelaksanaan perekaman maka hasil perekaman audio visual tersebut akan tersimpan sebagai arsip. Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan pada Pasal 1 butir 2 menyebutkan: Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan pengertian tentang arsip tersebut maka hasil rekaman audio visual terhadap proses persidangan dapat dimasukkan dalam pengertian arsip 22

sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tersebut. Dengan demikian maka tehnis pemeliharaannya harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undangundang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan. Tujuan dari kearsipan ini adalah sebagai berikut: bertujuan: menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional; menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah; menjamin terwujudnya pengelolaan arsip yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya; mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu sistem yang komprehensif dan terpadu; menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai identitas dan jati diri bangsa; dan meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya. Dalam Pasal 3 ayat (2) pada bagian tujuan Penyelenggaraan kearsipan menyebutkan bahwa: Penyelenggaraan kearsipan bertujuan menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai Alat Bukti yang sah. Jika hasil perekaman audio visual yang telah tersimpan sebagai arsip kemudian disebutkan sebagai alat bukti yang sah jika dipergunakan dalam pembuktian dalam perkara pidana maka akan menimbulkan permasalahan karena hal ini tidak sesuai dengan Ketentuan tentang alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. 7 Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang- 7 Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa 23

undang kearsipan ini sendiri tidak sinkron dengan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang alat bukti yang sah, sehingga walaupun dalam Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa arsip darihasil perekaman audio visual dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah tetapi tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana. Dalam RKUHAP terdapat perubahan dalam alat bukti yang sah ini sebagaimana diatur dalam Pasal 175 ayat (1) Rancangan KUHAP berbunyi: Alat bukti yang sah mencakup: a) barang bukti; b) surat-surat; c) bukti elektronik; d) keterangan seorang ahli; e) keterangan seorang saksi; f) keterangan terdakwa; dan g) pengamatan hakim. Dengan ketentuan ini, terdapat alat bukti yang diganti/dihilangkan dan sekaligus ditambah oleh Rancangan KUHAP dari KUHAP yang berlaku saat ini. Alat bukti yang ditambah yaitu barang bukti, bukti elektronik, dan pengamatan hakim. Sedangkan alat bukti yang dihilangkan atau lebih tepatnya diganti adalah alat bukti petunjuk. Yang dimaksud dengan alat bukti elektronik menurut: Yang dimaksud dengan bukti elektronik adalah informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. 8 Perubahan mengenai alat-alat bukti yang sah ini akan dapat memberikan akses yang baik bagi hasil perekaman audio visual sebagai alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam undang-undang kearsipan karena Dalam sebuah persidangan, alat bukti sangatlah penting, karena dengan adanya alat bukti akan terungkap dengan lebih jelas dan terang kebenaran dari suatu peristiwa. Alat bukti adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan 8 Penjelasan Pasal 175 RKUHAP 24

sebagai bahan pembuktian, guna menimbukan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. C. Penutup Pelaksanaan perekaman proses persidangan dengan tujuan untuk mewujudkan peradilan yang transparan, adil dan akuntabel adalah sangat baik tetapi dari sistem hukum pidana Indonesia sebagai Civil Law yang berlandaskan pada perundang-undangan yang berlaku maka sebelum pelaksanaan perekaman proses persidangan itu harus berlandaskan pada hukum yang berlaku. Saat ini proses peradilan di Indonesia berlandaskan pada KUHAP dan di dalam KUHAP belum mengatur tentang pelaksanaan dan hasil perekaman audio visual tersebut jika akan dipergunakan sebagai alat bukti yang sah maka seharusnya perlu dilakukan perubahan peraturan dasarnya terlebih dahulu dalam hal ini adalah perubahan KUHAP sebelum pelaksanaan perekaman proses persidangan sebagaimana yang diatur dalam SEMA No. 4 Tahun 2012. Termasuk perubahan Pasal 202 ayat (1) KUHAP tentang Berita Acara Sidang. Selain itu dalam pembuatan suatu peraturan maka harus diperhatikan sinkronisasi peraturanperaturan terkait lainnya. 25

Daftar Pustaka Achmad Ali, 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta. Andi Hamzah. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Sinar Grafika. Jakarta. Yesmil Anwar dan Adang. 2009. Sistem Peradilan Pidana, Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia. Widya Padjajaran. Bandung. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan SEMA Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perekaman Proses Persidangan R KUHAP Tahun 2010 26