BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DISERTAI MUTILASI DI PENGADILAN NEGERI MAGETAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MUTILASI

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SECARA MUTILASI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena itu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Tinjauan tentang disparitas putusan hakim pada tindak pidana perkosaan (studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. dengan diterapkannya sebuah hukum atau peraturan. Bangsa Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. moralitas dan sumber daya manusia di Indonesia khususnya generasi penerus

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Repubik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin warga negara serta kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan yang tidak ada kecualinya, sedangkan untuk menjamin ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum adalah di tangan semua warga negara. Kejahatan tindak pidana merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang yang selalu melekat pada masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk mendapatkan kemewahan. 1 Perilaku menyimpang merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, yang dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial, yang merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial. Kejahatan terhadap jiwa seseorang menimbulkan akibat mati, akibat matinya seseorang ini dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang. Istilah tindak pidana dalam bahasa Belanda dapat disebut sebagai strafbaarfeit yang berarti suatu perbuatan yang menjadikan pelakunya 1 Topo Santoso. 2003. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 1 1

2 dipidana. 2 Pengertian tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan melawan hukum yang berlaku, baik itu pelanggaran atau kejahatan yang dapat dituntut dengan hukum pidana atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Tindak pidana diatur dengan suatu norma yang berupa sanksi agar dipatuhi dan ditaati. Sanksi ini berusaha untuk menjamin terpeliharanya keadilan pergaulan hidup sehingga dapat menjamin terpeliharanya ketertiban dan keadilan bagi masyarakat Indonesia tanpa memandang mereka kaya maupun miskin. Adanya ancaman pidana terhadap orang yang melanggar aturan mengenai larangan melakukan perbuatan yang dirumuskan dalam undang-undang adalah sebagai suatu ciri dari suatu tindak pidana tertentu. Pada dasarnya seseorang melakukan suatu tindak pidana apabila pelaku memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 3 1. Subjek; 2. Kesalahan bersifat melawan hukum; 3. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/ perundangan dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana; 4. Waktu, tempat, dan keadaab (unsur objektif lainnya). Berbicara mengenai kejahatan khususnya pembunuhan, dahulu orang membunuh dengan cara yang sederhana sehingga mudah terungkap oleh aparat kepolisian. Pembunuhan dapat diartikan menghilangkan nyawa, berarti menghilangkan kehidupan pada manusia. 4 Dari pengertian tersebut, 2 Sudarto.1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP. Hal 39 3 SR Sianturi. 1991. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesiadan Penerapannya. Jakarta: Alumni Petehaem. Hal 211 4 Leden Marpaung. 2000. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 4

3 pembunuhan merupakan tindak pidana yang terdiri dari beberapa jenis, dan di dalam KUHP terdapat beberapa pasal yang mengatur tetang pembunuhan. Peristiwa pembunuhan maupun penganiayaan terus mengalami perkembangan yang diiringi dengan gaya dan model yang sangat beragam, dari cara yang paling sederhana sampai yang tercanggih. Terkadang pembunuhan itu dilakukan dengan cara-cara yang keji seperti disiksa terlebih dahulu, dibakar, dan bahkan dimutilasi. Mutilasi adalah pemotongan atau perusakan mayat, tidak jarang mempunyai motif kejahatan seksual, di mana tidak jarang tubuh korban dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian. 5 Mutilasi merupakan sebuah tradisi yang pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia yang telah melakukannya di mana perbuatan tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku Aborigin, Brazil, Amerika, Meksiko, Peru, dan suku Conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan di mana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan Female Genital Mutilation (FGM). FGM merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif. 6 Pada Kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan di mana terdapat unsur-unsur, nilai-nilai estetika, dan nilai filosofis, tetapi mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus 5 Koesparmono Irsan. 2008. Kedokteran Forensik. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 123 6 Gilin Grosth. 2004. Pengantar Ilmu Bedah Anestesi. Yogyakarta: Prima Aksara. Hal 21

4 operandi kejahatan di mana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk mengelabuhi para petugas, menyamarkan identitas koban, serta menghilangkan jejak daripara korban seperti memotong bagianbagian tubuh korban menjadi beberapa bagian, seperti kepala, tubuh, dan bagian-bagian tubuh lain, yang kemudian dibuang secara terpisah. Maraknya metode mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang di mana terjadi gangguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor sosial, faktor ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat. Perbuatan atau tingkah laku yang dinilai serta mendapat reaksi yang bersifat tidak disukai oleh masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan untuk muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu juga dengan kejahatan mutilasi. Tindak pidana mutilasi (human cutting body) merupakan tindak pidana yang tergolong kejahtan terhadap tubuh dalam bentuk pemotongan bagianbagian tubuh tertentu dari korban. Apabila ditinjau dari segi gramatikal, kata mutilasi itu sendiri berarti pemisahan, penghilangan, pemutusan, pemotongan bagian tubuh tertentu. Dalam hal lain mutilasi itu sendiri diperkenankan

5 dalam dunia kedokteran yang dinamakan dengan istilah amputasi, yaitu pemotongan bagian tubuh tertentu dalam hal kepentingan medis. Di dalam hukum pidana Indonesia, belum ada undang-undang maupun peraturan yang secara khusus mengatur tentang kejahatan dengan cara mutilasi. Padahal beberapa tahun terakhir ini marak terjadi kasus mutilasi di Indonesia. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, tidak ada ketentuan khusus tentang tindak pidana pembunuhan mutilasi, tetapi yang ada hanya tentang tindak pidana pembunuhan pada umumnya saja sesuai yang diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Maupun dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang berbunyi Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Dari penjelasan kedua pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penanganan kasus mutilasi disamakan dengan penanganan kasus pembunuhan biasa pada umumnya saja. Padahal jika dilihat dari tingkat kejahatan, mutilasi tergolong lebih sadis dibandingkan pembunuhan pada umumnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan yang

6 diwujudkan dalam bentuk penelitian dengan judul TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DISERTAI MUTILASI DI PENGADILAN NEGERI MAGETAN. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini mengarah pada pembahasan yang diharapkan dan terfokus pada permasalahan yang ditentukan, tidak terjadi pengertian yang kabur karena ruang lingkupnya yang terlalu luas maka perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian ini akan dibatasi pada tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan? 2. Hambatan-hambatan apa sajakah yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan? 3. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan?

7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh oleh penulis sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas adalah: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa sajakah yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. c. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama mengenai teori-teori yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya sebagai bahan dalam melakukan penyusunan penulisan hukum guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kearjanaan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

8 2. Manfaat Penelitian Di dalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan ada manfaat yang dapat diambil bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian tersebut antara lain: 1. Manfaat teoritis a. Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan. b. Untuk menambah pengetahuan hukum pidana khususnya tentang tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. c. Dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian yang sejenis untuk periode berikutnya, di samping itu juga sebagai pedoman penelitian yang lain. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. b. Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. D. Kerangka Penelitian Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, penegasan seperti ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara Indonesia berdasarkan

9 atas hukum (rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat). Disebutkan pula bahwa Pemerintah Indonesia berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak berdasar absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas). 7 Hukum menurut Subekti, melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban, syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan selanjutnya, bahwa adil itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketentraman dihati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan. 8 Kejahatan mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong sadis, di mana pelaku tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain, melainkan ia juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. Menurut beberapa ahli kejahatan pidana, biasanya kejahatan ini terjadi tergantung pada keadaan psikis si pelaku, di mana pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan. Pada pendapat lain ahli berpendapat bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut, maka dilakukanlah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan mengelabuhi penyidik dalam mengungkap identitasnya. Namun terlepas dari semua hal itu, kejahatan mutilasi kerap sekali terjadi 7 Muchamad Iksan. 2008. Hukum Perlindungan Saksi (Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia). Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal 1 8 C.S.T. Kansil. 1990. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 41

10 dilakukan oleh orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa dengan tidak memotong-motong tubuh korbannya, pelaku sering tidak puas untuk menyelesaikan kejahatannya. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada ketentuan khusus tentang tindak pidana pembunuhan mutilasi, tetapi yang ada hanya tentang tindak pidana pembunuhan pada umumnya saja sesuai yang diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dalam Pasal 338 ini jelas pelaku dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang, dan tindak pidana mutilasi sendiri mempunyai arti pembunuhan yang menghilangkan nyawa seseorang lalu setelah korban telah mati, pelaku memotong-motong tubuh mayat korban tersebut. Tindak pidana mutilasi merupakan pembunuhan yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Kata sengaja mempunyai arti dimaksud dalam niatnya membunuh, jika dalam pembunuhan mutilasi dilakukan segera setelah timbul maksud untuk membunuh dan tidak berfikirfikir dengan panjang, maka tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi yang dilakukan karena ada maksud atau niat dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa. Selain dalam Pasal 338 KUHP, tindak pidana pembunuhan juga terdapat dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang berbunyi Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu

11 paling lama dua puluh tahun. Dalam Pasal 340 KUHP menjelaskan bahwa hilangnya nyawa atau jiwa seseorang karena faktor kesengajaan dan pembunuhan yang direncanakan. Tindak pidana pembunuhan mutilasi merupakan pembunuhan yang menghilangkan nyawa seseorang, dilanjutkan dengan memotong-motong mayat korban menjadi beberapa bagian. Tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 340 KUHP jika pelaku membunuh seseorang karena faktor kesengajaan dan faktor yang telah direncanakan. Apabila antara timbul maksud akan membunuh dan pelaksanaannya, pelaku dengan tenang masih dapat memikirkan bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melakukan pembunuhan tersebut. Direncanakan terlebih dahulu, antara timbulnya maksud untuk membunuha dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi pelaku untuk dengan tenang memikirkan bagaimana cara melakukan pembunuhan yang sebaik-baiknya. Arti tempo di sini tidak terlalu sempit dan tidak terlalu lama, yang terpenting adalah di dalam tempo si pelaku dengan tenang masih dapat berfikir-fikir. Jadi tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi yang didasari atas kesengajaan dan perencanaan dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 340 KUHP. Selain kedua pasal tersebut diatas pelaku pembunuhan disertai mutilasi juga dapat dikenakan sanksi Pasal 181 KUHP yang berbunyi Barangsiapa mengubur, menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

12 Melihat kasus-kasus mutilasi yang terjadi, ada dua hal yang bisa kita ketahui. Pertama, motifnya kebanyakan terkait dengan perilaku seksual dan kedua, kasusnya sulit diungkap bahkan sebagian besar tidak berhasil diungkap. Aparat penegak hukum diharapkan dapat menafsirkan dan mempersamakan kejahatan ini dengan kejahatan pembunuhan berencana walaupun dalam melakukannya setelah korban mati terlebih dahulu. E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah yang dianggap efektif dan efisien serta pada umumnya sudah mempola untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dalam rangka menjawab masalah yang diteliti secara benar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal (normatif), yakni mengkaji aturan-aturan tentang penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi dalam sistem peradilan pidana baik secara vertikal maupun horisontal. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitin yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksud untuk memberi data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala yang

13 diteliti. 9 Dari penelitian tersebut penulis kemudian menggambarkan tentang tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi, khususnya di dalam ruang lingkup wilayah Pengadilan Negeri Magetan. 3. Lokasi Penelitian Penelitian yag dilakukan penulis yaitu di wilayah Pengadilan Negeri Magetan, hal ini dikarenakan data mengenai tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi terdapat di wilayah tersebut. 4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dimana data diperoleh. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan sumbersumber data sebagai berikut: a. Sumber Data Primer Sumber data primer berupa keterangan-keterangan yang bersumber dari pihak-pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti. Pihak-pihak tersebut meliputi petugas atau pegawai dan pejabat Pengadilan Negeri Magetan. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung menjadi keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder berasal dari beberapa literatur, dokumendokumen, arsip-arsip, dan peraturan perundang-undangan yang 9 Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 13

14 berlaku serta penelitian terdahulu yang berkaitan dan masih relevan dengan masalah yang diteliti. 5. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data adalah suatu tehnik dalam pengumpulan data-data yang diperlukan dari salah satu atau beberapa sumber data yang diperlukan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara merupakan cara memperoleh data dengan mengajukan pertanyaan kepada responden secara lisan agar pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Untuk penelitian ini wawancara dilakukan terhadap responden yaitu Pejabat Pengadilan Negeri Magetan yaitu Hakim. b. Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan mencari mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan sebagainya. c. Penelitian Kepustakaan Merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari, mengutip dari literatur, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan langsung dan masih relevan dengan masalah yang diteliti.

15 6. Metode Analisis Data Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interaktif, yaitu model analisis yang meliputi pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan data sebagai suatu jalinan yang saling terkait dan membentuk hipotesa sesuai data yang telah diorganisir. 10 Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu metode yang dilakukan berdasarkan pada data yang dinyatakan responden secara lisan atau tertulis, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh. F. Sistematika Skripsi Pembahasan secara terperinci dalam penulisan skripsi ini akan tertuang dalam empat (4) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka, berisikan uraian dasar teori-teori skripsi ini yang meliputi: tinjauan umum tentang penegakan hukum, tinjauan umum 10 HB Soetopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. UNS Press. Hal 91

16 tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang proses penyelesaian hukum, dan tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, di mana penulis akan menguraikan dan membahas mengenai tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi, hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi, dan cara mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi. Bab IV Penutup, berisi kesimpulan dari skripsi pada bab-bab sebelumnya serta saran sebagai bagian penutup.