2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) OLEH FITOPLANKTON (Chaetoceros sp.) PADA FOTOBIOREAKTOR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KUALITAS AIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

5 Kimia dalam Ekosistem. Dr. Yuni. Krisnandi

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

EKOSISTEM. Yuni wibowo

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

PENENTUAN KUALITAS AIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

EKOLOGI FAKTOR PEMBATAS TEMA 4. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mikroalga Scenedesmus sp. sebagai bioremidiator limbah cair tapioka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat berbagai spesies agregat yang berkelompok dan membentuk koloni seperti rantai. Sel diatom tertutup oleh dinding sel yang terbuat dari silikat, bahan yang keras seperti gelas. Diatom adalah pabrik fotosintesis yang efisien, menghasilkan banyak makanan yang dibutuhkan makhluk hidup (makanan tersebut adalah diatom itu sendiri), serta oksigen (O 2 ) sebagai hasil fotosintesisnya. Diatom sangat penting di perairan terbuka, berperan sebagai produsen utama di daerah beriklim sedang dan kutub (Castro dan Huber, 2007). Chaetoceros sp. adalah spesies fitoplankton yang tidak toksik terhadap manusia (Aunurohim et al., 2009). Chaetoceros sp. memiliki bentuk rantai memanjang yang merupakan gabungan dari beberapa sel pada tepi luarnya. Sepasang setal mengarah keluar pada sudut-sudut gabungan sel tersebut. Diameter katupnya berkisar antara 7-30 µm seperti pada Gambar 2. Sumber : Johnson dan Allen (2005) Gambar 2. Chaetoceros lorenzianus 4

5 Tabel 1 menunjukkan klasifikasi Chaetoceros sp. dimana lebih dari dua lusin spesiesnya memiliki kelimpahan yang besar hampir sepanjang tahun pada perairan laut, baik di habitat muara maupun pesisir di sepanjang pantai Atlantik. Selain itu Chaetoceros sp. selalu menjadi bagian dari ledakan populasi diatom pada musim semi (Johnson dan Allen, 2005). Tabel 1. Klasifikasi Chaetoceros sp. No. Takson Jenis 1. Kingdom Chromista 2. Filum Bacillariophyta 3. Kelas Mediophyceae 4. Orde Chaetocerotales 5. Famili Chaetocerotaceae 6. Genus Chaetoceros 7. Spesies Chaetoceros sp Sumber : Kawaroe et al. (2010) 2.2 Fotobioreaktor Fotobioreaktor merupakan wadah atau tempat mereaksikan mikroorganisme, dimana cahaya matahari masih dapat menembus masuk ke dalamnya. Alat ini digunakan sebagai reaktor eksperimen untuk mengetahui kemampuan fitoplankton dalam menyerap gas CO 2. Selain itu juga berfungsi untuk menurunkan gas CO 2 dari sumbernya dan menghasilkan gas O 2. Fotosintesis fitoplankton mampu menyerap CO 2 (dan NO x ) dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu diperlukan teknologi pembudidaya fitoplankton salah satunya berupa fotobioreaktor. Fotobioreaktor meningkatkan produktivitas fitoplankton menjadi 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya. Gas CO 2 yang keluar dari suatu cerobong asap selanjutnya dapat langsung

6 dihubungkan ke fotobioreaktor dan dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya melalui mekanisme fotosintesis (Setiawan et al., 2008). Fotobioreaktor memiliki tinggi yang mencapai 160 cm dengan diameter luar 20 cm dan dalam 9,8 cm (Gambar 3). Volume reaktor 50 L serta dilengkapi dengan distributor udara, pompa, alat ukur tekanan, katup-katup dan lampu. Kecepatan injeksinya 0,03 liter per menit. Media diinjeksikan CO 2 ke dalam sistem dengan pompa. Sistem dilengkapi dengan penampungan gas untuk menyimpan karbondioksida sebelum diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor. Sistem ini dijalankan dalam skala batch. Gambar 3. Kultur fitoplankton pada fotobioreaktor di PT. Indolakto yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT

7 2.3 Parameter kualitas perairan Pada saat melakukan kultur fitoplankton, kontrol terhadap parameter kualitas perairan perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinya perubahan sistem metabolisme di dalam tubuh fitoplankton. Beberapa parameter tersebut antara lain suhu, salinitas, ph dan DO. Fitoplankton mampu melakukan fotosintesis dengan mengubah energi cahaya menjadi biomassa. Pada saat kultur fitoplankton, pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar tidak menyebabkan terjadinya perubahan suhu. Suhu ruangan biasanya cukup bagi pertumbuhan fitoplankton (Hutagalung et al., 1997). Suhu yang dapat ditoleransi oleh Chaetoceros sp. adalah 20-30 C (pertumbuhan terjadi secara normal), sedangkan suhu optimalnya adalah 25-30 C (Kawaroe et al., 2010). Suhu berpengaruh langsung terhadap laju fotosintesis tumbuhan khususnya reaksi enzimatis. Perubahan temperatur merupakan indikator terjadinya proses perubahan kondisi kimia dan biologi perairan (Aunurohim et al., 2009). Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air (Kennish, 1990). Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Kandungan garam pada air tawar kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasi garamnya mencapai 3 hingga 5% (Suriadikarta dan Sutriadi, 2007). Chaetoceros sp. mampu hidup pada kondisi salinitas minimal 6 akan tetapi yang optimal adalah 17-25 (Kawaroe et al., 2010). Perubahan salinitas secara signifikan akan berbahaya bagi pertumbuhan organisme. Hal tersebut disebabkan karena proses osmosis di dalam sel sehingga tubuhnya akan kekurangan atau kelebihan cairan.

8 Ketidakseimbangan antara kadar larutan dalam sel (lebih pekat) dengan media lingkungannya menyebabkan cairan sel menjadi hiperosmosis, akibatnya sel membengkak dan pecah atau lisis (Yulianto, 1989). Nilai ph adalah nilai dari hasil pengukuran ion hidrogen (H) di dalam air. Air dengan kandungan ion H + tinggi akan bersifat asam, dan sebaliknya akan bersifat basa (Alkali). Nilai ph yang tinggi terjadi di perairan dengan kandungan fitoplankton tinggi, dimana proses fotosintesis membutuhkan banyak CO 2. ph akan mencapai 9 hingga 10, bahkan lebih tinggi jika bikarbonat diserap dari air (Svobodova et al., 1993). Stabilitas ph dipengaruhi oleh aktivitas respirasi dan fotosintesis. Respirasi akan menurunkan ph, dan sebaliknya fotosintesis menaikan nilai ph (Malone dan Burden, 1988). Hubungan antara CO 2 dengan ph berbanding terbalik, semakin tinggi kadar CO 2 maka semakin rendah nilai ph (Sanusi, 2006). Konsentrasi O 2 terlarut adalah parameter penting dalam menentukan kualitas perairan. Konsentrasi O 2 dipengaruhi oleh keseimbangan antara produksi dan konsumsi O 2 dalam ekosistem. O 2 diproduksi oleh komunitas autotrof melalui proses fotosintesis dan dikonsumsi oleh semua organisme melalui pernapasan. Penurunan jumlah O 2 dan peningkatan konsentrasi amoniak (NH 3 ) menjadi ancaman berbahaya bagi organisme. Konsentrasi O 2 rendah akan meningkatkan kecepatan respirasi, menurunkan efisiensi respirasi dan pertumbuhan yang dapat berakibat pada kematian massal (Izzati, 2008). Oksigen bagi kehidupan organisme diperlukan terutama pada malam hari untuk kegiatan respirasi. Respirasi mendukung proses metabolisme organisme sehingga kandungan O 2 terlarut dalam perairan sangat diperlukan bagi

9 kelangsungan proses pertumbuhannya (Ariyati et al., 2007). Peningkatan bahan organik juga meningkatkan konsumsi O 2. Hal tersebut diakibatkan oleh perombakan bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri (Wetzel, 1983). Kelarutan O 2 di dalam laut dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas perairan maka kelarutan O 2 semakin kecil. Pada umumnya lapisan permukaan laut mengandung O 2 terlarut sebesar 4,5-9 mg/l (Sanusi, 2006). 2.4 Nutrien Energi yang tersimpan dalam senyawa organik akan digunakan di dalam proses metabolisme, bila tidak digunakan akan dilepaskan sebagai panas kemudian hilang dari sistem selamanya. Berbeda dengan energi, bahan yang berbentuk senyawa organik dapat digunakan berulang dalam suatu siklus. Bahanbahan ini seperti nitrogen dan fosfor, awalnya berasal dari atmosfer atau pelapukan batuan. Setelah itu terbentuk sebagai molekul anorganik sederhana, mereka akan dikonversi ke dalam bentuk lain dan dimasukkan ke dalam jaringan autotrof. Saat ini senyawa organik dipecah oleh pencernaan, pernapasan, dan dekomposisi. Hasilnya dilepaskan kembali ke lingkungan, dan siklus dimulai lagi (Castro dan Huber, 2007). Media pertumbuhan fitoplankton menggunakan air laut maupun air tawar yang diperkaya dengan penambahan nutrien melalui pupuk. Air laut maupun tawar sudah mengandung berbagai elemen yang diperlukan fitoplankton walaupun dalam jumlah sangat sedikit. Oleh karena itu nutrien atau unsur-unsur makro dan mikro harus ditambahkan ke dalam media. Unsur-unsur makro yang diperlukan

10 secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan sel adalah C, H, O, N, P, S, K, Mg. Unsur mikro diperlukan dalam kadar sangat rendah sebagai katalisator, bahan dalam fungsi khusus atau regulasi osmotik ini diantaranya Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, V, B, Cl, Co, Ca, Si, dan Na (Hutagalung et al., 1997). Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Oksidasi amoniak menjadi NO 2 dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi NO 2 menjadi NO 3 dilakukan oleh Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi. NO3 yang merupakan sumber nitrogen bagi tumbuhan selanjutnya dikonversi menjadi protein. Proses ini ditunjukkan sebagai berikut: NO 3 + CO 2 + tumbuhan + cahaya matahari protein Sumber : Effendi (2003) Kadar NO 3 di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar ammonium (NH 4 ). Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar NO 3 lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan kotoran hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat (Effendi, 2003). Distribusi horisontal kadar NO 3 semakin tinggi menuju ke arah pantai, dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara. Peningkatan kadar NO 3 di laut disebabkan oleh masuknya limbah

11 rumah tangga atau pertanian (pemupukan) yang umumnya banyak mengandung NO 3. Sedangkan distribusi vertikal NO 3 di laut semakin bertambah seiring dengan peningkatan kedalaman (Hutagalung et al., 1997). Senyawa nitrit (NO 2 ) yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reduksi senyawa NO 3 atau oksidasi amoniak (NH 3 ) oleh mikroorganisme. Selain itu senyawa NO 2 juga berasal dari hasil ekskresi fitoplankton, terutama saat timbulnya ledakan populasi fitoplankton. Dalam air laut yang masih alami, kadar NO 2 umumnya sangat rendah (kurang dari 0,1 µg/l). Distribusi vertikal kadar NO 2 semakin tinggi seiring dengan penambahan kedalaman laut dan semakin rendahnya kadar O 2. Sedangkan distribusi horisontal kadar NO 2 semakin tinggi apabila semakin menuju ke arah pantai dan muara sungai. Meningkatnya kadar NO 2 di laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai (baik yang mengandung nitrogen maupun tidak). Mikroorganisme mengurai bahan organik dengan memanfaatkan O 2 dalam jumlah yang banyak, apabila tidak cukup maka akan memanfaatkan NO 3 sehingga NO 3 berubah menjadi NO 2. Oleh karena itu senyawa NO 2 menjadi salah satu indikator pencemaran (Hutagalung et al., 1997). Pada perairan alami, NO 2 biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari NO 3 karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan O 2. Sumber NO 2 dapat berupa limbah industri dan rumah tangga. Perairan alami memiliki kadar NO 2 sekitar 0,001 mg/l, sangat jarang menemukan NO 2 dengan kadar melebihi 1 mg/l. Kadar NO 2 yang lebih dari 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif. Sedangkan untuk keperluan peternakan, kadar NO 2 10 mg/l masih dapat diterima. Bagi manusia dan hewan, NO 2 bersifat lebih toksik daripada NO 3 (Effendi, 2003).

12 Pada perairan laut, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan senyawa inorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik berupa partikulat. Fosfat (PO 4 ) adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan oleh tumbuhan dan alga. Keberadaan fosfor relatif lebih sedikit dan mudah mengendap di kerak bumi. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga karena berpengaruh terhadap tingkat produktivitas perairan dan berperan dalam transfer energi di dalam sel (Adenosine Triphosphate dan Adenosin Diphosphate), sehingga menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga. Ortofosfat (O-PO 4 ) yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana dan banyak ditemukan di perairan. Kadar fosfor dalam ortofosfat jarang melebihi 0,1 mg/l, meskipun perairan tersebut eutrofik. Ortofosfat juga dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik (Effendi, 2003). Fosfat diadsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk ke dalam rantai makanan. Pada air laut, kadar rata-rata PO 4 sekitar 2 µg/l. Kadar ini semakin meningkat dengan masuknya limbah rumah tangga, industri dan pertanian yang banyak mengandung PO 4. Peningkatan kadar PO 4 dalam laut akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton (Hutagalung et al., 1997). Silikon adalah salah satu unsur yang terdapat pada kerak bumi secara berlimpah. Silikon banyak ditemukan dalam bentuk silikat (SiO2). Silikat bersifat tidak larut dalam air, baik yang bersifat asam maupun basa. Umumnya SiO 2 berada dalam bentuk koloid. Sumber utama SiO 2 adalah mineral kuarsa dan feldspar, sedangkan sumber antropogenik SiO 2 relatif sangat kecil. Silikon termasuk salah satu unsur yang esensial bagi makhluk hidup, salah satunya yaitu

13 alga terutama diatom, membutuhkan SiO 2 untuk membentuk dinding sel. Pada perairan payau dan laut, kadar SiO 2 berkisar antara 1.000-4.000 mg/l (Effendi, 2003). Silikat adalah nutrien yang sangat penting di laut. Tidak seperti nutrisi utama lainnya seperti PO 4, NO 3 dan NH 4, yang dibutuhkan oleh hampir semua plankton laut. Silikat adalah unsur kimia penting bagi biota tertentu seperti diatom, radiolarian, sillicoflagellates dan spons yang mengandung SiO 2. Biota seperti diatom adalah salah satu produsen yang paling penting di laut. Estimasi menunjukkan bahwa diatom memberikan kontribusi lebih dari 40% dari seluruh produksi primer. Oleh karena itu siklus SiO 2 telah menerima perhatian ilmiah yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir dan banyak ilmuwan telah mempelajari perilaku SiO 2 di lingkungan laut. Konsentrasi SiO 2 terlarut di laut sekitar 70,6 µmol/l dan masukan bersih SiO 2 terlarut dari darat ke laut adalah (6.1 ± 2.0)x10 2 mol setiap tahunnya. Kontribusi utama SiO 2 (sekitar 80%) berasal dari sungai (Jinming, 2010). 2.5 Sistem karbonat laut Gas Karbondioksida (CO 2 ) yang ada di atmosfer senantiasa berkesetimbangan dengan CO 2 terlarut di lautan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi CO 2 di atmosfer berpengaruh terhadap lingkungan perairan (Munandar, 2009). Karbondioksida dalam bentuk karbon anorganik terlarut diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi (Effendi, 2003). Penurunan CO 2 dalam ekosistem akan meningkatkan ph perairan. Sebaliknya

14 proses respirasi oleh semua komponen ekosistem akan meningkatkan jumlah CO 2, sehingga ph perairan menurun (Wetzel, 1983). Pada umumnya, perairan alami mengandung CO 2 sebesar 2 mg/l (Nontji, 1987). Pada kisaran ph 8 terjadi proses hidrasi, dimana CO 2 terlarut bereaksi dengan molekul air menjadi asam karbonat (H 2 CO 3 ). Selain itu komposisi persentase kadar spesies CO 2 adalah 0,4% H 2 CO 3, 85,4% HCO - 2-3 dan 14,2% CO 3 menunjukkan bahwa HCO - 3 dominan pada kondisi tersebut (Feely et al., 2001). Lingkungan dengan ph basa memiliki konsentrasi ion hidroksida (HO - ) yang cukup tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh serangan ion hidroksida yang bersifat elektronegatif kepada atom karbon (CO 2 ) yang bersifat elektropositif. Setelah itu apabila energi aktivasinya terpenuhi maka terbentuklah keadaan transisi yang merupakan penentu laju reaksi yang membentuk senyawa bikarbonat (HCO - 3 ). Tahap berikutnya yaitu terjadi disosiasi bikarbonat menjadi karbonat (CO 2-3 ) dengan melepaskan satu ion hidrogen (Munandar, 2009). Proses yang dialami oleh gas CO 2 setelah difusi ke perairan laut menjadi CO 2 terlarut dapat dilihat pada Gambar 4. Sumber : Feely et al. (2001) Gambar 4. Sistem karbonat di laut (konsentrasi CO 2 dalam satuan µmol/kg)

15 Karbon anorganik terlarut terdistribusi dalam beberapa bentuk yaitu CO 2 (aq), H 2 CO 3, HCO - 3 dan CO - 3. Kadar relatif keempat senyawa tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu, tekanan, ph dan salinitas (Munandar, 2009). Pada ph 8, total CO 2 dominan berbentuk HCO - 3 dan sebagian kecil berbentuk H 2 CO 3 dan CO - 3. Senyawa H 2 CO 3 dominan terbentuk pada ph yang cenderung bersifat asam (ph 6), sementara CO - 3 dominan terbentuk pada ph lebih besar dari 8 (Sanusi, 2006). Faktor penyumbang utama terhadap nilai ph di laut berasal dari sistem kesetimbangan karbonat. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa jika ph berkurang menjadi 4,3, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Kondisi ini terjadi dimana tidak ditemukannya ion CO 2-3. Sumber : Effendi (2003) Gambar 5. Kadar relatif karbon anorganik terlarut pada kondisi ph tertentu

16 Jika ph meningkat, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan dimana kadar CO 2 dan H 2 CO 3 mulai berkurang sehingga meningkatkan kadar HCO - 3. Pada ph 8,3 CO 2 dan H 2 CO 3 tidak ditemukan lagi, hanya terdapat ion HCO - 3 dan CO 2-3. Oleh karena itu reaksi kesetimbangan akan berlangsung jika ph perairan laut sebesar 8,3 (Effendi, 2003).