BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

dokumen-dokumen yang mirip
persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, pendidikan, dan pengajaran 1. Penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sudah membuat kalangan masyarakat resah dan tidak nyaman.

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah didapatkan oleh berbagai kalangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dari waktu ke waktu jumlah pengedar, pecandu, dan juga korban penyalahgunaan Narkotika semakin bertambah jumlahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Narkotika dalam kehidupan masyarakat seakan sudah menjadi suatu hal yang biasa. Penggunaan Narkotika terjadi secara merat di semua lapisan masyarakat tanpa memandang status dan kedudukan soisal masyarakat. Narkotika sebenarnya mempunyai manfaat yang baik dibidang medis apabila dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Narkotika sebenarnya merupakan sejenis Zat kimia atau obat yang dibutuhkan untuk kepentingan medis dan ilmu pengetahuan. 1 Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1 http://pengacaraonlinecom.blogspot.com/2011/08/pelaku-perbuatan-pidana-narkotika.html. hlm. 2

Selain manfaat yang baik tersebut, narkotika juga dapat membawa dampak yang buruk. Penggunaan Narkotika akan bermanfaat apabila digunakan dengan sewajarnya sesuai dengan ketentuan dan kepentingan medis. Pada perkembangannya, penggunaan Narkotika justru semakin melenceng dari apa yang seharusnya menjadi manfaat dari Narkotika itu. Banyak orang yang menggunakan Narkotika bukan untuk kepentingan medis namun justru menyalahgunakannya untuk berbagai kepentingan. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Narkotika digolongkan ke dalam : 1. Narkotika Golongan I 2. Narkotika Golongan II, dan 3. Narkotika Golongan III Penggunaan Narkotika diluar kepentingan medis dapat disebut sebagai bentuk dari penyalahgunaan Narkotika. Penyalahgunaan Narkotika sangatlah memprihatinkan dilihat dari segala aspeknya karena tidak ada manfaat yang didapat dari penyalahgunaan Narkotika itu. Dampak penyalahgunaan Narkotika sangatlah memprihatinkan dilihat dari berbagai sisi, baik dari sisi kesehatan fisik maupun psikis serta dari sisi sosial serta ekonomi. Tidak dapat kita pungkiri bahwa bahaya narkotika dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan negara, serta dapat merugikan diri sendiri, keluarga, teman, dan lingkungan masyarakat tanpa mengenal strata ekonomi seseorang. Peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkotika

adalah masalah yang besar yakni dapat mengganggu kehidupan sosial, ekonomi dan politik nasional maupun dunia internasional. 2 Upaya untuk mengurangi ataupun memberantas peredaran gelap serta penyalahgunaan Narkotika menjadi hal yang sangat penting dan sangat serius untuk dilakukan. Indonesia sendiri juga sangat serius menanggapi masalah Narkotika ini. Bukti keseriusan dalam memberantas peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika, maka Indonesia menerbitkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika menggantikan Ordonansi Obat Narkotika/Verdoovande Middelen Ordonantie (Stbl. 1927 No. 278 jo. No. 536) peninggalan Hindia Belanda. Seiring perubahan zaman, Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika diubah menjadi Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 dan diikuti dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. 3 Seiring dengan perkembangan zaman, undang-undang tersebut dirasa sudah tidak mampu lagi menampung permasalahan-permasalahan yang dihadapi yang semakin bervariasi dan makin berkembang. Untuk itu Indonesia memperbaharui peraturan yang ada yakni dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 2 http://abhymaulana-initulisanku.blogspot.com/2012/03/tindak-pidana-narkotikapenyalahguna.html. hlm 2 3 Ibid. hlm. 4.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika dapat dikenakan sanksi pidana, yang berarti penyalahguna Narkotika dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana Narkotika. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah mengatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang dapat dikenakan pidana beserta denda yang harus ditanggung oleh penyalahguna narkotika atau dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana Narkotika. 4 Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pelaku penyalahgunaan Narkotika dimungkinkan juga untuk tidak diberikan sanksi pidana, namun dapat juga diberikan sanksi berupa rehabilitasi. Menurut pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 103 menyebutkan : 1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu Narkotika dapat: a) Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau 4 http://pengacaraonlinecom.blogspot.com/2011/08/pelaku-perbuatan-pidananarkotika.html. hlm. 3.

b) Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika 2) Masa menjalani pengobatan dan atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Pengenaan rehabilitasi bagi penyalahguna Narkotika lebih ditegaskan lagi melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2010. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2010, hakim dalam memutus perkara tentang penyalahgunaan Narkotika lebih ditekankan untuk memberikan sanksi rehabilitasi kepada pelaku daripada memberikan sanksi pidana. Berdasarkan pasal 103 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika serta Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2010, yang berwenang dalam menjatuhkan sanksi rehabilitasi adalah Hakim melalui suatu putusan. Hal tersebut memang sudah menjadi keharusan karena rehabilitasi merupakan suatu bentuk sanksi, dan sanksi bisa diberikan apabila pelaku penyalahgunaan Narkotika tersebut terbukti bersalah, dan yang berhak untuk menyatakan bersalah atau tidak adalah Hakim melalui putusan. Meskipun didalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika serta Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2010 telah

jelas ditegaskan bahwa penentuan sanksi rehabilitasi merupakan kewenangan hakim melalui suatu putusan, tetapi terkadang penetapan rehabilitasi masih sering memunculkan perdebatan. Salah satu contoh bentuk perdebatan mengenai kewenangan penentuan sanksi rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika adalah kasus yang dialami oleh Raffi Ahmad. Dalam kasus tersebut, dia oleh penyidik BNN diharuskan untuk menjalani rehabilitasi padahal perkara tersebut belum mulai disidangkan apalagi diputus oleh Hakim. Berdasarkan No. 35 Tahun Undang-Undang 2009 tentang Narkotika, jelas hal tersebut merupakan suatu penyimpangan, karena dalam No. 35 Tahun Undang-Undang 2009 Tentang Narkotika jelas tidak disebutkan bahwa penyidik berwenang dalam penentuan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan Narkotika. Penelitian ini menjadi menarik karena dalam kasus yang dialami oleh Raffi Ahmad tersebut, banyak menimbulkan pertanyaan tentang siapakah sebenarnya yang berwenang dalam menentukan sanksi rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan Narkotika sehingga penulis merasa tertarik untuk membahas permasalahan tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Siapakah sebenarnya yang berwenang untuk menentukan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan Narkotika? 2. Hambatan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika?

C. Tujuan penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang siapakah yang berwenang untuk menetapkan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika. 2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang ditemukan dalam pelaksaan rehabilitasi. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Objektif Untuk mengembangkan pengetahuan di bidang hukum khususnya mengenai pengenaan rehabilitasi serta hambatan hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. 2. Manfaat Subjektif a. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan bagi pemerintah khususnya bagi aparat penegak hukum yang berwenang dalam menangani kasus tentang narkotika sehingga dapat dengan jelas dipahami siapakah sebenarnya yang berwenang dalam menetapkan rehabilitasi

terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika serta hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika. b. Bagi penulis Penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi penulis dalam hal penyelesaian kasus tentang narkotika khususnya tentang kewenangan penentuan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika serta hambatan apa yang ditemui dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika. c. Bagi Kalangan Akademis Penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi kalangan akademis dalam hal penyelesaian kasus tentang narkotika khususnya tentang kewenangan penentuan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan Narkotika serta hambatan apa yang ditemui dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Tinjauan Yuridis Kewenangan Penentuan Rehabilitasi Bagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika merupakan karya asli penulis. Untuk itu penulis melakukan pembandingan dengan 3 judul penelitian yang pernah dibuat.

Pertama, penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian dengan judul pelaksanaan pembinaan dan rehabilitasi narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan narkotika yogyakarta yang ditulis oleh Boy Binsar, mahasiswa fakultas hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan nomor mahasiswa 07 05 09714 dengan rumusan masalahnya adalah bagaimanakah pelaksanaan pembinaan dan rehabilitasi narapidana Narkotika yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Yogyakarta. Adapun tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui bagaimanakah pembinaan dan rehabilitasi narapidana Narkotika yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Yogyakarta. Kedua, penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian dengan judul tinjauan hukum pidana terhadap rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika yang ditulis oleh Debra Fontanella Therik, mahasiswa fakultas hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan nomor mahasiswa 03 05 08374. Adapun rumusan masalah dari penelitian tersebut adalah bagaimanakah prosedur terhadap penyalahgunaan narkotika untuk rehabilitasi medis dan sosial. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apakah pelaku penyalahgunaan Narkotika yang direhabilitasi tetap dimintai pertanggungjawaban hukum secara pidana. Ketiga, penelitian yang pernah dilakukuan adalah penelitian dengam judul pelaksanaan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan

psikotropika di wilayah sleman yang ditulis oleh Hendra Wijanarko, mahasiswa fakultas hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan nomor mahasiswa 04 05 08883. Adapun rumusan masalah dari penelitian tersebut adalah bagaimanakah pelaksanaan rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan psikotropika di wilayah Sleman. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bentuk pelaksanaan rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan psikotropika di wilayah Sleman serta untuk mengetahui mekanisme rehabilitasi korban penyalahgunaan psikotropika. F. Batasan Konsep Penulis akan menguraikan pengertian-pengertian dari : 1. Tinjauan Yuridis Tinjauan yuridis adalah suatu hasil atau pandangan dilihat dari segi hukum. 2. Kewenangan Kewenangan adalah hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. 5 3. Penentuan Penentuan adalah proses, cara, perbuatan menentukan 6. 4. Rehabilitasi a. Rehabilitasi Medis 5 http://kamusbahasaindonesia.org/kewenangan. 6 Ibid.penentuan

Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. b. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik secara fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. 5. Pelaku Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan. 7 6. Penyalahguna Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 7. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan tertentu. 8. Penyalahgunaan Narkotika 7 http://kamusbahasaindonesia.org/pelaku.

Penyalahgunaan Narkotika adalah penggunaan atau peredaran narkotika yang tidak sah (tanpa kewenangan) dan melawan hukum (melanggar UU Narkotika). 8 9. BNN BNN adalah sebuah lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol 9 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan. 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif, data berupa data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 8 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4dc0cc5c25228/penyalahgunaan-narkotikadan-prekursor-narkotika. hlm. 6. 9 http://id.wikipedia.org/wiki/badan_narkotika_nasional. hlm. 1.

b. Bahan hukum sekunder yang berupa fakta hukum, dan pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah. 3. Cara Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari bahan hukum primer dan sekunder b. Wawancara dengan nara sumber. 4. Analisis Data a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, sesuai 5 tugas ilmu hukum normatif, yaitu deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif, analisis hukum positif, interpretasi hukum positif, dan menilai hukum positif. b. Bahan hukum sekunder yang berupa analisis dari pendapat hukum. c. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diperbandingkan, kemudian dicari ada tidaknya kesenjangan. 5. Proses Berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir bernalar digunakan secara deduktif. H. Sistematika Penulisan Penelitian ini dibuat berdasarkan sistematika penulisan. Dalam penelitian ini, peneliti membaginya dalam tiga bagian yaitu : BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep dan metode penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan umum tentang Narkotika, tinjauan umum tentang Narkotika yang meliputi pengertian Narkotika, bahaya Narkotika. Tinjauan umum tentang penyalahgunaan Narkotika yang meliputi tinjauan tentang pecandu tinjauan tentang Narkotika, Korban Penyalahgunaan Narkotika. Tinjauan umum tentang rehabilitasi yang meliputi pengertian rehabilitasi, tujuan rehabilitasi, metode rehabilitasi,penetapan rehabilitasi. tinjauan umum tentang BNN ( Badan Narkotika Nasional ) yang meliputi pengertian BNN, tujuan didirikannya BNN, fungsi BNN, kewenangan BNN. Kewenangan dalam penentuan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan Narkotika. Kendala yang dihadapi dalam proses rehabilitasi. BAB III : PENUTUP Bab ini akan mengemukan kesimpulan yang ditarik berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan berisi saran daripenulis yang bertujuan untuk memberikan solusi bagi pemecahan masalah hukum yang terjadi.