BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia senantiasa melakukan pembangunan nasional untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB V PENUTUP. 1.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Analisis Efektivitas,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup. Pelaksanaan pembangunan nasional berkaitan. dalam memperlancar pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang APBN menurut uu nomor 17 tahun 2003 pasal 1 adalah rencana keuangan

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan amanat otonomi daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan yang dimaksud adalah berupa pengelolaan keuangan yang sumbernya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan penerimaan lain-lain yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari berbagai sumber-sumber pendapatan yang berada di wilayah pemerintah daerah yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lainlain yang sah. PAD sebagai sumber pembiayaan daerah yang ditujukan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan di daerah dapat diwujudkan. Berdasarkan pada potensi yang dimiliki masing-masing daerah, penerimaan PAD yang semakin besar dapat meningkatkan kemampuan keuangan 1

daerah. Perkembangan perekonomian daerah yang semakin terintegrasi dengan perkonomian nasional, maka kemampuan daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan PAD menjadi sangat penting. Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, Pemerintah Daerah sekarang mempunyai sumber PAD tambahan yang berasal dari Pajak Daerah. Beberapa jenis pajak yang diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) membawa banyak perubahan, salah satunya terkait dengan mekanisme pemungutan dan penetapan PBB-P2 yang diserahkan kepada masing-masing daerah. Kewenangan pemungutan dan penetapan PBB-P2 sebelumnya berada pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. PBB sebagai Pajak Pusat terdiri atas sektor Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Pertambangan, dan Perhutanan. Sebelum Undang-Undang PDRD berlaku, PBB merupakan pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat, kemudian hasil pungutan PBB tersebut disalurkan kembali sebagai bagi hasil kepada Pemerintah Daerah secara proporsional. Pemerintah Daerah tidak terlibat secara langsung dalam proses pemungutan PBB. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas serta upaya perluasan sistem otonomi daerah dan desentralisasi 2

fiskal, pemungutan PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Pelimpahan kewenangan pemungutan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (kabupaten/kota) dilaksakan secara bertahap dengan ketentuan paling lambat 1 januari 2014. Tata cara pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahuns 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah. Peraturan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Di tingkat daerah, pemerintah daerah menetapkan peraturan daerah sebagai landasan hukum untuk pelaksanaan pemungutan pajak PBB-P2. Pemerintah Kota Padang menetapkan Peraturan Walikota Padang Nomor 4 tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Padang. Dengan adanya pengalihan wewenang perpajakan ini, diharapkan dapat meningkatkan jumlah pendapatn asli daerah. Hal ini disebabkan oleh penerimaan PBB-P2 akan sepenuhnya masuk ke pemerintah kabupaten/kota. Pada saat PBB- P2 dikelola pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota mendapatkan bagian sebesar 64,8 %. Dengan adanya pengalihan wewenang ini, semua pendapatan dari sektor PBB-P2 akan masuk ke dalam kas pemerintah daerah. Ida Ayu (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Strategi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB-P2) Serta 3

Efektifitas Penerimaannya DI Pemerintah Kota Denpasar menyatakan bahwa hasil penerimaan PBB-P2 kota Denpasar tahun 2011 sampai dengan 2014 berhasil memenuhi target realisasi yang ditetapkan dengan persentase di atas 100 persen dan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Walaupun dalam pelaksanaan pemungutannya pemerintah daerah kota Denpasar mengalami kesulitan dan prasarana yang minim dalam pengelolaannya. Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Tenny Putri Astutik (2013) yang berjudul Efektifitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Malang mengemukakan bahwa tingkat efektifitas pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) dari tahun 2008 sampai dengan 2012 cukup efektif dan berkontribusi positif dalam meningkatkan PAD. Sehingga semakin besar penerimaan PBB-P2 maka penerimaan daerah yang diterima juga akan meningkat. Sedangkan menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Syarifah Nadhia (2012) dengan judul Efektivitas Prosedur Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari Pajak Pusat ke Pajak Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah kota Palembang memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan PBB-P2 jika didasarkan pada pelaksanaan prosedur pemungutan dan nilai penerimaannya setelah dialihkan menjadi pajak daerah, sudah berjalan dengan baik dan tergolong cukup efektif. Hal ini dilihat dari segi pelayanan yang semakin meningkat diikuti dengan jumlah wajib pajak yang juga semakin meningkat. Namun terdapat beberapa kendala yang menghambat pemungutan PBB-P2 tersebut secara optimal antara lain kurangnya pelatihan yang diberikan kepada pegawai Dispenda, berkas-berkas yang kurang lengkap, serta kurangnya kualitas sarana dan prasarana yang dimiliki Dispenda kota Palembang sehingga dinilai kurang menunjang pelaksanaan 4

pelayanan PBB-P2 di kota Palembang. Meskipun dilihat dari hasil ketiga penelitian sebelumnya menunjukan pencapaian yang positif terhadap penerimaan PBB-P2, namun hal tersebut tidak mencerminkan bahwa hasil dari penerimaan PBB-P2 tersebut sama dengan daerah lain, hal ini disebabkan setiap daerah memiliki potensi pajak daerah dan kondisi yang berbeda-beda. Di kota Padang sendiri pelimpahan kewenangan pemungutan PBB-P2 merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah kota Padang dalam meningkatkan kemampuan fiskal ataupun kemampuan keuangan pemerintah daerah. Semakin besar kemampuan keuangan daerah maka pemerintah daerah dapat menjalankan fungsi nya dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor pemerintahan. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil fokus mengenai efektivitas pemungutan dan kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Asli Daerah setelah adanya pengalihan dari pajak pusat menjadi pajak daerah di Kota Padang. Alasan penulis menggunakan objek penelitian Kota Padang adalah dengan pertimbangan bahwa Kota Padang sebagai wilayah perkotaan modern yang memiliki potensi Pajak Bumi Bangunan yang tinggi. Berdasarkan latar belakang masalah inilah penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB-P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA PADANG PERIODE TAHUN 2013 SAMPAI DENGAN 2016 (PER 31 AGUSTUS 2016) 5

1.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan permasalahan yang akan dilaksanakan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimana tingkat efektifitas pemungutan PBB-P2 yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Padang dalam memaksimalkan Penerimaan PAD? 2) Bagaimana kontribusi penerimaan PBB-P2 Kota Padang terhadap penerimaan PAD Pemerintah Kota Padang? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang diharapkan dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui seberapa besar tingkat efektifitas pemungutan PBB-P2 yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Padang dalam memaksimalkan Penerimaan PAD. 2) Menggambarkan kontribusi penerimaan PBB-P2 terhadap total perolehan penerimaan Pemerintah Kota Padang yang tercermin pada APBD. 1.4. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagi peneliti Menerapkan ilmu yang diterima oleh peneliti dari bangku perkuliahan dan mengaplikasikannya berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan. 2) Bagi instansi terkait Memberikan bahan informasi yang berguna dan saran pertimbangan bagi pihak yang berwenang dalam menetapkan suatu kebijakan pada pelaksanaan 6

pemungutan Pajak Bumi dan/ Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) 7