1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 )

BAB II TEKNOLOGI BAHAN DAN KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II SIFAT BAHAN BETON DAN MEKANIKA LENTUR

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB III LANDASAN TEORI. agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan (SNI 2847 : 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

Struktur Beton Bertulang

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN PORTLAND COMPOSITE CEMENT TERHADAP KUAT LENTUR BETON DENGAN f c = 40 MPa PADA BENDA UJI BALOK 600 X 150 X 150 mm 3

TINJAUAN KUAT GESER KOMBINASI SENGKANG ALTERNATIF DAN SENGKANG U ATAU n DENGAN PEMASANGAN SECARA VERTIKAL PADA BALOK BETON SEDERHANA

PENGARUH KUAT TEKAN TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

Beton sebagai bahan bangunan teknik sipil telah lama dikenal di Indonesia, lokal, sehingga beton sangat populer dipakai untuk struktur-struktur besar

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : A.A.M PERTEMUAN XIII

I. PENDAHULUAN. Beton dan bahan dasar butiran halus (cementitious) telah digunakan sejak

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural


PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

Perencanaan Campuran Beton WINDA TRI WAHYUNINGTYAS

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertulang, mulai dari jembatan, gedung - gedung perkantoran, hotel,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

c. Semen, pasta semen, agregat, kerikil

BAB III LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN UJI TARIK LANGSUNG DAN UJI TARIK BELAH BETON

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : BAMBANG SUTRISNO NIM : D

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

4. Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI

STUDI KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON DENGAN AGREGAT HALUS COPPER SLAG

BAB III LANDASAN TEORI

KUAT TEKAN BETON DENGAN VARIASI AGREGAT YANG BERASAL DARI BEBERAPA TEMPAT DI SULAWESI UTARA

BAB I BETON MUTU TINGGI (HIGH STRENGHT CONCRETE)

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN CONSOL POLYMER LATEX SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat tekan beton adalah besarnya kemampuan beton untuk menerima gaya

PERKUATAN KOLOM BETON BERTULANG DENGAN GLASS FIBER JACKET UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS BEBAN AKSIAL (034S)

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah:

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN KOLOM BETON BERTULANG TERHADAP KUAT TEKAN

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

TEKNOLOGI BAHAN I 1 Wed, March 13th 2011

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

Kayu mempunyai kuat tarik dan tekan relatif tinggi dan berat yang relatif

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB 3 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN Beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya, telah digunakan sebagai bahan bangunan sejak zaman dahulu Penggunaan beton bertulangan dengan lebih intensif baru dimulai pada awal abad ke 19, ini dibuktikan dengan tulisan F. Coignet pada tahun 1801 yang membahas tentang prinsip-prinsip dasar konstruksi beton dan meninjau kelemahan beton terhadap tarik. Pada tahun 1938, teori kekuatan batas mulai dikembangkan di Rusia, dan pada tahun 1956 di Inggris dan Amerika. Metoda perencanaan campuran beton (admixture) juga terus berkembang untuk mendapatkan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi beton, banyak negara menerbitkan peraturan dan standarisasi tentang konstruksi beton, antara lain : German Committee for Reinforced Concrete, American Concrete Institute, British Concrete Institute. Di Indonesia juga terdapat peraturan dan standarisasi yang terus diperbaharui mengikuti perkembangan teknologi beton bertulang, yaitu Peraturan Beton Indonesia 1955, Peraturan Beton Bertulang Indonesia NI-2 1971, yang terakhir adalah Standar SK-SNI T-15-1991-03 Tata Cara Perhitungan Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung dan akan diperbaharui kembali. 1.1. BETON Beton dibentuk dengan mencampur Portlant Cement (PC) + Agregat halus + Agregat kasar + Air dengan atau tanpa bahan tambah, dengan proporsi masing-masing bahan pembentuk tertentu. Masing-masing bahan pembentuk beton berfungsi sebagai berikut : a. Agregat halus/pasir berukuran < 5 mm dan agregat kasar/kerikil dengan ukuran 5 40 mm, baik alami ataupun buatan disebut sebagai bahan susun kasar dan merupakan komponen utama beton (volume ±70%). Kualitas agregat, baik kekuatan, daya tahan, bentuk, kekasaran permukaan, kebersihan dan gradasinya, sangat berpengaruh terhadap kualitas beton yang dihasilkan. b. PC merupakan bahan perekat/pengikat hidraulis yang setelah tercampur air menjadi pasta semen dan mempunyai kekuatan tinggi setelah mengeras. Pasta semen menyelimuti seluruh permukaan butiran agregat dan menjadi perekat antar butiran. Pada umumnya semen yang digunakan untuk bahan bangunan adalah Semen Portland. Semen ini diperoleh dari menghaluskan silikat kalsium yang bersifat hidraulis dan dicampur dengan gips. Terdapat beberapa tipe semen portland, yaitu tipe I, II, III, IV dan tipe V. Semen portland tipe I adalah tipe yang paling banyak digunakan untuk bangunan, sedangkan tipe lainnya dipergunakan untuk keperluan tertentu yang memerlukan persyaratan khusus. c. Air dipergunakan agar terjadi reaksi kimia dengan semen, sehingga terbentuk pasta semen yang membasahi permukaan agregat dan merupakan pelumas campuran agar mudah dikerjakan, dan sebagai perekat antar agregat. Selain itu, air juga berfungsi sebagai pelincir agregat. Air untuk campuran beton harus tidak mengandung minyak dan bahan-bahan lain yang dapat mengurangi kekuatan beton. Jumlah air yang digunakan dinyatakan dalam perbandingan berat air dengan berat semen yang disebut faktor air semen (fas). Beton untuk pekerjaan konstruksi biasanya memilki fas sebesar 0,45 0,65. Karena fas sangat berpengaruh terdapat kekuatan beton yang diperoleh, maka fas harus dikontrol dengan ketat. Air yang berlebihan akan menimbulkan banyaknya gelembung air dan bleding setelah proses hidrasi selesai, sedang air yang kurang menyebabkan proses hidrasi kurang baik. Selain itu, karena selama proses pengeringan beton timbul panas hidrasi yang tinggi yang dapat menimbulkan retak-retak pada beton, maka itu diperlukan air untuk membasahi beton agar panas hidrasi berkurang, jadi air juga diperlukan untuk perawatan beton selama proses pengeringan. d. Bahan tambah (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat ataupun semen yang ditambahkan ke dalam campuran beton saat atau selama pencampuran. Bahan tambah Struktur Beton I - 1

berfungsi mengubah sifat-sifat beton agar sesuai untuk pekerjaan tertentu, atau menjadi ekonomis, atau untuk tujuan lain. Jumlah bahan tambah umumnya diproporsikan terhadap berat semen. Pemberian bahan tambah tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan kekuatan tekan beton berkurang atau dapat menyebabkan korosi pada baja tulangan. Jenis bahan tambah dapat dikelompokkan sbb. : Accelerating admixtures, berfungsi mengurangi waktu pengeringan dan mempercepat tercapainya kekuatan. Air-entraining, berfungsi membentuk gelembung-gelembung udara dengan diameter 1 mm selama pencampuran agar memudahkan pengerjaan dan menambah kekuatan awal beton. Pengurang air dan pengontrol pengeringan, bahan tambah ini berupa cairan. Air yang terkandung dalam bahan tambah merupakan bagian air campuran beton, sehingga kebutuhan air berkurang dan juga kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan air. Penghalus Gradasi, berfungsi untuk memperhalus perbedaan gradasi campuran beton, yaitu dengan memberikan ukuran butiran yang tidak ada atau kurang pada agregat, karena bahan ini berupa mineral, sehingga dapat meningkatkan mutu beton. Polimer, bahan tambah ini termasuk jenis baru yang menghasilkan beton dengan kekuatan tekan tinggi. Bahan tambah ini digunakan sebagai pengganti air campuran dengan faktor polimer-beton 0,30 0,45 untuk mendapatkan beton mutu tinggi. Superplastisizer, termasuk bahan tambah baru yang berfungsi mengurangi air tetapi nilai slump bertambah sehingga meningkatkan sifat mudah dikerjakan. Mutu beton ditentukan berdasarkan kuat tekannya. Sesuai tingkat mutu beton yang hendak dicapai, perbandingan/komposisi campuran bahan susun beton harus ditentukan (terdapat banyak metoda untuk menentukan komposisi bahan susun beton), agar beton yang dihasilkan memberikan : 1. kelecakan dan konsistensi yang memungkinkan beton mudah dikerjakan (penuangan, pemadatan, perataan) di dalam acuan dan sekitar baja-tulangan tanpa menimbulkan segregasi dan bleeding 2. ketahanan terhadap kondisi lingkungan : kedap air, korosif, kebakaran, dll. 3. memenuhi kekuatan yang direncanakan. Nilai kekuatan serta daya tahan beton (durability) merupakan fungsi dari banyak faktor, antara lain komposisi dan mutu bahan susun, pelaksanaan pengecoran, finishing, temperatur dan perawatan beton. Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum f c beton dengan satuan MPa (Mega Pascal) pada umur beton 28 hari. Nilai kuat tekan beton dipengaruhi oleh umur beton seperti gambar 1.1 dan tabel 1.1. Kuat tekan beton diperoleh melalui uji tekan standar umumnya mengikuti tata cara ASTM (American Society for Testing Materials) C39-66, dengan menggunakan mesin uji yang memberikan beban yang terus meningkat secara kontinu, dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji standar. Menurut SK-SNI T-15-1991-03 benda uji standar berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Nilai f c adalah bukan tegangan saat benda uji silinder hancur, tetapi tegangan maksimum dan umumnya terjadi pada regangan desak beton ε c = ± 0,002 seperti gambar 1.2. Nilai f c akan berkurang dengan bertambahnya regangan setelah regangan yang memberikan tegangan maksimum, sampai benda uji hancur pada regangan ε c = 0,003-0,005. SK-SNI T-15-1991-03 menetapkan regangan desak hancur beton sebesar ε cu = 0,003. Kuat tekan beton yang umum dipergunakan berkisar 10 65 MPa, dan saat ini telah dibuat beton dengan kuat tekan > 100 MPa. Untuk pekerjaan struktur beton bertulang, umumnya digunakan beton dengan kuat tekan 17 35 MPa, untuk struktur beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan > 35 MPa. Sedangkan beton dengan kuat tekan 15 MPa digunakan untuk pekerjaan nonstruktural. Di Indonesia masih banyak digunakan benda uji selain silinder sehingga diperlukan faktor konversi seperti pada tabel 1.2. Struktur Beton I - 2

Gambar 1.2 : Hubungan Kuat Tekan dengan umur beton Tabel 1.1 : Perbandingan Kuat Beton Umur Beton ( hari ) 3 7 14 21 28 90 365 PC biasa 0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,20 1,35 PC dengan kekuatan awal tinggi 0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15 1,20 Tabel 1.2 : Angka Konversi Benda Uji Beton Benda Uji Faktor Konversi Silinder 150 x 300 mm 1,00 Kubus 150 x 150 mm 0,80 Kubus 200 x 200 mm 0,83 Sesuai dengan perkembangan teknologi beton saat ini, dimana penggunaan beton ringan makin meluas. Maka untuk penetapan nilai Modulus Elastisitas Beton ( E c ), digunakan rumus empiris yang menyertakan kerapatan (density)/berat beton, dan menurut SK-SNI : Struktur Beton I - 3

1,50 E c = 0,043w c f' c dimana E c = modulus elastisitas beton tekan (MPa) w c = berat isi beton (kg/m 3 ) - (1500-2500 kg/m 3 ) f c = kuat tekan beton (MPa) Untuk beton kepadatan normal (berat isi ± 23 kn/m 3 ), nilai modulus elastisitas : E c = 4700 f' c Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, berkisar 9-15 % dari kuat tekannya, nilai kekuatan tekan dan tarik beton tidak berbanding lurus, setiap peningkatan kuat tekan beton hanya memberikan sedikit peningkatan kuat tariknya. Nilai kuat tarik beton sulit ditentukan, suatu pendekatan yang umum dilakukan adalah menggunakan suatu nilai yang disebut modulus of rupture ( f r ), yaitu tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan), sebagai kuat tarik beton sesuai teori elastisitas. Untuk beton normal, nilai modulus rupture : f r = 0,70 f' c Kuat tarik beton dapat juga ditentukan melalui pengujian split cilinder (pecah belah silinder). Benda uji silinder diletakkan pada arah memanjang diatas alat penguji, dan ditekan. Kuat tarik beton : f t = 2P π.l.d Dalam penggunaan beton sebagai komponen struktur, beton diperkuat dengan batang bajatulangan sebagai bahan yang dapat bekerja sama dengan beton, serta mampu memperbaiki kelemahan beton terutama dalam menahan gaya tarik. Beton Bertulang merupakan beton yang diperkuat batang baja-tulangan. Kedua komponen ini saling bekerja sama dalam menahan gaya-gaya yang terjadi : beton diperhitungkan (hanya) menahan gaya tekan batang baja-tulangan diperhitungkan menahan gaya tarik, kemudian berkembangan dengan tujuan meningkatkan kemampuan komponen struktur, batang baja-tulangan sering juga dipergunakan bersama-sama beton untuk menahan gaya tekan. Kerjasama antara beton dengan batang baja-tulangan dapat terwujud karena : a. lekatan yang sempurna antara batang baja-tulangan dengan beton yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran / slip b. beton yang membungkus batang baja-tulangan bersifat kedap, sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat pada baja-tulangan c. angka muai beton : 0,000010-0,000013 dan angka muai baja : 0,000012. Kedua bahan ini mempunyai angka muai relatif sama besar, sehingga tegangan yang terjadi karena perbedaan suhu dapat diabaikan. Konsekuensi dari lekatan yang sempurna antara beton dengan batang baja-tulangan, maka pada beton didaerah tarik akan mengalami retak-retak halus/rambut dekat batang bajatulangan, ini disebabkan tegangan tarik pada titik tersebut sudah melampaui tegangan tarik beton. Retak halus yang demikian dapat diabaikan. Struktur Beton I - 4

1.2. BAJA-TULANGAN Sifat fisik baja-tulangan yang penting diketahui untuk perhitungan struktur beton-bertulang adalah tegangan luluh/leleh ( f y ) dan modulus elastisitas ( E s ) Tegangan luluh ditentukan dari pengujian tarik baja, yaitu titik dimana penambahan regangan tidak disebabkan peningkatan tegangan. Dalam perencanaan atau analisis struktur beton bertulangan, nilai f y ditentukan terlebih dahulu berdasarkan hasil pengujian atau spesifikasi pabrik. Gambar 1.4 : Tegangan dan Regangan Uji Tarik Baja Modulus Elastisitas baja ditentukan berdasar kemiringan awal kurva tegangan-regangan didaerah elastis, dimana untuk berbagai mutu baja, perbedaan kemiringan ini tidak begitu berarti, dan SK-SNI menetapkan nilai E s = 200000 MPa. Untuk memenuhi persyaratan agar lekatan antara baja-tulangan dengan beton dapat berlangsung dengan baik, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP), digunakan juga batang deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan yang permukaannya dikasarkan secara khusus / diberi sirip teratur dengan pola tertentu. BJTP digunakan untuk diameter tulangan 12 mm, umumnya sebagai tulangan pengikat, sengkang atau spiral. Gambar 1.5 : Baja-Tulangan Deformasian/Ulir (BJTD) Simbol Tabel 1.3 : Sifat Mekanik Baja-Tulangan Tegangan Leleh Tegangan Tarik Perpanjangan minimum minimum minimum N/mm2 N/mm2 ( % ) BJTP-24 24 39 20 BJTP-30 30 49 16 BJTD-24 24 39 18 BJTD-30 30 49 14 BJTD-35 35 50 18 BJTD-40 40 57 16 BJTD-50 50 63 12 Struktur Beton I - 5

Tabel 1.4 : Baja-Tulangan ( SII 0136-80 ) Diameter Luas Penampang Berat Baja-Tulangan nominal nominal nominal Polos Deform (mm) (mm2) (kg/m') 6 6 6.00 28.3 0.222 8 8 8.00 50.3 0.396 10 10 10.00 63.6 0.499 12 12 12.00 113.1 0.888 16 16 16.00 201.1 1.580 18 18 18.00 254.5 2.000 19 19 19.00 283.5 2.230 20 20 20.00 314.2 2.470 22 22 22.00 380.1 2.980 25 25 25.00 490.9 3.850 28 28 28.00 615.7 4.830 29 29.00 660.5 5.190 32 32 32.00 804.3 6.310 36 36.00 1,017.9 7.990 1.3. PERSYARATAN KEKUATAN Tujuan perencanaan struktur adalah untuk mendapatkan struktur yang aman terhadap bebanbeban atau efek beban-beban yang bekerja selama masa penggunaan bangunan. Karena itu diperlukan pengetahuan tentang beban-beban yang bekerja, yaitu beban mati, beban hidup, angin, gempa, dll. Bila intensitas dan efek beban yang bekerja dapat diketahui dengan pasti, maka struktur dapat dibuat aman, dengan cara memberikan kapasitas kekuatan yang sedikit lebih besar. Akan tetapi, sering dirasakan adanya ketidak-pastian, baik ketika menentukan beban-beban yang akan bekerja, maupun kekuatan struktur dalam menahan beban tersebut. Ketidakpastian karena variabilitas penampilan struktur dapat disebabkan oleh tidak seragamnya kekuatan dan kekakuan beton yang diakibatkan mutu material yang tidak seragam, kualitas pelaksanaan, variasi dimensi elemen struktur, geometri struktur, penempatan tulangan, dan efek-efek lain yang merugikan. Untuk mengatasi hal tersebut, digunakan faktor keamanan atau angka keamanan, yang menjamin bahwa kapasitas struktur sedikit lebih besar dari beban-beban yang bekerja. Angka keamanan dapat didefinisikan sebagai rasio beban yang dapat menimbulkan keruntuhan terhadap beban kerja. Penerapan faktor/angka keamanan disatu pihak bertujuan untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya keruntuhan bangunan yang membahayakan, di lain pihak juga harus memperhitungkan faktor biaya. Kekuatan yang dibutuhkan suatu komponen struktur untuk menahan beban berfaktor yang bekerja dengan berbagai kombinasi efek beban disebut Kuat Perlu. Kuat perlu U suatu struktur harus dihitung dengan beberapa kombinasi beban yang mungkin bekerja pada struktur tersebut. Beban berfaktor atau beban rencana didapat dengan mengalikan beban kerja dengan faktor beban yang sesuai. Suatu struktur dapat dijamin keamanannya dengan cara memberikan kapasitas kekuatan atau kuat rencana yang sedikit lebih besar dari berbagai kombinasi efek beban yang bekerja. Kuat rencana diperoleh dari mengalikan kuat nominal dengan faktor reduksi kekuatan (φ) yang nilainya lebih kecil dari satu. Kuat nominal diperoleh dengan meninjau kekuatan teoritis. Faktor Keamanan yang disyaratkan oleh SK SNI T-15-1991-03 dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yang faktor beban dan faktor reduksi kekuatan. Faktor Beban adalah suatu faktor yang nilainya lebih besar dari satu guna menaikkan beban kerja untuk menjaga terjadinya beban yang sedikit lebih besar dari beban yang direncanakan, penerapannya sebagai berikut : Struktur Beton I - 6

1. kombinasi beban mati + beban hidup Kuat perlu U = 1,2 D + 1,6 L... (1) 2. kombinasi dengan beban angin U = 0,75 ( 1,2 D + 1,6 L + 1,6 W )... (2) atau U = 0,9 D + 1,3 W... (3) Kuat perlu U dari (2) atau (3) tidak boleh kurang dari (1) 3. kombinasi dengan beban gempa U = 1,05 ( D + LR ± E )... (4) atau U = 0,90 ( D ± E )... (5) 4. kombinasi dengan tekanan tanah U = 1,2 D + 1,6 L + 1,6 H... (6) 5. kombinasi dengan beban khusus U = 0,75 ( 1,2 D + 1,2 T + 1,6 L )... (7) tetapi tidak lebih besar dari U = 1,2 ( D + T )... (8) dengan : D = beban mati L = beban hidup W = beban angin E = beban gempa LR = beban hidup direduksi H = beban akibat tekanan tanah T = beban khusus, yaitu : - perbedaan penurunan - rangkak - perubahan suhu - susut - dll Contoh, beban rencana terbagi-rata untuk kombinasi beban hidup dan beban mati, adalah : w u = 1,2 w D + 1,6 w L sedang momen perlu atau momen rencana untuk kombinasi beban tersebut adalah : M u = 1,2 M D + 1,6 M L Faktor reduksi kekuatan ( φ ), dimaksudkan untuk memperhitungkan pengaruh kekuatan bahan, pengerjaan, ketidaktepatan ukuran, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan, yang tergantung pada mekanisme / sifat beban, sbb. : lentur murni... φ = 0,80 beban aksial & beban aksial dengan lentur aksial tarik tanpa atau dengan lentur... φ = 0,80 aksial tekan tanpa atau dengan lentur sengkang... φ = 0,65 spiral... φ = 0,70 geser dan torsi... φ = 0,60 tumpuan pada beton... φ = 0,70 Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa Kuat Momen yang digunakan M R (kapasitas momen) sama dengan Kuat Momen Ideal/Nominal M n dikalikan dengan faktor φ M R = φ M n Struktur Beton I - 7