BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikutnya yang biasa disebut laba ditahan (retained earning). harus ditanamkan kembali dalam perusahaan (Darsono : 2009)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dividen (Dividend Policy) merupakan keputusan mengenai laba yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2014). Stice et al (2005) dalam Suharli (2007) mengartikan dividen sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada para pemegang saham atau equity investor. Dividen merupakan bagian

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), net profit margin adalah


BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II VARIABEL YANG MEMPENGARUH DIVIDEND PAYOUT RATIO DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Telaah pustaka tersebut berasal dari berbagai sumber yaitu text book

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sartono (2008: 281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Perusahaan yang sukses akan memperoleh pendapatan (income).

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori yang Relevan dengan Kebijakan Deviden. bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Debt To Equity Ratio (DER) dan Devidend Payout Ratio (DPR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penelitian Budi Hardiatmo dan Daljono (2013) Penelitian ini mengambil topik tentang analisis faktor - faktor yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam suatu perusahaan merupakan suatu hal yang sangat

Penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set. (pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Teori burung di tangan (Bird in the Hand)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Salah satu kebijakan yang utama untuk memaksimalisasi keuntungan

BAB II LANDASAN TEORI. Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

BAB II LANDASAN TEORI. secara global. Salah satu jenis investasi adalah investasi saham. Investasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibagikan perusahaan dapat berupa tunai (cash dividend) yaitu kepada setiapp

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian mengenai dividend payout ratio atau kebijakan dividen telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

II. LANDASAN TEORI. Robert Ang (1997) dalam Priono (2006:10) menyatakan bahwa dividen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya agar dapat tetap bertahan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi pengembalian investasi pada equity securities pada perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan dividend merupakan fungsi yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai harapan akan mendapatkan keuntungan dari modal yang

Dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori mengenai kebijakan pembayaran dividen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh invesment opportunity

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, umumnya suatu perusahaan memerlukan dana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Laba bersih adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih

BAB I PENDAHULUAN. sehingga keuntungan yang dihasilkan bisa maksimal. sebagian besar didanai dengan internal equity maka akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Modigliani (1961) berpendapat bahwa pada dasarnya pada kondisi keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang. atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi

TEORI DEVIDEN (DIVIDEND THEORY)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Devidend Payout Ratio. being made better off financially (Prasanna Chandra;1997 dalam Azhagaiah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham dan bagi perusahaan yang akan membayar dividen. Para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan akhir dari investor perorangan maupun badan usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (corporate action) dengan membagikan dividen atau menahan laba.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu yang dijadikan landasan penulis adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBIJAKAN DEVIDEN. Kebijakan deviden yang optimal menyeimbangkan kedua hal tersebut dan memaksimalkan harga saham.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sartono (2008 : 281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Likuiditas perusahaan akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gitman (2003:570) mengatakan bahwa dividen payout ratio indicates

BAB 10 KEBIJAKAN DIVIDEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya perusahaan membutuhkan dana dalam jumlah tertentu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Profitabilitas sering dikaitkan dengan kemampuan perusahaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. selisih antara harga beli dan harga jual saham, sedangkan yield merupakan cash. biasanya dalam bentuk deviden (Jones, 2002:124).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuntungan bagi investor yaitu keuntungan berupa dividend. gain. Capital gain diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

umum lebih menyukai dividen daripada capital gain. Berarti pula bahwa terdapat

BAB II. Tinjauan Pustaka. baik dalam bentuk kas maupun saham kepada para pemegang saham suatu

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk investasi kembali (reinvestasi) pada aset yang. dalam bentuk dividen tunai maupun dividen saham.

BAB 1 PENDAHULUAN. berupa capital gain ataupun dividend yield. Capital gain dapat diperoleh jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan,dapat melakukan menahan uang sebagai laba. yang tepat dan memaksimalisasi keuntungan untuk perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentu saja mengharapkan return atau keuntungan yang akan diperoleh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan yang memerlukan dana dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat walaupun keadaan ekonomi memburuk. Pekembangan industri

Transkripsi:

14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan dividen Dividen adalah pemabagian laba yang diperoleh perusahaan kepada para pemegang saham yang sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Selain dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, sebagian dari laba bersih itu ditahan dalam perusahaan untuk membiayai perusahaan pada periode berikutnya yang biasa disebut laba ditahan (retained earning). Kebijakan dividen adalah keputusan untuk menentukan berapa banyak dari keuntungan harus dibayarkan kepada pemegang saham dan berapa banyak yang harus ditanamkan kembali dalam perusahaan (Darsono : 2009) Sartono (2010) menyatakan kebijakan dividen sebagai keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk guna pembiayaan investasi di masa datang. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Dividen saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen oleh Hanafi (2004) : menyatakan dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, di samping capital gain. Dividen ini dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pemimpin. 14

15 Pemahaman tentang kebijakan dividen berawal dari pendapat Lintner, yang menyatakan bahwa perusahaan meningkatkan pembayaran dividen apabila yakin bahwa manajemen mampu menghasilkan keuntungan (earning) yang meningkat secara permanen di masa mendatang. Banyak pendapat yang memberikan pengertian dari kebijakan dividen, Darsono (2009) menyatakan kebijakan dividen sebagai keputusan pemilik perusahaan melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk membagi laba bersih setelah pajak, atau untuk menentukan besarnya laba ditahan (retained earning). Teori yang muncul seiring dengan penelitian terhadap dividen Banyak perdebatan yang terkait dengan dividen. Pendapat mereka berbeda-beda satu sama lain, bahkan saling bertentangan. Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsiasumsi yang mendasarinya 2.1.1.1 Dividend Irrelevance Theory Teori ini adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Teori ini merupakan pendapat Modigliani dan Miller (M-M) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividen Payout Ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan deviden sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan (Atmaja,2009). Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai

16 perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut: a. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan b. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi c. Tidak ada pajak d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah Dalam prakteknya hal yang terjadi adalah sebaliknya seperti: a. Pasar modal yang sulit ditemui b. Biaya emisi saham baru pasti ada c. Pajak pasti ada d. kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah 2.1.1.2 Teori The Bird In The Hand Menurut Gordon, kebijakan dividen adalah relevan terhadap nilai perusahaan. Dalam hal ini, investor akan lebih menyukai pembayaran dividen yang akan diterima saat ini dari pada capital gains yang akan diterima pada masa mendatang. Menurut teori ini, investor akan merasa lebih aman untuk mendapatkan deviden sekarang dari pada capital gains di masa mendatang yang penuh dengan risiko dan ketidak-pastian sehingga sering juga disebut juga teori The Bird in the hand beranggapan investor memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burng di udara. Pendapat ini banyak mendapat kritikan dari Modigliani dan Miller. Modigliani dan Miller berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital

17 gains di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan. 2.1.1.3 Tax preference theory (Teori perbedaaan pajak) Teori ini diajukan oleh Linzenberger dan Ramasmawy, Menurut teori ini, karena adanya pajak terhadap keuntungan dividend an capital gain, para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi antara dividen dan capital gain sehingga individu akan memilih apakah akan menerima distribusi pendapatan perusahaan sebagai dividen atau capital gains. Apabila kewajiban pajak atas distribusi keuntungan modal dari capital gains lebih rendah dari pada pajak terhadap dividen, maka investor akan lebih memilih capital gains. 2.1.1.4.Teori Signaling Hyphotesis Teori ini pertama kali diusulkan oleh Bhattacharya. Perusahaan yang baik akan mendapatkan sinyal keuntungan yang diharapkan melalui penyaluran dividen, biaya pajak yang dipulihkan, dan harga saham yang meningkat. Dengan sinyal pembayaran deviden tersebut, investor beranggapan bahwa perusahaan dalam keadaan yang baik. Di dalam teori ini M-M berpendapat bahwa suatu kenaikan deviden yang di atas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan atau kenaikan deviden yang dibawah kenaikan normal diyakini investor sebagai suatu

18 sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan deviden semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin disebabkan oleh efek sinyal dan preferensi terhadap deviden. 2.1.1.5. Teori Clientele Effect Tiori ini menyatakan bahwa kelompok pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu devidend payout ratio yang tinggi. Sebaliknya, kelompok investor yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Penelitian ini bermaksud untuk menguji teori yang pertama, yaitu dividend relevance theory, karena sesuai dengan kondisi yang ada di Negara Indonesia, investor akan menyukai deviden yang tinggi dibandingkan dengan capital gain yang masih belum jelas. Atmaja (2009) menyatakan persentase dividen yang dibagikan dari laba bersih setelah pajak disebut Dividend Payout ratio (DPR) Dengan demikian indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan deviden adalah Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout ratio/dpr) yang merupakan bagian laba yang diperoleh untuk per lembar saham yang akan dibayarkan dalam bentuk deviden Astuti (2004) DPR = Deviden per sahare Earning per share

19 2.1.2. Langkah-langkah Pembayaran Dividen Langkah-langkah atau prosedur pembayaran dividen adalah pengumuman emiten atas dividen yang akan dbayarkan kepada pemegang saham yang disebut juga dengan tanggal pengumuman dividen. Adapun rincian tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut: a. Tanggal pengumuman (declaration date) Tanggal pengumuman merupakan tanggal yang mana secara resmi diumumkan oleh emiten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal pembayaran dividen yang akan dilakukan. Pengumuman ini biasanya untuk pembagian deviden regular. Isi pengumuman tersebut menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yakni:tanggal pencatatan,tanggal pembayaran, besarnya dividen kas per lembar. b. Tanggal pencatatan (Date of record) Pada tanggal ini perusahaan melakukan pencatatan nama-nama pemegang saham. Para pemilik saham yang terdaftar pada daftar pemegang saham tersebut diberikan hak, sedangkan pemegang saham yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk memperoleh deviden, tanggal tersebut, para investor sudah dapat mengambil deviden sesuai dengan bentuk dividen yang telah diumumkan oleh emiten (dividen tunai dan dividen saham). 2.1.3. Pola Pembayaran Dividen Keputusan mengenai kebijakan adalah keputusan yang menyangkut bagaimana cara dan dalam bentuk apa deviden dibayarkan kepada pemegang

20 saham. Ada beberapa pola pembayaran deviden yang dapat dipilih sebagai alternatif dividen payout ratio perusahaan, yaitu : 1. Stable and Occasionally Increasing Dividend per-share Kebijakan ini menetapkan deviden per saham yang stabil, selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan membayar dividen. Manajemen akan menaikkan dividen, jika ada keyakinan bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini dilandasi adanya psikologi pemegang saham, dimana bila dividen naik maka akan menaikkan juga harga saham dan sebaliknya. 2. Stable Dividen per-share Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada bila dividen berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar dividen dalam jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun. 3. Stable Payout Ratio Dalam pola pembayaran dividen ini, jumlah dividen dihitung berdasar suatu persentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham pun akan ikut berfluktuasi. 4. Regular Dividend plus Extras Dalam cara ini, dividen regular ditetapkan dalam jumlah yang diyakini oleh manajemen mampu dipertahankan di masa mendatang tanpa menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan kas tersedia, perusahaan memberikan dividen ekstra (bonus) kepada pemegang saham. Pola

21 ini mengakui bahwa dividen kepada pemegang saham( Ang, 1997). Pola ini mengakui bahwa dividen mempunyai kandungan informasi, sehingga dengan pemberian dividen ekstra dapat menarik minat pemodal yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga saham. 5. Fluctuating Dividen and Payout Ratio Dalam pola pembayaran ini besarnya dividen dan payout ratio disesuaikan dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan untuk setiap periode. Oleh karena itu besar dividen dan payout ratio yang dibayarkan berfluktuasi mengikuti fluktuasi laba dan kebutuhan investasi. 2.1.4. Faktoror-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam menentukan kebijakan dividen yang dikemukakan Admaja (2008) antara lain : 1. Perjanjian hutang ; pada umunya perjanjian hutang antara perusahaan dan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi. 2. Pembatasan dari saham preferen artinya tidak akan ada pembayaran dividen untuk saham biasa jika deviden saham preferen belum dibagi 3. Tersedianya Kas, dividen kas hanya dibayar jika tersedia uang tunai yang cukup 4. Pengendalian 5. Kebutuhan dana untuk investasi. 6. Fluktuasi laba Dari faktor-faktor diatas, faktor-faktor yang menpengaruhi kebijakan dividen dapat diuraikan sebagai berikut : 2.1.4.1 Current Ratio Ratio likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibanya-kewajibanya yang segera harus dipenuhi (sutrisno : 2001)

22 Untuk dapat memenuhi kewajiabannya yang sewaktu-waktu ini, maka perusahaan harus memiliki jumlah aktiva lancar yang jauh lebih banyak dari kewajiban yang segera harus di bayar. Salah satu ratio likuiditas adalah curren ratio, menurut munawir (2004) Current ratio adalah perbandingan antara jumlah aktiva dengan hutang lancar. Pengertian lain yang diberikan Hanafi (2004) current ratio suatu alat untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya (jatuh tempo kurang dari satu tahun) dengan menggunakan aktiva lancar. Current ratio yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar dibandingkan dengan hutang lancar. Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya termasuk dalam membayar dividen. Penelitian yang dilakukan Abdul kadir (2010) menemukan current rasio tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR, tetapi menyatakan bahwa Current ratio berpengaruh secara simultan dengan variabel ROI, DER, Asset turn over terhadap DPR sedangkan,dan Sunani (2012) menyatakan CR tidak berpengaruh terhadap deviden kas, secara simultan dengan ROE, DTA mempengaruhi DPR. Secara sistematis Current ratio dihitung dengan menggunakan rumus (Horne :2009) Current ratio = Aktiva lancar Hutang lancer

23 2.1.4.2. Return On Asset (ROA) Kebijakan pembiayaan untuk ekspansi dibiayai dengan dana intern yang berasal dari laba, jika pembiayaan dari penjualan saham akan melemahkan control karena suara pemegang saham mayoritas akan semakin berkurang, sehingga pembiayaan yang paling baik adalah laba. Margin laba bersih adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan biaya dan pajak penghasilan. Pengukuran profitabilitas dalam hubungan dengan investasi adalah diukur Return On Asset (ROA). Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut Simamora (2008) cara untuk mengukur profitabilitas adalah tingkat pengembalian inveatasi (ROI) sering juga disebut return on assets (ROA), tingkat pengembalian Ekuitas pemilik (ROE), Laba operasi, yang semuanya mengungkapkan keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan laba atau keuntungan Salah satu untuk mengukur Profitabilitas adalah Return on Asset (ROA) Simamora (1999) menyatakan adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Return On Asset diukur dari laba bersih setelah pajak (earning after tax) terhadap total assetnya yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan investasi yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan probabilitas perusahaan. ROA (salah satu ukuran profitabilitas) juga merupakan ukuran efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROA menunjukkan

24 kinerja perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian investasi (return) yang semakin besar. Menurut Hanafi (2004) perusahaan yang mempunyai aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar deviden atau meningkatkan deviden. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika jika aliran kas tidak baik. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula.oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividen payout ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Oleh karena itu deviden yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi devidend payout ratio. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Jannati, 2010). Secara sistematis ROA dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009) ROA = Laba bersih Total Aktiva

25 2.1.4.3. Retun On Equity (ROE) Mengukur profitabilitas dapat juga dipergunakan adalah Return on equity merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Semakin besar return on equity menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dari pengembalian atas ekuitas yang semakin besar dan semakin besar dividen dibayarkan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh sumani (2012) menemukan bahwa ROE secara parsial tidak berpengaruh terhadap DPR sedangkan secara simultan berpengarauh terhadap DPR. Oleh karena itu, pada penelitian ini mengikutkan ROE sebagai froksi profitabilitas dengan anggapan bahwa adalah semakin tinggi profitabilitas maka semakin besar jumlah dividen yang dibayarkan. Secara sistematis ROE dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009) ROE = Laba bersih Total Ekuitas 2.14.4. Laba Laba atau sering disebut Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak. Menurut Darsono (2009:157), net profit margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar net profit margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya

26 pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak. Penelitian yang dilakukan oleh Hadiwidjaya dan triani (2009) menunjukkan bahwa net profit margin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Secara sistematis laba dihitung dengan menggunakan rumus (Darsono, 2009) Laba = Laba bersih Penjualan Bersih 2.1.4.5 Earnings Per Share (EPS) Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tiap lembar saham dapat menghasilkan keuntungan untuk pemiliknya ( Ashari dan Darsono, 2005:57). Semakin tinggi nilai earning per share semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham. Bagi

27 investor earning per share merupakan informasi mendasar dan berguna karena bisa menggambarkan prospek laba perusahaan dimasa depan. Pendapatan per saham (earning per share) perusahaan biasanya menjadi perhatian pemegang saham/calon pemegang saham dan manajemen. earning per share merupakan proxy bagi laba per saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh dividen atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividen dan kenaikan nilai saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka earning per share yang dilaporkan perusahaan. Semakin tinggi nilai EPS semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham (Darmadji, 2001). Bagi investor earnings per share merupakan informasi mendasar dan berguna karena bisa menggambarkan prospek laba perusahaan dimasa depan. Komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham yang dikenal dengan earnings per share. Earnings per share dipandang sebagai angka yang menunjukkan performa perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat, karena earnings per share menunjukkan rupiah yang diperoleh emiten. Earnings per share digunakan untuk mengukur perolehan pemegang saham dari tiap unit investasi pada laba bersih yang dihasilkan perusahaan. Besarnya earnings per share suatu perusahaan bisa diketahui dari informasi laporan keuangan perusahaan yang mana besarnya pendapatan dari earnings per share tergantung

28 pada laba bersih yang diperoleh perusahaan dan jumlah lembar saham yang beredar dan besarnya earnings per share berdampak pada return. Secara matematis, perhitungan earning per share suatu perusahaan adalah sebagai berikut ( Horne,2009) Earning Per Share = Laba Bersih Jumlah Saham yang Beredar Pada kondisi nilai earning per share tinggi berarti bahwa ketersediaan laba yang dibagikan kepada pemegang saham juga tinggi. 2.1.4.6. Long Term Debt (LTD) Kebutuhan dana untuk membayar hutang merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan deviden. Apabila dana internal tidak mencukupi, maka perusahaan dituntut untuk melakukan pendanaan eksternal yang biasanya lebih mengutamakan pendanaan hutang daripada saham. Semakin besar leverage perusahaan maka akan terjadi kecenderungan untuk membayar dividen yang makin kecil Untuk mengukur leverage dapat dipergunakan Rasio total hutang jangka panjang terhadap total ekuitas (Long term Debt), Rasio total hutang terhadap total aktiva (Debt to total Assets), Ratio utang terhadap ekuitas (Debt to equity Ratio) Long Term Debt ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan utang) jangka panjang terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang

29 ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai deviden (Riyanto 2001). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan membayar deviden (Sudarsi 2002). Prihantoro (2003) menyatakan bahwa long tern debt ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah LTD akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Semakin besar proporsi utang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar jumlah kewajiban (Prihantoro,2003). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividen (Prihantoro,2003). Jika beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga LTD mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio (Prihantoro,2003).

30 Secara sistematis Long Term Debt dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009) Long term Debt = Long Term Debt Total Equity 2.1.4.7.Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio merupakan rasio kewajiban terhadap ekuitas. Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham kepada pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham (Ashari dan Darsono 2005:54). Ang (1997) mengungkapkan bahwa rasio yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga saham adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini merupakan rasio solvabilitas yang mengukur kemampuan kinerja perusahaan dalam mengembalikan hutang jangka panjangnya dengan melihat perbandingan antara total hutang dengan total ekuitasnya. Tingkat Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi menunjukkan komposisi total hutang (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang) semakin besar apabila dibandingkan dengan total modal sendiri, sehingga hal ini akan berdampak pada semakin besar pula beban perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur). Pengguna dana dari pihak luar akan dapat menimbulkan dua dampak, yaitu : dampak baik dengan meningkatkan kedisiplinan manajemen dalam pengelolaan dana, serta dampak buruk, yaitu munculnya biaya agensi. Peningkatan beban terhadap kreditur akan menunjukkan sumber modal perusahaan sangat tergantung dari pihak eksternal, sehingga mengurangi minat

31 investor dalam menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. Penurunan minat investor dalam menanamkan dananya ini akan berdampak pada penurunan harga saham perusahaan, sehingga return perusahaan juga semakin menurun. Semakin besar nilai Debt to Equity Ratio (DER) menandakan bahwa struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan risiko perusahaan yang relatif tinggi, akibatnya para investor cenderung menghindari saham-saham yang memiliki Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi (Ang, 1997). Dari perspektif membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik pula kemampuan perusahan dalam membayar kewajiban jangka panjang (Munawir, 2004:84). Rasio hutang terhadap ekuitas berbeda-beda tergantung dari karakteristik bisnis dan keberagaman arus kas. Perusahaan dengan arus kas yang stabil biasanya memiliki rasio hutang terhadap ekuitas yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan arus kas yang kurang stabil. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar batas pengaman pemberi pinjaman jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian. Penelitian prihantoro (2003) menunjukkan bahwa DER berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Secara sistematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan sebagai berikut (Simamora,2000: 532) : DER = Total Kewajiban

32 Total Ekuitas pemilik 2.1.4.8.Debt to total Asset (DTA) Sutrisno (2001) menyatakan rasio hutang menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Darsono (2003) mengatakan kemampuan perusahaan untuk menbayar hutang jangka panjang. Ukuran rasio hutang dapat dinyatakan dengan rasio total debt to total asset (DTA) yang mengukur persentase besarnya dana yang disediakan oleh kreditor terhadap totak aktiva yang disediakan perusahaan (Sutrisno : 2001) Perusahaan yang tidak sanggup membayar hutang diklaksifikasikan dengan perusahaan yang insolvabel dimana hutangnya lebih besar daripada total asset. Jika perusahaan berfokus pada pembiayaan dengan hutang kemungkinan akan menghasilkan penjualan yang tinggi dilain pihak tetap menanggung resiko yang tinggi karena terikat pada beban bunga yang tinggi yang akan berpengaruh pada kemampuan membayar dividen. Semakin tinggi DTA akan semakin rendah dividen yang akan dibayar. Namun hal ini tidak terbukti pada penelitian Sunani (2012) bahwa secara parsial DTA tidak mempengaruhi kebijakan devin (DPR) Secara sistematis Debt To Total Asset (DTA) dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009) DTA = Total Hutang Total Aktiva

33 2.1.4.9 Pertumbuhan (Growth) Pertumbuhan perusahaan menggambarkan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang dapat dilihat melalui pertumbuhan aktiva, penjualan. Namun dalam penelitian ini menekankan pada pertumbuhan aktiva Asset adalah aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar asset maka diharapkan semakin besar pula hasil operasional yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap perusahaan, maka proporsi hutang semakin lebih besar dari pada modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya aset yang dimiliki perusahan. Riyanto (2001) menyatakan makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhanya. Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatanya daripada dibayarkan sebagai deviden dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainya, maka keadaanya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan devidend payout ratio yang tinggi. Pertumbuhan perusahaan yang tinggi lebih disukai untuk mengambil

34 keuntungan pada investasi yang memiliki prospek yang baik.. Manajer dalam bisnis perusahaan dengan memperhatikan pertumbuhan lebih menyukai untuk menginvestasikan pendapatan setelah pajak dan mengharapkan kinerja dari dividen akan lebih kuat dalam pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan Saxena (2002) juga menyatakan bahwa dividend payout ratio sangat penting dengan berbagai alasan antara lain: Pertama, dalam penelitiannya, Saxena (2002) menemukan bahwa perusahaan menggunakan dividen sebagai sebuah tanda mekanisme keuangan yang dicerminkan kinerja perusahaan kepada pihak luar sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan dari perusahaan. Kedua, dividen memegang peranan penting pada struktur modal. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan, akan semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, akan semakin memungkinkan perusahaan menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai dividen. Oleh karenanya, potensi pertumbuhan perusahaan menjadi faktor penting yang menentukan kebijakan dividen (Jannati : 2010). Secara sistematis Growth atas aktiva dihitung dengan menggunakan rumus : Growth = St St-1 St -1 2.1.4.10 Cash Ratio Menurut Atmaja (2008) yang dapat membayar dividen adalah yang memiliki cukup dana untuk membayar dividen

35 Salah satu keterbatasan rasio lancar atau Current ratio adalah rasio ini mengandung persediaan, piutang, biaya dibayar dimuka, yang dalam praktek bisnis normal harus ditagih terlebih dahulu sebelum melakukan pembayaran kas. Sehingga rasio yang berpengaruh dalam pembayaran dividen tunai adalah ketersediaan cash yang diukur dengan kas rasio atau Cash Ratio (Simamora,1999). Current ratio yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar dibandingkan dengan hutang lancar. Tetapi suatu current ratio yang tinggi tidak menjamin untuk membayar dividen secara tunai karena keadaan dari bagian aktiva lancar tidak didukung dengan kas yang cukup namun current ratio yang rendah dapat menunjukkan kurangnya kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban yang segera jatuh ( suharli,2007 ) Cash ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya (current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio menunjukkan semakin tinggi juga kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya (Horne,2009). Dengan semakin meningkatnya cash ratio juga dapat meningkatkan keyakinan para investor untuk membayar dividen yang diharapkan oleh investor. Posisi kas suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan, sebelum membuat keputusan menentukan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Pembayaran dividen

36 merupakan arus kas keluar.semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Lintner (1956), menemukan bahwa perusahaan yang memiliki kecukupan kas pada masa kinilah yang mampu membayar deviden tunai saat ini maka dapat dikatakan bahwa ratio cash sangat mempengaruhi kebijakan deviden. Sehingga cash ratio menjadi satu hal yang harus diperhatikan karena dividen hanya dapat dibayar jika tersedia dana kas yang cukup (Atmaja: 2008) Secara sistematis Cash ratio dihitung dengan menggunakan rumus (Horne:2009) Cash Ratio = Kas + Setara Kas Hutang LAncar 2.2. Review Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu, diantaranya : Sulsitiyoti dkk (2010), Prihantoro (2003), Sumariyati (2010), Suharli (2007), Kadir (2010), Adelegan (2001), Sumani (2012), Hadiwidjaya dan Triana (2009). Sulistiyowati,dkk dalam penelitianya menemukan bahwa profitabilitas, leverage dan growth berpengaruh terhadap kebijakan deviden, tetapi dengan GCG sebagai variabel intervening tidak berpengaruh terhadap deviden. Prihantoro (2003) menemukan bahwa asset posisi kas, rasio hutang, modal, dan DER secara signifikan mempengaruhi kebijakan deviden. hal ini menunjukkan bahwa laba dan arus kas mengandung informasi dalam menetapkan kebijakan deviden. Sumariyati (2010) menemukan ROI, Cash ratio, dan EPS tidak mempengaruhi DPR, sedangkan DER berpengaruh secara positif terhadap

37 deviden. Kadir (2010) menyatakan bahwa ROI, Current ratio, DER, Assets turn Over secara simultan berpengaruh terhadap DPR tetapi secara partial Curren ratio tidak mempengaruhi DPR Sumani (2012) menemukan bahwa ROE, CR, DTA, EPS, berpengaruh secara simultan terhadap dividen kas, akan tetapi hanya EPS yeng berpengaruh secara parsial terhadap Dividen kas Hadiwidjaya dan triana (2009) menemukan bahwa Cash ratio, NPM, dan ROI berpengaruh secara signifikan terhadap deviden payout ratio, namun secara parsial cash ratio dan NPM berpengaruh namun tidak signifikan sedangkan ROI berpengaruh dan signifikan Berdasarkan uraian tersebut maka tinjauan penelitian terdahulu dapat dirangkum pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Review Peneliti Terdahulu N Nama Peneliti o dan Tahun 1 Indah Sulistiyowati, dkk (2010) Judul Penelitian Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Dan Growth Terhadap Kebijakan Dividen Dengan Good Corporate Government sebagai variable intervening Variabel Penelitian Profitabilitas, Leverage, Growth, Good Corporate Government Dan Kebijakan Dividen Hasil Penelitian Profitabilitas, leverage, dan growth terhadap kebijakan dividen dengan corporate government sebagai variable intervening tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 2 Prihantoro (2003) 3 Adelegan (2001) Estimasi Pengaruh Payout Ratio Pada Perusahaan Public Di Indonesia The Impact Of Growth, Prospect, Leverage And Firm Size On Deviden Behavior Of Posisi kas,der, dan deviden payout ratio Eat, economic policy change, growth potensial, long debt term and dividend Posisi kas, rasio hutang dan modal dan DER bemberikan pengaruh signifikan terhadap DPR Kebijakan dividen secara signifikat dipengaruhi variabel independen

38 Corporate Fimr In Negeria police 4 Sri Sumaryati (2010) 5 Hadiwidjaya dan Triani (2009) 6 Oktorina Dan Suharli (2007) 7 Abdul Kadir (2010) 8. Sumani 2012 Analisis pengaruh ROI, Cash ratio, DER dan EPS terhadap Kebijakan Dividen Pengaruh Profitabilitas Terhadap Deviden Payout Ratio Pada Perusahaan Manufactur Di Indonesia Hubungan profitabilitas dan kebijakan dividen tunai dengan kecukupan kas dan Likuiditas sebagai Variabel Moderating Analisis factor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan credit Agencies Go Public di Bursa Efek Indonesia Analisis Pengaruh Return On Equity, Current Ratio, Debt To To Tal Asset Dan Earning Per Share Terhadap Cash Dividen pada perusahaan jasa non keuangan pada BEI ROI, Cash ratio, DER dan EPS kebijakan dividen Cash ratio, NPM, ROI, Deviden Payout Ratio Profitabilitas, Kebijkan Dividen Kecukupan Kas Dan Likuiditas ROI, Current Ratio, DER,Asset Turn Over, DPR Return On Equity, Current Ratio, Debt To Total Asset Dan Earning Per Share, Cash Dividen ROI, Cash ratio, dan EPS tidak berpengaruh secara signifikat terhadap DPR sedangkan DER berpengaruh positif terhadap Kebijakan deviden Cash ratio, NPM, ROI secara serempak berpengaruh signifikan terhadap Deviden Payout Ratio, secara parcial cash ratio dan NPM tidak signifikan Proabilitas (ROI) berpengaruh secara positif terhadap kebijakan dividen, Kecukupan kas memperkuat ROI terhadap dividen tetapi tidak denagan ROE, sedangkan likuiditas memperlemah ROI terhadap kebijakan diveden ROI, Current Ratio, DER,Asset Turn Over, secara simultan berpengaruh signifikan terhadap DPR tetapi secara partial hanya curren ratio yang tidak berpengaruh terhadap DPR ROE, CR, DTA, EPS, berpengaruh secara simultan terhadap dividen kas, secara parsial terhadap EPS berpengaruh terhadap Dividen kas