BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks harga saham adalah ukuran yang disalurkan pada perhitungan statistik untuk mengetahui perubahan-perubahan harga saham setiap pada tahun dasar. Indeks harga saham individual sering sekali dipakai sebagai ukuran investor untuk menentukan perkembangan suatu perusahaan yang terefleksi dari indeks harga sahamnya. Sedangkan indeks harga saham gabungan sering sekali dipakai sebagai indikator untuk mengukur situasi umum perdagangan efek. Apakah perdagangan efek dalam keadaan bearish atau dalam keadaan bullish. Indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak simultan dan kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh terutama fenomena-fenomena ekonomi. Bahkan dewasa ini indeks harga saham dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu negara (Lubis, 2008). Data empiris memperlihatkan bahwa terjadi fluktuasi padan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG 2003-2012) tapi cenderung mengalami kenaikan. Penurunan suku bunga, membuat investor memindahkan uangnya dari tabungan ke investasi, karena investasi dianggap lebih menguntungkan. Para investor berinvestasi ke pasar modal sehingga terjadi peningkatan pembelian saham, yang berarti kenaikan pada IHSG. Lingkungan ekonomi makro merupakan lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro dimasa mendatang akan sangat berguna
dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus mempertimbangkan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu dalam membuat keputusan investasinya. Indikator ekonomi makro yang seringkali dihubungkan dengan pasar modal adalah flukutasi tingkat bunga, inflasi, kurs rupiah dan pertumbuhan PDB (Pendapatan Domestik Brutto). Secara Teori, tingkat bunga dan harga saham memiliki hubungan yang negatif (Tandelilin, 2010). Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan investasi tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. Inflasi merupakan kecendrungan terjadinya kenaikan harga produk secara keseluruhan, sehingga menaikan pendapatan dan biaya perusahaan. Kenaikan biaya produksi yang lebih besar daripada kenaikan harga, akan mengakibatkan keuntungan investor dan return investasi menurun, sehingga kurang menarik akbatnya harga saham akan menurun. Menurut (Nanga, 2001). Inflasi didefenisikan sebagai suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Berdasarkan defenisi tersebut, kenaikan harga umum (general price level) yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan inflasi. Ada tiga komponen agar dapat dikatakan inflasi, yaitu : a). Adanya kecendrungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, akan tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat. b). Bahwa
kenaikan tingkat harga tersebut meningkat secara terus menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya. c). Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga secara umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum. Melemahnya kurs akan mengakibatkan mengalirnya dana ke pasar valas yang bersumber dari pasar uang maupun pasar modal, aliran dana dari pasar uang akan mengakibatkan likuiditas rupiah ketat sehigga suku bunga meningkat yang mengakibatkan penurunan harga saham pada pasar modal karena aksi jual. Menurut (Granger et. al, 1998) secara teoritis perbedaan arah antara kurs dan harga saham dapat dijelaskan dengan pendekatan tradisional dan model protofolio balance. Pendekatan tradisonal mengatakan bahwa hubungan kurs dan harga saham adalah positif, dimana perubahan nilai tukar mempengaruhi kompetitifnya suatu perusahaan. Hal ini sebagai suatu efek dari fluktuasi nilai tukar yang mempengaruhi pendapatan dan biaya operasional perusahaan, yang pada akhirnya mengakibatkan perubahan pada harga sahamnya, dengan kata lain, pergerakan nilai tukar mempengaruhi nilai pembayaran (penerimaan) masa depan suatu perusahaan yang didominasi oleh mata uang luar negeri. Sedangkan pendekatan portofolio balance mengasumsikan bahwa saham sebagai bagian dari kekayaan, sehingga dapat mempengaruhi prilaku nilai tukar melalui hukum demand for money yang sesuai dengan model moneteris dari determinasi nilai tukar. Pendekatan ini mengasumsikan terdapat hubungan yang negatif antara harga saham dan nilai tukar, dengan arah kausalitas dari pasar saham ke pasar uang,
sesuai dengan interaksi pasar keuangan yang cepat. Hal ini terjadi karena hubungan antara kedua pasar terjadi dalam periode waktu yang pendek. Kondisi perekonomian Indonesia pada semester pertama tahun 1997 masih menunjukkan dinamika perekonomian yang tinggi. Laju inflasi cenderung semakin rendah sehingga mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi dunia usaha. Kegairahan dunia usaha yang didukung oleh kondisi makroekonomi yang setabil telah mengundang lebih banyak modal asing masuk, khsusnya disektor swasta. Pemicu terjadinya krisis ekonomi di Indonesia adalah efek dari krisis nilai tukar Thailand pada awal Juli 1997 (contagious effect) yang melanda pasar valuta asing dikawasan Asia dan mempengaruhi pasar valas di Indonesia yang beroperasi dalam perekonomian nasional yang mengidap berbagai kelemahan struktural. Proses penularan berkembang cepat menjadi krisis yang melanda semua aspek kehidupan masyarakat kerena pasar keuangan domestik sudah terintegrasi ke dalam pasar keuangan global. Krisis di Indonesia menjadi sangat parah karena baik dari sumber asalnya maupun struktur ekonomi nasional memang menyebabkan terjadinya proses deteriorisasi secara sistemik, sehingga menimbulkan dampak yang sangat besar. Gejolak ekstern pada pasar valas merupakan dampak penekanan nilai mata uang dikawasan, setelah terjadi perubahan sentimen pasar dari optimisme yang berlebihan menjadi pesimisme yang berlebihan. Sementara itu, ekonomi nasional diwarnai dengan struktur keuangan, terutama perbankan, pada ekonomi biaya tinggi. Kedua unsur ini menyebabkan krisis yang terjadi menjadi sangat dahsyat sehingga dampaknya juga sangat luas
Beberapa penelitian yang meneliti pengaruh maupun hubungan antara suku bunga, inflasi, dan nilai tukar terhadap harga saham diantaranya adalah sebagai berikut: Hasil penelitian (Sharma, 2010) menemukan bahwa inflasi dan pertukaran mata uang asing tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil penelitian (Zohaib, 2012) menemukan bahwa tingkat bunga dan inflasi tidak berdamapak signifikan terhadap harga saham. Penelitian (Bar, 2012) juga menemukan bahwa tidak adanya hubungan yang kuat antara suku bunga, inflasi dan nilai tukar terhadap harga saham. Penelitian (Emmanuel, 2012) menunjukkan bahwa hubungan antara inflasi akan harga saham memiliki hubungan yang lemah. Sedangkan hasil penelitian (Mousa et. al, 2012) menyimpulkan bahwa tidak keseluruhan perusahaan mampu bertahan melawan inflasi, sebahagian perusahaan memiliki hubungan negatif terhadap inflasi, sehingga terkadang hubungan inflasi dan harga saham hasilnya bisa positif maupun negatif. Penelitian (Singh, 2012) menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa nilai tukar dan inflasi secara signifikan mempengaruhi harga saham di BSE Sensex. Karena ada perbedaan hasil penelitian antara satu peneliti dengan peneliti lainnya, dan adanya perbedaan fenomena antara beberapa hasil penelitian dengan apa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998, untuk itulah penulis merasa tertarik untuk meneliti Pengaruh Suku Bunga Bank Indonesia, Inflasi dan Kurs Dolar Amerika Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian dimulai dari tahun 2003-2012.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan masalah yaitu; apakah Suku Bunga Bank Indonesia (SBI), inflasi dan nilai tukar dolar Amerika berpengaruh negativ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2003 2012 secara parsial dan simultan?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menjelaskan seberapa besar pengaruh Suku Bunga Bank Indonesia, inflasi dan nilai tukar dolar Amerika terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2003 2012 secara parsial dan simultan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi ; 1. Peneliti selanjutnya; yaitu penelitian ini diharapkan dapat manambah wawasan bagi penulis serta pengetahauan yang didukung dengan bukti empiris mengenai pengaruh SBI, inflasi dan nilai tukar dolar Amerika terhadap IHSG pada seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2003 2012. 2. akademisi; hasil peneltitian yang disimpulkan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti dimasa mendatang serta mendukung
teori, menjadi referensi, baik bagi peneliti dibidang pasar modal atau pun bidang lain. 3. Bagi investor dan emiten; diharapkan bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Sehingga mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi investor dan manajemen perusahaan. 1.5 Originalitas Penelitian Penelitian ini adalah replikasi dari penelitian terdahulu (Amperaningrum, 2011) tentang Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Tukar Mata Uang dan Tingkat Inflasi terhadap Perubahan Harga Saham Subsektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia dimana periode pengamatan yang dilakukan penelitian (Amperaningrum, 2011) dimulai dari tahun 2005-2009 dengan menggunakan data skunder, yang terdiri dari 14 sampel bank secara bulanan. Alasan peneliti terdahulu melakukan penelitian periode 2008-2009 terhadap saham sub sektor perbankan yaitu, peneliti memandang bahwa gejolak perubahan saham yang terjadi di Indonesia dipandang dipengaruhi emiten-emiten pada subsektor perbankan yang dapat memberikan input berarti terhadap fluktuasi Indeks Harga Saham Gabungan, sehingga kegiatan subsektor perbankan ini cukup memiliki kaitan erat dengan iklim investasi sektor riil yang terjadi di Indonesia. Perbedaan yang mendasar antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu (Amperaningrum, 2011) dengan penelitian saat ini, yaitu jumlah data, dimana sampel data yang digunakan peneliti saat ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari sebanyak 447 perusahaan, selain itu juga peneliti menambahkan periode penelitian dengan kurun waktu 2003
2012 dengan data amatan secara bulanan untuk masing masing variabel dependen maupun independen, dan perbedaan yang paling mendasar adalah perbedaaan pada varibel dependen, dimana (Amperaningrum, 2011) menggunakan data saham secara parsial, yaitu saham-saham subsektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk dijadikan sebagai sampel dan data amatan, sedangkan peneliti saat ini menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan yaitu seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk dijadikan sampel. Persamaan antara peneliti terdahulu dengan peneliti saat ini, yaitu jenis data yang digunakan adalah sama-sama menggunakan data skunder, dan persamaan yang paling mencolok adalah untuk masing-masing variabel independen yaitu SBI, inflasi, dan nilai tukar mata uang menggunakan varibel indpenden yang sama. Alasan mengapa peneliti melakukan penelitian terhadap Indeks Harga Saham Gabungan adalah, peneliti ingin membuktikan bahwa SBI, inflasi dan nilai tukar tidak hanya berpengaruh terhadap saham-saham subsektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, akan tetapi SBI, inflasi dan nilai tukar berpengaruh terhadap keseluruhan saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.