BANGKA BOTANICAL GARDEN SEBUAH KEBERHASILAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

HOME LATAR BELAKANG RUANG LINGKUP TAHAPAN MEKANISME & JADWAL PERSYARATAN DAFTAR. Ruang Lingkup Perencanaan

BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. buruh timah. Dampak positif selalu disertai dampak negatif, hal tersebut berupa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bangka Menuju Agro-Minapolitan Pasca Pertambangan

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB III KAJIAN TAPAK KAWASAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata menjadi salah satu andalan dalam sektor perekonomian daerah

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BAB I PENDAHULUAN. Malaysia menemukan bahwa faktor destination awareness, motivation, WOM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. negara/wilayah baik alam maupun budaya ini, kini semakin berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

Lampiran 1. Peta Rencana Pola Ruang Pantai Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai negara megabiodiversity. Sekitar 10 % jenis-jenis tumbuhan

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Oleh : Sri Wilarso Budi R

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rekreasi atau wisata sering digunakan sebagai sarana melepas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian


PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Ciwidey, daerah ini kaya akan pemandangan alam dan mempunyai udara yang

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

LAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TANGGAL.. INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN (KONSEPSI) ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KAPET SERAM

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kiki Nurhikmawati, 2013

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

MENGGUGAH KEPEDULIAN SISWA TERHADAP SATWA LIAR MELALUI PENDIDIKAN IPA DI SEKOLAH DASAR

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Pemangku Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V SUMBER DAYA ALAM

Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna. memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lampiran 1 Panduan Wawancara Kepada Pengelola Hutan Kota Universitas Riau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

STATISTIKPENGGUNAAN LAHAN

Transkripsi:

BANGKA BOTANICAL GARDEN SEBUAH KEBERHASILAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG Saat pertama kali melihat Pulau Bangka dari pesawat yang akan landing di Bandara Depati Amir Pangkalpinang, saya terheran atas pemandangan spot-spot tanah berwarna keputihan yang tampak dari ketinggian. Keheranan itu hanya saya simpan dalam hati. Esoknya, ketika saya berkesempatan menembus hutan menuju Kabupaten Bangka Selatan, tepatnya ke lokasi yang akan dibangun Kota Terpadu Mandiri (KTM) Batu Betumbang, barulah saya tahu bahwa spot-spot putih itu adalah lokasi penambangan timah rakyat yang tersebar di banyak sudut Pulau Bangka. Tidak jauh beda dengan saudaranya, Belitung, Pulau Bangka memang menyimpan kekayaan bahan tambang timah di dalam perutnya, sehingga pertambangan rakyat tersebar di mana-mana. Tentu saja hal ini bukan tanpa dampak negatif, karena saya lihat banyak lahan hutan dibuka dan lapisan tanah hilang akibat aktivitas pertambangan ini. Hilangnya vegetasi tentu akan berdampak negatif pada keanekaragaman hayati, iklim mikro, kondisi tanah dan hidrologi kawasan pertambangan tersebut. Dampak Negatif Aktivitas Pertambangan Beberapa dampak negatif yang sempat saya amati adalah kerusakan dan hilangnya lapisan tanah, degradasi habitat satwa liar, dan penurunan keanekaragaman hayati. Hilangnya lapisan tanah yang subur dapat terlihat dengan jelas di lahan-lahan bekas pertambangan yang dibiarkan begitu saja. Dari hasil wawancara dengan masyarakat lokal, dampak degradasi habitat yang dirasakan adalah adanya satwa liar yang memasuki area permukiman untuk mencari makan, mulai dari kera ekor panjang yang merambah ladang penduduk sampai buaya yang seringkali memasuki wilayah permukiman dekat sungai atau muara dan menyerang warga yang tinggal di pelosok. Akibat lain dari kerusakan hutan adalah fauna khas Propinsi Bangka-Belitung, yaitu Mentilin atau kera super mini (Primata Tarsius Bancanus saltator) terancam punah. Kekayaan hayati pun terancam, padahal keanekaragaman hayati mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan masyarakat lokal, contohnya adalah pemanfaatan daun simpur (Dillenia indica) sebagai pembungkus manakan. Daun ini

mempunyai sifat antikuman, seperti halnya daun jati sehingga makanan yang dibungkus daun simpur tidak cepat bau. Selain daun simpur untuk membungkus makanan, masyarakt lokal juga memanfaatkan tanaman paku resam (Dicranopteris linearis) sebagai bahan baku kerajinan, seperti tempat tisu, peci, gantungan kunci dan lain-lain. Kedua jenis tanaman itu banyak saya lihat di tepi hutan di sepanjang perjalanan saya dari Pangkalpinang ke Batu Betumpang, tetapi semua itu akan punah kalau tidak ada lagi hutan yang tersisa. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka pengelolaan dampak negatif tentunya menjadi sangat penting, tindakan reklamasi areal bekas pertambangan menjadi urgen untuk dilakukan dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan yang terjadi. Bangka Botanical Garden Sebuah Contoh Sukses Ada satu contoh nyata reklamasi areal bekas pertambangan timah yang berhasil dilakukan di Pangkalpinang, dengan menyulap areal bekas pertambangan timah menjadi Bangka Botanical Garden (BBG) yang hijau dan telah menjadi tempat ekowisata sekaligus agrowisata yang menarik dan sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat. Bahkan, saat saya berkunjung, di tempat ini sedang diadakan lomba burung berkicau yang diikuti oleh pecinta burung nuri dari berbagai daerah, termasuk dari luar Pulau Bangka. Dari wawancara dengan seorang petugas lapangan, BBG mulai dikembangkan sejak Maret 2007 oleh PT. Dona Kembara Jaya sebagai bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR), dengan tujuan menciptakan BBG sebagai paru-paru kota Pangkalpinang, tempat penelitian lingkungan, sarana edukasi perbaikan lingkungan, wahana olahraga dan hobi (pemancingan, jogging track, sepeda, dan fotografi), serta lahan pendapatan bagi karyawan dan masyarakat sekitar. Berbagai aktivitas pertanian, peternakan dan perikanan di kawasan ini memang telah memberikan keuntungan secara finansial. Kawasan ini telah menjadi pusat pembibitan beragam jenis tanaman, beragam jenis ikan tawar, menciptakan lahan-lahan persawahan yang telah ditanami berbagai jenis palawija, tambak budidaya ikan, maupun peternakan sapi perah dan potong. BBG telah menjadi acuan pengembangan lahan tidur dan lahan bekas penambangan timah menjadi lahan produktif, dan menjadi kawanan ekowisata modern di Indonesia yang

menjadi kebanggaan warga Pangkalpinang dan Bangka pada umumnya. Saat ini banyak pula mahasiswa dari Jawa yang studi banding atau kerja praktik di BBG. BBG dibagi dalam beberapa zona, ada sebagian bekas pertambangan yang dibiarkan menjadi kolam, dikelola menjadi kolam pemancingan dan tempat wisata perahu motor. Di sudut yang lain terdapat area perkebunan sayuran, bermacam buah-buahan, pohon penghijauan, peternakan sapi perah, padang rumput, dan ada sebagian lahan rawa yang dibiarkan tetap alami dengan tanaman bakaunya. Memang memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menyulap areal bekas pertambangan seluas 300 hektar ini menjadi BBG, karena harus mengambil tanah dari lokasi lain dan memindahkannya ke lokasi ini. Tetapi, biaya yang telah banyak dikeluarkan untuk reklamasi lahan tersebut telah menghasilkan jasa lingkungan yang dapat dinikmati dalam jangka panjang dan berkelanjutan. BBG telah menjadi contoh sukses dalam melaksanakan reklamasi areal bekas pertambangan. Tien Aminatun Pangkalpinang, 7-10 September 2013

LAMPIRAN FOTO Gambar 1. Kebun Kurma di dalam Bangka Botanical Garden (BBG) Gambar 2. Keramaian Pengunjung BBG

Gambar 3. Kebun Buah Mangga dan Sayuran Asparagus di BBG Gambar 4. Tanaman Simpur (Dillenia indica) yang banyak ditemukan di hutan

Gambar 5. Peci dari pahan tanaman paku resam (Dicranopteris linearis) Gambar 6. Paku Resam (Dicranopteris linearis)