MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR fc» TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEKANISME DAN PROSEDUR PENGUSULAN CALON PAHLAWAN NASIONAL DAN PERINTIS KEMERDEKAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG GELAR, TANDA JASA, TANDA KEHORMATAN

ERNUR RIAU TENTANG GUBERNUR RIAU. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tk. I Sumatera Barat,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGHARGAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG GELAR DAERAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERTIMBANGAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2014, No.22 2 MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN, DAN TATA KERJA BADAN STANDARDISASI DAN AKREDITASI NASIONAL KEOLAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nom

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kriteria Pemberian Gelar Pahlawan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TUGAS DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH

BERITA NEGARA. No.222, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Verifikasi. Akreditasi. Lembaga Bantuan Hukum. Organisasi Kemasyarakatan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH

KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 149 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

1 of 5 02/09/09 11:52

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

2014, No.38 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pela

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 5 TAHUN 2008 TATA CARA PENCALONAN, DAN PENGANGKATAN SERTA PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK)

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 96 TAHUN 2013 TENTANG BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :, bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai pengusulan pemberian Gelar sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5023); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5115); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012, tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5294);

5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Sosial ini yang dimaksud dengan : 1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara. 2. Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan Negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia. 2

3. Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima warisan atau harta pusaka yaitu istri/suami yang dinikahi secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anak kandung yang sah. 4. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat yang selanjutnya disingkat TP2GP adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar. 5. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah yang selanjutnya disingkat TP2GD adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan kepada gubernur, bupati/walikota dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. 7. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi : a. persyaratan pengajuan usul Gelar Pahlawan Nasional; b. prosedur pengusulan Gelar Pahlawan Nasional; dan c. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pahlawan. BAB II PERSYARATAN PENGAJUAN USUL GELAR PAHLAWAN NASIONAL Pasal 3 Untuk memperoleh Gelar harus memenuhi syarat : a. umum; dan b. khusus 3

Pasal 4 Syarat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, yaitu : a. warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. memiliki integritas moral dan keteladanan; c. berjasa terhadap bangsa dan negara; d. berkelakuan baik; e. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 5 Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, yaitu : a. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional. Pasal 6 (1) Untuk memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 pengusul harus melampirkan kelengkapan administrasi yang meliputi : a. daftar riwayat hidup; b. uraian perjuangan; c. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota; dan d. biografi calon Pahlawan Nasional. 4

(2) Kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu diuji dan dipublikasikan oleh pengusul kepada masyarakat melalui seminar, diskusi atau sarasehan; (3) Hasil pengujian dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan risalah hasil seminar, diskusi atau sarasehan yang disertai materi seminar, dan harus dilampirkan sebagai kelengkapan administrasi. Pasal 7 Selain kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat juga melampirkan data-data pendukung yang meliputi : a. foto-foto/gambar dokumentasi yang menjadi perjuangan calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan; b. telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat, misalnya digunakan sebagai sarana jalan, bangunan, dan sarana umum lainnya; c. daftar bukti tanda kehormatan yang pernah diterima/diperoleh; dan/atau d. catatan pandangan/pendapat orang dan tokoh masyarakat tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan. Pasal 8 (1) Seminar, diskusi atau sarasehan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan ketentuan, dihadiri : a. sejarawan, cendikiawan, pemuka agama, organisasi masyarakat, dan pihak-pihak lain yang berkompeten; dan b. narasumber yang melibatkan tokoh-tokoh nasional, dan pihakpihak yang berkompeten. (2) Seminar, diskusi atau sarasehan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat provinsi dan apabila diperlukan dapat dilakukan pada tingkat nasional. Pasal 9 Kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, disertai dengan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar dari bupati/walikota dan gubernur secara berjenjang yang berkoordinasi dengan dinas/instansi sosial setempat. 5

Pasal 10 Dalam memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, gubernur atau bupati/walikota mengajukan usul pemberian Gelar berdasarkan pertimbangan TP2GD. BAB III PROSEDUR PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL Pasal 11 (1) Setiap orang, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat dapat mengajukan usul pemberian Gelar. (2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan pengajuan usul Gelar Pahlawan Nasional. Pasal 12 (1) Permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan secara berjenjang melalui bupati/walikota dan gubernur kepada Menteri. (2) Menteri mengajukan permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pasal 13 (1) Dalam hal permohonan usulan pemberian Gelar Pahlawan Nasional ditolak berdasarkan pertimbangan TP2GP, Menteri memberitahukan kepada pengusul disertai alasan penolakan. (2) Pengusul dapat mengajukan kembali permohonan pengusulan Gelar dari awal paling singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak penolakan dan hanya diberikan kesempatan 1 (satu) kali. 6

Pasal 14 (1) Dalam hal permohonan usulan pemberian Gelar Pahlawan Nasional ditunda karena kurang lengkapnya persyaratan berdasarkan pertimbangan TP2GP, Menteri memberitahukan kepada pengusul disertai alasan penundaan. (2) Pengusul harus melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diajukan kembali kepada Menteri. BAB IV TIM PENELITI DAN PENGKAJI GELAR PAHLAWAN Bagian Kesatu Umum Pasal 15 (1) Dalam memberikan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar, Menteri dibantu oleh TP2GP. (2) TP2GP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri. (3) TP2GP bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13 (tiga belas) orang yang terdiri atas unsur praktisi, akademisi, pakar, sejarawan, dan instansi terkait. (4) Hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh TP2GP, disampaikan kepada Menteri sebagai bahan pertimbangan untuk menerbitkan rekomendasi. Bagian Kedua Kedudukan dan Susunan Organisasi Pasal 16 TP2GP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. 7

Pasal 17 (1) TP2GP mempunyai paling banyak 13 (tiga belas) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (2) Susunan keanggotaan TP2GP terdiri atas : a. Ketua merangkap anggota; b. Wakil Ketua merangkap anggota; c. Sekretaris merangkap anggota; d. Anggota. (3) Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris dipilih dari dan oleh anggota TP2GP untuk masa jabatan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. (4) Sebelum Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris TP2GP terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rapat pemilihan dipimpin oleh anggota TP2GP yang tertua usianya. Pasal 18 Menteri dapat membentuk Tim Teknis untuk mendukung pelaksanaan tugas TP2GP. Pasal 19 Menteri dapat memberhentikan keanggotaan TP2GP sebelum masa jabatannya berakhir karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri secara tertulis; c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; dan d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pindana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 20 8

Tugas TP2GP meliputi : a. menyelenggarakan sidang-sidang penelitian dan pembahasan atas usulan Calon Pahlawan Nasional; b. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka pengusulan penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional; c. memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai kepahlawanan; d. menyusun indikator penilaian calon Pahlawan Nasional; dan e. dalam hal diperlukan TP2GP dapat melakukan uji petik terhadap calon Pahlawan Nasional yang diusulkan. Pasal 21 (1) Dalam melaksanakan tugasnya TP2GP dibantu oleh sekretariat. (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial. (3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dijabat oleh pimpinan unit kerja yang menangani urusan kepahlawanan, yang ditetapkan oleh Menteri. (4) Sekretariat mempunyai tugas memberikan dukungan teknis, operasional, dan administrasi kepada TP2GP. (5) Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, TP2GP dapat membuat tata tertib yang disepakati bersama. Pasal 22 (1) Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat membentuk TP2GD. (2) Pembentukan TP2GD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota dengan mengacu pada Peraturan Menteri ini. Pasal 23 (1) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas TP2GP dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 9

(2) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas TP2GD dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN Ditetapkan di Jakarta pada tanggal, ttd. SALIM SEGAF AL JUFRI BERITA NEGARA TAHUN 2012 NOMOR 724 10