Populasi Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) Hasil Pelepasliaran di Desa Ped dan Hutan Tembeling Pulau Nusa Penida, Bali

dokumen-dokumen yang mirip
Populasi Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) Hasil Pelepasliaran di Desa Ped dan Hutan Tembeling Pulau Nusa Penida, Bali

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung. endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

JURNAL SIMBIOSIS V (1): 1-6 ISSN: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana Maret 2017

BAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

DIVERSITAS POHON SEKITAR ALIRAN MATA AIR DI KAWASAN PULAU MOYO NUSA TENGGARA BARAT. Trimanto Kebun Raya Purwodadi - LIPI ABSTRAK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kerusakan hutan Paliyan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri. Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PERKEMBANGAN BROP KEBUN ENERGI

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR (JAS) BERBASIS PELESTARIAN JALAK BALI TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DAN HASIL PETA KOGNITIF SISWA

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

BAB I PENDAHULUAN. dkk, 1999). Salah satu spesies endemik adalah Santalum album Linn.,

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I. PENDAHULUAN. alam bebas yang tidak secara langsung dikontrol atau didomestifikasikan oleh

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat

Transkripsi:

1 Populasi Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) Hasil Pelepasliaran di Desa Ped dan Hutan Tembeling Pulau Nusa Penida, Bali Citra Fitrie Riany 1, Aunurohim 2 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: aunurohim@bio.its.ac.id Abstrak Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dalam Red Data Book IUCN tahun 2012 dikategorikan sebagai satwa yang paling terancam punah (Critically Endangered). Pengurangan daerah jelajah dan ditambah lagi penangkapan burung secara ilegal untuk perdagangan ataupun sebagai burung peliharaan telah menurunkan jumlah populasi liarnya di alam sampai batas kritis terendah. Salah satu usaha konservasi ex situ terhadap Jalak Bali telah dilakukan oleh Friends of the National Parks Foundation (FNPF) yaitu pelepasliaran Jalak Bali di Pulau Nusa Penida untuk mencegah kepunahan Jalak Bali di alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi populasi dan penggunaan habitat Jalak Bali hasil pelepasliaran di Desa Ped dan Hutan Tembeling, Pulau Nusa Penida, Bali. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Januari - 12 Februari 2013 di Hutan Tembeling dan Desa Ped, Pulau Nusa Penida, Bali. Lokasi pengamatan ditentukan berdasarkan observasi awal yaitu 6 stasiun di Hutan Tembeling dan sekitarnya serta 5 stasiun di Desa Ped. Sampling populasi Jalak Bali dilakukan dengan menggunakan metode terkonsentrasi (Purposive Random Sampling) dengan cara membuat plot imajiner berbentuk lingkaran dengan jari-jari ±150 m selama maksimal 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan Jalak Bali hanya ditemukan di Desa Ped sebanyak 25±2 ekor. Habitat Jalak Bali di Desa Ped mendiami wilayah sekitar Yayasan, Pura Dalem, Pura Puseh, Banjar Sental, dan Banjar Biaung. Jalak Bali memanfaatkan 29 spesies tumbuhan dari habitus semak hingga pohon. Jalak Bali di Desa Ped menggunakan sarang dari nest box dan sarang alami di Pohon Ancar dan Pohon Randu (Ceiba pentandra). Pohon Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan Jalak Bali di seluruh lokasi. Sedangkan Pohon Bunut (Ficus glabela) merupakan spesies yang paling bermanfaat bagi Jalak Bali sebagai tempat bertengger, mencari makan, dan bersarang. Kata Kunci Nusa Penida, Jalak Bali, Populasi, Penggunaan Habitat B I. PENDAHULUAN URUNG Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa yang dikategorikan dalam IUCN sebagai satwa yang kritis (Critically Endangered), selain itu Jalak Bali dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dimasukkan dalam Apendix 1. Di Indonesia, Jalak Bali dilindungi dalam UU No.5 th. 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati. dan Ekosistemnya dan dalam PP No.7 th.1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Jalak Bali ditetapkan sebagai satwa langka yang nyaris punah dan tidak boleh diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam). Meskipun demikian, perdagangan liar masih menjadi ancaman terbesar bagi Jalak Bali hingga saat ini. Untuk mendukung kehidupan satwa liar diperlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung berkembang biak dan tempat untuk bermain serta mangasuh anak. Salah satu usaha konservasi ex situ terhadap Jalak Bali telah dilakukan oleh Friends of the National Parks Foundation (FNPF). Friends of the National Parks Foundation atau dikenal juga sebagai Yayasan Pecinta/ Penyantun Taman Nasional merupakan sebuah organisasi lokal akar rumput yang bekerja pada upaya konservasi satwa liar dan habitatnya dengan menggunakan pendekatan holistik. Program terkini FNPF meliputi restorasi habitat, pemberdayaan masyarakat, pendidikan konservasi, dan upaya pelestarian satwa liar lainnya [1]. Dalam usaha konservasi tersebut telah dilakukan pelepasliaran Jalak Bali di Pulau Nusa Penida untuk mencegah kepunahan Jalak Bali di alam yang didukung oleh masyarakat sekitar melalui aturan adat oleh 41 desa di Nusa Penida. Kegiatan pelepasliaran dan perlindungan burung di Pulau Nusa Penida telah melepasliarkan burung Jalak Bali di dua lokasi yang berbeda. Pada tahap pertama, pada tanggal 10 Juli 2006 telah dilepasliarkan sebanyak 25 individu di desa Ped, 10 individu di Hutan Tembeling, dan 15 individu di Desa Batumadeg. Menurut [2]-[3] sejumlah 24 individu diperkirakan mampu hidup di alam pasca pelepasliaran dan 1 individu ditemukan mati. Hasil penelitian [4] menunjukkan bahwa jumlah Jalak Bali hasil pelepasliaran di Nusa Penida sejumlah 62 individu yang terdiri dari 45 individu dewasa dan 17 individu anakan. Informasi mengenai estimasi jumlah populasi dan penggunaan habitat Jalak Bali pasca pelepasliaran secara kontinu dengan mengacu pada monitoring yang dilakukan sebelumnya dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program serta dapat memberikan pandangan mengenai pengelolaan habitat untuk menunjang kehidupan Jalak Bali di alam sehingga mampu meningkatkan keberhasilan hidup maupun reproduksinya.

2 II. URAIAN PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Januari- 12 Februari 2013. Lokasi pengambilan data berada di Hutan Tembeling dan Desa Ped, Pulau Nusa Penida, Bali. Lokasi pengamatan ditentukan berdasarkan observasi awal yaitu 5 stasiun di Hutan Tembeling dan sekitarnya dan 5 stasiun di Desa Ped. Kelima stasiun di Hutan Tembeling dan sekitarnya meliputi Dusun Saren 1, Batumadeg Kaja, Cubang Putih, Dusun Salak, dan Hutan Tembeling. Sedangkan di Desa Ped meliputi Yayasan (termasuk Pura Dalem dan Tanah Bias), Pura Ped (termasuk Klibun dan Pura Puseh). Banjar Sental, Banjar Nyuh, dan Banjar Biaung. Sampling populasi Jalak Bali dilakukan menggunakan metode terkonsentrasi (Purposive Random Sampling) [5] dengan cara membuat plot imajiner berbentuk lingkaran dengan jari-jari ±150 m. Pada setiap plot dilakukan pengamatan selama maksimal 30 menit (Gilmore, 2010). Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan dengan melakukan observasi lapangan untuk menentukan lokasi-lokasi yang berpotensi besar disinggahi Jalak Bali. Pengamatan dilakukan pada pagi hari (06.00-10.00 WITA) dan sore hari (16.00-18.00 WITA) dengan 4 kali pengulangan [6]. Gambar 1. Peta Lokasi Pengamatan Burung Jalak Bali di Desa Ped dan Desa Batumadeg Berdasarkan Koordinat ( : Lokasi Pengamatan, : Lokasi Ditemukan Jalak Bali) III. ANALISA DATA A. Kelimpahan Populasi Jalak Bali di Desa Ped dan Hutan Tembeling, Pulau Nusa Penida, Bali Populasi Jalak Bali di Hutan Tembeling dan Desa Ped, Nusa Penida tanggal 29 Januari- 11 Februari 2013 Lokasi Pengamatan Jumlah Kategori Individu * Desa Ped Yayasan (Banjar Bodong, Pura Dalem, Tanah Bias) 16 20 Pura Ped (Klibun dan Pura Puseh) 5 6.25 Banjar Sental 2 2.5 Banjar Nyuh 0 0 Banjar Biaung 2 2.5 Jumlah 25 ± 2 Hutan Tembeling Dusun Saren 1, Dusun Batumadeg Kaja, Cubang Putih, Dusun Salak, 0 0 Hutan Tembeling *Kategori = Merupakan nilai kelimpahan burung dibagi dengan jumlah waktu pengamatan berdasarkan Bibby et al. (1998). Berdasarkan kriteria kelimpahan oleh [7], kriteria terbesar ditemukan pada Jalak Bali di sekitar Yayasan (termasuk Banjar Bodong, Pura Dalem, dan Tanah Bias) yaitu sebesar 20. Dibandingkan dengan ketiga lokasi lainnya dimana ditemukan Jalak Bali yang lain. Dengan nilai sebesar 20, Jalak Bali di Yayasan termasuk dalam kategori mudah di temui. Burung Jalak Bali yang ditemukan di sekitar Yayasan ditemukan sekitar 6 ekor yang berpasangan dan sisanya 10 ekor masih berkoloni. Jalak Bali yang ditemukan di Banjar Sental dan Banjar Biaung sama-sama berjumlah 2 ekor (sepasang) dan memiliki kriteria sebesar 2.5 (sering). Sedangkan di Pura Puseh, Jalak Bali dikategorikan memiliki nilai kelimpahan sebesar 6.25 (sering). Jalak Bali tidak ditemukan satupun di Banjar Nyuh maupun Hutan Tembeling dan sekitarnya. B. Penggunaan Habitat Burung Jalak Bali di Desa Ped dan Hutan Tembeling Pulau Nusa Penida, Bali Berdasarkan hasil pengamatan inventarisasi vegetasi yang mendominasi di setiap stasiun pengamatan di Hutan Tembeling dan sekitarnya memiliki kemiripan dengan vegetasi yang mendominasi di Desa Ped. Sebagian besar lahan berupa lahan pertanian yang ditanami jagung, ketela, kacang-kacangan dan pisang. Hutan Tembeling merupakan hutan alami yang menyimpan banyak air di tanahnya sehingga mampu ditumbuhi tumbuhan paku-pakuan atau sejenisnya. Karena penelitian dilakukan pada musim hujan, sehingga tumbuhan yang paling mendominasi di sepanjang jalan masuk hutan adalah Gamal (Gliricidia sepium). Tumbuhan yang banyak ditemukan di lokasi pengamatan Tembeling dan sekitarnya hampir mirip dengan yang ditemukan di Desa Ped. Kemiripan penyusun vegetasi di kedua lokasi dimungkinkan karena tipe tanah yang menyusun Pulau Nusa Penida yaitu wooded grassland (Padang Rumput Berhutan). Pulau Nusa Penida merupakan gunungan batu kapur sehingga ketersediaan air sangat kurang. Untuk menanggulangi krisis air pada musim kemarau, penduduk asli membangun cubang-cubang besar sebagai penampung air hujan pada musim penghujan. Air dalam cubang dimanfaatkan penduduk untuk mengairi kebun dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut [8], burung Jalak Bali di Tembeling juga menggunakan air genangan di cubang untuk minum. Kelimpahan Jalak Bali yang paling besar ditemukan di stasiun pengamatan 1 yaitu di sekitar Yayasan. Jalak Bali yang ditemukan di sekitar Yayasan termasuk Banjar Bodong, Pura Dalem, dan Tanah Bias berjumlah 16 ekor. Sebanyak 6 ekor diantaranya terlihat sudah berpasangan. Sedangkan 10 ekor lainnya masih terlihat berkoloni di Pohon Mimba (Azadirachta indica) dan Pohon Mangga (Mangifera indica) di depan Yayasan. Menurut [9], pohon-pohon yang banyak dimanfaatkan oleh Jalak Bali untuk bertengger dan tidur di habitat aslinya (Taman Nasional Bali Barat) adalah pilang (Acacia leucophloea) (48,1%) dan walikukun (Schoutenia ovata) (17%). Pohon lainnya yang dimanfaatkan Jalak Bali di

3 TNBB adalah : talok (Grewia koordersiana), tekik (Albizia lebbeckioides), kemloko (Phyllantus emblica), dan kesambi (Schleira oleosa). Selain untuk bertengger, Jalak Bali juga mendapatkan ulat, semut dan rayap di tanaman tersebut. Namun pada saat pengamatan, tidak ditemukan Jalak Bali menggunakan vegetasi tersebut. Di Desa Ped, burung Jalak Bali yang telah berpasangan menggunakan sarang buatan berupa nestbox yang telah disediakan oleh FNPF sejak tahun 2006 dan sarang alami berupa lubang pohon. Nestbox ini terletak pada Pohon Bunut (Ficus glabela), Jati (Tectona grandis), dan Jambu air (Syzygium aqueum). Sedangkan sarang berupa lubang, terletak pada Pohon Randu (Ceiba pentandra) di Banjar Biaung dan Pohon Ancar di Pura Puseh. Menurut [8], Burung Jalak Bali di Nusa Penida membuat sarang di 11 spesies tumbuhan yaitu kelapa, bunut, pungak-pungak, angih, ancak, asam, api-api, kluwih, kampuak, lamtara dan aren. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh [6], Burung Jalak Bali juga memanfaatkan sarang lebah buatan sebagai sarang. Gambar 1. Jalak Bali memanfaatkan lubang pohon untuk sarang. (Kiri = Pohon Ancar, Kanan= Pohon Randu). Gambar 2. Jalak Bali memanfaatkan sarang buatan (nest box) untuk sarang. (Kiri = Pohon Jati, Kanan= Pohon Jambu Air) Jika dikelompokkan, maka terdapat 29 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan Jalak Bali di Desa Ped yang termasuk dalam 17 famili. Hal ini menunjukkan beragamnya tumbuhan yang dimanfaatkan Jalak Bali sebagai habitatnya di Desa Ped. [10] melaporkan bahwa terdapat 105 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan Jalak Bali di Desa Ped. Diantaranya, terdapat 30 jenis yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Dari daftar tumbuhan tersebut terdapat catatan baru tentang penggunaan Pohon Flamboyan (Delonix regia) sebagai penyedia sumber makanan berupa cacing dan Pohon Kencrutan (Spathodea campanulata) yang diduga menyediakan air untuk minum. Jika dikelompokkan berdasarkan penggunaan vegetasinya untuk bertengger, mencari makan dan bersarang, maka didapatkan data sebagai berikut. Tabel 1. Daftar Tumbuhan yang dimanfaatkan Jalak Bali di Desa Ped berdasarkan aktivitasnya. a. Daftar tumbuhan untuk bertengger/ perching 1 Ruelia Ruellia angustifolia Acanthaceae 2 Mangga Mangifera indica Anacardiaceae 3 Jambu Monyet Anacardium occidentale Anacardiaceae 4 Kayu Kuda Lannea grandis Anacardiaceae 5 Srikaya Annona squamosa Annonaceae 6 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae 7 Randu Ceiba pentandra Bombacaceae 8 Buta-Buta Excoecaria agallocha Euphorbiaceae 9 Trembesi Samanea saman Fabaceae 10 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 11 Dadap Erythrina sp. Fabaceae 12 Gamal Gliricidia sepium Fabaceae 13 Mimba Azadirachta indica Meliaceae 14 Pisang Musa x.paradisiaca Musaceae 15 Jagung Zea mays Poaceae 16 Bambu Bambusa sp. Poaceae 17 Rumput Cyperus sp. Poaceae b. Daftar tumbuhan untuk bertengger/ perching dan mencari makan/ foraging 1 Kencrutan Spathodea campanulata Bignoniaceae 2 Keres Muntingia calabura Elaeocarpaceae 3 Asem Tamarindus indica Fabaceae 4 Flamboyan Delonix regia Fabaceae 5 Bidara Ziziphus mauritiana Rhamnaceae 6 Kepuh Sterculia foetida Sterculiaceae c. Daftar tumbuhan untuk bertengger/ perching dan bersarang/ nesting 1 Jati Tectona grandis Lamiaceae 2 Kesambi Schleichera oleosa Sapindaceae 3 Timoho Kleinhovia hospita Sterculiaceae 4 Jambu Air Syzygium aqueum Myrtaceae 5 Ancar d. Daftar tumbuhan untuk bertengger/ perching, mencari makan/ foraging, dan bersarang/ nesting 1 Bunut Ficus glabela Moraceae Jalak Bali merupakan burung yang berkoloni, pada musim kawin (September- Desember) mereka terbang berpasangan sambil mencari makan [11]. Jalak Bali di Desa Ped memanfaatkan lubang alami pada Pohon Randu dan Pohon Ancar dengan ketinggian ±7-10m untuk bersarang. Menurut [11] Jalak Bali bersarang pada lubang pohon dengan ketinggian 2,5m-7m dari tanah. Jenis pohon yang sering digunakan untuk bersarang antara lain Laban (Vitex pubescens), Kesambi (Schleichera oleosa), Berasang (Cryptocarya ferrea), Pidada (Sonneratia acida), Talok (Grewia celtidifolia), Ketangi (Lagerstroemia speciosa) dan Pilang (Acacia lecophloea). Lubang yang dipergunakan untuk bersarang pada umumnya mempunyai diameter 10cm dan tidak dibuat sendiri, Jalak Bali memanfaatkan lubang yang dibuat oleh Burung Pelatuk atau lubang alami yang ada di pohon [11]. Satu-satunya tumbuhan yang berfungsi sebagai tempat bertengger, makan, dan bersarang adalah Pohon Bunut

4 (P/F/N). Di Pulau Nusa Penida, Pohon Bunut termasuk yang sering ditemukan. Pohon Bunut ini termasuk dalam genus Ficus dan family Moraceae. Ukuran buah Bunut cocok dengan paruh Jalak Bali. Menurut [12], Jalak Bali di Hutan Tembeling memakan Buah Bunut pada pagi, siang, dan sore hari. Selain buahnya, Jalak Bali juga memanfaatkan serangga yang hidup pada Pohon Bunut. Selain Pohon Bunut, Jalak Bali di Hutan Tembeling juga memakan buah Pohon Angih dan Buah Pohon Ancak. Seluruhnya termasuk dalam Genus Ficus. Salah satu tolak ukur yang dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan program pelestarian alam adalah kondisi populasi (densitas) dan penyebaran spesies target. Sehingga kurang adil jika masyarakat menganggap program pelestarian kurang berhasil jika kondisi populasi yang dilestarikan menurun. Untuk mendukung keberhasilan program, ada 4 hal yang perlu diperhatikan yaitu : kondisi bioekologi spesies, keadaan lingkungan fisik kawasan, keadaan tekanan masyarakat, dan dedikasi petugas lapangan. Keempatnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena saling memiliki keterkaitan. Sehingga teknik pengelolaan yang tepat dapat menunjang keberhasilan program pelestarian spesies [11]. Gambar 3. (kiri-kanan) Jalak Bali bertengger di Pohon Bunut (Ficus glabela). Sarang Jalak Bali di Pohon Bunut. Buah Bunut yang dimakan Jalak Bali. Berdasarkan pengamatan, Jalak Bali paling sering menggunakan Pohon Kelapa baik dari segi frekuensi kehadiran maupun lama penggunaan. Hal ini dimungkinkan karena melimpahnya jumlah Pohon Kelapa di Pulau Nusa Penida memberikan kesempatan bagi Jalak Bali untuk memanfaatkannya. Menurut [13], Jalak Bali di Hutan Tembeling, Nusa Penida paling sering menggunakan Pohon Kelapa untuk bertengger, mencari makan, dan sebagai tempat untuk berlindung dari serangan predator. Pada saat pengamatan pada pagi hari ditemukan juga bahwa Jalak Bali membersihkan bulunya sambil bertengger di pelepah daun kelapa. Jalak Bali termasuk hewan yang menyukai kebersihan. Selain menyukai air untuk membersihkan dirinya, Jalak Bali juga sering membersihkan bulunya dengan menelisik bulunya satu persatu sehingga bersih dan terlihat mengkilap [14]. Pohon Mimba dan Bidara seperti yang dijelaskan sebelumnya merupakan salah satu sumber pakan untuk Jalak Bali. Sehingga meskipun terlihat frekuensi penggunaannya kecil, namun waktu penggunaannya terhitung lebih lama yaitu menempati urutan kedua setalah penggunaan Pohon Kelapa. Pohon Mimba atau Azadirachta indica selain digunakan sebagai sumber pakan juga merupakan tempat tidur bagi burung Jalak Bali yang belum berpasangan. Jalak Bali mempunyai sifat yang peka tehadap gangguan, mudah mengalami stress dalam keadaan lingkungan yang tidak wajar, sehingga mempengaruhi proses reproduksinya. Jalak Bali hanya mau bersarang di dalam lubang-lubang pada batang pohon, padahal mereka tidak mampu membuat lubang tempat sarang tersebut. Padahal lubang pohon tidak mudah dijumpai di alam. Di Desa Ped tidak banyak dijumpai lubang pohon alami, sehingga dimungkinkan Jalak Bali yang sudah berpasangan berpindah ke lokasi lain yang menyediakan tempat untuk bersarang. Hal ini dapat menjadi salah satu alasan yang dapat mengakibatkan populasi Jalak Bali di Desa Ped mengalami penurunan. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Ped dan Hutan Tembeling, Desa Batumadeg, Nusa Penida, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kelimpahan Jalak Bali di Desa Ped adalah sebesar 25±2 ekor, sedangkan di Hutan Tembeling, Desa Batumadeg tidak ditemukan sama sekali. 2. Di Desa Ped, Jalak Bali memanfaatkan 29 spesies tumbuhan untuk bertengger, makan, dan bersarang dari habitus herba hingga pohon. 3. Jalak Bali di Desa Ped bersarang menggunakan sarang alami dan sarang buatan. Sarang alami terletak pada Pohon Ancar dan Randu (Ceiba pentandra), sedangkan sarang buatan berupa nest box terletak di Pohon Jambu Air (Syzygium aqueum) dan Pohon Jati (Tectona grandis). DAFTAR PUSTAKA [1] Wirayudha, I.G.N.B. Laporan Tahun 2008 Friends of the National Parks Foundation (FNPF). Ubud, Bali (2008). [2] Wirayudha, I.G.N.B. Laporan Tahun 2011 Friends of the National Parks Foundation (FNPF). Ubud, Bali (2011). [3] Sucipta, I.W. Alokasi Waktu Diurnal Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) di Hutan Tembeling, Kabupaten Klungkung, Nusa Penida, Bali, Skripsi Jurusan Biologi. Universitas Udayana, Bali (2008) [4] Sudaryanto. Populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) di Pulau Nusa Penida Propinsi Bali, Seminar Nasional Biologi. Yogyakarta (2010). [5] Gregory, R.D., David W. G., and Paul F. D. Bird Census and Survey Techniques. Suther-02.qxd 5/12/04 1:04 PM Page 17 (2004). [6] Gilmore, O. C. The successful conservation efforts of Friends of the National Parks Foundation s Bali Bird Sanctuary: A Field study assessment. FNPF, Bali (2010). Tidak dipublikasikan. [7] Bibby, C., J. Martin and M.Stuart, Expedition Field Techniques: Bird Surveys, Expedition Advisory Centre. Royal Geographical Society, London (2000). [8] Sudaryanto. 2009. Perilaku jalak bali (Leucopsar rothschildi stresemann, 1912) di Pulau Nusa Penida Propinsi Bali,. Seminar Nasional Mipanet (2009). [9] Sudaryanto, L.P.E.K. Yuni, M.J. Imansyah, A. Suryakusumah,. Konservasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stressman 1912) di Taman Nasional Bali Barat, Dinas Kehutanan, Bali (2003). [10] Ginantra, I. K., A.A.G.R. Dalem, S.K. Sudirga, dan I.G.N.B. Wirayudha., Jenis Tumbuhan Sebagai Sumber Pakan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Desa Ped, Nusa Penida, Klungkung, Bali, Jurnal Bumi Lestari. Vol. 9. (2009) 97-102. [11] Alikodra, H. S. Masalah Pelestarian Jalak Bali, Media Konservasi 3 (1987) 4. [12] Suartana, I.W. Strategi makan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) di Hutan Tembeling, Kabupaten Klungkung, Nusa

Penida, Bali, Skripsi Jurusan Biologi. Universitas Udayana, Bali (2008). [13] Sudarsana, I.W. Interaksi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) di Hutan Tembeling, Kabupaten Klungkung, Nusa Penida, Bali, Skripsi Jurusan Biologi. Universitas Udayana, Bali (2008). [14] Kurniasih, L. Jalak Bali (Leucopsar rotschildi Stresmann 1912) spesies yang makin langka di habitat aslinya, Makalah Ilmiah Biosfer No. 9 (1997) 3-7. 5