BAB II DASAR TEORI. menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. meningkat ke layanan Fourth Generation dengan teknologi Long Term Evolution

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan dan Penataan Menara Telekomunikasi Seluler Bersama di Kabupaten Sidoarjo Menggunakan MapInfo

BAB II ADAPTIVE MULTI-RATE (AMR)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 REBALANCING GPRS TIME SLOT (GTS) TRAFFIC DATA GSM 900 MHZ

ANALISIS PENGARUH HALF RATE DAN FULL RATE TERHADAP TRAFFIC CHANNEL DAN SPEECH QUALITY INDICATOR PADA JARINGAN GSM PT.

OPTIMASI REVENUE DAN PERFORMANSI JARINGAN SELULER MENGGUNAKAN ALGORITHMA CALL ADMISSION CONTROL DAN DYNAMIC PRICING

MODEL LINEAR GOAL PROGRAMMING UNTUK MENENTUKAN KAPASITAS TRAFIK BTS PADA SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER GSM

ANALISIS MEKANISME REHOMING DAN REPARENTING PADA JARINGAN KOMUNIKASI SELULER GSM

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI. standarisasi yang dibentuk di Eropa tahun 1982 untuk menciptakan sebuah

ANALISIS PERFORMANSI PADA JARINGAN GSM 900/1800 DI AREA PURWOKERTO

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM.

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I-1

ANALISIS PERFORMANSI REHOMMING BR 9.0-EVOLUSION BSC (ebsc) PADA JARINGAN GSM PT TELKOMSEL DI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PENEMPATAN BTS DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

ANALISIS PENGARUH HALF RATE DAN FULL RATE TERHADAP SPEECH QUALITY INDICATOR DAN TRAFFIC CHANNEL PADA JARINGAN GSM

ANALISIS TRAFIK SUARA DAN UNJUK KINERJA JARINGAN GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE

BAB II LANDASAN TEORI

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Cell boundaries (seven cell repeating pattern)

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II PENGENALAN SISTEM GSM. tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

REKAYASA TRAFIK ARRIVAL PROCESS.

ANALISA THROUGHPUT PADA LAYANAN DATA DI JARINGAN GPRS

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

BAB II TEKNOLOGI SELULER GSM. (Frequency Division Multiple Access), metode TDMA (Time Division Multiple

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peningkatan jumlah pengguna jaringan GSM (Global System for

BAB IV ANALISIS STRATEGI IMPLEMENTASI AMR

BAB III METODA PENELITIAN

PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK TRAFIK. Oleh : Mike Yuliana PENS

BAB II LANDASAN TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Abstrak

BAB II SISTEM KOMUNIASI BERGERAK. internasional roaming.. Dengan GSM satelit roaming, pelayanan juga dapat

BAB II ASPEK TEKNIS JARINGAN GSM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENERAPAN BASE TRANSCEIVER STATION HIGH CAPACITY PADA GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE COMMUCATION

ANALISIS UNJUK KERJA MULTI BAND CELL PADA GSM DUAL BAND

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sistem Komunikasi Seluler dan Perangkatnya Awal Perkembangan Teknologi Selular

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 6 NO. 1 Maret 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB-CAC) PADA SISTEM WCDMA. Devi Oktaviana

BAB I PENDAHULUAN. maka antara satu BTS dengan BTS yang lain frekuensinya akan saling

BAB 1 KONSEP DASAR TRAFIK

UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB CAC)

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

Analisis Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Jaringan Seluler PT. XL Axiata pada Area Jawa Tengah bagian Utara melalui Proyek Swap dan Modernisasi

BAB III PARAMETER PERFORMANSI TRAFIK MULTIBAND CELL

BAB III 7745 CHANNEL FAILURE RATE ABOVE DEFINE THRESHOLD channel failure rate above defined threshold merupakan salah satu

Simulasi Dinamik Diskon Solusi Untuk Memprediksi Trafik Telepon Pada Sistem GSM ( Global System Mobile) Dengan Menggunakan Proses Stokastik

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS CALL SETUP SUCCESS RATE (CSSR) PERFORMANCE PT. INDOSAT,

OPTIMASI PENEMPATAN BTS DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016

BAB I PENDAHULUAN. menjaga dan meningkatkan performa pada jaringan telekomunikasi. diharapkan akan diikuti semakin tingginya jumlah trafik.

BAB II DASAR TEORI. Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sistem

BAB III DATA FAST TRAFFIC HANDOVER

ANALISIS PENGARUH PENAMBAHAN JUMLAH CHANNEL TERHADAP TOTAL TRAFIK SITE JALANDURIMD PT TELKOMSEL REGIONAL3. Oleh: AMANTISIFA

I. PENDAHULUAN. tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

BAB III MEKANISME POWER CONTROL PADA SISTEM GSM

TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI JARINGAN TELEKOMUNIKASI GSM. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Presentasi Seminar Tugas Akhir

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

ANALISIS PENERAPAN METODE TRANSMITTER RECEIVER UNIT (TRU) UPGRADING UNTUK MENGATASI TRAFFIC CONGESTION JARINGAN GSM PADA BTS AREA PURWOKERTO KOTA

[Rekayasa Trafik] [Pertemuan 9] Overview [Little s Law Birth and Death Process Poisson Model Erlang-B Model]

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

PENS. Konsep dan Teori Trafik. Prima Kristalina. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Lab. Komunikasi Digital E107 (2016)

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi GSM Salah satu teknologi komunikasi bergerak yang sampai saat ini masih menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile Communication) yang merupakan komunikasi berbasis digital. Jaringan GSM dengan frekuensi 900 dan 1800 MHz merupakan frekuensi yang paling banyak digunakan di dunia.[4] Pada GSM 900, frekuensi uplink yang digunakan 890-915 MHz, sedangkan frekuensi downlink-nya 935-960 MHz. Bandwidth yang digunakan adalah 25 MHz dengan lebar kanal sebesar 200 KHz. Dari keduanya, maka didapatkan 125 kanal, dimana 124 kanal untuk suara dan 1 kanal untuk sinyal. Pada GSM 1800, frekuensi uplink yang digunakan 1710-1785 MHz, sedangkan frekuensi downlink-nya 1805-1880 MHz. Bandwidth yang digunakan adalah 75 MHz dengan lebar kanal sebesar 200 KHz. Maka pada GSM 1800 ini akan tersedia sebanyak 375 kanal.[2] Pada sistem telepon seluler, suatu wilayah dibagi menjadi beberapa cell kecil. Tiap cell memiliki 1 BTS dengan sejumlah transceiver (TRx). Sekelompok BTS dikontrol oleh 1 BSC. TRx (Transmitter and Receiver) bertanggung jawab untuk transmisi dan penerima sinyal radio. Untuk menghitung kapasitas suatu BTS dalam melayani pelanggan, maka perlu diperhatikan berapa jumlah TRx yang digunakan dalam tiap sektornya. 6

Biasanya ada 3 sektor dalam 1 BTS. Setiap TRx mampu menangani 8 kanal. Jika operator menggunakan konfigurasi 4x4x4, tiap sektor diisi dengan 4 TRx, maka perhitungannya sebagai berikut: 1. 1 sektor terdiri atas 4 TRx 2. 1 TRx = 8 kanal 3. 4 TRx = 8 x 4 = 32 kanal Setiap sektor membutuhkan 1 kanal BCCH (Broadcast Control Channel) dan 1 kanal SDCCH (Standalone Dedicated Control Channel) yang berguna dalam broadcast sinyal dan juga mengatur panggilan setiap pelanggan. Jadi, 1 sektor yang terdiri atas 4 TRx mampu melayani 32 2 = 30 panggilan secara teoritis.[6] Gambar 2.1 menunjukkan secara umum mengenai arsitektur jaringan GSM. Di dalam arsitektur jaringan GSM terdapat network element yang terdiri dari Mobile Station (MS), Base Station Sub-System (BSS), Network Sub-System (NSS), dan Operation and Support System (OSS). Secara bersama-sama, keseluruhan network element tersebut akan membentuk sebuah PLMN (Public Land Mobile Network).[5] 7

Gambar 2.1 Arsitektur jaringan GSM 2.2 Dasar Trafik Seluler Secara umum trafik dapat diartikan sebagai perpindahan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain melalui jaringan telekomunikasi. Besaran dari suatu trafik telekomunikasi diukur dengan satuan waktu, sedangkan nilai dari trafik suatu kanal adalah lamanya waktu pendudukan pada kanal tersebut. Salah satu tujuan dari perhitungan trafik adalah untuk mengetahui unjuk kerja jaringan dan mutu pelayanan jaringan telekomunikasi.[4] Trafik dalam seluler didefinisikan sebagai kumpulan panggilan telepon bergerak melalui suatu grup kanal dengan memandang durasi dan jumlah panggilan. Secara matematis dirumuskan seperti Persamaan 2.1. E = λ tt h (Erlang) (2.1) Dimana : E : Intensitas trafik (erlang) 8

λ :call arrival rate (call/hour) t : mean holding rate (hour/call) Satuan yang digunakan adalah erlang. 1 erlang didefinisikan sebagai jumlah trafik yang berlangsung ketika 1 pelanggan menduduki 1 kanal percakapan selama 1 kurun waktu rujukan (detik, menit atau jam). Operator tidak hanya memastikan berapa kapasitas TRx yang dibutuhkan pada keadaan trafik normal tetapi juga cukup fleksibel untuk mengakomodasi lonjakan trafik pada jam sibuk. Untuk melakukan itu ada konsep yang dikenal sebagai Grade of Service (GOS) atau kelas layanan. GOS menentukan berapa banyak potensial trafik pelanggan yang tidak bisa diakomodasi per seratus pelanggan. GOS juga dapat dijadikan sebagai parameter Quality of Service (QOS) dimana dalam perhitungannya dapat menggunakan bantuan Tabel Erlang-B [6]. Adapun hubungan secara kualitatif antara kapasitas sistem, beban trafik dan QOS ditunjukkan pada Gambar 2.2. [7] Gambar 2.2Hubungan kualitatif antara sistem-trafik-qos Aspek penting dari trafik seluler meliputi : kapasitas trafik dan ukuran sel, efisiensi spektral dan sektorisasi, kapasitas trafik vs coverage dan analisis holding time (waktu pendudukan). Bila trafik (jumlah pendudukan) dalam suatu sistem peralatan telekomunikasi diamati, maka terlihat bahwa harganya akan berubahubah (bervariasi): saat demi saat, jam demi jam, hari demi hari.[5] 9

Jam tersibuk adalah 1 jam tiap hari dimana trafik tertinggi (tersibuk). Sedangkan jam sibuk adalah 1 jam yang diambil dari kurva rata-rata dimana trafik tersibuk. Adapun karakteristik trafik mobile diantaranya: 1. Pada telepon seluler jumlah trafik rata-rata setiap user adalah 25 35 me. Pengukuran trafik ini dilakukan pada jam sibuk. 2. Secara umum jam sibuk berlaku dari jam 10.00 sampai 12.00 dan 13.00 sampai 15.00. Dalam hal ini jam tidak berarti 60 menit tetapi berarti periode. 3. Kenaikan trafik tiap user lambat. 4. User lebih lama manggunakan telepon dalam keadaan diam dari pada bergerak. 2.3 Optimasi Kapasitas GSM Optimasi terhadap jaringan GSM diperlukan ketika jaringan mengalami kekurangan kapasitas akibat tidak efisiennya penggunaan spektrum frekuensi. Teknologi antarmuka udara GSM menggunakan akses ganda berdasarkan pembagian slot waktu atau time division multiple access (TDMA). Setiap slot waktu menempati lebar pita 200 khz yang dapat dibagi menjadi 8 time slot (ts). Penomoran kanal ts diberikan seperti pada terminologi digital lainnya yaitu dengan nomor 0-7. Jadi satu frekuensi pembawa pada sistem GSM mempunyai 8 kanal yang biasanya dirancang 1 ts untuk control channel dan sisanya untuk traffic channel.[5][6] Munculnya ide optimasi ini karena bertambahnya pelanggan GSM dunia mendorong peningkatan kebutuhan spektrum baru. Padahal spektrum frekuensi 10

yang ada terbatas dan tidak terbaharui. Maka perlu penggunaan frekuensi yang efisien sebelum diperlukan penambahan spektrum. Optimasi kapasitas pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga kategori besar perancangan sistem. Pertama yaitu merancang berapa banyak transceiver (Trx), jumlah kanal kontrol, jumlah kanal broadcast dan kanal trafik pada satu BTS. Kedua adalah bagaimana mengatur fitur yang digunakan seperti power control, penggunaan voice coding seperti HR, AMR atau paduan HR/AMR dan lain-lainnya. Ketiga adalah mengatur QoS seperti persentase congestion karena hand off, drop call, bad quality dan pengaturan interferensi yang terjadi pada BTS. Pada tugas akhir ini dianalisis metode optimasi untuk penentuan jumlah kanal berdasarkan nilai GOS yang diinginkan. 2.4 Proses Stokastik Proses stokastik banyak digunakan untuk memodelkan evolusi suatu sistem yang mengandung suatu ketidakpastian atau sistem yang dijalankan pada suatu lingkungan yang tidak dapat diduga, dimana model deterministik tidak lagi cocok dipakai untuk menganalisis sistem.[5] Pada tugas akhir ini digunakan 2 distribusi proses stokastik, yaitu distribusi Poisson untuk pembangkitan laju kedatangan panggilan (call arrival rate) dan distribusi Bernoulli untuk prediksi trafik pada metode DDS. 2.4.1 Distribusi Poisson Pendistribusian trafik pada jaringan tidak pernah merata dikarenakan pengguna yang mobile dan terhubung ke jaringan bersifat random (stokastik). Call arrival rate memiliki pola kedatangan seperti distribusi poisson. Distribusi 11

poisson adalah suatu distribusi yang menyatakan suatu kedatangan. Bilangan acak berdistribusi poisson digunakan untuk membuat data simulasi yang menyatakan data kedatangan. Distribusi poisson mempunyai PDF dengan nilai rata-rata m, seperti pada Persamaan 2.2. p(x) = ee mm mm xx xx! (2.2) Grafik PDF distribusi poisson ditunjukkan seperti pada Gambar 2.3. [8] Gambar 2.3Grafik PDF distribusi poisson 2.4.2 Distribusi Bernoulli Suatu distribusi Bernoulli dibentuk oleh suatu percobaan Bernoulli. Sebuah percobaan Bernoulli harus memenuhi syarat: 1. Keluaran (outcome) yang mungkin hanya salah satu dari sukses atau gagal 2. Jika probabilitas sukses p, maka probabilitas gagal q = 1-p Dalam sebuah percobaan Bernoulli, dimana p adalah probabilitas sukses, q = 1-p adalah probabilitas gagal, dan X adalah variabel acak yang menyatakan sukses, maka dapat dibentuk sebuah distribusi probabilitas Bernoulli sebagai fungsi probabilitas seperti Persamaan 2.3 berikut:[5] Pb (x;p) = pp xx 1 pp 1 xx x = 0,1 (2.3) 0 p 1 12

2.5 Dynamic Discount Solution Persaingan di pasar prabayar telah meningkat sedemikian rupa, sehingga operator jaringan mencoba untuk tetap berada di depan pesaing mereka. Promosi yang diluncurkan dengan tujuan untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Jelas bahwa inovasi adalah kunci untuk bersaing menguntungkan dalam pasar yang sangat kompetitif ini. Oleh karena itu dibuatnya metode Dynamic Discount Solution (DDS). Tujuan utama dari DDS ini adalah mengubah pola panggilan pelanggan untuk menurunkan lalu lintas di jaringan pada waktu puncak dan meningkatkan lalu lintas jaringan saat-saat tenang ketika ada kapasitas jaringan yang tersedia. Hasilnya adalah pemanfaatan kapasitas jaringan yang lebih efisien. DDS mencapai ini dengan menawarkan pelanggan diskon biaya telepon mereka di lokasi dan pada saat-saat jaringan memungkinkan ini. Untuk dapat melakukan hal ini informasi statistik tertentu dikumpulkan dari setiap sel, menggabungkan ini dengan data penggunaan dari CDR (call data record) untuk menentukan kapan, dimana dan apa diskon harus ditawarkan ke pelanggan. Setelah ini barulah ditetapkan diskon pada tarif dalam sistem pengisian diperbaharui. Selain itu, diskon yang valid disiarkan ke ponsel menggunakan fungsi Cell Broadcast di jaringan radio. Adapun beberapa tujuan dari DDS ini adalah: 1. Mengurangi tingkat lalu lintas puncak dengan memindahkan lalu lintas ke jam off-peak atau lokasi yang berbeda. 2. Menggunakan kapasitas bebas pada sel tertentu dan dalam jaringan pada umumnya 13

3. Meningkatkan nilai pelanggan dengan memberikan nilai lebih untuk uang, memaksimalkan tingkat pendapatan. Solusi ini akan memastikan bahwa penghasilan saat ini setidaknya dipertahankan. Gambar 2.4 Pemanfaatan trafik per sel Gambar 2.4 menunjukkan contoh bagaimana lalu lintas di beberapa sel. Sel-sel individu dimensioned untuk lalu lintas puncak mereka, yang berarti bahwa pada waktu hari lain, sel kurang dimanfaatkan. Ketika menambahkan trafik per sel itu menjadi jelas bahwa ada kelebihan kapasitas dalam jaringan, bahkan di puncak lalu lintas jaringan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5Jaringan pemanfaatan jumlah lalu lintas Dalam rangka untuk menjalankan jaringan secara optimal dari sudut pandang model pembiayaan, pengguna akan perlu untuk menggunakan layanan ini selama periode historis kurang dimanfaatkan. Oleh sebab itu DDS mencoba 14

untuk meratakan puncak lalu lintas dengan mengalihkan ke waktu lain dimana permintaan lalu lintas kurang, sehingga perlu pengurangan kapasitas untuk sel dan akibatnya untuk seluruh jaringan [5]. 2.6 Metode Goal Programming Goal Programming adalah sebuah perluasan teknik program linier yang mempertimbangkan lebih dari satu tujuan dalam model yang dibentuk. Goal Programming sangat cocok digunakan untuk masalah-masalah multi tujuan karena melalui variabel deviasinya, Goal Programming secara otomatis menangkap informasi tentang pencapaian relatif dari tujuan-tujuan yang ada. Terdapat beberapa komponen, yaitu variabel keputusan, fungsi tujuan, dan batasan. Variabel keputusan merupakan nilai yang akan dicari. Fungsi tujuan untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai. Batasan merupakan aspek pembatas. Metode goal programming merupakan metode yang melakukan pendekatan untuk mencapai nilai tujuan dan meminimumkan penyimpangan [6]. Beberapa asumsi dasar yang diperlukan dalam goal programming adalah sebagai berikut: a. Linieritas. Asumsi ini menunjukkan perbandingan antara input yang satu dengan input yang lain atau suatu input dengan output besarnya tetap dan terlepas pada tingkat produksi. Hubungannya bersifat linear. b. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa jika peubah pengambil keputusan berubah, maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sebanding dengan fungsi tujuan dan juga fungsi kendalanya. Jadi tidak berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang. 15

c. Aditivitas. Asumsi ini menyatakan nilai parameter suatu kriteria optimisasi merupakan jumlah dari nilai individu-individu. Dampak total terhadap kendala ke-i merupakan jumlah dampak individu terhadap peubah pengambilan keputusan. d. Disibilitas. Asumsi ini menyatakan bahwa peubah pengambilan keputusan jika diperlukan dapat dibagi ke dalam pecahan-pecahan. e. Deterministik. Asumsi ini menghendaki agar semua parameter tetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti. Dalam goal programming terdapat tiga unsur utama yaitu fungsi tujuan, kendala tujuan, dan kendala non negatif. Penjelesannya sebagai berikut : 1. Fungsi tujuan dalam goal programming pada umumnya adalah masalah minimisasi, karena dalam fungsi tujuan terdapat variabel simpangan yang harus diminimumkan. Fungsi tujuan dalam goal programming adalah meminimumkan total penyimpangan tujuan yang ingin dicapai. 2. Kendala non negatif dalam goal programming adalah semua variabel-variabel bernilai positif atau sama dengan nol. Jadi variabel keputusan dan variabel deviasi dalam masalah goal programming bernilai positif atau sama dengan nol. 3. Kendala Tujuan dalam goal programming memiliki tujuan yang ditentukan oleh hubungannya dengan fungsi tujuan [10]. Persamaan umum metode goal programming seperti pada Persamaan 2.4 berikut: nn jj =1 CC jjjj. XX jj = GG kk (2.4) Dimana: 16

CC jjjj = koefisien XX jj pada fungsi obyektif dalam setiap tujuan-k (k = 1, 2,..., K) XX jj = Variabel keputusan (j= 1, 2,..., n) GG kk = Target untuk tujuan-k Dalam metode goal programming tidak memungkinkan untuk mencapai seluruh target sehingga perlu didefinisikan fungsi tujuan yang menyeluruh dari tujuan awal. Dengan harapan penyimpangan dapat bernilai negatif atau positif maka fungsi tujuan model goal programming ditunjukkan pada Persamaan 2.5: kk nn jj =1 ZZ mmmmmm = kk=1 CC jjjj. XX jj GG kk (2.5) Dimana: ZZ mmmmmm = Fungsi tujuan minimal Fungsi tujuan menyeluruh dari metode goal programming sangat sulit untuk diselesaikan, maka harus dilakukan transformasi format ke bentuk linear programming agar diselesaikan dengan cara yang lebih sederhana. Tahap awal transformasi adalah membuat variabel baru yang didefinisikan seperti Persamaan 2.6 berikut: nn dd kk = jj =1 CC jjjj. XX jj = GG kk ; untuk k = 1,2,..,K (2.6) Sehingga fungsi tujuan goal programming menjadi Persamaan 2.7: kk ZZ mmmmmm = kk=1 dd kk (2.7) dd kk dapat bernilai positif atau negatif. Maka variabel ini dapat diganti dengan dua variabel non negatif baru seperti pada Persamaan 2.8: dd kk = dd kk + dd kk ; dimana dd kk + dandd kk > 0 (2.8) Variabel dd kk + dandd kk merupakan variabel penyimpangan yang merepresentasi tingkat pencapaian melebihi tujuan (over achievement) dan pencapaian kurang dari tujuan (under achievement). Over achievement dan under 17

achievement tidak mungkin terjadi secara bersamaan, maka berlaku hubungan dd + kk dd kk = 0. Dalam model goal programming, setiap tujuan dimasukkan dalam batasan yang ada dalam persamaan. Fungsi tujuan yang menjadi batasan tersebut dinamakan goal constraint, dimana dalam persamaannya melibatkan variabel + penyimpangan dd kk dandd kk. Pada banyak kasus, sebuah goal programming + mengandung dd kk dandd kk, walaupun kedua variabel penyimpangan ini tidak muncul pada fungsi tujuan. Dengan demikian sangat mungkin untuk menuliskan fungsi kendala target seperti Persamaan 2.9 berikut [6]: kk nn kk=1 CC jjjj. XX jj dd kk = GG kk => jj =1 CC jjjj. XX jj GG kk (2.9) 18