BAB I PENDAHULUAN. tidak pula diizinkan untuk dipindah milikkan 1. sangat lama dan sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu kala.

dokumen-dokumen yang mirip
Sejarah dan Perkembangan Wakaf. Written by Administrator Thursday, 27 December :03

BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG WAKAF

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB II WAKAF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO

Oleh H.M. Cholil Nafis, Ph.D, Wakil Sekretaris Badan Wakaf Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan. Namun,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf sebagai institusi keagamaan, di samping berfungsi ubudiyah. mewujudkan dan memelihara hablun min Allah dan hablun min an-nas.

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. manusia disebut sebagai makhluk sosial. Islam mengajarkan kita untuk saling

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

Sesungguhnya Allah memerintahkan kita untuk bersedekah di jalan Allah:


BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf

MENJUAL TANAH WAKAF MENURUT IBNU TAIMIYYAH SKRIPSI. Melengkapi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) OLEH ZURRYATI

Bagaimana Caranya Kita Bersyukur? Wednesday, 15 May :39

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA WAKAF MASJID DAN WAKAF QUR AN DI YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

BAB III HARTA WAKAF DALAM ISLAM. Wakaf menurut bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja

Pendidikan Agama Islam

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

BAB I PENDAHULUAN. Alquran dan hadis Nabi yang menerangkan betapa pentingnya mendirikan ibadah

Proposal Ke-11 Permintaan Opini Dewan Pengawas Syariah (DPS) Tentang Pengolahan Daging Qurban Menjadi Sosis atau Kornet

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.

MUZAKKI DI KALANGAN SAHABAT RASULULLAH SAW. Oleh: M. Yakub Amin

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia diciptakan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA

BAB IV ANALISIS PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF MENURUT UU WAKAF NO 41 TAHUN 2004 PASAL 40 WAKAF NO 41 TAHUN 2004 PASAL 40

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM. Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia

Filosofi dan Hikmah Wakaf السبت, 10 يناير 01:

Ida Rahayuningsih FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

Kewajiban berdakwah. Dalil Kewajiban Dakwah

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Keutamaan Puasa

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA


Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

MENANGKAP PELUANG BISNIS BERDASARKAN KISAH RASULULLAH MUHAMMAD SAW

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

membelanjakan dan menafkahkan harta yang dikaruniakan Allah SWT kepada mereka.

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

Engkau Bersama Orang Yang Kau Cintai

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya.

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Mengimani Kehendak Allah

BAB IV PRAKTIK PERUBAHAN FUNGSI TANAH WAKAF DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Bukti Cinta Kepada Nabi

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

TAFSIR AL QUR AN UL KARIM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB IV YANG BERHUTANG. dibedakan berdasarkan waktu dan tempat. Fatwa fatwa yang dikeluarkan oleh

fiqih muamalah "MusaQoh"

RISALAH AQIQAH. Hukum Melaksanakan Aqiqah

FATWA DEWAN SY ARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA NO: l06/dsn-muiixl2016 Tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

Uang Sebagai Alat Tukar Kebahagiaan Dunia dan Akhirat. Bab 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masjid Quba sebagai wakaf pertama, kemudian beliau membangun masjid Nabawi

BAB III Data Analisis Terhadap Proses Pencatatan Status

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. saling mengisi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin

Bayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya, namun harta yang diperoleh itu juga mempunyai fungsi sosial 1. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB II DAN RIBĀ DALAM FIQIH MUAMALAH. yang berarti dia memutuskannya. Qarḍ. masdar yang berarti memutuskan. Qarḍ

ZAKAT LEMBAGA PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Disusun oleh DAVID SATRIA I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

HADITS KEsembilan Arti Hadits / :

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

I TIKAF. Pengertian I'tikaf. Hukum I tikaf. Keutamaan Dan Tujuan I tikaf. Macam macam I tikaf

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wakaf yang aslinya ditulis waqaf telah dipakai sebagai salah satu peristilahan undang-undang di indonesia yang aslinya berasal dari bahasa Arab. Kata al- waqf sama artinya penahanan dari pemakainya, yakni seorang menahan harta yang dimilkinya. Secara sederhana dapat pula dikatakan bahwa wakaf menurut bahasa berarti menahan harta, tidak dipakai pemiliknya, dan tidak pula diizinkan untuk dipindah milikkan 1. Wakaf merupakan bentuk muamalah maliyah (harta benda) yang sangat lama dan sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu kala. Hal ini tidak lain karena Allah SWT menciptakan manusia untuk mencintai kebaikan dan melakukannya sejak ia dilahirkan hingga hidup ditengah-tengah masyrakat. Demikian juga Allah menciptakan dua sifat yang berlawanan dalam diri manusia agar mereka mencintai pada dirinya sendiri 2. Masyarakat zaman Rasulullah hanya mengenal beberapa bentuk dasar wakaf, yang paling dikenal adalah wakaf tempat peribadatan yang berbentuk masjid atau mushalla. Sedikit sekali ditemukan wakaf kepada fakir miskin yang dilakukan para pemuka agama. Selain itu juga telah ditemukan bentuk wakaf berupa perpustakaan yang notabene dilakukan oleh masyarakat Yunani dan Romawi 3. Perubahan wakaf yang paling besar telah dilakukan pada masa perkembangan islam di Madinah. Pada saat itu wakaf sangat variatif, baik 1 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), h. 101 2 Naziroeddin Rachmat, Harta Wakaf Pengertian, Perkembangan Dan Sejarahnya Islam Dahulu Dan Sekarang, (Jakarta : Bulan Bintang, 1964), h. 69-71 3 Ibid.,h. 72 1

2 dari segi tujuan maupun bentuknya dan telah berubah oreintasinya, dari kepentingan masyarakat, maka pelaku kebaikan harus rela berkorban untuk mewakafkan hartanya demi kepentingan mereka. Kemudian datang fase kemunduran peranan wakaf yang menimpa umat islam, dengan terjadinya penyerobotan harta wakaf yang telah dibangun oleh generasi terdahulu. Kondisi wakaf saat itu mengalami kemunduran dan kehancuran. Lembaga wakaf sosial yang ada juga sudah tidak mampu memberikan pelayanan seperti yang diharapkan. Tanah-tanah wakaf mulai tidak terurus, bangunan-bangunan banyak yang hancur dan tidak diperbaiki lagi. Walaupun demikian, masyarakat islam kembali sadar akan pentingnya wakaf 4. Al-Quran tidak pernah berbicara secara spesifik dan tegas tentang wakaf. Hanya saja, karena wakaf itu merupakan salah satu bentuk kebajikan melalui harta benda, maka para ulama pun memahami bahwa ayat-ayat alquran yang memerintahkan pemanfaatan harta untuk kebajikan juga mencakup kebajikan melalui wakaf. Dalam kitab fikih ditemukan pendapat yang mengatakan bahwa dasar hukum wakaf disimpulkan dari beberapa ayat. Secara umum tidak terdapat ayat al-quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada 4 Ibid.,h. 75

3 keumuman ayat-ayat al-quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah 5. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain: Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 267 Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. 6 Q.S Ali Imran (3) : 92 Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai 7 Q.S Al-Baqarah (2): 261 5 Helmi Karim.,op.cit 102 6 Deperteman Agama, Al Quran dan Terjemahan,(Jakarta, sygma, 2001)h. 45 7 Ibid,.h.62

4 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang -orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-nya) lagi Maha Mengetahui 8. Selain dasar dari al-quran para ulama sepakat (ijma ) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang 9. Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004. Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam ( fuqaha ) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian 8 Ibid.,h.44 9 Hasby Ash Shidiqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam,(Jakarta: Bulan Bintang,1978),h.502

5 pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari Amr bin Sa ad bin Mu ad, ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa ad bin Muad berkata: Kami bertanya tentang mulamula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW." (Asy- Syaukani: 129). Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon A raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebon lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, ia berkata: Dari Ibnu Umar ra, berkata : Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk, Umar berkata : Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah SAW. bersabda: Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, Ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir)

6 wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta (HR.Muslim). Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan oleh Umar bin Khatab dususul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun Bairaha. Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW. lainnya, seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah. Utsman menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur. Mu ads bin Jabal mewakafkan rumahnya, yang populer dengan sebutan Dar Al- Anshar. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah Isri Rasulullah SAW 10. Menukar dan mengganti benda wakaf, dalam penalaran ulama, terdapat perbedaan antara benda wakaf yang berbentuk mesjid dan bukan mesjid. Yang bukan mesjid dibedakan lagi menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Terhadap benda wakaf yang berbetuk mesjid, selain Ibn Taimiyyah dan sebagian Hanabalah sepakat menyatakan terlarang menjualnya. Sementara terhadap benda wakaf yang tidak berupa mesjid, selain mazhab Syafi'iyah membolehkan menukarnya, apabila tindakan demikian memang benar-benar sangat diperlukan. Namun mereka berbeda dalam menentukan persyaratannya 11. Ulama Hanafiyah membolehkan penukaran benda wakaf tersebut dalam tiga hal: 1) apabila wakif memberi isyarat akan kebolehan menukar tersebut ketika 10 Ibid.,h.505 11 Abd Al Rahman Al Asyimi, Majmu Al Fatawa Syaikh Al Islam Ibnu Taymiyah, T.Tp: T.Pn, T.Th,) Juz 22, h. 135

7 ikrar, 2) apabila benda wakaf itu tidak dapat lagi dipertahankan, dan 3) jika kegunaan benda pengganti wakaf itu lebih besar dan lebih bermanfaat. Ulama Malikiyah juga menentukan tiga syarat, yaitu: 1) wakif ketika ikrar mensyaratkan kebolehan ditukar atau dijual, 2) benda wakaf itu berupa benda bergerak dan kondisinya tidak seusai lagi dengan tujuan semula diwakafkan, 3) apabila benda wakaf pengganti dibutuhkan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan mesjid, jalan raya dan sebagainya. Ulama Hanabilah lebih tegas lagi. Mereka tidak membedakan apakah benda wakaf itu berbetuk mesjid atau bukan mesjid. Ibnu Taimiyah misalnya, mengatakan bahwa benda wakaf itu boleh ditukar atau dijual, apabila tindakan ini benar-benar sangat dibutuhkan. Misalnya suatu masjid yang tidak dapat lagi digunakan karena telah rusak atau terlalu sempit, dan tidak mungkin diperluas, atau karena penduduk suatu desa berpindah tempat, sementara di tempat yang baru mereka tidak mampu membangun mesjid yang baru. Dasar pemikiran Ibn Taimiyah sangat praktis dan rasional. Pertama, tindakan menukar atau menjual benda wakaf tersebut sangat diperlukan. Lebih lanjut Ibnu Taimiyah mengajukan contoh, seseorang mewakafkan kuda untuk tentara yang sedang berjihad fi sabilillah, setelah perang usai, kuda tersebut tidak diperlukan lagi. Dalam kondisi seperti ini, kuda tersebut boleh dijual, dan hasilnya dibelikan sesuatu benda lain yang lebih bermanfaat untuk diwakafkan. Kedua, karena kepentingan mashlahat yang lebih besar, seperti masjid dan tanahnya yang

8 dianggap kurang bermanfaat, dijual untuk membangun mesjid baru yang lebih luas atau lebih baik 12. Dalam hal ini mengacu kepada tindakan Umar ibn al-khaththab ketika ia memindahkan mesjid Kufah dari tempat yang lama ke tempat yang baru. Usman kemudian melakukan tindakan yang sama terhadap mesjid Nabawi 13. Lebih jauh Ibn Taimiyyah mengajukan argumentasi, bahwa tindakan tersebut ditempuh adalah untuk menghindari kemungkinan timbulnya kerusakan atau setidaknya penyia-nyiaan benda wakaf itu. Hal ini sejalan dengan kaidah: درء المفاسد مقدم على جلب المصالح "Menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mengambil kemashlahatan" Selain itu, untuk mempertahankan tujuan hakiki disyariatkannya wakaf, yaitu untuk kepentingan orang banyak dan kesinambungan. Namun persoalannya adalah bagaimana seandainya wakif tidak memberi isyarat secara detail terhadap bolehnya benda wakaf tersebut ditukar atau dijual manakala kondisiya sangat mendesak. Apabila tidak sedikit seorang wakif mewakafkan hartanya karena pertimbangan tabarru' telah merasa cukup dengan ikrar saja, tanpa dilengkapi dengan persyaratan administratif lainnya. Golongan Hanabilah membolehkan menjual mesjid apalagi benda wakaf lain selain mesjid, dan ditukar dengan benda lain sebagai wakaf, apabila ditemui sebab-sebab yang membolehkan. Umpamanya tikar yang diwakafkan di mesjid, 12 Ibid., h. 335-336 13 As-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Jilid III (t.p),(tt), h.230

9 apabila telah usang atau tidak dapat dimanfaatkan lagi, boleh dijual dan hasil penjualannya dibelikan lagi untuk kepentingan bersama 14. Sementara itu, golongan Syafi'iyah menyatakan bahwa terlarang menjual dan menukarkan wakaf secara mutlak. Sehingga walaupun wakaf itu termasuk wakaf khas seperti wakaf untuk keluarga, dan walaupun dibolehkan oleh bermacam-macam sebab. Mereka membolehkan bagi si penerima untuk menghabiskannya guna keperluan sendiri jika ditemui hal yang membolehkan seperti pohon yang mulai mengering dan tidak ada lagi kemungkinan untuk berbuah. Maka orang yang menerima wakaf boleh memanfaatkan guna kayu api, tapi tidak boleh menjual dan menukarkannya. Ulama Syafi'iyah berdalil dengan hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar, Harta wakaf tidak boleh dijual dihibahkan dan diwariskan. Adapun ulama Maliki berpendapat bahwa harta wakaf tidak boleh dijual dalam tiga keadaan: Pertama, orang yang mewakafkan mensyaratkan tidak boleh menjual sewaktu ada perjanjian wakaf tersebut, lalu ia mengikuti syarat itu. Kedua, benda yang diwakafkan itu termasuk jenis benda yang bergerak dan tidak pantas bagi pihak si penerima wakaf Lalu benda wakaf itu dijual dan harganya dibelikan pada hal yang seumpama dan sebanding dengannya. Ketiga, tumbuh-tumbuhan yang dijual itu untuk kepentingan perluasan mesjid atau jalan perkuburan dan pada hal-hal yang lainnya yang tidak boleh dijual. Kelompok Hanafi membolehkan menjual dan menukar sekalian bendabenda wakaf khas dan am kecuali mesjid. Mereka membolehkan tersebut dengan 14 Ibid., h. 215

10 tiga keadaan, yaitu: Pertama, orang yang berwakaf mensyaratkan hal itu ketika berwakaf. Kedua, harta wakaf itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Ketiga, pertukaran itu mendatangkan manfaat yang lebih baik dan harga yang lebih mahal. Al-Mahalli mengatakan bahwa, menurut pendapat yang lebih shahih dibolehkan menjual tikar mesjid yang telah diwakafkan apabila tiang-tiang mesjid itu telah lapuk dan mesjid itu telah rusak dan tidak mungkin lagi diperbaiki kecuali dengan membukanya, supaya kehancuran tidak mengiringinya. Di antara kandungan hadis ini adalah benda yang diwakafkan tidak boleh dijual selagi masih utuh seluruhnya. Akan tetapi apabila secara umum tidak dapat dipakai lagi dan sebahagian masih utuh, boleh dijual dan hasil penjualan itu dipergunakan kembali untuk memperbaiki mesjid tersebut. Berdasarkan hal ini, maka dapat pula dipahami bahwa boleh menjual harta wakaf apabila ada hal yang menghendakinya. Ibnu Qudamah, salah seorang ulama dari mazhab Hanbali, dalam kitabnya al-mughni berpendapat bahwa apabila harta wakaf menuju kebinasaan sehingga tidak dapat dimanfaatkan, maka harta wakaf itu dapat dijual, kemudian harga penjualan tersebut dibelikan kepada benda yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan wakaf yang pertama 15. Berdasarkan uarain diatas, berarti pada prinsipnya harta wakaf tidak bisa dilakukan transaksi hukum lain, seperti dihibahkan, dijual, atau diwariskan, namun apabila tidak bermanfaat lagi sesuai dengan ikrar wakaf semula, atau adanya kepentingan umum yang lebih besar, maka menjual dan menukar benda 15 Ibnu Qudamah, Al Mughni, Juz V, ( Riyadh Al Hadistsah,tt)h. 156

11 wakaf merupakan bentuk solusi dengan pertimbangan maslahat. Berdasarkan keterangan diatas mendorong penulis memilih judul ini dengan tema Menukar dan Menjual Benda Wakaf Menurut Ibnu Taimiyah. B. Batasan Masalah Karena keterbatasan waktu dan untuk memudahkan penelitian ini, maka penulis membatasi masalah dengan meneliti : 1. Menukar dan menjual benda wakaf menurut pendapat Ibnu Taimiyah 2. Metode istimbat hukum Ibnu Taimiyah tentang menjual dan menukar benda wakaf D. Rumusan Masalah Berdasarkan landasan pemikiran dalam latar belakang di atas dan dari batasan masalah, maka dapat dirumuskan beberapa pokok masalah yang akan dijadikan obyek kajian dalam pembahasan ini, yakni sebagai berikut : 1. Bagaimana Konsep Ibnu Taimiyah tentang menjual dan menukar benda wakaf? 2. Bagaimana Metode Istimbat Hukum Ibnu Taimiyah tentang menjual dan menukar benda wakaf? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui dan memahami Konsep ibnu taimiyah tentang menukar dan menjual benda wakaf

12 b. Untuk mengetahui bagaimana Metode Istimbat Hukum Ibnu Taimiyah tentang menjual dan menukar benda wakaf 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk syarat menyelesaikan studi S.1 di Fakultas Syari ah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau. b. Secara teoritis, penulisan ini diharapkan mampu memberikan sumbangan khazanah keilmuan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang perwakafan. c. Secara praktis, penulisan ini diharapkan mampu memberikan wawasan pengetahuan tentang metode ijtihad Ibnu Taimiyah tentang menukar dan menjual benda wakaf F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dilihat dari jenisnya, tulisan ini adalah library research yang bersifat kualitatif di mana datanya diperoleh dari buku-buku yang memuat pendapat Ibnu Taimiyah yang kemudian dianalisis dan disusun sehingga memperoleh gambaran yang benar tentang suatu pendapat dengan alasan yang tepat. Adapun data yang akan digali dalam penelitian ini adalah mengenai Konsep Ibnu Taimiyah tentang menukar dan menjual benda wakaf 2. Sumber Data Sebagai suatu pembahasan yang bertitik tolak pada penelitian kepustakaan maka digunakan data sekunder yang di bedakan dalam :

13 a. Data primer, yaitu bahan-bahan yang dijadikan sebagai sumber utama, yakni kitab Majmu Alfatawa Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah b. Data Sekunder, data yang diperoleh dari berbagai kitab-kitab fiqh seperti, Fiqh Islam wa Adillatuhu Karangan Wahbah Az-Zuhaili, Kitabul Fiqh ala Mazaahib al-arba ah karangan Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Sunnah karangan Sayyid Sabiq, buku-buku, ensiklopedi, kamus-kamus dan data-data yang berkaitan dengan topik pembahasan dalam penulisan ini. 3. Metode Pengumpulan Data. Data yang diperoleh dari pustaka yang berupa buku-buku dan kitab-kitab, kemudian dikumpulkan untuk dicari yang berhubungan dengan judul dan selanjutnya dicatat sebagai proses pembuatan skripsi serta dianalisa untuk mencapai pada tujuan pembahasan penelitian ini. 4. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul maka selanjutnya adalah menganalisa data-data tersebut. Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode sebagai berikut : a. Metode Deskriptif Metode deskriptif digunakan untuk menghimpun data aktual, mengartikan sebagai kegiatan pengumpulan data dengan melukiskan sebagaimana adanya, tidak diiringi dengan ulasan, pandangan atau analisis dari penulis. Metode ini penulis gunakan untuk memahami konsep dan metode ijtihad ibnu taimiyah tentang menjual dan menukar benda wakaf b. Metode Analisis Conten.

14 Suatu analisis data atau pengelolaan secara ilmiah tentang isi dari sebuah pesan suatu komunikasi. Metode ini, penulis pergunakan untuk menganalisis data yang telah disajikan, yang akhirnya terdapat suatu kesimpulan yakni metode analisis conten. G. Sistematika Penulisan Agar pembahasan skirpisi ini tidak keluar dari pokok pikiran dan kerangka yang telah ditentukan, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini berisi biografi Ibnu Taimiyah, Riwayat hidup Ibnu Taimiyah, Guru-guru dan Murid-murid Ibnu Taimiyah,dan Karya-Karya Nya. BAB III : Bab ini berisi teori dan pendapat-pendapat ulama dan ilmuan muslim dan memaparkan secara teoritis tentang pengertian wakaf, sejarah wakaf, dasar hukum wakaf, macam macam wakaf, syarat syarat wakaf, rukun rukun wakaf, perwakafan di indonesia. BAB IV : Bab ini berisi tentang gagasan pokok pemikiran Ibnu Taimiyah tentang menukar dan menjual benda wakaf dalam hukum Islam BAB V : Penutup dan saran dalam Penulisan skripsi ini.