BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengaruh Lama Penyimpanan dan Diameter Stum Mata Tidur terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGAMATAN PERKEMBANGAN BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) KLON PB 260 DENGAN INTERVAL PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

KARYA ILMIAH BUDIDAYA KARET

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

I B M KELOMPOK TANI KOPI RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

Materi 05 Perbanyakan Tanaman: Bahan Tanam dan Pembibitan. Benyamin Lakitan

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

I. PENDAHULUAN. Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk

PERKEMBANGAN TEKNIK PENYAMBUNGAN PADA PEMBENIHAN TANAMAN KOPI ( TULISAN POPULER )

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Salah satu negara yang dijuluki negara agraris adalah Indonesia, karena

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Class :

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

Pengelolaan Pembibitan Karet (Hevea brassiliensis Muel Arg.) di Balai Penelitian Sembawa, Palembang, Sumatera Selatan

IDENTIFIKASI KARAKTER SPESIFIK UNGGUL KARET BERDASARKAN. Budi Martono Edi Wardiana Meynarti SDI Rusli KODE JUDUL: X.26

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KONDISI BATANG BAWAH, KLON BATANG ATAS, DAN WAKTU PELAKSANAAN TERHADAP KEBERHASILAN OKULASI DAN PERTUMBUHAN BIBIT KARET

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS

BAB I PENDAHULUAN. produksi biji kopi di Indonesia (Ibrahim et al., 2012). Pada tahun 2013, produksi

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI ABSTRAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penyiapan Bahan Tanam Tanaman Karet

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11).

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

Copyright:

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

Charloq 1) Hot Setiado 2)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Ketersediaan klon kakao tahan VSD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KORELASI BOBOT BENIH DENGAN KEJAGURAN BIBIT BATANG BAWAH KARET (Hevea brasilliensis Muell.-Arg.)

Seleksi Biji untuk Batang Bawah Tanaman Karet Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

TEKNIK KONVERSI KOPI ROBUSTA KE ARABIKA PADA LAHAN YANG SESUAI. Oleh Administrator Selasa, 02 April :00

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DI KEBUN HAPESONG PTPN III TAPANULI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PELAKSANAAN EVALUASI KEBUN SUMBER BENIH TEH KP GAMBUNG DAN KP PASIR SARONGGE

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KARET

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas Tahun Luas Area (ha) Produksi (ton) (ton/ha)

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasilensis Muell) adalah komoditas utama dalam bidang perkebunan yang merupakan produksi non migas dan menjadi sumber devisa negara yang cukup diperhitungkan. Karet dengan hasil utama yang dimanfaatkan adalah getah (lateks). Lateks merupakan bahan baku utama seperti peralatan transportasi, medis, dan alat-alat rumah tangga. Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri serta tingginya kebutuhan lateks sebagai bahan baku sehingga mendorong dalam peningkatan produksi dari hasil tanaman karet tersebut. Berdasarkan data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) produksi karet alam Indonesia sebagai salah satu negara produsen lateks tertinggi dunia pada tahun 2010 sebanyak 2,41 juta ton pada 2011 mencapai 2,99 juta ton, naik menjadi 3,04 juta ton pada 2012, dan kemudian berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan pada tahun 2013 luas area perkebunan karet di Indonesia seluas 3,55 juta ha dengan produksi 3,24 juta ton, produksi karet terjadi penurunan pada tahun 2014 sebesar 2,61 % dengan produksi 3,15 ton sedangkan luas area perkebunan karet Indonesia terjadi peningkatan sebesar 1,71 % dengan luas 3,62 juta ha. Produktivitas perkebunan karet rakyat di Indonesia yang rendah disebabkan oleh kecenderungan masyarakat menanam tanaman karet yang sebagian besar bukan berasal dari klon unggul. Masyarakat lebih memilih menanam bibit yang benihnya berasal dari kebun rakyat, yaitu benih sapuan dari pohon produksi yang ada di kebun mereka, sehingga tidak jelas klon dan tidak terjamin mutu serta kualitasnya. Karet yang berasal dari benih sapuan ini hanya mampu berproduksi sekitar 400 500 kg karet kering per ha per tahun dan jika dilihat dari produktifitas rataan karet rakyat Indonesia sekitar 700-900 kg/ha. Dibandingkan dengan produktivitas karet rakyat negara lain seperti Thailand 1.600 kg/ha, Vietnam 1.358 kg/ha, India 1.334 kg/ha, dan Malaysia 1.100 kg/ha (Balai Penelitian Sembawa, 2009).

2 Produksi karet dan hubungannya dengan kebutuhan lateks dunia berkisar 11,151 juta ton pertahunnya data ini menunjukkan bahwa hasil produksi lateks Indonesia masih sangat rendah sehingga perlunya perbaikan dan peningkatan hasil dari tanaman karet tersebut (Hero dan Purba, 2010). Upaya peningkatan hasil lateks untuk mencukupi kebutuhan akan lateks diperlukannya teknologi tepat guna dalam pengelolaan bahan tanam karet, hal ini merupakan landasan utama dalam peningkatan hasil tanaman karet seperti pemerajaan tanaman karet tersebut. Peremajaan dalam artian adalah mengganti tanaman yang telah tua atau tanaman yang tidak lagi produktif dengan bibit tanaman unggul. Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk mempercepat peremajaan karet rakyat melalui program Revitalisasi Perkebunan yang dituangkan dalam peraturan Menteri Pertanian No. 33/ permentan/ OT.140/7/2006. Sasaran jangka panjang (2025) dari program ini adalah meningkatnya produksi karet nasional menjadi 3,5-4 juta ton, dengan produktivitas 1200-1500 kg/ha, melalui adopsi penggunaan klon unggul lebih dari 85 % yang disertai dengan penerapan teknologi budidaya lainnya sesuai anjuran (Balai Penelitian Sembawa, 2009). Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet tahun 2005 telah merekomendasikan beberapa klon unggul, di antaranya adalah klon PB 260 yang telah teruji pada periode sebelumnya memiliki produktivitas mencapai 2,1 ton karet kering per hektar per tahun. Selain itu karet klon PB 260 juga memiliki ketahanan terhadap terpaan angin karena perakarannya yang kuat. Hal ini menjadikan klon PB 260 sangat baik dijadikan, baik sebagai batang atas atau entres, maupun sebagai batang bawah. Sebagai klon yang unggul sebagai batang bawah dan batang atas, perbanyakan secara okulasi sangat penting dilakukan pada klon ini karena dapat mempercepat masa TBM (tanaman belum menghasilkan) dibandingkan perbanyakan melalui biji. (Woelan, et al, 2007 cit Marchino, et al, 2010). Tanaman klon unggul dengan produktivitas tinggi diusahakan dapat menggantikan tanaman-tanaman yang sudah tua. Bibit unggul yang dianjurkan biasanya berasal dari okulasi sehingga dibutuhkan stum mata tidur yang dapat bertahan hidup selama pengiriman dan sampai dilapangan. Penggunaan bahan

3 tanam ini disebabkan dari segi biaya tergolong murah dan segi pertumbuhan masih bagus, sedangkan dari bibit umumnya membutuhkan ruang yang lebih besar sehingga tidak efektif jika pengiriman dilakukan dalam jumlah yang besar. Usaha usaha untuk meningkatkan produksi karet Indonesia di pasaran internasional adalah dengan melakukan peremajan dan perluasan areal. Tanaman klon unggul dengan produktifitas tinggi diusahakan dapat menggantikan tanaman tanaman yang sudah tua. Perluasan areal biasanya dilakukan di daerah pengembangan. Pengiriman stum okulasi mata tidur belakangan memang menjadi pilihan utama untuk pengiriman dalam jumlah besar dan paling banyak dipesan oleh berbagai perusahaan perkebunan. Alasannya adalah karena bibit stum okulasi mata tidur lebih mudah dan murah diangkut untuk jarak jauh serta tidak membutuhkan ruang yang besar. Agar bibit stum okulasi mata tidur mutunya tetap baik sampai di lokasi penerimaan, penanganannya dari sejak pencabutan, pengemasan dan penanganan setelah sampai di tujuan perlu diperhatikan (Pukesmawati,2013). Melakukan perluasan lahan perkebunan tidak dapat diterapkan di sembarang daerah, karena setiap daerah memiliki karakteristik lahan yang berbeda, maka tidak semua tanaman dapat tumbuh di daerah tersebut. Sehingga sumberdaya alam seperti iklim dan tanah harus diperhatikan dalam melakukan ekstensifikasi. Salah satu syarat untuk menentukan lokasi yang sesuai bagi tanaman karet adalah memperhatikan aspek agroklimatnya yaitu faktor iklim yang meliputi curah hujan, suhu, dan radiasi. Ditambah Faktor tanah yang juga perlu diperhatikan seperti sifat fisik, kimia dan topografi. Faktor-faktor tersebut sangat menentukan pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman. Upaya dalam peningkatan produksi tanaman karet Indonesia dengan menggunakan bibit unggul yang dapat didistribusikan secara menyeluruh tentunya perlu diperhatikan. Kendala ini terletak pada ketahanan stum mata tidur bibit tanaman karet menjelang penanaman pada lahan budidaya, kelembaban dalam perjalanan. Permasalahan terhadap pengiriman menjadi kendala awal dalam menjamin keutuhan kualitas dari stum mata tidur bibit tanaman karet.

4 Penggunaan media penyimpanan menjadi hal penting untuk diaplikasikan pada saat pengemasan dan pengiriman bibit stum mata tidur karet tersebut. Sutardi dan Soeselo (1982) cit Maria(1994), telah mencoba bermacam-macam media penyimpanan yaitu serbuk gergaji, sabut kelapa dan jerami padi. Penyimpanan dengan sabut kelapa selama 20 hari mampu mempertahankan kesegaran bibit sampai 90%, akan tetapi penyimpanan sampai 30 hari hanya mampu mempertahankan hidup bibit sebesar 60%. Stum sebagai bahan tanam ada kalanya didatangkan dari daerah lain atau pada waktu penanaman keadaan lapang belum siap, sehingga perlu dilakukan penyimpanan stum. Suhu tinggi selama pengangkutan mengakibatkan proses metabolisme tanaman meningkat dan dalam keadaan gelap, tanaman menjadi panjang dan mengalami klorosis. Pengangkutan bibit terutama jarak jauh dilakukan dengan memasukkan bibit kedalam kardus yang dilapisi plastik. Selama pengangkutan suhu dijaga agar tidak lebih rendah (Sari, 2001). Penggunaan arang aktif dari batok kelapa juga menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit tanaman pule landak, serta pengembangan stek tanaman Capsicum omnium (Ciner & Tipirdamaz, 2002), juga mencegah pembusukan akar pada tanaman melon (Nischwitz et al. 2002). Pemberian arang aktif dalam media kultur anggrek Oncidium dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi plantlet, luas daun dan jumlah akar (Widiastuty dan Martowo, 2004). Berdasarkan uraian diatas penulis telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Penyimpanan dengan Media Arang Batok Kelapa terhadap Pertumbuhan okulasi Stum Mata Tidur Tanaman Karet (Hevea brasilensis Muell.) B. Rumusan Masalah Perlunya mempertimbangkan lamanya penyimpanan dalam transportasi dan keadaan lapang belum siap untuk ditanami bibit sehingga dibutuhkan media penyimpanan yang baik. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah ada pengaruh lama penyimpanan dengan media arang batok kelapa terhadap pertumbuhan okulasi stum mata tidur tanaman karet, 2) Berapakah lama waktu yang paling baik pada penyimpanan dengan media arang batok kelapa

5 terhadap pertumbuhan okulasi stum mata tidur tanaman karet dilapangan, 3) Berapakah lama arang batok kelapa dapat mempertahankan daya tumbuh stum mata tidur. C. Tujuan Penelitian Penilitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama penyimpanan yang terbaik dengan media arang batok kelapa terhadap pertumbuhan okulasi stum mata tidur tanaman karet (Hevea brasilensis Muell.) di pembibitan. D. Manfaat Penelitian 1. Rentang lama penyimpanan terbaik terhadap perkembangan bahan tanam stum mata tidur tanaman karet (Hevea brasilensis Muell.) pada pertumbuhan tunas okulasi pada saat dipindahkan pada media tanam dapat diaplikasikan kedepannya. 2. Informasi yang didapat pada aplikasi arang batok kelapa pada penyimpanan dalam pengiriman stum mata tidur dapat memperbarui ilmu teknologi yang bermanfaat kedepannya.