BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dunia yang berdampak buruk pada perekonomian di Indonesia tidak hanya berdampak pada naiknya harga-harga. Krisis ekonomi juga mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. Banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan sehingga merampingkan struktur organisasinya dengan cara memutuskan hubungan kerja dengan para karyawannya, bahkan tidak sedikit pula perusahaan yang bangkrut karena tidak sanggup memenuhi tingginya biaya produksi. Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan suatu negara adalah para wirausahawan. Kewirausahaan merupakan persoalan penting dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang membangun. Kemajuan atau kemunduran ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entrepreneur. Karir kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat yang menghasilkan imbalan finansial yang nyata (Yohnson dalam Adeline, 2011:1). Heidjrachman Ranu Pandojo (Buchari Alma, 1999) menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan yang dicapai oleh negara Jepang ternyata disponsori oleh wirausaha yang telah berjumlah 2% tingkat sedang, wirausaha kecil sebanyak 20% dari jumlah penduduknya. Inilah kunci keberhasilan pembangunan negara Jepang. Pendapat diatas juga didukung oleh suatu pernyataan yang bersumber dari PBB menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausaha sebanyak 2% dari jumlah penduduknya (Buchari, 1999:4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemajuan suatu negara membutuhkan banyak entrepeneur.
Wirausaha atau yang disebut juga entrepeneur adalah seorang yang mandiri, yaitu orang yang memiliki perusahaan sebagai sumber penghasilannya. Dengan perkataan lain, ia tidak menggantungkan diri untuk penghasilannya kepada orang lain (Basrowi, 2011: 6). Pendapat Ani Piyani menyatakan bahwa: pada tahun 2020 kita akan mulai memasuki era free trade di wilayah Asia dan Fasifik. Pada era ini dibutuhkan para entrepenuer yang mampu menjawab tantangan dan peluang di kawasan ini. Diperkuat dengan pernyataan Peter F. Drucker dalam Z. Heflin Frinces bahwa entrepreneur (wirausaha) mempunyai peran yang besar di dalam menciptakan lapangan kerja di Amerika Serikat (AS) dalam kurun waktu 1965-1985 sedangkan pada waktu tersebut kondisi ekonomi AS sangat tidak menguntungkan. Dengan demikian dapat disimpulkan entrepeneur merupakan salah satu solusi dalam mengurangi pengangguran. Pemerintah mengharapkan generasi muda atau mahasiswa yang baru lulus mempunyai kemampuan dan keberanian untuk mendirikan bisnis baru meskipun secara ukuran bisnis termasuk kecil tetapi membuka kesempatan pekerjaan bagi banyak orang. Jiwa wirausaha perlu dimiliki oleh semua mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu, yang mana untuk pemanfatan dan memajukan kegiatan pada bidang disiplin ilmu masing-masing (Cocorda dan I Ketut,2012:1). Menurut surat kabar detik Finance (http://finance.detik.com) diberitakan bahwa saat ini jumlah wirausaha di Indonesia hanya 570.339 orang atau 0,24% dari jumlah penduduk yang sebanyak 237,64 juta orang. Dibutuhkan 4,18 juta wirausaha agar mencapai jumlah ideal wirausaha yaitu 4,75 juta wirausaha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa wirausaha di Indonesia masih sedikit apalagi jika dibandingkan dengan negara tetangga misalnya malaysia yang mencapai 5 persen dan Singapura 7 persen. Pernyataan diatas diperkuat oleh Yuyus Suryana (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kewirausahaan di Indonesia rendah, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Pasific. Hal ini terlihat dari rasio wirausaha dengan jumlah penduduk di Indonesia. Rasio kewirausahaan dengan jumlah penduduk di Indonesia adalah 1:83, sedangkan filipina 1:66,
Jepang 1:25 bahkan Korea kurang dari 20. Berdasarkan rasio secara internasional, rasio unit usaha ideal adalah 1:20. Dari rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah wirausaha di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, minat lulusan lembaga pendidikan untuk berwirausaha sangat rendah, yaitu bagi lulusan SLTA (22,63 persen) dan perguruan tinggi (6,14 persen). Sedangkan mereka yang berpendidikan SD dan SMP justru memiliki kemandirian untuk berusaha sendiri (32,46 persen). Terdapat kecenderungan para pemuda berpendidikan SLTA (61,87 persen) dan sarjana (83,20 persen) memilih menjadi pekerja atau karyawan dibanding menjadi wirausaha. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah kemandirian dan motivasi untuk menjadi wirausaha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat berwirusaha dari perguruan tinggi menduduki posisi paling rendah jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Rendahnya minat berwirausaha dikalangan lulusan perguruan tinggi sangat disayangkan. Para lulusan ini belum bisa melihat bahwa jumlah lowongan pekerjaan yang ada tidak bisa menampung jumlah lulusan perguruan tinggi yang begitu besar. Para lulusan harus sudah mulai memilih berwirausaha sebagai pilihan karirnya. Pemerhati kewirausahaan menyatakan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job creator).hal ini disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan di berbagai per-guruan tinggi saat ini, yang umumnya lebih terfokus pada ketepatan lulus dan kecepatan memperoleh pekerjaan, dan memarginalkan kesiapan untuk menciptakan pekerjaan. Menurut Mica Siar Meiriza (2012:37) kalangan terdidik (lulusan perguruan tinggi) cenderung menghindari menjadi wirausaha karena preferensi mereka terhadap pekerjaan kantoran lebih tinggi. Preferensi yang lebih tinggi didasarkan pada perhitungan biaya yang telah mereka keluarkan selama menempuh pendidikan dan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return)
yang sebanding. Seperti yang dikemukakan oleh pengamat pendidikan Darmaningtyas (2008) semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Mereka tak berani ambil pekerjaan berisiko seperti berwirausaha. Mereka beranggapan bahwa bekerja sebagai karyawan atau buruh dengan mendapatkan gaji rutin merupakan pekerjaan yang aman. Penyebab lain juga didasarkan kepada keinginan untuk menjadi pegawai negeri, sifat malas (tidak mau bekerja), belum siap pakai, sikap mental yang kurang baik, tidak percaya diri dll. Setelah merdeka muncul sifat-sifat kelemahan dalam mental orang Indonesia. Sifat-sifat tersebut bersumber pada kehidupan yang penuh keragu-raguan dan tanpa orientasi tegas, yaitu sifat mentalitas yang suka menerabas, sifat tidak percaya pada diri sendiri, sifat tidak berdisiplin dan mentalitas yang mengabaikan tanggung jawab yang kokoh (Qomarun dalam Susatyo Yuwono dan Partini, 2008:120). Universitas Pendidikan Indonesia seharusnya bisa mencetak lulusan sarjana yang memiliki jiwa kewirausahaan sehingga ketika lulusan tersebut memasuki dunia kerja dia bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Khususnya Program Studi (Prodi) Pendidikan Ekonomi diharapkan lulusannya bisa mengarahkan peserta didik untuk merubah pola pikir agar bisa menciptakan pekerjaan sendiri. Sehingga generasi selanjutkan tidak berbondong-bondong menjadi pegawai dan angka pengangguran menjadi rendah. Berdasarkan paparan kalimat diatas, penulis mengadakan pra penelitian untuk mengetahui pemilihan karir mahasiswa Prodi Pendidikan Ekonomi setelah menyelesaikan pendidikan. Dengan data pra penelitian tersebut dapat diketahui mahasiswa prodi ini lebih memilih untuk menjadi wirausaha atau pegawai negeri.
Tabel 1.3 Pemilihan Karir Mahasiswa Pendidikan Ekonomi setelah Menyelesaikan Pendidikan Karir Frekuensi Persentase Pegawai Negeri 18 72% Wirausaha 7 28% Total 25 100% Sumber: Pra Penelitian (data diolah) Berdasarkan Tabel 1.3 terlihat bahwa pemilihan karir mahasiswa setelah menyelesaikan pendidikan lebih banyak memilih untuk menjadi PNS daripada menjadi wirausaha. Berarti minat wirausaha pada mahasiswa pada Prodi Pendidikan ekonomi rendah. Untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana mahasiswa menghabiskan dana yang besar. Sehingga ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan, mereka menginginkan pekerjaan yang pasti besaran gajinya setiap bulan. Mereka tidak berani mengambil resiko yang tinggi dan takut mengalami kerugian jika menjadi wirausaha. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berminat menjadi wirausaha. Menurut Luthans (2008) efikasi diri dapat mendorong kinerja seseorang dalam berbagai bidang termasuk minat berwirausaha. Sedangkan menurut Retno Budi, dkk (2012) pendidikan kewirausahaan dapat membentuk pola pikir, sikap, dan perilaku pada mahasiswa menjadi seorang wirausahawan (entrepreneur) sejati sehingga mengarahkan mereka untuk memilih berwirausaha sebagai pilihan karir. Adapun menurut Adi Susanto dalam Aditya (2012:2) beberapa faktor yang memotivasi seseorang untuk menjadi entrepreneur yaitu keinginan merasakan pekerjaan bebas, keberhasilan diri yang dicapai dan toleransi akan adanya resiko. Dalam penelitian ini penulis tertarik memilih faktor-faktor yang diungkapkan oleh Adi Susanto yaitu: keinginan merasakan pekerjaan bebas, keberhasilan diri yang dicapai dan toleransi akan adanya resiko. Kebebasan dalam bekerja merupakan sebuah model kerja dimana seseorang melakukan pekerjaan sedikit tetapi memperoleh hasil yang besar. Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal, atau berbisnis jarang-jarang tetapi sekali
mendapat untung, untungnya cukup untuk dinikmati berbulan-bulan atau cukup untuk sekian minggu kedepan. Keberhasilan diri yang dicapai merupakan pencapaian tujuan kerja yang diharapkan, yang meliputi kepuasan dalam bekerja dan kenyamanan kerja. Toleransi akan resiko, merupakan seberapa besar kemampuan dan kreativitas seseorang dalam menyelesaikan besar kecilnya suatu resiko yang diambil untuk mendapatkan penghasilan yang diharapkan. Penelitian empiris yang dilakukan oleh Aditya (2012) menemukan bahwa variabel toleransi akan resiko, keberhasilan diri dalam berwirausaha, dan keinginan untuk bebas bekerja memiliki pengaruh positif terhadap minat mahasiswa untuk berwirausaha. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik melakukan penelitian tentang motivasi dan minat yang berjudul Pengaruh Motivasi terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi UPI). 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum motivasi dan minat berwirausaha mahasiswa? 2. Bagaimana pengaruh motivasi terhadap minat berwirausaha mahasiswa? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran umum motivasi dan minat berwirausaha mahasiswa 2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap minat berwirausaha mahasiswa 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas kajian ilmu pengetahuan khususnya kewirausahaan.
2. Secara praktis Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh motivasi terhadap minat berwirausaha pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi UPI.