BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANI DI INDONESIA. A. Sejarah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: KEP 08/BAPMI/ TENTANG

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB III BADAN ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI INDONESIA (BADAPSKI) SEBAGAI

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

Arbiter Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN & PROSEDUR ARBITRASE

PENETAPAN Nomor 0868/Pdt.G/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB VII PERADILAN PAJAK

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

ww.hukumonline.com PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN UPAYA HUKUM KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANI DI INDONESIA A. Sejarah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) Pada tanggal 3 Desember 1977, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, didrikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai lembaga penyelesaian sengketa komersial yang bersifat otonom dan independent. Pendirian BANI ini sendiri didukung penuh Kamar Dagang dan Industri Indonesia, selain itu pendirian ini juga telah mendapat restu dari menteri kehakiman, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Ketua Bappenas dan juga Presiden Republik Indonesia. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Aggaran dasa r BANI, BANI adalah sebuah badan yang didirikan atas prakarsa KADIN Indonesia, yang bertujuan untuk memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai soal perdagangan dan Industri dan keuangan, baik yang bersifat Nasional maupun yang bersifat Internasional. BANI merupakan lembaga peradilan yang mempunyai status yang bebas, otonom dan juga independent, artinya BANI tidak dapat diintervensi oleh kekuasaan yang lain, selayak lembaga peradilan yang independent. Dengan demikian, BANI diharapkan dapat bersikap objektif, adil, dan jujur memandang dan memmutuskan perkara yang dihadapinya nanti. Salah satu hal yang dapat menunjukkan keindependenan lembaga BANI adalah dengan metode pengangkatan kepengurusanaya yang untuk 20

21 pertama kali diangkat oleh ketua KADIN, dan selanjutnya berbentuk yayasan inilah yang dapat menunjukan kemandirian dan independensi BANI, sebagai lembaga yang bukan berada di bawah kepentingan lembaga (KADIN). Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman, metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah diakui, dimana dinyatakan bahwa upaya penyelasaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan Negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Pengaturan penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini diberikan pengaturan secara umum sampai dengan pasal 61 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999. Lembaga BANI berkedudukan di Jakarta dan memeliki kantor perwakilan di beberapa kota besar di Indonesia termasuk diantaranya adalah Surabaya, Denpasar, Bandung, Medan, Pontianak, Palembang, dan Batam. B. Tujuan dan Lingkup Kegiatan BANI Pada dasarnya, BANI merupakan lembaga yang menyelenggarakan penyelesaian sengketa yang timbul sehubungan dengan perjanjian-perjanjian atau transaksi bisnis mengenai soal perdagangan, industri, dan keuangan. Dalam menjalankan kegiatan di lapangan usaha bisnis, merupakan satu kebutuhan mutlak agar suatu sengketa dapat ditangani dan diselesaikan secara cepat dan adil. Hal ini dikarenakan semakin lambat sengketa tersebut diselesaikan akan semakin besar pula biaya dan juga kerugian yang dapat dideritakan oleh para

22 pelaku usaha. Untuk mencapai penyelesaian secara cepat dan adil tersebut, maka para pelaku usaha akhirnya memilih penyelesaian yang lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan mengupayakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Di sinilah BANI berperan sebagai lembaga indenpendent yang menyediakan sarana-sarana untuk menyelenggarakan proses arbirase tersebut serta ahli-ahli (expert) yang berpengalaman dan berkompeten sebagai arbiter, yang memberikan pertimbangan berdasarkan keahlian serta hukum yang ada dalam bentuk putusan arbitrase. Secara umum BANI didirikan untuk tujuan sebagai berikut: 1. Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia menyelenggarakan penyelesaian sengketanya atau industri dan keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainya antara lain di bidang korporasi, asuransi, lembaga keuangan, fabrikasi, hak kekayaan intelektual, lisensi, franchise, konstruksi, pelayaran atau maritim, linkungan hidup, pengindraan jarak jauh, dan lain-lain dalam lingkup peraturan perundang-undangan dan kebisaan Internasioanl. 2. Menyelenggarakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainya, seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pemberian pendapat yang mengikat sesuai dengan peraturan prosedur BANI atau peraturan prosedur lainya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.

23 3. Bertindak secara otonom dan independent di dalam pengakuan hukum dan keadilan. 4. Menyelenggarakan pengkajian dan riset serta program-program pelatihan atau pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. C. Pengajuan Permohonan Arbitarse BANI Untuk dapat mengajukan suatu persoalan arbitrase melalui BANI harus ada persetujuan antara kedua belah pihak atau suatu klasul yang dicantumkan di dalam perjanjian yang menyatakan bahwa para pihak menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaiakn melalui BANI adalah sebagai berikut. Semua sengketa yang timbul dari pernjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasioanl Indonesia (BANI) menurut peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusanya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. 1 Dalam hal ini jika para pihak telah sepakat dalam perjanjian untuk membawa segala sengketa keperdataan (Baik Wanprestasi Maupun Perbuatan Melawan Hukum) untuk diselesaikan melalui forom arbitarse, maka pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak tersebut. Denagan menunjuk BANI dan atau memilih pengaturan prosedur BANI untuk penyelesian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa tersebut 1 Ibid h. 102

24 dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian tersebut, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Majelis Arbitarse berdasarkan peraturan prosedur BANI. Untuk memulai prosedur arbitrase, maka pertama-tama permohonan arbitrase sebagai pihak yang memulai arbitrase ini harus mendaftarkan dan menyampaikan terlebih dahulu permohonan arbitrase kepada sekretariat BANI. Kemudian setelah majelis arbitrase terbentuk, diteruskan kepada ketua majelis arbitrase dan setiap anggota majelis arbitrase serta para pihak. Permohonan arbitarse sekurang-kurangnya beberapa hal tersebut. 1. Identitas lengkap para pihak (nama, alamat, beserta keterangan penunjukan atas kuasa hukumnya apabila memang diketahui telah menggunakan kuasa hukum). 2. Uraian singkat mengenai duduk perkara yang menjadi dasar dan alasan pengajuan permohonan arbitrase (keterangan fakta -fakta yang mendukung permohonan arbitrase dan butir-butir permasalahanya). 3. Tuntutan (besarnya konpensasi dan lainya) 4. Bukti-bukti yang menggunakan sebagai dasar pembuktian. D. Ketentuan-Ketentuan Umum Persidangan BANI a. Kewenangan Majelis Arbitrase Majelis arbitarse pada umumnya terdiri atas 3 (tiga) orang arbiter, dimana 2 (2) diantaranya merupakan arbiter yang dapat dipilih sendiri oleh masing-masing pihak, baru kemudian kedua arbiter tersebut akan

25 mengusulkan 1 (satu) arbiter lainya sebagai ketu a majelis arbitrase atau tribunal kepada BANI, di sini BANI mempunyai kewenagan untuk menunjuk ketua majelis arbitrase tersebut. Terkait dengan penunjukan arbiter ini para pihak diberikan kesempatan untuk menunjuk sendiri arbiter mereka saat pengajuan permohonan arbitrase (untuk permohonan arbitrase dan saat pengajuan jawaban atas permohonan arbitrase (untuk termohon arbitrase). Apabila kedua belah pihak tidak menunjuk arbiter mereka masing-masing dalam batas waktu yang telah ditetapkan, maka dalam jangka waktu 14 hari sejak pemberitahuan atau permohonan ketua BANI mempunyai kewenangan untuk menunjuk arbiter atas nama pihak yang bersangkutan. b. Kerahasiaan (Confidentiality) Salah satu hal yang menjadi kelebihan dari proses penyelesaian sengketa melalui metode arbitrase adalah adanya jaminan kerahasiaan sengketa para pihak. Selain itu proses persidangan melaui arbitrase dilakukan dengan tertutup untuk umum, terjamin kerahasiaan para pihak dan segala hal yang berkaitan dengan penunjukan arbiter termasuk dokumen-dokumen atau laporan atau catatan para pihak tetap dijaga kerahasiaanya. c. Tempat Sidang Terkait dengan tempat dilakukanya sidang, pada dasarnya ditetapkan oleh BANI dan juga kesepakatan para pihak, tetapi persidangan tersebut

26 dapat pula dilakukan di tempat lain jika memang hal tersebut dianggap perlu oleh majelis arbitrase dengan kesepakatan para pihak yang bersengketa. d. Bahasa Dalam BANI Rulles and Procedurus, terdapat beberapa hal yang memepunyai keterkaiatan dengan prihal bahasa, yaitu sebagai berikut. 1. Bahasa Pemeriksaan Pada dasarnya proses pemeriksaan perkara di BANI dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utamanya, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahasa lain seperti bahasa Inggris atau bahasa lainya. Hal ini dimungkinkan apabila memang majelis setelah mempertimbangkan keadaan misalnya adanya pihak yang asing dan atau arbiter-arbiter asing yang tidak dapat maupun yang fasih berbahasa Indonesia, dan atau di mana transaksi yang menimbulkan sengketa dilaksanakan dalam bahasa latin, oleh karenanya majelis menganggap perlu penggunaan bahasa asing selama proses pemeriksaan. 2. Bahasa Dokumen Mengenai hal ini, apabila terdapat dokumen asli (asli maupun foto kopi) yang diajukan atau dijadikan dasar oleh para pihak sebagai bukti dalam kasus terkait menetukan maka majelis berhak untuk menentukan apakah dokumen-dokumen dalam bahasa asing tersebut harus disertai terjemahanya dalam bahasa Indonesia atau bahkan

27 dimungkinkan sebaliknya dokumen dalam bahasa Indonesia disertai dengan terjemahanya dalam bahasa Asing. 3. Bahasa Putusan Suatu putusan arbitrase, selayaknya suatu putusan pengadilan dibuat dalam bahasa Indonesia, tetapi selain bahasa Indonesia suatu putusan dapat dibuat dalam bahasa Inggris atau bahasa lainya, apabila hal ini diminta oleh suatu pihak atau sebaliknya dianggap perlu oleh majelis. Namun demikian, dalam hal naskah asli putusan dibuat dalam bahasa Inggris atau bahasa lainya, suatu terjemahan resmi harus disediakan oleh BANI untuk maksud-maksud pendaftaran yang mana biaya untuk itu harus ditanggung oleh para pihak berdasarkan penetapan Majelis. E. Proses Beracara BANI a. Upaya Perdamaian Upaya perdamaian dilakukan pada tahap proses pemeriksaan sidang pertama dimana para pihak yang bersengketa lengkap hadir dan dapat dilakukan sebelum dan selama masa persidangan. Dalam usaha mendamaikan ini, majelis arbitrase dapat memberi saran dan bantuan untuk menyusun perumusan masalah perdamaian. Jika majelis berhasil mengusahakan perdamaian, dan para pihak telah menyusun perumusan isi perdamain yang mereka sepakati, isi perdamaian dituangkan majelis dalam bentuk akta yang disebut putusan akta perdamaian. Akta perdamian adalah final dan binding, dalam arti

28 setiap putusan akta perdamaian sama keadaan dan kualitasnya dengan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Uapaya perdamain tidak menghentikan proses pemeriksaan arbitrase, masa upaya perdamain tidak termasuk ke dalam batas jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari. Jika perdamaian tidak tercapai, maka proses pemeriksaan arbitrase akan kembali dilanjutkan. Pasal 13 ayat (1) BANI Rulles and Procedures: Sebelum dan selama masa persidangan Majelis dapat mengusahakan adanya perdamaian di antara para pihak. Upaya perdamaian tersebut tidak mempengaruhai batas waktu pemeriksaan di persidangan yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (7). 2 Pada praktiknya upaya perdamaian tetap dapat berjalan apabila disepakati oleh para pihak, sepanjang mejelis arbitrase belum menjatuhkan putusan. Selain itu, dalam praktik walau uapaya perdamaian mengalami kegagalan, namun hal-hal yang telah disepakati dalam uapaya perdamaian dapat dimasukan dalam putusan arbitrase apabila hal tersebut diminta dan disepakati oleh para pihak. b. Replik dan Duplik Dalam pasal 14 ayat (1) BANI Rulles and Proceduresdijelaskan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk saling menjelaskan pendirian. BANI mempersilahkan kedua belah pihak untuk menjelaskam masingmasing pendirian tiada lain dari pada memberi kesempatan kepada mereka Cet. ke 2 h.117 2 Frans Hendra Winarta, Hukum penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

29 untuk saling mengajukan amandement and Suplemant terhadap apa-apa yang telah diajukan dalam Statemant of claim dan stateman of defence. Pada praktiknaya penyerahan replik san duplik dapat dilakukan melalui pengiriman dokumen saja tanpa perlu dilakukan persidangan dengan dihadiri majelis arbitrase dan para pihak. Jadwal penyerahan replik dan duplik ditetapkan oleh majelis arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak. Replik dan duplik diserahkan kepanitera perkara tersebut, untuk kemudian oleh panitera perkara dikirimkan kepada Majelis arbitrase dan pihak lawan. c. Pembuktian Acuan pertama untuk menentukan alat bukti dalam pemeriksaan sengketa dalm forum arbitarse, tergantung pada alat-alat bukti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tertentu,. Penetapan acuan ini di gantungkan pada klausul arbitrase. Dalam praktik arbitrase mengenai alat bukti dan penilaian pembuktian, bisa beragam penerapanya. Tergantung pada hukum yang ditunjuk oleh para pihak dalam klausul arbitrase. Alat bukti yang sah dalam ketentuan pasal 164 HIR adalah sebagai berikut: 1. Alat bukti surat 2. Alat bukti saksi 3. Alat bukti persangkaan 4. Alat bukti pengakuan 5. Alat bukti sumpah

30 Mengenai beban pembuktian, sistem pembebanan proses pemeriksaan BANI, pesis sama sengan apa yang dipraktikkan dalam linkungan pengadilan, dengan asas dan konsekuensi sebagai berikut: 1. Pihak permohonan wajub membuktikan dalil statementb of claim amandemen maupun additional statement. 2. Sebaliknya, pihak termohon wajib membuktikan dalil statementof defence maupun additional defence serta counterclaim (rekonpensi) 3. Dalam hal dalil berada dalam keadaan seimbang, wajib bukti dibagi dua. Claimant membuktikan dalil tuntutan, dan pihak respondent wajib membuktikan dalil bantahan dengan cara menitikberatkan pembebanan wajib bukti kepada pihak yang paling mudah untuk membuktikan dalil. Misalnya antara dalil sewa dengan dalil beli, menurut hukum dan pengalaman dalil beli jauh lebih mudah membuktikan dari pada dalil sewa. 1. Mencapai Batas Maksimal Pembuktian Menurut ini bahwa agar alat bukti yang diajukan salah satu pihak memiliki nilai kekuatan pembuktian yang dapat dijadikan landasan mendukung keterbukaan suatu dalil atau bantahan adalah apabila alat bukti tersebut telah mencapai batas minimal pembuktian. 2. Nilai Kekuatan Pembuktian Masing-Masing Alat Bukti Maksud nilai kekuatan pembuktian adalah nilai pembuktian yang dianggap cukupmendukung keterbuktian sesuatu dihubungkan dengan cara penerapan nilai kekuatan pembuktian. 3 3 Ibid h. 119