BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wina Desi Fitriana Witarsa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mega Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Aufa Mulqi, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi. manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dari

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuni Gantini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, seorang anak

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. (Pasal 1 UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003). Dari bagian-bagian itu tidak

I. PENDAHULUAN. kepribadiaannya sesuai dengan nilai - nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan masa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tira Nur Indah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang secara merata dan menyeluruh, dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. (Anonim, 2010 : 4). Namun, pendidikan bukanlah suatu upaya yang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

I. PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai sumber daya manusianya. Standar dan kualitas tenaga. di pasar nasional, regional, maupun internasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Shinta Yunita, 2013

2015 ANALISIS HASIL BELAJAR MENGOLAH HIDANGAN SATE ATAU JENIS MAKANAN YANG DIPANGGANG PADA KESIAPAN MEMBUKA USAHA FOOD COURT

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya. Menurut Undang-undang Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indra Dwi Handoko, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan yang lebih baik. Melalui pendidikan manusia dapat menemukan halhal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ghina Afini Capriditi,2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia. Dengan diberlakukannya MEA (masyarakat

2015 PENGARUH KETERAMPILAN MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN PADA SMK NEGERI DI BANDUNG

2015 ANALISIS HASIL BELAJAR MERENCANAKAN MENU KESEMPATAN KHUSUS SEBAGAI KESIAPAN MENGOLAH MAKANAN UNTUK PESTA PERNIKAHAN PADA SISWA DI SMKN 3 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (SDM) merupakan kunci utama bagi suksesnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan investasi jangka panjang manusia guna dapat bersaing pada era

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan merupakan hal yang menjadi keharusan dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. potensi-potensi diri agar mampu bersaing dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Metode Pembiasaan Dalam Menumbuhkan Karakter Kemandirian Anak Usia Dini 5-6 Tahun Di Lingkugan Keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah program. Program yang melibatkan sejumlah komponen

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara sempurna sesuai kodrat kemanusiaanya. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. angka harapan hidup semakin tinggi, sehingga kebutuhan ini mendesak yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helga Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini manusia dihadapkan pada suatu kehidupan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBERDAYAAN REMAJA DISABILITAS

menyumbang calon tenaga kerja terdidik. Fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang banyak pengangguran yang berasal dari orang terdidik.

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dihadapkan pada tantangan-tantangan yang berat khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dera Fitria, 2014 Studi Relevansi Antara Program Studi Ketenagalistrikan Dengan Dunia Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PROGRAM KURSUS BAHASA ASING BERBASIS DESA/KELURAHAN KABUPATEN BANYUWANGI.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hashifah Inaroh Luthfiah Achmadi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan pembangunan di Indonesia terutama di bidang ilmu dan teknologi dewasa ini memberikan banyak pengaruh bagi kehidupan manusia. Pengaruh yang dapat dirasakan oleh manusia yaitu berkembang dan meningkatnya kebutuhan-kebutuhan manusia, terutama kebutuhan akan pendidikan karena pendidikan berguna untuk manusia agar mereka dapat menguasai dan mengendalikan teknologi yang sedang berkembang. Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, kebutuhan manusia yang semakin kompleks, bahkan sampai kebutuhan pendidikan dari berbagai ilmu, pendidikan merupakan salah satu modal dasar bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi keluarga maupun negara yang sangat bermakna bagi kelangsungan dan kemajuan suatu keluarga dan negara. Pendidikan akan menjadi salah satu penentu keberhasilan anggota keluarga. Keluarga yang pendidikannya maju dan sukses, akan maju dan sukses pula. Kesuksesan hidup suatu keluarga akan menjadi modal dasar untuk kemajuan suatu negara. Oleh karena itu, pendidikan secara formal diberikan kepada manusia sejak masih ank-anak yaitu usia enam atau tujuh tahun dan tidak pernah dibatasi sampai kapan seseorang harus berhenti dalam menempuh pendidikan. Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak suatu hari anak-anak mereka bernasib lebih baik dari mereka baik dari aspek kedewasaan pikiran maupun

2 kondisi ekonomi. Oleh karena itu, di setiap benak para orang tua, mereka bercitacita menyekolahkan anak-anak mereka supaya berpikir lebih baik, bertingkah laku sesuai dengan agama serta yang paling utama sekolah dapat mengantarkan anakanak mereka ke pintu gerbang kesuksesan sesuai dengan profesinya. Setelah keluarga, lingkungan kedua bagi anak adalah sekolah. Pada perspektif lain, kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang memadai dan mampu memenuhi segala kebutuhan anggota keluarga. Salah satu pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi ekonomi seperti ini adalah orang tua tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi walaupun mereka mampu membiayainya di tingkat sekolah dasar. Jelas bahwa kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor pendukung yang paling besar kelanjutan pendidikan anak-anak., sebab pendidikan juga membutuhkan dana besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka Putus Sekolah anak berumur 7-17 tahun adalah sebesar 2,91 persen pada tahun 2011. Angka putus sekolah pada kelompok umur 7-12 tahun sebesar 0,67 persen, pada kelompok umur 13-15 tahun angka putus sekolah mencapai 2,21 persen dan pada kelompok umur 16-17 tahun angka putus sekolah mencapai 2,32 persen. Hampir separuh (49,51 persen) anak berumur 7-17 tahun yang putus sekolah disebabkan oleh tidak adanya biaya, 9,2 persen karena bekerja, 3,05 persen karena menikah atau mengurus rumahtangga, dan sisanya karena alasan lainnya. Selain itu, masih ada sekitar 1 persen anak berusia 16-17 tahun yang tidak mempunyai kemampuan baca tulis (Profil Anak Indonesia: 2012) Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Serta dalam pasal 48 juga menyebutkan Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Kemudian dalam pasal 49 juga menyebutkan Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

3 Remaja putus sekolah merupakan fenomena di masyarakat yang menunjukkan tergangguya fungsi sosial mereka dimana mereka seharusnya berada pada situasi sekolah atau lingkungan bermain yang di dalamnya terdapat interaksi bagi perkembangan anak tersebut dan bagi peningkatan keterampilan anak tersebut. Putus sekolah bukan merupakan persoalan baru dalam sejarah pendidikan. Persoalan ini telah berakar dan sulit untuk di pecahkan, sebab ketika membicarakan solusi maka tidak ada pilihan lain kecuali memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Ketika membicarakan peningkatan ekonomi keluarga terkait bagaimana meningkatkan sumber daya manusianya. Sementara semua solusi yang diinginkan tidak akan lepas dari kondisi ekonomi nasional secara menyeluruh, sehingga kebijakan pemerintah berperan penting dalam mengatasi segala permasalahan termasuk perbaikan kondisi masyarakat. Remaja putus sekolah perlu mendapat perhatian penting dari semua masyarakat dan pemerintah. Para remaja tersebut perlu dibekali pendidikan keterampilan, karena pada dasarnya pendidikan berguna dalam menyiapkan generasi penerus bangsa ini agar sukses di masa yang akan datang. Dari pernyataan tersebut, untuk menanggulangi masalah remaja putus sekolah dapat dilakukan melalui pendidikan nonformal. Dalam Undang-Udang No. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Menurut Coombs (1973) dalam Sudjana (2004 : 22) mengungkapkan bahwa: Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertetu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu masyarakat sebagai upaya memecahkan masalah yang merupakan dampak dari remaja yang putus sekolah. Salah satu peranan pendidikan nonformal yaitu sebagai pengganti pendidikan formal. Pendidikan nonformal menyediakan

4 kesempatan belajar bagi anak-anak atau orang dewasa, yang karena berbagai alasan tidak memperoleh kesempatan untuk memasuki pendidikan formal. (Sudjana, 2004:79). Kegiatan pembelajaran dalam pendidikan nonformal sebagai pengganti pendidikan formal bertujuan untuk memeberikan berbagai pengetahuan dan kemampuan dasar, salah satunya yaitu mengenai pelatihan keterampilan. Ada berbagai macam pelatihan keterampilan yang menjadi kebijakan pemerintah sebagai upaya dalam memberdayakan remaja putus sekolah. Keterampilan modiste merupakan salah satu ketrampilan yang cukup banyak peminatnya terutama bagi kalangan remaja, karena keterampilan modiste (tata busana) memiliki daya tarik tersendiri. Selain itu juga dengan dimilikinya ketrampilan modiste ternyata mampu menopang kehidupan karena banyak orang yang memerlukan busana dan tenaga ahli dalam bidang modiste untuk memenuhi kebutuhan sandangnya.. Banyak ditemukan di masyarakat, mereka yang memiliki ketrampilan modiste mampu memberikan nafkah hidup baik bagi dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. Dinas Sosial merupakan instansi pemerintah yang berwenng untuk menangani permasaahan remaja putus sekolah. Dinas Sosial memiliki beberapa Unit Pelaksana Taknis Dinas (UPTD) yang dikhususkan untuk memberikan keterampilan remaja putus sekolah serta mampu mengelola dana bantuan, melakukan perencanaan terhadap kebutuhan, serta mengimplementasikan program pelatihan bagi remaja putus sekolah dengan melibatkan remaja tersebut dalam proses pelatihan keterampilan. Salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Provinsi Jawa Barat yang dimaksud yaitu Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR). Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas yang memberikan pelayanan bagi remaja putus sekolah berupa beberapa program pelatihan keterampilan. Pelatihan keterampilan yang dilaksanakan di BPSBR yaitu pelatihan keterampilan modiste, pelatihan keterampilan montir motor, keterampilan elektronika, pelatihan keterampilan tata boga dan perhotelan serta pelatihan keterampilan tata rias.

5 Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian fungsi dinas di bidang pemberdayaan sosial remaja, meliputi remaja putus sekolah dan/atau tidak mampu melanjutkan sekolah. Sasaran klien dari BPSBR Cibabat Cimahi yaitu remaja terlantar putus sekolah dengan ketentuan telah berusia 15 sampai 21 tahun, tamat pendidikan SD/SMP atau drop out SMP/SLTA, tidak mampu melanjutkan pendidikan dan belum pernah menikah dengan sasaran lokasi klien BPSBR berasal dari Kabupaten/ Kota sewilayah Provinsi Jawa Barat. Salah satu kegiatan pelatihan keterampilan yang dilakukan yaitu melalui pelatihan keterampilan modiste (tata busana). Keterampilan modiste sangat perlu untuk diberikan di kalangan kaum muda terutama remaja. Dimulai dengan pengetahuan yang mendasar, lanjut hingga tingkat komplek. Alasan diberikan ketrampilan modiste ini di kalangan remaja, diharapkan hal tersebut akan memberikan life skill bagi mereka untuk persiapan menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan dan sulitnya memasuki dunia kerja. Dengan adanya program pelatihan keterampilan yang diberikan diharapkan dapat membentuk sikap dan perilaku remaja putus sekolah sesuai dengan nilai dan norma yang ada dimasyarakat serta menyiapkan masa depan mereka agar mereka bisa lebih mandiri serta merubah kehidupan remaja putus sekolah yang dapat membawa mereka ke arah yang lebih baik melalui keterampilan yang mereka miliki. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) memberikan pelayanan bagi remaja putus sekolah dari seluruh daerah yang berada di provinsi Jawa Barat melalui berbagai jenis pelatihan keterampilan. 2. Banyaknya jumlah remaja yang putus sekolah yang tidak memiliki pengalaman dan kurang memiliki kemampuan mengakibatkan mereka menjadi pengangguran

6 3. Remaja putus sekolah dihadapkan dengan berbagai tantangan yang mengakibatkan mereka harus bersaing dengan orang-orang yang lebih handal. 4. Banyak tempat kerja yang tidak mau menerima remaja putus sekolah yang tidak memiliki kemampuan dan pengalaman untuk bekerja di tempatnya. 5. Latar belakang pendidikan yang yang dimiliki oleh peserta pelatihan yang bervariasi, namun sebagian besar dari peserta pelatihan memiliki latar belakang pendidikan yang rendah menjadikan mereka sulit menerima materi yang diberikan secara cepat. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan Modiste Bagi Remaja Putus Sekolah di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi. Berdasarkan rumusan di atas, maka peneliti menyusun pertanyaan penelitian sebagai fokus dalam melakukan penelitian, sebagai berikut : 1. Bagaimana perencanaan pelatihan keterampilan modiste yang dilakukan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi? 2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan keterampilan modiste yang dilakukan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi? 3. Bagaimana evaluasi pelatihan keterampilan modiste yang dilakukan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi? 4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat program pelatihan keterampilan modiste yang dilakukan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memaparkan gambaran umum mengenai perencanaan pelatihan keterampilan modiste bagi remaja putus sekolah di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi. 2. Untuk mengetahui dan memaparkan gambaran umum mengenai pelaksanaan pelatihan keterampilan modiste bagi remaja putus sekolah yang dilakukan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi.

7 3. Untuk menegetahui dan memaparkan gambaran umum mengenai evaluasi pelatihan keterampilan modiste bagi remaja putus sekolah yang dilakukan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi. 4. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari program pelatihan keterampilan modiste yang dilaksanakan Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman tentang bagaimana pemberian pelatihan keterampilan modiste bagi remaja putus sekolah, serta sebagai bahan pengembangan ilmu Pendidikan Luar Sekolah. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan, rujukan dan analisis khususnya bagi penyelenggara pelatihan keterampilan modiste yaitu Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Cimahi dan umumnya bagi penyelenggara pelatihan keterampilan yang sama. b. Sebagai bahan dan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian lanjutan atau melakukan penelitian sejenis. E. Struktur Organisasi Skripsi Adapun struktur organisasi dari skripsi ini ialah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, berisi uraian mengenai Latar Belakang Penelitian,Identifikasi dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Struktur Organisasi Skripsi. BAB II KAJIAN PUSTAKA, berisi Konsep Pendidikan Nonformal, Konsep Pelatihan, Konsep Keterampilan Modiste, Konsep Pembedayaan dan Konsep Remaja Putus Sekolah. BAB III METODE PENELITIAN, berisi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

8 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian, hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dari penelitian tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi mengenai kesimpulan dan saran dalam melakukan penelitian.