PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI) Abstrak Percobaan yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan sudut putar jenis larutan optis aktif, dengan alat yang digunakan yaitu polarimeter. Dimana Sinar yang berasal dari sumber dilewatkan melalui prisma terpolarisasi (polarizaer), kemudian terus ke sel polarimeter yang berisi larutan, dan akhirnya menuju prisma terpolarisasi kedua (analizer). Semakin besar sifat optis aktif suatu zat maka zat tersebut lebih banyak memutar bidang polarisasinya sedangkan semakin kecil konsentrasi suatu zat maka putaran spesifiknya semakin besar. Dari hasil data diperoleh hasil polarisasi rata rata pada aquades (+29,33 ± 3,05 ), Zat A, Pada Zat B. Kata Kunci : Polarimetri, optik aktif PENDAHULUAN Polarimeter adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur putaran optik yang dihasilkan oleh zat yang bersifat optis aktif yang terdapat dalam larutan. Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang polarisasi, sedangkan yang dimaksud dengan polarisasi adalah pembatasan arah getaran (vibrasi) dalam sinar atau radiasi elektromagnetik yang lain. Salah satu contoh cairan atau bahan padat yang sifat optis aktifnya diukur dengan menggunakan polarimeter adalah larutan gula. Prinsip kerja polarimeter berdasarkan pada pemutaran bidang polarisai. Besarnya perputaran itu bergantung pada struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, konsentrasi, panjangnya pipa polarimeter, banyaknya molekul pada jalan cahaya, dan pelarut. Cahaya merupakan gelombang elektromagnit yang terdiri dari getaran medan listrik dan getaran medan magnit yang saling tegak lurus. Bidang getar kedua medan ini tegak lurus terhadap arah rambatnya. Sinar biasa secara umum dapat dikatakan gelombang elektromagnit yang vektor vektor medan listrik dan medan magnitnya bergetar kesemua arah pada bidang tegak lurus arah rambatnya dan
disebut sinar tak terpolarisasi. Apabila sinar ini melalui suatu polarisator maka sinar yang diteruskan mempunyai getaran listrik yang terletak pada satu bidang saja dan dikatakan sinar terpolarisasi bidang (linear). Sinar yang berasal dari sumber dilewatkan melalui prisma terpolarisasi (polarizaer), kemudian terus ke sel polarimeter yang berisi larutan, dan akhirnya menuju prisma terpolarisasi kedua (analizer). Analizer dapat diatur sesuai keinginan sedangkan polarizer tidak. Bila arah transmisi polarisator sejajar dengan arah transmisi analisator, maka sinar yang mempunyai arah getaran yang sama dengan arah polarisator diteruskan seluruhnya. Tetapi apabila arah transmisi polarisator tegak lurus terhadap analisator maka tak ada sinar yang diteruskan. Dan bila arahnya membentuk suatu sudut maka sinar yang diteruskan hanya sebagian. Sinar terpolarisasi linear yang melalui suatu larutan optik aktif akan mengalami pemutaran bidang polarisasi. Putara optik (α) adalah sudut yang dilalui analizer ketika diputar dari posisi silang ke posisi baru yang intensitasnya semakin berkurang hingga nol. Untuk menentukan posisi yang teoat (pas) sulit dilakukan, karena itu digunakan apa yang disebut setengah bayangan (bayangan redup). Untuk mencapai kondisi ini, polarizer diatur sedemikian rupa, sehingga setengah bidang polarisasi membentuk sudut sekecil mungkin dengan setengah bidang polarisasi yang lainnya. Akibatnya memberikan pemadaman pada kedua sisi lain, sedangkan di tengah terang. Bila analizer diputar terus, setengah dari medan menjadi lebih terang dan lainnya redup. Posisi putaran diantara terjadinya pemadaman dan terang tersebut adalah posisi putaran yang tepat dimana pada saat ini intensitas kedua medan sama. Seperti telah disebutkan sebelumnya jika zat yang bersifat optis aktif ditempatka diantara polarizaer dan analizaer, maka bidang polarisasi akan berputar sehingga posisi menjadi berubah. Untuk mengembalikan ke posisi semula, analizer dapat diputar sebesar sudut putaran dari sampel. Apabila bidang polarisasi tersebut terputar kearah kiri (levo) dilihat dari pihak pengamat, peristiwa ini kita sebut polarisasi putar kiri. Demikian juga untuk peristiwa sebaliknya (dextro). Besar sudut pemutaran bidang polarisasi ( ϕ) dapat dinyatakan sebagai : dimana : C = konsentrasi larutan L = panjang kolom larutan
= sudut putar jenis larutan optik aktif untuk sinar D natrium pada temperatur t. Putaran potik (α) bergantung pada panjang sel, panjang gelombang cahaya, dan temperatur. Pada percobaan ini masing masing variabel dibuat tetap. Panjang sel = 10 cm. Sumber sinar adalah lampu natrium yang dapat memancarkan cahaya kuning (duplet) yang disebut garis D-natrium dengan λ = 589 nm. Polarimeter dilengkapi dengan skala vernier untuk membantu pengukuran sudut putaran secara teliti. BAHAN DAN METODE Alat dan bahan penelitian Alat dan bahan diberikan pada tabel 1. Alat Bahan Polarimeter Aquades Corong plastik Zat A (glukosa) melalui lensa mata bagian kanan. Kemudian setngah bayangan (bayangan redup) ditetapkan sebagai bayangan kerja, dengan mengatur pusat lensa mata maju atau mundur. Pembacaan ini dicatat sebagai titik nol. Harga titik nol ini harus diperhitungkan terhadap setiap pengukuran selanjutnya. Sel dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan larutan sampel. Dengan menggunakan rumus : dimana : = putaran spesifik α = putaran yang diukur tanpa perputaran peralatan λ = panjang sel = 1 dm c = konsentrasi (5% W/V = 0,05) putaran optik untuk larutan dihitung. Botol semprot Zat B (sukrosa) HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan Metode percobaan Sel polarimeter adibilas dengan aquades beberapa kali dengan menggunakan botol semprot. Kemudian sel diisi dengan aquades dan tidak boleh ada gelembung udara dalam sel. Sel diletakkan dalam polarimeter, kemudian pembacaan diatur hingga 0 o C, Percobaan polarimetri ini bertujuan untuk mengukur suatu cara analisa yang didasarkan pada pengukuran sudut putaran (optical rotation) cahaya terpolarisir oleh senyawa yang transparan dan optis aktif apabila senyawa tersebut dilewati sinar monokromatis yang terpolarisir tersebut. Percobaan diawali dengan mengukur putaran optik dari aquadest (sebagai zat
pembanding), putaran optik dari zat A dan zat B yang diberikan oleh asisten dosen, dimana zat A adalah glukosa dan zat B adalah sukrosa. Pengukuran putaran optik zat A dan zat B masing masing dilakukan 3 kali agar dapat diketahui kebenaran praktikum yang telah dilakukan. Dalam praktikum didapat data sebagai berikut : Derajat polarimetri ( ) Percobaan Aquades Glukosa Sukrosa I 1,6 5,7 8,9 II 1,5 5,5 8,7 III 1,3 5,4 8,6 Putaran spesifik Aquades yang telah dihitung berdasarkan putaran optiknya berturut turut adalah +32 o, +30 o, dan +26 o dengan rata rata (+29,33 ± 3,05). Putaran spesifik zat A yang telah dihitung berdasarkan putaran optiknya berturut turut adalah +114 o, +110 o, dan +108 o dengan rata rata. Sedangkan putaran spesifik zat B berturut turut adalah sebesar +178 o, +174 o, dan +172 o dengan rata rata. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa persentase kebenaran praktikum zat A dan zat B masing masing adalah 98,19% dan 98,19 %. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa putaran spesifik zat B lebih besar daripada zat A. Tetapi mempunyai konsentrasi yang sama yaitu zat A 5% sedangkan zat B 5%. Sukrosa dan glukosa memiliki besaran putaran optic yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan ukuran dan konformasi dari struktur molekul diantara keduanya, ukuran struktur molekul sukrosa lebih besar, maka dapat mempengaruhi sifat optis aktif dari senyawa sukrosa. Bila dibandingkan dengan glukosa yang ukuran molekulnya lebih kecil dan sederhana dibandingkan sukrosa. Pada literatur dijelaskan bahwa, besar pemutaran bidang polarisasi suatu larutan optis aktif dipengaruhi oleh struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, konsentrasi, panjangnya pipa polarimeter, banyaknya molekul pada jalan cahaya, dan pelarut. Glukosa dan sukrosa memiliki perbedaan ukuran dan struktur molekulnya, maka glukosa 5% dan sukrosa 5 % yang berkonsentrasi sama akan mengalami perbedaan besar pemutaran bidang polarisasi. Dimana, molekul yang struktur
dan ukurannya lebih besar, akan memiliki sudut perputaran yang lebih kecil. Hal ini berarti semakin kecil konsentrasi zat maka semakin besar putaran spesifik zat tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa zat B memiliki sifat optis aktif yang lebih besar daripada zat A, sehingga zat B lebih mudah dan lebih banyak memutar bidang polarisasinya. KESIMPULAN 1. Rata rata putaran spesifik zat A adalah. 2. Rata rata putaran spesifik zat B adalah. 3. Kebenaran praktikum zat A adalah 98,19 %. 4. Kebenaran praktikum zat B adalah 98,19 %. 5. Putaran spesifik zat B lebih besar daripada zat A menunjukkan bahwa sifat optis aktif zat B lebih besar dari zat A. 6. Semakin besar sifat optis aktif suatu zat maka zat tersebut lebih banyak memutar bidang polarisasinya. 7. Semakin kecil konsentrasi suatu zat maka putaran spesifiknya semakin besar.