BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

dokumen-dokumen yang mirip
INVESTASI, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan masalah-maalah seperti

BAB I PENDAHULUAN. dunia terutama negara sedang berkembang. Masalah kemiskinan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir (2002:10),

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam mengelola sumber daya daerah tersebut. menentukan kebijakan untuk masa mendatang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua negara baik negara maju maupun negara berkembang

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah cerminan kegiatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang sekarang ini

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional pada dasarnya dilaksanakan di daerah. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan (atau pendapatan) dimasa yang akan datang. Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda

ANALISIS PRODUKSI INDUSTRI TEKSTIL DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat berkembang dengan baik hal terburuk yang akan muncul salah. satunya adalah masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. fakta bahwa pertanian padi merupakan penghidupan bagi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang merupakan bagian yang tidak. terpisahkan dalam kehidupan masyarakat dan perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekspor dan impor ke atas pengeluaran agregat (Sadono, 2015). Menurut I Gede

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah yang muncul dinegara yang sedang berkembang adalah. bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta menciptakan lapangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu proses perbaikan yang berkesinambungan dari suatu masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang signifikan. Setelah melihat kesuksesan bank-bank syariah yang

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan Internasional dalam perekonomian setiap negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat signifikan, yaitu perkembangan dunia bisnis. Perkembangan

ANALISA PENGARUH INVESTASI PMA DAN PMDM, KESEMPATAN KERJA, PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PDRB DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sangat sentral sekali untuk dibicarakan karena hal tersebut berhadapan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makroekonomi jangka

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, INFLASI DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. lainya sangatlah terbuka mengenal dan memahami bangsa lain untuk saling

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI JAWA TENGAH PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi sehingga perubahan dalam harga BBM secara otomatis

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, kesulitan dan kekurangan diberbagai keadaan hidup. Sebagian orang

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta dan masyarakat (Saragih, 2009). merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

BAB III METODE PENILITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi nasional. Campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi pemerintah atau government expenditure adalah. anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN SKALA SEDANG DAN BESAR PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah yang berdaya guna dan berhasil

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun dapat mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA; PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

JUNIAR HENDRO NUGROHO

ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

panjang antara ukuran perusahaan (SIZE) dengan capital adequacy ratio dan loan to

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan perekonomian baik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Harga pada perekonomian biasanya tidak lepas dari faktor permintaan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal dari yang terpengaruh oleh volatilitas harga di pasar dunia, dan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004).

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA MINYAK DUNIA DENGAN INFLASI DUNIA TAHUN (Pendekatan Error Corection Model atau ECM)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional identik dengan pembangunan daerah karena

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. telah memberikan kontribusi yang besar terhadap menurunnya laju inflasi dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB I PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikann sistem kelembagaan (Arsyad, 2010:11)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, PDRBk, UPAH, JUMLAH UNIT USAHA, JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENGANGGURAN DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN

METODE PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup miskin. Beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok-kelompok

ANALISIS PENGARUH PRODUKSI, UPAH, DAN UNIT USAHA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN SEDANG PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan harta kekayaan perusahaan secara produktif.investasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PDB) tahun tertentu dengan tahun sebelumnya. Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, oleh karena itu harus

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan harga minyak tanah tentunya akan berdampak pada kondisi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA TAHUN 1997.I IV

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan kemampuan suatu

Herdiansyah Eka Putra B

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan masalah penting suatu negara, untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat menaikkan dan mempertahankan laju pertumbuhan GNP-nya hingga mencapai angka 5 sampai 7 persen atau lebih per tahun. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan meningkatkan pendapatan nasional riil. Pertumbuhan ekonomi diyakini oleh sebagian besar ekonom sebagai indikator yang paling tepat dalam menggambarkan proses kemajuan pembangunan suatu negara (Arsyad, 2010). Di negara-negara maju ada beberapa tekanan untuk menggeser orientasi pada pertumbuhan ekonomi menuju ke upaya-upaya yang lebih memperhatikan kualitas hidup seperti adanya gerakan yang mendukung pelestarian lingkungan hidup. Sementara itu, di negara sedang berkembang (NSB) yang menjadi perhatian utama adalah masalah pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Pada tahun 1960-an, sebagian besar NSB yang mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi mulai menyadari bahwa pertumbuhan semacam itu hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan. tingkat pengangguran dan pengangguran semu meningkat didaerah perdesaan dan perkotaan serta distribusi pendapatan antara kaya dan miskin semakin tidak merata. 1

Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum (Kuncoro, 2006). Pengukuran kemiskinan ini didasarkan pada konsumsi. Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi (consumptionbased poverty line) terdiri dari dua elemen, yaitu: (1) pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar lainnya; dan (2) jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Bagian pertama relatif jelas. Biaya untuk mendapatkan kalori minimum dan kebutuhan lain dihitung dengan melihat harga-harga makanan yang menjadi menu golongan miskin. Sedangkan elemen kedua sifatnya lebih subyektif. Secara umum Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia relatif menurun. Pada tahun 2004 ke 2005 jumlah penduduk kemiskinan menurun. Namun, pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan karena harga barang-barang kebutuhan pokok saat itu naik tinggi yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Namun mulai tahun 2007 sampai 2012 jumlah maupun persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan. Perkembangan tingkat kemiskinan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan oleh gambar berikut: 2

Gambar 1.1 Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, 2004 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Sedangkan Gambaran umum di daerah khususnya Jawa Tengah jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2010 sebesar 5,369 juta orang (16,56 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2009 yang berjumlah 5,726 juta orang (17,72 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebanyak 356,53 ribu orang. Selama periode Maret 2009 Maret 2010, penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah didaerah perkotaan turun 162,00 ribu orang, lebih rendah dibanding di daerah perdesaan turun sebesar 194,53 ribu orang. Di Provinsi Jawa Tengah, selama Periode Maret 2009 Maret 2010 persentase penduduk miskin antara perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2010, sebagian besar (57,93 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan dan pada Bulan Maret 2009 sebesar 57,72 persen. Garis Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Maret 2010 sebesar Rp 192.435,- perkapita per bulan. Pengeluaran untuk 3

membiayai makanan sebesar 72,68 persen, sedangkan pengeluaran untuk membiayai komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) hanya sebesar 27,32 persen. Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2009 berfluktuasi dari tahun ke tahun ( Tabel 1.1). Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 2,338 juta orang karena krisis ekonomi, yaitu dari 6,418 juta orang pada tahun1996 menjadi 8,755 juta orang pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 21,61 persen menjadi 28,46 persen pada periode yang sama. Tabel 1.1 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Menurut Daerah Tahun 1996-2010 Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) Presentase Penduduk Miskin Tahun Kota + Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Desa 1996 1.973 4.444 6.418 20,67 22,06 21,61 1999 3.062 5.623 8.755 27,8 28,05 28,46 2002 2.762 4.546 7.308 20,5 24,96 23,06 2003 2.520 4.459 6.980 19,66 23,19 21,78 2004 2.346 4.497 6.843 17,52 23,64 21,11 2005 2.671 3.862 6.533 17,24 23,57 20,49 2006 2.958 4.142 7.100 18,9 25,28 22,19 2007 2.687 3.869 6.557 17,23 23,45 20,43 2008 2.556 3.633 6.189 16,34 21,96 19,23 2009 2.420 3.304 5.725 15,41 19,89 17,72 2010 2.258 3.110 5.369 14,33 18,66 16,56 Sumber : BPS Jateng 2010 Pada periode tahun 2002-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 7,308 juta orang pada tahun 2002 menjadi 6,534 juta orang pada Pebruari 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin 4

dari 23,06 persen pada tahun 2002 menjadi 20,49 persen pada Pebruari 2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6,534 juta orang (20,49 persen) pada Bulan Pebruari 2005 menjadi 7,101 juta (22,19 persen) pada Bulan Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 0,287 juta orang,sementara di daerah perdesaan bertambah 0,280 juta orang. Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Pebruari 2005 kemaret 2006 disebabkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada 1 September 2005, yang kemudian memacu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya. Namun pada tahun 2007 hingga tahun 2009, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, yaitu dari 7,101 juta orang (22,19 persen) pada Bulan Maret 2006 turun menjadi 6,190 juta orang (19,23 persen) pada Bulan Maret 2008. Pada periode yang sama, penduduk miskin di daerah perkotaan turun 0,402 juta orang, sementara di daerah perdesaan turun 0,509 juta orang (BPS Jateng, 2010). Sejalan dengan berfluktuatifnya jumlah kemiskinan di Jawa Tengah, teryata tingkat pengangguran juga secara bersamaan mengalami fluktuatif, dimana jumlah penduduk berusia lima belas tahun atau lebih, yaitu penduduk yang termasuk sebagai kelompok usia kerja, pada Februari 2010 sebanyak 24.839.061 orang. Dari kelompok usia kerja tersebut sebanyak 17.130.931 orang tergolong dalam angkatan kerja. Persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja adalah 68.97 persen yang selanjutnya biasa disebut sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Penduduk ya ng tergolong angkatan kerja adalah kelompok orang yang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan, 5

mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan sudah diterima kerja tapi belum mulai bekerja. Penduduk bekerja pada Februari 2010 sebanyak 15.956.034 (93.14 persen) orang dan pengangguran sebanyak 1.174.897 orang atau 6,86 persen. Persentase ini umum dikenal sebagai Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Sisa dari penduduk usia kerja sebanyak 7.708.130 orang (sekitar 31,03 persen) tergolong sebagai bukan angkatan kerja (BPS Jawa Tengah, 2010). Bila dibandingkan dengan keadaan Februari 2009, TPAK Februari 2010 meningkat sebesar 1,38 persen point. Sementara TPT keadaan bulan Februari 2010 menurun sebesar 0,42 persen point dibandingkan TPT Februari 2009 (7,28 persen). Tabel 1.2 Angkatan Kerja Penduduk 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Terbanyak Agustus 2009 Februari 2010 Jumlah Persen Jumlah Persen Bekerja 15.835.382 64,19 15.956.034 64,24 Pengangguran 1.252.267 5,08 1.174.897 4,73 Total 17.087.649 69,27 17.130.931 68,97 Sekolah 1.879.303 7,62 1.989.060 8,01 Bukan Mengurus RT 4.271.035 17,31 4.311.058 17,36 Angkatan Kerja Lainnya 1.431.538 5,8 1.408.012 5,67 Total 7.581.876 30,73 7.708.130 31,04 Total Penduduk 15+ 24.669.525 100.00 24.839.061 100.00 Sumber: BPS Jawa Tengah, 2010. Kemudian, bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya (Agustus 2009), yang mempunyai komposisi 69,27 persen Angkatan Kerja dan 30,73 persen Bukan Angkatan Kerja, maka keadaan TPAK Februari 2010 mengalami 6

penurunan sebesar 0,3 persen point. Sedangkan TPT Februari 2010 dibandingkan dengan Agustus 2009 mengalami penurunan sebesar 0,47 persen. Selanjutnya tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.hubungan kemiskinan dengan investasi di sektor pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga memberikan kesadaran pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan. Hal tersebut seharusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa. Tidak terkecuali, keadilan dalam memperoleh pendidikan harus diperjuangkan dan seharusnya pemerintah berada di garda terdepan untuk mewujudkannya. Penduduk miskin dalam konteks pendidikan sosial mempunyai kaitan terhadap upaya pemberdayaan, partisipasi, demokratisasi, dan kepercayaan diri maupun kemandirian. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai sehingga tidak adanya tabungan ataupun investasi (pengelolaan uang). Sedangkan untuk pemerintah, upaya mengurangi kemiskinan yang ada sangat diperlukan peranan investasi bukan hanya investasi dibidang pendidikan saja akan tetapi disetiap sektor dan yang paling penting adalah investasi dalam penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) sebaga i modal bagi 7

pemerintah untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, perlu ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan dana investasi yang bersumber dari dalam, yaitu tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan penerimaan devisa. Penting bagi setiap warga maupun pemerintah khususnya pemerintah Jawa Tengah untuk saling bekerjasama memfokuskan perhatian mereka dalam memberantas kemiskinan yang terjadi pada masyarakat dimana mereka banyak menghadapi beragam masalah yang terjadi, diantaranya adalah kurangnya peran pemerintah secara nyata dalam penyerapan tenaga kerja yang mana itu bisa menjadi alternatif untuk menurunkan angka pengangguran, wilayah tempat tinggal yang terisolasi baik terhadap dunia luar maupun terhadap akses-akses yang seharusnya mereka nikmati sebagai fasilitas negara terutama akses akan sumber daya terlebih pendidikan, anak-anak dari keluarga miskin banyak yang putus sekolah. Mereka sulit dapat bertahan dan menggapai cita-cita menjadi orang yang terdidik dan berguna karena kenaikan biaya hidup tidak lagi mampu ditanggung oleh keluarga mereka, sehingga berdampak pada pertumbuhan dan kemajuan masyarakat yang menjadi relatif lambat. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk malakukan penelitian dengan judul ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENDIDIKAN, DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH TAHUN 1993-2012 8

B. Rumusan Masalah Dari apa yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik rumusan masalahnya, yaitu bagaimana pengaruh investasi, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan? C. Tujuan Penelitian Dilihat dari rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh investasi, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan. D. Manfaat Penelitian Ketika penelitian ini selesai dilaksanakan, maka diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu: 1. Memberi sumbangan pemikiran dan manfaat pada berbagai pihak,terutama bagi pemerintah Jawa Tengah tentang pengaruh investasi, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan. 2. Sebagai referensi penelitian yang akan datang tentang penyebab terjadinya kemiskinan. E. Metode Penelitian Analisis ini menggunakan uji ECM sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan program Eviews. Berikut langkah-langkahnya: 9

1. Pengujian Asumsi Klasik Uji ini digunakan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam penelitian. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat model analisis regresi linier ini meliputi Uji Heteroskedastisitas ( Uji White), Autokorelasi ( Uji Breusch Godfrey), Uji Spesifikasi Model ( Uji Ramsey-Reset), dan Uji Normalitas Ut (Uji F). 2. Uji Error Correction Model (ECM) ECM (Error Correction Model) atau model koreksi kesalahan mengasumsikan keberadaan suatu hubungan equilibrium jangka panjang serta konsisten atau tidaknya suatu model antara dua atau lebih variabel ekonomi. Formulasi model koreksi kesalahan (ECM) adalah sebagai berikut: Fungsi Jangka Panjang KM t * = β0 + β1in t + β2pg t + β3pn + Ut Keterangan: KM IN PG PN β0 Ut = Tingkat Kemiskinan = Tingkat Investasi = Tingkat Pengangguran = Tingkat Pendidikan = konstanta = Nilai Residual β1,β2,β3 = Pengaruh jangka panjang Fungsi Jangka Pendek Standar 10

ΔKM t = α1δin t + α2δpg t + α3δpn (KM t-1 β0 β1in t-1 β2pg t-1 β3pn t-1 ) + Vt Keterangan: α1,α2, α3 = Pengaruh jangka pendek = Koefisien standar adjustment ( 0< <1) Fungsi Estimasi Jangka Pendek ΔKM t = γ0 + γ1δin t + γ2δpg t + γ3δpn t + γ4δin t-1 + γ5δpg t-1 + γ6δpn t-1 + γ7ect + εt Keterangan: γ0 = β0 γ4 = -(1-β1) γ1 = α1 γ2 = α2 γ3 = α3 γ5 = -(1-β2) γ6 = -(1-β3) γ7 = -(1-β4) γ8 = ECT = IN t-1 + PG t-1 + PN t-1 KM t-1 Baik atau tidaknya spesifikasi model dengan ECM dapat dilihat pada uji statistik terhadap koefisien ECT. Koefisien ECT pada persamaan estimasi jangka pendek adalah IN t-1 + PG t-1 + PN t-1 KM t-1, mensyaratkan nilai yang menunjukkan angka positif antara 0 sampai 1 (0<ECT<1). 11

F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Dalam bab berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika Penulisan. Bab II Landasan Teori Berisi tentang defenisi dan teori teori-teori yang relevan dari variabel dependen dan independen yaitu kemiskinan, investasi, pendidikan, dan pengangguran. Tinjauan terhadap penelitianpenelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya serta hipotesis sementara dalam penelitian ini. Bab III Metodologi Penelitian Bab ini berisikan teknik pengumpulan data, jenis dan sumber data, defenisi operasional variabel serta metode analisis data. Bab IV Analisis Data Dan Pembahasan Menguraikan tentang diskripsi data. Pembahasan dan hasil analisis yang meliputi uji asumsi klasik, Uji Error Correction Model (ECM), serta interpretasi ekonomi. Bab V Penutup Daftar Pustaka Lampiran Membahas kesimpulan dan saran 12