BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB IV ANALISIS DATA. data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh suatu lembaga.

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah dan menguji penyelesaian masalah secara sistematis. mampu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand?

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

EFEKTIVITAS PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF THERAPY UNTUK MENGATASI KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK TK CEMARA DUA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Pelaksanaan BKI (Bimbingan dan Konseling Islam)

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alatalat

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diri untuk menghadapi keadaan-keadaan tersebut (Hurlock, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

2. Faktor pendidikan dan sekolah

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Pelaksanaan Intervensi Konseling (Data Pelaksanaan Penelitian)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan, terutama dalam rentang usia 13 tahun remaja mengalami perubahan fisik. Pubertas ialah suatu periode di mana kematangan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja gejala pubertas ini dapat ditandai dengan menarche atau haid pertama pada anak perempuan dan pollutio atau mimpi basah pada anak laki-laki. Perubahan pubertas ini lebih mengarah pada perubahan fisik remaja. Perubahan ini yang sering menimbulkan masalah pada remaja. Perubahan fisik yang dialami remaja mempengaruhi keadaan psikologis remaja. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja berkaitan dengan masalah penampilan. Pada usia remaja awal (usia SMP) remaja mengalami perubahan fisik yang terkadang belum mencapai taraf proporsional. Hal ini menyebabkan mereka kurang percaya diri terhadap penampilannya. Cara berpakaian, dan berdandan mempunyai faktor besar pada kepercayaan diri mereka. Para remaja putri berusaha mengikuti tren atau sesuai dengan mode anak seusia mereka, dengan kekurangan fisik yang dimilikinya mereka cenderung menggunakan pakaian sebagai cara untuk menutupi kekurangannya. Remaja akan merasa lebih percaya diri jika cara berpakaian dan cara berdandan mereka sesuai dengan model teman-teman mereka yang seusia 1

2 sehingga tidak merasa minder atau malu jika mereka berkumpul dengan teman sebaya. Remaja awal merasa adanya pengakuan, penerimaan atas diri mereka terhadap kelompok teman mereka. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa kematangan yang lebih awal meningkatkan kerentanan remaja atas sejumlah masalah. Hal ini sebagai akibat dari ketidakmatangan sosial dan kognitif (daya pikir) mereka, dihubungkan dengan perkembangan fisik yang lebih awal. Remaja akan merasa minder, kurang percaya diri jika merasa ada kekurangan yang ada pada dirinya. Jika hal ini terjadi pada mereka bisa menimbulkan keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan mereka sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya sendiri merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Mereka cenderung takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya. Fenomena tersebut menjadikan remaja sebagai individu yang banyak menghadapi masalah, kemampuan berfikir mereka lebih dikuasai oleh emosional, sehingga kurang mampu menyesuaikan dengan pendapat orang lain. Berdasarkan hasil pra survey awal pada bulan Juli 2011 di SMP X pada kelas VII D dan VII E yang berjumlah 66 siswa menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan diri yang didapat adalah 22.7% berada pada taraf rendah, 36.3% taraf agak rendah, 21.2% taraf cukup, 16.6% taraf agak tinggi dan 3.03% pada taraf tinggi. Terlihat sekali bahwa kepercayaan diri siswa-siswi kelas VII D dan kelas VII E masih banyak yang berada pada tahap rendah dan agak rendah. Observasi

3 dan wawancara yang dilakukan pada awal bulan Juli 2011 di SMP X juga diperoleh data kondisi subyek penelitian. Beberapa subyek menceritakan bahwa subyek kurang percaya diri dan malu dengan bentuk tubuhnya yang gemuk dan pendek sehingga subyek lebih suka menyendiri dan menghindari aktivitas yang berhubungan dengan orang banyak. Subyek lain mengatakan bahwa dirinya tidak menarik karena kulitnya hitam dan banyak jerawat, selain itu ada juga subyek yang merasa dirinya kurang bisa beradaptasi dengan teman-temannya, karena kurang percaya diri dengan bentuk tubuh atau perawakannya yang kecil, tidak seperti teman-teman sekelasnya yang rata-rata postur tubuhnya lebih besar darinya. Ada subjek yang berinisial IDI di kelas VII D yang orangnya sangat pemalu/kurang percaya diri, bahkan pernah sampai menangis hanya gara-gara dilihatin dan diejek kakak kelas, setelah dipertemukan di ruang BK subjek IDI juga tidak bisa diajak komunikasi, IDI hanya diam, tidak bicara dan hanya menangis saja, bahkan tidak berani melihat atau menatap lawan bicaranya. Subjek lain yaitu kelas VII E yang berinisial NE juga sangat kurang percaya diri, cenderung banyak diam, menutup diri dan kurang berani tampil dihadapan kawankawannya. Bimbingan Konseling SMP X juga memberikan gambaran beberapa permasalahan di kelas terkait kepercayaan diri pada siswanya diantaranya siswa banyak yang ragu-ragu, takut menyampaikan pendapat, malu dan tidak mau mengerjakan tugas di papan tulis, Hal ini sering menghambat proses belajar mengajar di kelas karena untuk meminta siswa mengerjakan ke depan kelas membutuhkan waktu yang cukup lama. Kondisi subyek berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut menjadi salah satu pertimbangan peneliti dalam

4 menentukan subyek penelitian. Apollo (2005) mengungkapkan bahwa dalam hal pencarian jati diri selain di masyarakat, sekolah juga memberikan andil yang cukup besar dalam membentuk kepribadian dan pola pikir remaja. Karena banyak waktu yang dilalui oleh remaja salah satunya di lingkungan sekolah. Menurut Koentjaraningrat salah satu kelemahan generasi muda adalah kurangnya rasa percaya diri. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Afiatin, dkk tahun 1997 (dalam Rizkiyah, 2005), bahwa permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh remaja pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Menurut Mastuti dan Aswi (2008) individu yang tidak percaya diri biasanya disebabkan karena individu tersebut tidak mendidik diri sendiri dan hanya menunggu orang melakukan sesuatu kepada dirinya. Percaya diri sangat bermanfaat dalam setiap keadaan, percaya diri juga menyatakan seseorang bertanggung jawab atas pekerjaannya. Karena semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka akan semakin sulit untuk memutuskan yang terbaik apa yang harus dilakukan pada dirinya. Sikap percaya diri dapat dibentuk dengan belajar terus, tidak takut untuk berbuat salah dan menerapkan pengetahuan yang sudah dipelajari. Burns (dalam Iswidharmanjaya dan Agung, 2005) mengatakan dengan kepercayaan diri yang cukup, seseorang individu akan dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya dengan yakin dan mantap. Kepercayaan yang tinggi sangat berperan dalam memberikan sumbangan yang bermakna dalam proses kehidupan seseorang, karena apabila individu percaya dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka akan timbul motivasi pada diri individu untuk

5 melakukan hal-hal dalam hidupnya. Setiap individu mempunyai hak untuk menikmati kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah dicapainya, tetapi akan sulit dirasakan apabila individu memiliki kepercayaan diri yang rendah. Orang yang kurang percaya diri akan merasa kecil, tidak berharga, tidak ada artinya, dan tidak berdaya menghadapi tindakan orang lain. Orang seperti ini biasanya takut melakukan kesalahan dan juga takut ditertawakan orang lain. Peale (2006) juga memberikan sebuah hasil survei terhadap 600 mahasiswa psikologi disuatu universitas. Para mahasiswa diminta untuk mengungkapkan masalah pribadi individu yang paling sulit diatasi. Total 75% dari sampel mengaku merasa kurang percaya diri atau minder. Melihat fenomena ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel yaitu remaja merasa tidak mempercayai kemampuan dirinya sebagai masalah yang paling sulit diatasi. Ubaydillah (2006) mengatakan dalam kehidupan sehari-hari kepercayaan diri dapat dirumuskan dalam sikap bagaimana orang merasa, meyakini dan mengetahui diri sendiri. Orang yang memiliki kepercayaan diri akan dapat merasakan dengan benar adanya kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, meyakini kekurangan dan kelebihan itu merupakan kenyataan yang ada pada dirinya, sehinga akan mampu mengelola dengan baik. Dengan demikian akan mengetahui dengan objektif tentang kondisi tersebut sebagai kondisi nyata yang dimiliknya Luxory (2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa perasaan penting yang mengontrol emosi manusia dan membuatnya kehilangan percaya diri. Mula mula disebabkan oleh perasaan cemas dan perasaan tidak tenang serta perasaan

6 perasaan lain yang mengikutinya, seperti malas, kurang sabar, sulit, susah, atau rendah diri. Dengan perasaan tersebut, manusia menjadi ragu akan kemampuan dan dirinya. Kurang percaya diri juga dapat disebabkan oleh perasaan khawatir dan pikiran buruk. Perasaan inilah yang menimbulkan perasaan gelisah, tegang, dan takut, sehingga menjadi kehilangan percaya diri. Berbagai kelemahan pribadi yang biasanya dialami dan sering menjadi sumber tidak percaya diri antara lain: cacat atau kelainan fisik; buruk rupa; ekonomi lemah; status sosial; status perkawinan; sering gagal; kalah bersaing; kurang cerdas; pendidikan rendah; perbedaan lingkungan; tidak supel; tidak siap menghadapi situasi tertentu; sulit menyesuikan diri; mudah cemas dan penakut; tidak terbiasa; mudah gugup; berbicara gagap; pendidikan keluarga kurang baik; sering menghindar; mudah menyerah; tidak bisa menarik simpati orang; serta kalah wibawa dengan orang lain (Hakim, 2005). (Beck dalam Redenbach, 1998) menyatakan bahwa seluruh suasana hati seseorang dibentuk oleh pikiran atau kognisi. Seseorang merasakan apa yang dikerjakan saat ini disebabkan pikiran yang dimilikinya sekarang. Ketika seseorang merasa tertekan, disebabkan pikiran-pikirannya didominasi oleh suatu negativitas yang menyebabkan semuanya seburuk yang dibayangkan. Perasaan kurang percaya diri pada remaja merupakan manifestasi dari pola pikir yang semakin mengakar pada peristiwa yang dilaluinya. Semua individu memiliki peluang untuk menentukan apa yang akan dipikirkan dan dimanifestasikan, namun semua orang memiliki harapan untuk menjadi individu yang sukses. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa individu berjuang melawan perasaan kurang

7 percaya dirinya agar mampu berkompetensi dalam setiap proses untuk memenuhi tuntutan kehidupan yang dilaluinya. Ada beberapa metode yang dapat meningkatkan kepercayaan diri antara lain melalui berbagai macam konseling, yaitu antara lain: konseling behavioral, konseling trait and factor, konseling individual/ kelompok, maupun dengan metode ceramah,dll. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan terapi rasional emosi perilaku/rational emotive behavior therapy (REBT) yaitu menurut Komalasari (2011) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Disamping itu individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional, pendekatan ini bertujuan mengajak individu untuk mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional. Ellis (dalam Surya, 2003) juga menjelaskan bahwa REBT lebih menggunakan model edukatif daripada model psikodinamik atau model medik, sehingga konselor sekolah dapat menggunakannya bagi siswa-siswa normal di sekolah. Selain itu Ellis (dalam Surya, 2003) juga menyebutkan bahwa dengan REBT akan tercapai pribadi yang ditandai dengan : (a) minat kepada diri sendiri (b) minat sosial (c) pengarahan diri (d) toleransi terhadap pihak lain (e) fleksibelitas (f) menerima ketidakpastian (g) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya (h) berpikir ilmiah (i) penerimaan diri (j) berani mengambil resiko dan (k) menerima kenyataan. Menurut Willis (2004) tujuan rational emotive behavior therapy (REBT) adalah untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir,

8 keyakinan serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga seseorang dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal, menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri seperti benci, takut, cemas sebagai akibat yang irrasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai, dan kemampuan diri. Tujuan konseling rational emotive behavior therapy (REBT) yang utama adalah mengubah cara berpikir irrasional menjadi cara berpikir rasional sehingga terbentuk pribadi yang rasional pada individu. Siswa yang mempunyai sifat dan perilaku rendah diri yang dipengaruhi cara berpikir irrasional diharapkan mampu mengubah cara berpikir irrasional tersebut sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan interaksi sosial sehingga dapat berkembang secara optimal. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu diupayakan suatu intervensi dengan mengubah cara pandang atau cara berpikir yang negatif menjadi positif bagi siswa yang kurang memiliki kepercayaan diri. Salah satu intervensi untuk meningkatkan kepercayaan diri yang dapat digunakan adalah metode pelatihan. Metode pelatihan merupakan metode yang cukup efektif untuk meningkatkan motivasi, mengubah struktur kognitif dan memodifikasi sikap serta menambah keterampilan berperilaku (Johnson dan Johnson, 2000). Metode pelatihan atau intervensi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan terapi rasional emosi perilaku/ rational emotive behavior therapy (REBT) yang

9 dibandingkan dengan metode ceramah/satu arah melalui pemberian materi tentang kepercayaan diri. B. Masalah Penelitan Secara spesifik peneliti ingin merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah intervensi Integrasi Perubahan Perilaku (IPP) dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa sekolah menengah pertama kelas VII?. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh intervensi Integrasi Perubahan Perilaku (IPP) untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa sekolah menengah pertama kelas VII. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru pembimbing atau guru bimbingan konseling program intervensi meningkatkan kepercayaan diri melalui Integrasi Perubahan Perilaku (IPP) ini diharapkan bermanfaat untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VII. 2. Bagi siswa, program intevensi untuk meningkatkan kepercayaan diri melalui Integrasi Perubahan Perilaku (IPP) ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa serta merangsang siswa untuk lebih optimis dalam menghadapi segala kegiatan belajar di sekolah. 3. Manfaat teoritis dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta ilmu Psikologi, khususnya Psikologi

10 Pendidikan yang berupa program intervensi integrasi perubahan perilaku (IPP) untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VII melalui pendekatan terapi rasional emosi perilaku/ rational emotive behavior therapy (REBT) sehingga dapat memperkaya program-program yang telah ada. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kepercayaan diri memang sudah banyak dilakukan. Demikian juga tentang REBT (rational emotive behavior therapy). Namun penelitian yang menguji terapi rasional emosi perilaku/ rational emotive behavior therapy (REBT) untuk meningkatkan kepercayaan diri khususnya pada siswa siswi kelas VII di SMPN X sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan kepercayaan diri yaitu: Utami SW (2005) melakukan penelitian Korelasi Kepercayaan Diri Dan Kematangan Emosi Dengan Kompetensi Sosial Remaja di Pondok Pesantren. Kerfoot. MK (2010) meneliti mengenai Leaders, Self-Confidence, and Hubris: What's the Difference?. Penelitian mengenai rational emotive behavior therapy (REBT) telah juga dilakukan oleh Obeth Rumabar (2008) melakukan penelitian tentang penggunaan Rational Emotive Behaviour Therapy untuk meningkatkan self-esteem mahasiswa STIPAK. Moore, BA (1999) tentang The Efficacy Of Group Counseling Interventions Employing Short-Term Rational Emotive Behavior Therapy In Altering The Beliefs, Attitudes, And Behaviors Of At-Risk Adolescents. Kristiana A (2007) meneliti tentang Rational Emotive Behavioral Therapy sebagai Alternatif Terapi Bagi Korban Kekerasan dalam

11 Pacaran. Hally W (2009) meneliti tentang Efektivitas Terapi Perilaku Emosi Rasional Dalam Mengurangi Keyakinan Tidak Rasional Dan Tekanan. Penulis dalam penelitian ini bermaksud ingin menguji apakah intervensi Integrasi Perubahan Perilaku (IPP) dapat berpengaruh untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa SMP kelas VII. Mengacu pada penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dibandingkan dengan penelitian yang sudah ada. Perbedaan itu dapat dilihat dari tujuan penelitian, karakteristik subyek, waktu dan tempat (lokasi). Apabila penelitian sebelumnya lebih menekankan pada hubungan kepercayaan diri dengan variabel lain yang relevan atau kondisi kepercayaan diri pada subyek yang berbeda, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri. Salah satu metode yang dipilih oleh peneliti adalah intervensi Integrasi Perubahan Perilaku (IPP) melalui pendekatan terapi rasional emosi perilaku/ rational emotive behavior therapy (REBT) yang sengaja disusun oleh peneliti agar dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa SMP kelas VII.