ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN USAHA TERNAK KAMBING DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN SKALA PEMILIKAN TERNAK (Comparative Analyse on the Income of Goat Farming in Semarang City Based on the Scale of Livestock Ownership) K. Budiraharjo dan A. Setiadi Fakultas Peternakan Univesitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK Suatu penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak kambing pada dua skala pemilikan ternak, yaitu diatas dan dibawah rata-rata pemilikan ternak. Penelitian ini juga bermaksud untuk memperbandingkan pendapatan diantara keduanya. Tujuh puluh lima orang peternak diambil sebagai sampel. Sampel dipilih dari wilayah-wilayah yang merupakan daerah potensial bagi pengembangan usaha ternak kambing di Kota Semarang. Sampel dikelompokkan ke dalam dua strata pemilikan ternak, yaitu 0,56 satuan ternak (strata I) dan > 0,56 satuan ternak (strata II). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan rata-rata usaha ternak kambing per tahun pada strata I sebesar Rp 589.654,00. Pendapatan ini mampu menyumbang terhadap penerimaan keluarga sebesar 10,01%. Pendapatan rata-rata usaha ternak kambing per tahun pada strata II sebesar Rp 1.368.619,00. Pendapatan ini mampu menyumbang terhadap penerimaan keluarga sebesar 19,%. Analisis komparasi pendapatan usaha ternak kambing diantara kedua strata pemilikan ternak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,01). Hasil tersebut dapat diartikan bahwa usaha ternak kambing pada strata II lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan strata I. Kata kunci : komparasi, pendapatan, usaha ternak kambing ABSTRACT A research was conducted to study the income of goat farming in Semarang city, on the basis on two scales of livestock ownership, that is above and under average of livestock ownership in this area. The study also compared the income between both scales. Seventy five goat breeders were selected from some locations in Semarang city. They represented for area those are having a potency for a development in goat farming in Semarang city. They were grouped into strata of livestock ownership : strata 1 for the ownership of livestock 0,56 animal unit and strata for the ownership of livestock > 0,56 animal unit. Results showed that average income per year of goat farming in strata 1 was equal to Rp. 589.654,00. This was equal to 10,01% to total family income. The average income per year of goat farming in strata was equal to Rp 1.368.819,00. This was equal to 19,% of total family income. A comparative analysis on income of goat farming between both strata showed a significant different (P< 0,01). The goat farming in strata was indicated by a higher income than that of goat farming in strata 1. Keywords : comparation, income, goat farming 44 J.Indon.Trop.Anim.Agric.9 (1) March 004
PENDAHULUAN Usaha peternakan kambing yang dikelola masyarakat pada umumnya hanya merupakan usaha sampingan yang bertujuan sebagai penghasil pupuk dan tabungan. Sistem pemeliharaan biasanya dilakukan secara tradisional. Pola usaha semacam ini pada umumnya belum memperhitungkan usaha secara ekonomis. Keadaan tersebut akan berakibat pada rendahnya produktivitas ternak dan pendapatan yang diperoleh peternak. Meskipun demikian ternyata usaha ternak kambing yang dilakukan masyarakat mampu memberikan arti penting sebagai pendapatan tambahan (Ditjen Peternakan, 1988; Devendra, 1993). Jumlah ternak kambing yang dipelihara pada skala keluarga umumnya relatif kecil antara 3-4 ekor (Suradisastra, 1980; Setiadi, 1996). Di Kota Semarang rata-rata tingkat pemilikan ternak kambing sebanyak 6 ekor (Budiraharjo, 00). Beberapa kelemahan yang muncul pada usaha skala kecil adalah ketidakmampuan memanfaatkan sumber daya ternak secara efisien dan peternak belum secara optimal dalam memanfaatkan alokasi waktu dan tenaga kerja keluarga yang terlibat, sehingga penerimaan yang diperoleh relatif kecil. Oleh karena itu tingkat pemilikan ternak yang mampu mengefisienkan pemanfaatan waktu, tenaga kerja, dan keuntungan yang diperoleh merupakan fenomena yang harus diketahui oleh peternak. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam mencapai tujuan produksi dan pendapatan, skala usaha (jumlah pemilikan ternak) menjadi masalah yang perlu dipertimbangkan. Tingkat pemilikan ternak yang optimum dalam menghasilkan keuntungan yang memadai harus menjadi pertimbangan dalam menjalankan kegiatan usaha ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak kambing pada dua skala pemilikan ternak, yaitu diatas dan dibawah rata-rata tingkat pemilikan ternak, selain itu penelitian ini juga bertujuan mengetahui ada tidaknya perbedaan pendapatan usaha ternak kambing yang diperoleh pada dua skala pemilikan ternak tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak kambing pada dua skala pemilikan ternak, selain itu dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh pada dua skala pemilikan ternak tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada petani peternak mengenai skala pemilikan ternak yang optimum dalam menghasilkan keuntungan. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan dengan metode survai. Sampel sebanyak 75 petani peternak dipilih dari lokasi-lokasi yang merupakan daerah potensial pengembangan usaha ternak kambing di Kota Semarang. Pemilihan daerah-daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha ternak kambing didasarkan pada informasi dinas peternakan setempat. Sampel ditentukan dengan metode stratified random sampling berdasarkan rata-rata pemilikan ternak (Suradisastra, 1980; Setiadi, 1996) yang dikelompokkan ke dalam dua strata, yaitu strata I, dibawah rata-rata pemilikan ternak ( 0,56 ST) dan strata II, diatas rata-rata pemilikan ternak ( > 0,56 ST). Peubah yang akan diperbandingkan dalam penelitian ini adalah pendapatan usaha ternak kambing yang diperoleh petani peternak pada kedua skala pemilikan ternak. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t (Sugiyono, 00) dengan rumus : t = x 1 x n 1 n s 1 s ( n 1 x 1) s1 + ( n 1) s n + n 1 x 1 1 1 + n1 n = rata-rata sampel Strata I = rata-rata sampel Strata II = jumlah sampel Strata I = jumlah sampel Strata II = varians sampel Strata I = varians sampel Strata II The Income of Goat Farming Based on the Scale of Livestock Ownership (Budiraharjo and Setiadi) 45
Definisi Operasional 1. Pemilikan ternak kambing adalah jumlah ternak yang dipelihara oleh petani peternak dalam kurun waktu 1 tahun, digunakan satuan pengukuran ST (satuan ternak).. Ukuran satuan ternak: Anak kambing (< 6 bulan) Kambing muda (1/ 1 tahun) Kambing dewasa ( > 1 tahun) 3. Penerimaan Usaha Ternak Kambing adalah besarnya penerimaan yang diperoleh dari usaha ternak kambing, termasuk penerimaan tunai maupun yang diperhitungkan selama periode 1 tahun. Satuan pengukuran rupiah per tahun. 4. Biaya produksi/pengelolaan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan ternak kambing, termasuk penerimaan tunai maupun yang diperhitungkan selama periode 1 tahun. Satuan pengukuran rupiah per tahun. 5. Pendapatan usaha ternak kambing adalah Penerimaan usaha ternak kambing dikurangi dengan biaya produksi/pengelolaan selama periode 1 tahun. Satuan pengukuran rupiah per tahun. HASIL DAN PEMBAHASAN : 0,035 ST : 0,070 ST : 0,140 ST Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Mijen berada pada ketinggian 8-53 meter di atas permukaan laut, dengan temperatur minimum 4 o C dan temperatur maksimum 30 o C. Kecamatan Gunungpati berada pada ketinggian 59-348 meter diatas permukaan laut, dengan temperatur minimum 3 o C dan temperatur maksimum 9 o C. Keadaan temperatur lingkungan di kedua kecamatan tersebut sesuai untuk pemeliharaan ternak kambing, sebagaimana pendapat Williamson dan Payne (1978) yang mengungkapkan bahwa comfort zone untuk ternak kambing berkisar 0 o C - 30 o C. Populasi ternak kambing di Kecamatan Mijen sebesar 15,6% dari seluruh jenis ternak yang dipelihara masyarakat, namun jumlah peternak yang mengusahakan sebesar 5,69% dari seluruh peternak, sedangkan di Kecamatan Gunungpati, populasi ternak kambing sebesar 8,7%, dengan jumlah peternak sebesar 7,10%. Identitas Responden Umur responden menunjukkan usia terendah 5 tahun dan usia tertinggi 81 tahun. Kelompok umur tersebut terdistribusi pada usia 5-60 tahun berjumlah 34 orang atau 89,47% untuk strata I dan berjumlah 33 orang atau 89,19% untuk strata II, sedangkan kelompok usia > 60 tahun berjumlah 4 orang atau 10,53% untuk strata I, dan berjumlah 4 orang atau 10,81% untuk strata II. Kondisi kelompok umur seperti ini sangat mendukung dalam melakukan kegiatan usaha termasuk kegiatan beternak, karena pada umur 30-60 tahun merupakan umur seseorang untuk melakukan segala sesuatu dengan berpikir dan bertindak secara hati-hati (Santosa et al., 1979; Hernanto 1996). Prayitno dan Arsyad (1987) berpendapat bahwa tingkat umur akan berpengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usaha tani maupun pekerjaan tambahan lainnya, namun demikian setelah melewati usia produktif, semakin tinggi umur seseorang maka kemampuan kerjanya relatif menurun. Tingkat pendidikan responden tergolong rendah jika dibandingkan dengan program pendidikan dasar 9 tahun yang telah dicanangkan pemerintah hingga saat ini, terlihat dari data yang menunjukkan bahwa hanya 10,5% pada strata I dan 5,4% pada strata II yang mempunyai tingkat pendidikan diatas SLTP. Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya akan menghambat masuknya suatu inovasi baru (Mosher, 1977). Pendapat senada diungkapkan Prayitno dan Arsyad (1987) bahwa pendidikan yang dimiliki oleh petani peternak mempunyai pengaruh terhadap kemampuan adopsi teknologi dan ketrampilan manajemen. Pengalaman beternak responden dalam mengelola usaha ternak kambing berkisar antara 1 hingga 30 tahun. Pengalaman dalam mengelola suatu kegiatan usaha akan sangat berpengaruh terhadap ketrampilan dalam mengelola usaha tersebut, yang pada akhirnya akan berpengaruh pula dalam pengambilan keputusan-keputusan manajemen, 46 J.Indon.Trop.Anim.Agric.9 (1) March 004
Tabel 1. Penerimaan Keluarga, Penerimaan Usaha Ternak Kambing, Biaya Usaha dan Pendapatan Rata-rata yang Diperoleh Peternak Parameter Strata I Strata II Penerimaan keluarga (Rp.) 5.879.59 7.10.510 Penerimaan Usaha Ternak Kambing (Rp.) 1.648.550 3.178.510 Biaya produksi (Rp.) 1.058.918 1.809.947 sebagaimana diungkapkan Samsudin (1977) bahwa bertambahnya tingkat ketrampilan diharapkan petani akan lebih dinamis, aktif dan terbuka dalam mengadopsi teknologi baru. Pemeliharaan Ternak Kambing Sistem pengelolaan usaha ternak kambing yang dilakukan responden masih dilakukan dengan cara tradisional. Ternak hanya diberi pakan seadanya, kandang dan teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, namun demikian ternak berada di dalam kandang sepanjang hari tanpa digembalakan. Pengelolaan ternak sepenuhnya dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga yang meliputi ayah, ibu dan anak-anak. Jenis kegiatan yang dilakukan dalam mengelola ternak kambing meliputi: mencari pakan, memberikan pakan dan minum, serta membersihkan kandang sebagaimana pendapat Hartono et al. (1996). Jenis ternak kambing yang dipelihara responden seluruhnya adalah kambing lokal. Sistem reproduksi masih dikelola secara sederhana, yaitu mengawinkan ternak jantan dengan ternak betina secara alami. Jenis pakan utama yang diberikan umumnya rumput lapangan, namun pada saat ketersediaanya terbatas seperti pada musim kemarau, dapat diberikan hijauan lain berupa daun pepohonan ( ramban ) yang tersedia di sekitar lokasi. Beberapa jenis hijauan alternatif sebagai pengganti rumput yang umum diberikan antara lain: daun nangka, daun lamtoro, dan daun angsana. Hal ini sejalan dengan pernyataan Devendra (1993) bahwa kambing pada dasarnya adalah ternak pemakan semak. Jenis pakan konsentrat yang diberikan diantaranya bekatul, ketela pohon atau kulit ketela pohon. Penelitian Suryanto (1997) pada peternak kambing Peranakan Ettawa menunjukkan hasil yang sama bahwa pakan tambahan yang diberikan meliputi bekatul dan ketela pohon. Penerimaan Keluarga, Penerimaan Usaha Ternak, Biaya produksi dan Pendapatan Usaha Ternak Kambing Penerimaan keluarga peternak meliputi seluruh penerimaan yang diperoleh peternak dari semua sumber yang dapat menghasilkan, baik dari usaha tani yang meliputi hasil usaha tani dan upah buruh tani, maupun penerimaan diluar usaha tani yang meliputi upah buruh industri, buruh bangunan, gaji pegawai negeri sipil, pensiun, hasil perdagangan, hasil kerajinan dan hibah yang diperoleh peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan keluarga rata-rata sebesar Rp 5.879.59,00 per tahun (Rp 489.993,33 per bulan) untuk strata I dan Rp 7.10.510,00 per tahun (Rp 593.375,83 per bulan) untuk strata II. Angka tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah minimum regional Kota Semarang yang berlaku pada saat perhitungan yaitu sebesar Rp 400.000,- per bulan. Namun penerimaan keluarga yang diperoleh peternak dihasilkan oleh seluruh anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Mosher (1977) bahwa usaha tani yang dilakukan petani peternak di pedesaan merupakan usaha tani keluarga yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Mubyarto (1989) bahwa dalam kegiatan usaha tani sebagian besar tenaga berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak petani. Penerimaan usaha ternak kambing meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan usaha pemeliharaan ternak kambing. Penerimaan ini meliputi penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai usaha ternak kambing meliputi hasil penjualan ternak dan penjualan kotoran ternak. Penerimaan yang diperhitungkan meliputi kenaikan nilai ternak, anak yang dihasilkan dan kotoran ternak yang The Income of Goat Farming Based on the Scale of Livestock Ownership (Budiraharjo and Setiadi) 47
dimanfaatkan sendiri oleh petani peternak sebagaimana diungkapkan Legowo et al. (00) bahwa penerimaan usaha ternak kambing Peranakan Ettawa dapat diperoleh dari penjualan ternak, penjualan pupuk kandang, penjualan susu dan nilai tambah ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan usaha ternak kambing berkisar antara Rp 530.000,00 hingga Rp.00.000,00 per tahun dengan rata-rata sebesar Rp 1.648.550,00 per tahun untuk strata I dan berkisar antara Rp.35.000,00 hingga Rp 6.300.000,00 dengan rata-rata Rp 3.178.510,00 untuk strata II. Perbedaan penerimaan usaha ternak kambing ini dipengaruhi oleh jumlah pemilikan ternak kambing. Biaya produksi usaha ternak kambing meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani peternak dalam mengelola usaha ternak kambing, yang meliputi biaya tunai maupun yang diperhitungkan. Biaya tunai meliputi pembelian mineral (garam) dan pembelian obat-obatan. Biaya diperhitungkan meliputi biaya penyusutan kandang, penyusutan peralatan usia pakai lebih dari 1 tahun, biaya pakan dan tenaga kerja keluarga dalam mengelola usaha ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi ternak kambing per tahun berkisar antara Rp 49.160,00 hingga Rp 1.659.065,00 dengan ratarata Rp 1.058.918,00 untuk strata I dan berkisar antara Rp 843.030,00 hingga Rp 3.15.690,00 dengan ratarata Rp 1.809.947,00 untuk strata II. Perbedaan biaya produksi ini ditentukan oleh perbedaan waktu yang diperlukan untuk mencari pakan dan penggunaan tenaga kerja keluarga yang harus diperhitungkan sebagai pengeluaran serta perbedaan jumlah ternak yang dipelihara. Pendapatan usaha ternak kambing merupakan selisih antara penerimaan usaha ternak kambing dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan usaha ternak kambing berkisar antara Rp 155.810,00 hingga Rp 1.53.000,00 per tahun dengan rata Rp 589.654,47 per tahun untuk strata I dan berkisar antara Rp 349.910,00 hingga Rp 3.71.65,00 per tahun dengan rata-rata Rp 1.368.819,00 per tahun untuk strata II. Pendapatan usaha ternak kambing pada strata I mampu menyumbang terhadap penerimaan keluarga sebesar 10,01%, sementara itu strata II mampu menyumbang sebesar 19,%. Hasil temuan Devendra (1993) di Jawa Barat menunjukkan bahwa sumbangan ternak kambing dan domba terhadap pendapatan usaha tani mencapai 17% untuk wilayah dataran rendah, 6% untuk wilayah sekitar perkebunan karet dan 14% untuk wilayah dataran tinggi. Analisis komparasi menggunakan uji t, menunjukkan hasil berbeda nyata (P < 0,01) sebagaimana diperlihatkan pada lampiran. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan usaha ternak kambing pada strata I (skala pemilikan ternak 0,56 ST) dengan strata II (skala pemilikan > 0,56 ST). Dapat pula diartikan bahwa usaha ternak kambing dengan tingkat pemilikan pada strata II lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan tingkat pemilikan ternak pada strata I, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa pendapatan usaha ternak kambing pada strata II lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan usaha ternak pada strata I. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendapatan usaha ternak kambing pada strata I sebesar Rp 589.654,00 per tahun, sedangkan strata II sebesar Rp 1.368.619,00 per tahun.. Sumbangan pendapatan usaha ternak kambing terhadap penerimaan keluarga pada strata I sebesar 10,01%, sedangkan pada strata II sebesar 19,%. 3. Analisis komparasi menggunakan uji t menunjukkan hasil signifikan, artinya terdapat perbedaan antara pendapatan usaha ternak kambing pada strata I dengan strata II. 4. Usaha ternak kambing pada strata II lebih menguntungkan dibandingkan dengan strata I. DAFTAR PUSTAKA Budiraharjo, K. 00. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi dan Teknis dalam Pengambilan 48 J.Indon.Trop.Anim.Agric.9 (1) March 004
Keputusan Manajemen Usaha Ternak Kambing Skala Peternakan Rakyat di Kota Semarang. Laporan Penelitian. Devendra, C. 1993. Kambing dan domba di Asia. Dalam: M. Wodzicka- Tomaszewska, I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya (editor). Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta, Hal. 1-3. Direktorat Jenderal Peternakan. 1988. Peternakan Bagian Integral dalam Usaha Konservasi Lahan Kering. Buletin Teknik dan Pengembangan Peternakan, Jakarta. Hartono, B., U. W. Ningsih dan Hanifah. 1996. Analisis Tenaga Kerja pada Usaha Ternak Kambing Di Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Media. 1 (4): 1-7. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. Legowo, A. B., E. Prasetyo dan E. Rianto. 00. Penerimaan, keuntungan dan profitabilitas usaha ternak kambing Peranakan Ettawa pada anggota kelompok tani ternak di Kabupaten Purworejo. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 7 (4): 177-185. Mosher, A. T. 1977. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna, Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta. Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Samsudin, U. 1977. Dasar Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Binacipta, Bandung. Santosa, U. Kusnadi, K. Suradisastra dan S. Sitorus. 1979. Analisa usaha peternakan sapi perah di daerah jalur susu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Buletin Lembaga Penelitian Peternakan. 3: 1 -. Setiadi, B. 1996. Penerapan teknologi dan model pengembangan ternak kambing dan domba yang berwawasan agribisnis. Temu Informasi Teknologi Pertanian Sistem Usaha Peternakan Kambing dan Domba Berwawasan Agribisnis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Ungaran. Hal. 1-3. Sugiyono. 00. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung Suradisastra, K. 1980. Beberapa variabel dalam usaha ternak kambing di Jawa Tengah. Lembaran Lembaga Penelitian Peternakan. 10 (): 16-19. Suryanto, B. 1997. Analisis Ekonomi Usaha Ternak Kambing Peranakan Ettawa. Media. (4): 6-11. Williamson, G. and W. J. A. Payne. 1978. An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. Longmans, Green and Co. Ltd, London. Prayitno, H, dan L. Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Badan Penerbit Fakultas The Income of Goat Farming Based on the Scale of Livestock Ownership (Budiraharjo and Setiadi) 49