PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA MELALUI PERDAMAIAN MEDIASI

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ada kalanya kepentingan mereka itu saling bertentangan, hal mana dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan. kekuasaan kehakiman. Hakim harus memahami ruang lingkup tugas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga munculah sengketa antar para pihak yang sering disebut dengan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG IKUT SERTANYA PIHAK KETIGA ATAS INISIATIF SENDIRI DENGAN MEMBELA TERGUGAT (VOEGING) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

PROSES PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN TERHADAP ANAK YANG TERLAMBAT MENDAPAT AKTA (Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

SKRIPSI PROSES BERPERKARA PERDATA SECARA PRODEO DALAM PRAKTEK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI PURWODADI )

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BENI DHARYANTO C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. usaha dalam penegakan hukum dalam masyarakat lewat peradilan maupun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan. berkembang dan berkehidupan yang adil dan berdaulat.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH

PELAKSANAAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

Oleh Ariwisdha Nita Sahara NIM : E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

JAMINAN. Oleh : C

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

Kata Kunci : Alat Bukti, Sumpah dan Pemeriksaan

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

Transkripsi:

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA (Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : TRI HARJANI LESTIANINGSIH C.100 040 209 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lahir di dunia, manusia telah bergaul dengan manusia-manusia lain di dalam suatu wadah yang bernama masyarakat. Dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat itu menghasilkan suatu interaksi sosial antara manusia satu dengan manusia lainnya sehingga terjadi hubungan yang dinamis. Interaksi-interaksi yang dinamis tersebut diwujudkan dengan suatu bentuk komunikasi, yang memiliki maksud dan tujuan agar dapat memenuhi keinginan masing-masing individu.. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan mempunyai tempat dalam masyarakat disertai hak-hak dan kewajiban kewajiban terhadap orang lain, sesama anggota masyarakat maupun terhadap barang atau benda yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Berbagai hubungan hukum antara seorang manusia di satu pihak dan dunia sekitarnya di lain pihak, sedemikian rupa memunculkan pengaruh dari kedua belah pihak berupa kenikmatan atau beban yang dirasakan masing-masing pihak. Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka hubungan hukum itu tidak dapat lenyap seketika, karena pihak yang ditinggalkan oleh pihak yang lenyap tersebut, bukan hanya seorang manusia atau sebuah barang saja, dan juga oleh hidupnya orang yang meninggal dunia tersebut, berpengaruh langsung pada banyaknya kepentingan-kepentingan berbagai anggota lain 1

2 dari masyarakat serta selama hidup orang tersebut, membutuhkan pemeliharaan dan penyelesaian orang lain. Pada asasnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum dalam lapangan hukum kekayaan atau harta benda saja yang dapat diwariskan. Ada beberapa kekecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sah anaknya untuk menuntut supaya ia dinyatakan anak yang sah dari bapak atau ibunya (kedua hak itu adalah dalam lapangan hukum kekeluargaan), dinyatakan dalam undang-undang diwarisi oleh ahli warisnya. 1 Dalam hukum waris berlaku juga suatu asas, bahwa seorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibanya beralih pada sekalian ahli warisnya. Seorang pewaris mempunyai kekayaan yang berupa dua bentuk yaitu harta benda (materiil) dan harta cita (non materiil). Harta benda merupakan peninggalan yang berwujud, berupa hak-hak kebendaan, seperti hak pakai, hak tagihan (hutang-piutang) dan hak-hak lainnya. Sedangkan harta cita tidak berwujud, misalnya jabatan atau hak cipta. Namun di dalam hukum Indonesia, pewarisan dengan menganut sistem individual, dimana harta warisan tersebut harus segera dibagikan dan setiap ahli waris mendapatkan pembagian warisan untuk dapat menguasai atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Adapun harta warisan ini kemudian diadakan yang berakibat para waris dapat menguasai 1 Efendi Perangin, 2003. Hukum Waris. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Hal 3

3 dan memiliki bagian untuk dapat dinikmati, diusahakan ataupun, dialihkan kepada anggota kerabat, ataupun orang lain. 2 Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa begitu pewaris meninggal dunia, harta warisan harus segera dibagikan dan dialihkan kepada ahli warisnya yang dengan sendirinya menurut hukum memperoleh hak waris atas barang, segala hak dan segala piutang pewaris. Berkaitan dengan hak tersebut setiap ahli waris berhak menuntut agar harta warisan yang belum dibagikan untuk segera dibagikan, meskipun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu. Menurut R. Soepomo dalam bukunya Bab-bab tentang Hukum Adat menjelaskan bahwa pembagian warisan perlu diperhatikan unsur-unsur mutlak (essensial) dari pewarisan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. adanya pewaris yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan 2. adanya beberapa orang sebagai ahli waris yang menerima kekayaan yang ditinggalkan; dan 3. adanya harta warisan atau harta peninggalan. Jadi, cara pembagian harta warisan merupakan salah satu cara bagaimana pewaris berbuat untuk meneruskan atau mengalihkan harta kekayaan yang ditinggalkan kepada para waris ketika pewaris itu masih hidup dan bagaimana cara waris itu diterukan pengurusan dan pemakaiannya atau 2 Hilman hadikusuma, 2003. Hukum Waris Adat. Bandung. PT.Citra Aditya Bakti. Hal 33

4 cara melaksanakan pembagian warisan kepada ahli waris setelah pewaris wafat. 3 Pembagian harta warisan sering kali menimbulkan masalah-masalah yang rumit diantara para ahli waris. Konflik ini disebabkan karena para waris tidak dapat saling bertenggang rasa, menjaga diri dan menahan hawa nafsu dari godaan kebendaan dan kebutuhan hidup yang konsumtif sehingga tidak dapat menjaga kerukunan hidup dalam keluarga serta menimbulkan pertentangan antara para waris untuk berebut harta peninggalan dari pewaris. Dalam pembagian warisan biasanya dilakukan oleh janda yang hidup terlama atau anak laki-laki tertua pewaris dengan kesepakatan semua ahli waris. Pembagiannya harus dialihkan secara adil dengan semua ahli waris mendapatkan bagiannya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk menghindari timbulnya pertentangan dan permusuhan persaudaraan karena warisan. Tetapi apabila dalam pembagian warisan tidak dapat dilaksanakan secara adil dengan kesepakatan bersama karena ada ahli waris yang berselisih bahkan ada yang ingin mendapatkan bagian harta yang lebih besar dari bagian yang seharusnya didapatkan. Maka untuk mendapatkan penyelesaian yang adil pihak yang tidak puas dapat membawa perkaranya ke Pengadilan Negeri jika musyawarah kekeluargaan dan peradilan adat mengalami kegagalan untuk menyelesaiakan masalah tersebut. Pengadilan Negeri adalah solusi terakhir yang diharapkan dapat membantu mereka yang sedang bersengketa. Untuk membawa perkara ke 3 Ibid, hal 36

5 Pengadilan Negeri penggugat menyerahkan surat gugatannya kepada ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat atau tempat kediamaan tergugat. Selain itu surat gugatan harus bertanggal, menyebut dengan jelas nama penggugat dan tergugat, tempat tinggal mereka serta jabatan kedudukan penggugat dan terguggat. Di dalam kasus warisan penggugat harus melawan salah satu ahli waris sebagai tergugat. Pada saat penggugat mengajukan surat gugatannya harus memuat apa yang dituntut terhadap tergugat, dasar-dasarnya penututan tersebut dan bahwa tuntutan itu harus terang dan tertentu. Setelah ditanda tanganinya atau ditanda tangani oleh wakilnya penggugat mendaftarkan surat gugatannya. Pada waktu memasukkan gugatan, penggugat harus pula membayar beaya perkara yang meliputi beaya kantor kepaniteraan, beaya pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak. Jadi beracara perdata memang tidaklah tanpa beaya, tetapi terhadap asas tersebut ada pengecualiannya bagi mereka yang tidak mampu. Bagi mereka yang tidak mampu dimungkinkan untuk beracara secara cuma-cuma, dengan mengajukan permohonan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari camat yang membawahkan tidak permohonan. Permohonan itu harus dijawab pada hari sidang pertama (pasal 283 ayat 2 HIR, 247 ayat 2 Rbg). 4. Sesudah surat gugatan atau catatan yang dibuat itu telah didaftarkan oleh panitera di dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka Ketua menentukan hari dan jam waktu perkara itu akan diperiksa di muka 4 Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, S.H. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta ; Liberty. Hal 99-100.

6 pengadilan. 5 Selama perkara tersebut sedang diperiksa dan perdamaian dilakukan didepan hakim. Menurut ketentuan ayat 1 pasal 130 H.I.R., hakim sebelum memeriksa perkara perdata tersebut, harus berusaha mendamaikan kedua belah pihak, malah usaha perdamaian dapat dilakukan sepanjang proses berjalan, juga taraf banding oleh Pengadilan Tinggi. 6 Ketika perdamaian tidak berhasil hakim dapat melanjutkan penyelesaian perkara dengan pelaksanaan jawaban tergugat (rekonvensi). Isi jawaban tergugat dapat berupa pengakuan yang membenarkan isi gugatan penggugat, baik untuk sebagian maaupun seluruhnya, sehingga kalau tergugat membantah penggugat harus membuktikannya. Selain itu isi jawaban tergugat dapat berupa bantahan atau sangkalan yang dilakukan dengan tujuan agar gugatan batal atau ditolak. Oleh karena itu akibat hukum daripada adanya jawaban ialah penggugat tidak diperkenankan mencabut gugatannya, kecuali dengan persetujuan tergugat dan tidak diperbolehkan mengajukan eksepsi serta kesempatan untuk mengajukan rekonvensi tertutup. Dalam duplik penggugat juga masih diberi kesempatan untuk memberikan tanggapannya dari jawaban tergugat kemudian dari repliknya tergugat juga masih diberi kesempatan untuk menanggapi duplik penggugat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan pokok sengketa yang akan terjadi sekurang-kurangnya tiga kali sidang. Apabila dari jawabmenjawab antara penggugat dan tergugat telah diketahui pokok sengketannya, 5 K.Wantjik Saleh, S.H. 1981, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, Jakarta. Ghalia Indonesia. Hal 19 6 Retnowulan Sutantio,S.H dan Iskandar Oeripkantawinata S.H. 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung. Mandar Maju. Hal 30

7 maka jawab-menjawab dianggap selesai oleh hakim dan dimulai dengan acara pembuktian. Meskipun peristiwa atau faktanya itu disajiakan oleh para pihak, hakim harus tahu pasti akan peristiwa yang disajikan itu. Hakim harus mengkonstatir hakim harus mengakui kebenaran peristiwa yang bersangkutan. Dan kebenaran peristiwa ini hanya dapat diperoleh dengan pembuktian. Segala peristiwa yang menimbulkan sesuatu hak harus dibuktikan oleh yang menuntut hak tersebut, sedang peristiwa yang menghapuskan hak harus dibuktikan oleh para pihak. 7 Pada hakekatnya yang harus dibuktikan adalah peristiwanya dan bukan hukumnya oleh karena itu membuktikan peristiwanya atau mengajukan alat bukti adalah para pihak, sedang hakim harus menentukan hukumnya terhadap peristiwa yang telah terbukti tersebut. Jadi hakim didalam proses perkara perdata harus menetapkan dan menemukan kebenaran peristiwa atau hubungan hukum yang telah ditetapkan itu. 8 Menurut asas hukum acara perdata yang harus dilakukan seorang hakim adalah sebagai berikut : Pertama, hakim hanya bersifat menunggu artinya hakim hanya menunggu adanya perkara yang datang kepadanya, karena yang mengajukan tuntutan adalah pihak yang berperkara sehingga hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadiali suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan untuk memeriksa dan 7 R. Subekti.2001, Hukum Pembuktian. Jakarta. Pradnya Paramita. Hal 82 8 Op. Cit. 2002. Hal 106

8 mengadili, pada hakekatnya seorang hakim hanya diharapkan atau diminta untuk mempertimbangakan tentang benar atau tidaknya suatu peristiwa yang diajikan kepadanya. Oleh karena itu hakim harus memeriksa dam mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya. Andaikata hukumnya tidak ada atau kurang jelas sebagai penegak hukum hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. 9 Kedua, hakim di dalam pemeriksaan perkara perdata bersikap pasif ialah bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim itu untuk diperiksa pada sasanya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan hakim sebab hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan. Sehingga hakim hanya menggunakan pembuktian dalam mencari kebenaran. 10 Ketiga, hakim bersifat terbuka ialah bahwa setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan. Tujuan untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk menjamin objektivitas pengadilan dengan mempertanggung jawabkan putusan yang fair, tidak memihak serta putusan yang adil kepada masyarakat. 11 Seorang hakim diharapkan dapat memberi pertimbangan tentang benar tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya dan kemudian mampu memberikan atau menentukan hukumnya. Secara konkrit dalam 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 28 ayat 23 10 Ibid, pasal 5 ayat (2). 11 Ibid, pasal 19 dan 20

9 mengadili suatu perkara hakim harus melakukan tiga tindakan secara bertahap, yaitu a. Mengkonstatir ialah melihat kebenaran dari suatu peristiwa yang sungguhsungguh terjadi sesui dengan surat gugatan penggugat yang kemudian peristiwa tersebut dibuktikan dan menghasilkan peristiwa konkrit. b. Mengkwalifisir ialah menilai peristiwa konkrit tersebut dijadikan peristiwa hukum. c. Mengkonstituir ialah setelah terjadi peristiwa hukum, kemudian hakim menjatuhkan putusan atau memberiakan hukumnya atau memberikan hakhaknya kepada yang berhak. Oleh karena itu bahwa hakim harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas serta hakim harus dapat memberikan penilaian yang objektif kepada para pihak yang berperkara guna memberikan penyelesaian secara adil kepada pihak yang berperkara. Hakim tidak boleh memihak kepada salah satu pihak dalam memberikan putusannya sebab hakim dalam hal ini bertindak sebagai orang ketiga yang harus netral. Putusan hakim sangat diperlukan untuk menyelesaikan suatu perkara perdata. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang diucapkan oleh seorang hakim dalam persidanga untuk memberikan penyelesaian kepada para pihak yang berperkara atau bersengketa. Jadi putusan hakim sangat diperlukan dalam memberikan penyelesaian akhir yang adil bagi pihak yang dilanggar haknya..

10 Sebelum membuat putusan seorang hakim harus mempertimbangan apa yang ada dalam pembuktian melalui alat bukti yang diajukan para pihak yang berperkara dan juga seorang hakim harus mendengarkan keterangan para pihak sebab seorang hakim tidak boleh hanya mendengarkan satu pihak saja tetapi semua pihak harus didengarkan keterangannya. Pertimbangan hakim sangat diperlukan demi tercapainya sebuah putusan yang memiliki dasar-dasar hukum yang tepat dan mencerminkan nilai-nilai keadilan, kebenaran,penguasaan hukum, fakta, etika serta moral dari seorang hakim. Dalam pemeriksaan perkara warisan kesimpulan dan pembuktian perkara warisan adalah sangat penting menentukan dalam mempertimbangakan putusan hakim. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik untuk memfokuskan penelitian lebih lanjut dengan judul : PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka penulis akan merumusakan masalah sebagai berikut:

11 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan terhadap perkara warisan? 2. Apakah hambatan yang dihadapi hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan? 3. Bagaimana akibat dari putusan warisan di Pengadilan Negeri Surakarta? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas. Tujuan penelitian akan memudahkan penulis untuk membahas permasalahan sesuai dengan perumusan masalah. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Untuk mengetahui petimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan terhadap perkara warisan 2. Untuk mengetahui hambatan hakim dalam menentukan putusan terhadap Perkara warisan di Pengadilan Negeri Surakarta. 3. Untuk mengetahui akibat dari putusan warisan di Pengadilan Negeri Surakarta D. Manfaat Penelitian Selain mempunyai tujuan penelitian juga harus mempunyai manfaat yang dapat diperoleh dari nilai suatu penelitian. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

12 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum khususnya hukum perdata yang berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam mentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 2. Bagi Masyarakat Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui bagaimana hakim memutus perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 3. Bagi Penulis Penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perdata sehigga peneliti dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh dalam kuliah dalam pelaksanaan secara nyata E. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan teliti dan seksama guna memperoleh suatu kebenaran. Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada suatu metode, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

13 gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. 12 Maka penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Sifat Penelitan Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. 13 2. Bahan Penelitan a. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan menggunakan bahan-bahan sebagai berikut: 1) Bahan Hukum Primer a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) HIR c) Rbg d) Yurisprodensi 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan-bahan hukum yang berfungsi memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku yang membahas tentang pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata 12 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004. Metode Penelitian Hukum. FH. UMS, hal 1dan 2 13 Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press, hal 10

14 3) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia. b. Penelitian Lapangan Penelitian dilakukan dengan cara terjun langsung ke objek yang akan diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan. 1) Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Surakarta. 2) Subjek Penelitian Dalam Penelitian ini yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah hakim yang pernah memeriksa perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 3. Metode Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan jalan membaca atau mempelajari atau mengutip buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan erat dengan objek, penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier.

15 b. Penelitian Lapangan Data yang diperolah dari hasil penelitian secara langsung pada objek penelitian adalah dengan cara: 1) Observasi (Pengamatan) ialah suatu tehnik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari prilaku manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi dalam kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relatif lengkap mengenai kehidupan sosial dan salah satu aspek. 14 2) Interview (wawancara) Ialah proses untuk mendapatkan informasi dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung atau tertulis dengan responden guna memperoleh keterangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Responden dalam penelitian ini adalah hakim yang pernah menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 3) Questioner ialah daftar pertanyaan yang harus dijawabatau daftar isian yang harus diisi oleh sejumlah subjek yang akan diteliti berdasarkan 14 Ibid. 1984. Jakarta : UII-Press

16 jawaban atau lisan, peneliti mengambil kesimpulan mengenai subjek yang diselidiki. 15 4) Pengambilan Sampel Dalam teknik pengambilan sampel ini penulis menggunakan cara pengambilan sample yang hanya memilih sekelompok subjek dengan kriteria orang tersebut berkompeten untuk diwawancarai dalam hal ini adalah Hakim yang pernah memutus perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 4. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian deskriptif adalah menggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu teknik analisis data yang mengungkapkan dan mengambil kebenaran dari kepustakaan dan penelitian lapangan yaitu dengan mengabungkan antara peraturanperaturan, yurisprodensi, buku-buku ilmiah yang ada hubungannya dengan pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata, dengan pendapat responden yang diperoleh dengan observasi dan interview, kemudian dianalisis secara kualitatif sehingga mendapatkan suatu pemecahannya, sehingga dapat ditarik kesimpulan. 15 Sumardi Suryabrata, 1992. Metode Penelitian. Yogyakarta. Andi Ofist, hal. 18

17 F. Sistematika Skripsi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Sekripsi BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Menentukan Putusan Terhadap Perkara Warisan 1. Pengertian Pertimbangan Hakim 2. Hal-hal yang menjadi Pertimbangan Hakim dalam Perkara Warisan 3. Pengertian Warisan 4. Pengertian Hukum Waris 5. Pemberlakuan Hukum Waris Di Indonesia 6. Pihak-Pihak Dalam Warisan 7. Penggolongan Ahli Waris B. Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Perkara Perdata 1. Penyusunan Surat Gugatan 2. Pengajuan Gugatan 3. Pemanggilan Para Pihak

18 4. Pemeriksaan 5. Pembuktian 6. Putusan BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan terhadap perkara warisan. B. Hambatan yang dihadapi hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan di Pengadilan Negeri Surakarta C. Akibat putusan dari perkara warisan di Pengadilan Negeri Surakarta BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN