PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kesuksesan didalam bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. 1. Pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar perkembangan manusia melalui

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tangguh baik secara fisik, mental maupun intelektual dan kepribadian. pendidikan di indonesia yaitu Madrasah Aliyah (MA).

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dimana kunci suksesnya terletak pada dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak, sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. maupun karyawan (Menurut Sukmadinata, 2005).

PENDAHULUAN. mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. maju apabila rakyatnya memiliki pendidikan yang tinggi dan berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melaju dengan pesat, untuk

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sepanjang hayat, berlangsung di rumah, di sekolah, di unit-unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hadi Wiguna Kurniawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa ditandai oleh tingkat sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

PERBEDAAN KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI MENGAJAR ANTARA GURU DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA DAN MADRASAH MU ALLIMIN MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. 1 Setiap

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bahwa disetiap jenis, jalur dan jenjang Pendidikan wajib. DIKTI/ Kep/ 2000 : Perubahan-perubahan yang dihadapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terus membangun dan meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja selalu dipenuhi oleh para pelamar setiap harinya. Pekerjaan adalah suatu aspek

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana sistem pendidikan tidak dijalankan secara proporsional. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kualitas sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

Transkripsi:

1 PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ANUGRAHENING KUSHARTANTI F 100050256 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Setiap orang pasti ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian, dan sudah tentu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Masalah menyontek selalu terkait dengan tes atau ujian. Banyak orang beranggapan menyontek sebagai masalah yang biasa saja, namun ada juga yang memandang serius masalah ini. Fenomena ini sering terjadi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah atau madrasah, tetapi jarang kita dengar masalah menyontek dibahas dalam tingkatan atas, cukup diselesaikan oleh guru atau paling tinggi pada tingkat pimpinan sekolah atau madrasah itu sendiri. Sudah dimaklumi bahwa orientasi belajar siswa-siswi di sekolah hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari afektif dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau melakukan praktek menyontek (Irawati, 2008). Menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari, tetapi jarang mendapat pembahasan dalam wacana pendidikan kita di Indonesia. Kurangnya pembahasan mengenai cheating mungkin disebabkan karena kebanyakan pakar menganggap persoalan ini sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal 1

2 masalah cheating sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Demikian mendasarnya, sehingga pelaku cheating dalam ujian penerimaan pegawai pada zaman kerajaan Cina kuno dapat diganjar dengan hukuman mati. Di Amerika Serikat studi tentang cheating di penghujung abad 20 telah banyak dilakukan seperti oleh Bower, Dientsbier, Monte, Antion, Haines, dan Dayton. Dari sini tampak bahwa masalah cheating sesungguhnya adalah isu lama yang tetap aktual dibicarakan dalam sistem persekolahan di seluruh dunia. Dalam konteks kehidupan bangsa saat ini, tidak jarang kita mendengar asumsi dari masyarakat yang menyatakan bahwa koruptor-koruptor besar, penipu-penipu ulung dan penjahat krah putih (white crimers) yang marak disorot saat ini adalah penyontek-penyontek berat ketika mereka masih berada di bangku sekolah. Atau sebaliknya, mereka yang terbiasa menyontek di sekolah, memiliki potensi untuk menjadi koruptor, penipu, dan penjahat krah putih dalam masyarakat nanti. Meskipun asumsi seperti di atas bersifat sangat spekulatif dan masih jauh dari nalar ilmiah, namun paling tidak pernyataan itu dapat menggelitik kepedulian mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan terhadap masalah cheating di sekolah. Sekedar ilustrasi, bahwa pada tahun 80-an di Amerika Serikat masalah cheating pernah menjadi isu yang hangat dibahas oleh kalangan politisi di negara bagian California karena ternyata dampak cheating telah merambah kepentingan publik secara serius (Admin, 2004). Alma (2007), seorang Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, pernah melakukan survai dan memberi angket kepada para siswa sebanyak 55 orang, hasilnya sangat mengagetkan bahwa 100 % mereka pernah menyontek dalam ujian.

3 Lebih separuh diantaranya sering dan seringkali menyontek. Akibat dari menyontek ini sudah jelas akan muncul perilaku, atau watak, tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membaca buku pelajaran tetapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan menyontek, potong kompas, menghalalkan segala macam cara, dan akhirnya menjadi koruptor. Di negara maju, Amerika, Eropa, Australia, dan sebagainya sangat ditekankan TIDAK DIBENARKAN NYONTEK dalam ujian. Barangsiapa kedapatan menyontek, maka ia akan dikeluarkan dari sekolah, dan mencari sekolah lain yang sesuai. Hasilnya budaya jujur bisa terbentuk selama mereka mengalami proses pendidikan, dan lebih percaya diri. Lawson (dalam Amriel, 2008) mengindikasikan bahwa siswa yang melakukan tindakan kebohongan akademik cenderung akan berbohong di tempat kerja. Kenyataanya, fenomena menyontek lebih serius dari pada pandangan umum. Kompleksitas yang terungkap dari temuan-temuan Barat tentang kejahatan akademis ini juga relevan situasi di dunia pendidikan Indonesia. Penemuan tersebut sejalan dengan pendapat Haryono, dkk (2001), bahwa perilaku menyontek adalah perilaku yang jamak dijumpai dalam dunia pendidikan. Hampir semua pelajar mengetahui atau pernah melakukannya. Perilaku ini adalah perilaku yang salah tetapi ada kecenderungan semakin ditolerir oleh masyarakat kita. Masyarakat memandang bahwa pelajar yang menyontek adalah sesuatu yang wajar Menurut hasil penelitian yang dilakukan seorang siswa SMA favorit di Surabaya terhadap teman sekolahnya dengan sampel 7 % dari seluruh siswa (lebih dari 1400 siswa). Penelitian tersebut menyebutkan bahwa, 80 % dari sampel pernah

4 menyontek (52 % sering dan 28 % jarang), sedangkan medium yang paling banyak digunakan sebagai sarana menyontek adalah teman 38 % dan meja tulis 26 %. Uniknya ada 51 % dari siswa yang menyontek, ingin menghentikan kebiasaan buruknya tersebut (Widiawan, dalam Musslifah, 2008). Mengapa siswa gemar menyontek? Pertanyaan ini memang klasik. Tapi, para guru dan otoritas pendidikan kita sampai hari ini masih terus garuk-garuk kepala karena belum berhasil menemukan metode tercanggih untuk menghentikan kebiasaan menyontek anak-anak didik. Bahkan, tak sedikit pula yang "pasrah" dan menganggap perilaku menyontek sebagai kelaziman yang tidak berimplikasi serius. Pastinya, jangan pandang enteng apabila anak didik siswa maupun mahasiswa kedapatan mengandalkan hasil menyontek untuk menyelesaikan tugas-tugas guru atau dosen mereka. Apalagi jika aksi menyontek dilakukan berkali-kali sampai-sampai anak didik tidak lagi percaya bahwa dia mampu menuntaskan pekerjaan sekolah dengan mengandalkan dirinya sendiri (Amriel, 2008). Kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup dan berhubungan dengan kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada dalam dirinya (Lauster, 1992). Sebagian orang tidak menyadari bahwa rendahnya percaya diri dapat menimbulkan hambatan besar dalam menjalankan kegiatan sehari hari. Sikap seseorang yang menunjukan dirinya tidak percaya diri antara lain didalam berbuat sesuatu yang penting dan penuh tantangan selalu dihinggapi keragu-raguan, mudah

5 cemas, tidak yakin, cenderung menghindar, tidak punya inisiatif, mudah patah semangat, tidak berani tampil didepan orang banyak, dan gejala kejiwaan lain yang menghambat seseorang untuk melakukan sesuatu (Hakim, 2002). Rendahnya rasa percaya diri dapat menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara. Tetapi dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya. Ketika tingkat percaya diri yang rendah berhubungan dengan proses belajar seperti prestasi rendah, atau kehidupan keluarga yang sulit, atau dengan kejadian-kejadian yang membuat tertekan, masalah yang muncul dapat menjadi lebih meningkat (Santrock, 2003). Penelitian Lebedour (Asmiana dalam Musslifah, 2008) terhadap 25 universitas yang ada di 5 negara (United State, Nederland, Israel, Palestine, dan Taiwan), menyebutkan bahwa jenis kelamin dan kebudayaan sangat mempengaruhi tingkat percaya diri individu. Secara spesifik penelitian ini menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin akan membawa perbedaan pada rasa percaya diri individu. Selanjutnya, penelitian Jhonson (Asmiana dalam Musslifah, 2008) pada 363 pelajar di 3 sekolah dasar umum dengan 174 wanita dan 189 pria menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin mengakibatkan perbedaan rasa percaya diri pada pelajar, dan hal tersebut berkorelasi terhadap perilaku menyonteknya. Masalah cukup serius bisa terjadi jika seseorang merasa terlalu banyak kelemahan dan tidak memiliki kelebihan sama sekali. Kelemahan kelemahan pribadi memiliki aspek yang sangat luas dan berkaitan dengan kehidupan dimasa lalu. Rasa

6 tidak percaya diri akan menghambat seseorang dalam mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya seperti mendapatkan pasangan hidup atau mencapai prestasi dalam bidang tertentu. Hal ini akan mengakibatkan seseorang mengalami perasaan staknasi atau kemacetan yang mengakibatkan rendahnya kepercayaan diri (Hakim, 2002). Kurang percaya diri adalah problem yang rumit dan sulit, merupakan konflik pribadi yang ditandai dengan perasaan tidak berharga, tidak diterima oleh orang lain dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. Setiap orang yang memiliki rasa rendah diri memiliki dua cara untuk bereaksi menutupi rasa rendah dirinya yaitu dengan menyerah dan kompensasi. Menyerah berarti bahwa rasa rendah diri dianggap sebagai perbaikan terhadap kepercayaan diri sendiri yang dapat dicapai, sedangkan kompensasi disini mengambil berbagai bentuk salah satunya adalah kompensasi langsung yaitu menutupi rasa rendah diri dalam hal kekurangan (Anggraini, 2002). Kepercayaan diri adalah suatu bagian dari kehidupan yang unik dan berharga. Ada orang yang menganggap diri mereka penuh kepercayaan diri tiba-tiba merasa kepercayaan diri mereka tak sebesar apa yang selama ini mereka duga, sehingga mereka kurang percaya diri dimana baginya dunia terasa sebagai tempat yang tidak aman dan menyulitkan. Dengan kepercayaan diri yang dimiliki diharapkan ketika menyelesaikan tugas atau ujian di sekolah, siswa akan percaya pada kemampuan yang dimiliki sehingga perilaku menyontek dapat dihindari. Dengan kepercayaan diri yang tinggi maka akan membiasakan siswa untuk bersikap positif terhadap kemampuannya dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.

7 Setelah melihat uraian di atas maka dapat ditarik perumusan masalah yaitu, Apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek?. sehingga penulis ingin mengajukan judul Perilaku Menyontek Ditinjau dari Kepercayaan Diri. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wacana ilmiah terhadap pengembangan ilmu pengetahuan bagi ilmu psikologi pada umumnya dan ilmu psikologi pendidikan pada khususnya, dengan memberi kontribusi problem solving mengenai masalah kepercayaan diri dan perilaku menyontek. 2. Secara Praktis a. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai kondisi akademik siswanya sehingga dapat menciptakan kondisi-kondisi yang kondusif untuk pengembangan potensi siswanya untuk meningkatkan kepercayaan diri dan menghindari perilaku menyontek.

8 b. Bagi para guru, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tentang kondisi akademik agar dapat lebih mengawasi aktivitas proses belajar para siswa sehingga mengurangi kemungkinan perilaku menyontek pada siswa. c. Bagi guru Bimbingan dan Konseling, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tentang kondisi psikis siswanya sehingga dapat memberi bimbingan dan konseling kaitannya dengan proses belajar siswa dan mengungkapkan alasan menyontek ditinjau dari moral dan psikologis. d. Bagi para siswa, diharapkan dapat menjadi informasi dalam usaha meningkatkan kemampuan dirinya mengatasi sesuatu dengan berhasil dan termotivasi untuk berprestasi secara jujur dengan menghindari perilaku menyontek. e. Bagi peneliti selanjutnya atau pihak-pihak lainnya yang berkompeten dan berminat pada masalah yang relatif sama dengan kajian ini, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan kontribusi sehingga bisa melakukan penelitian serupa dengan variabel lain yang mempengaruhi.