II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41/1999 dan Undang-Undang No. 19/2004

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Proses Penularan Penyakit

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. malaria berasal dari bahasa Itali Mal = kotor, sedangkan Aria = udara udara yang kotor.

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman

IDENTIFIKASI LARVA DAN NYAMUK AEDES, ANOPHELES, DAN CULEX

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

BAB II KAJIAN TEORI. Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit (Protozoa)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

Nyamuk sebagai vektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anopheles sp. a. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insecta : Diptera : Culicidae : Anopheles Spesies : Anopheles sp. (Safar, 2010) 2.2 Morfologi dan siklus hidup nyamuk Anopheles sp. Nyamuk Anopheles sp. mengalami metamorfora sempurna, yaitu: telur berubah menjadi larva yang bertukar kulit 4 kali, pada pergantian kulitnya larva yang terakhir berubah menjadi pupa dengan ukuran rata-rata antara 8-14 hari, lalu berubah menjadi nyamuk dewasa jantan dan betina. Waktu yang dibutuhkan mulai dari telur sampai dewasa 2-5 minggu yang dapat bervariasi tergantung terhadap spesies, makanan yang tersedia, dan suhu tempat perindukannya (Safar, 2010).

10 Berikut ini dapat dijelaskan masing-masing siklus hidup nyamuk, yaitu: 2.2.1 Telur a. Diletakan di permukaan air atau benda-benda lain, di permukaan air telur akan berpelampung satu-satu atau saling berdekatan pada ujung telur, bentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebelah lateral. b. Ukuran telur kurang lebih 0,5mm, dengan jumlah telur (sekali bertelur) 100-300 butir, rata-rata 150 butir, dan frekuensi bertelur dua atau tiga hari. c. Lama menetas dapat beberapa saat setelah kena air, hingga dua sampai tiga hari setelah berada di air, dan menetas menjadi larva, tetapi ada beberapa yang menggunakan kolam sementara atau habitat berwadah seperti ban yang sudah tidak terpakai (Safar, 2010) 2.2.2 Larva Gambar 1. Larva Anopheles sp. perbesaran ( 10 x 3 ) (Sumber: Pangastuti, 2015)

11 a. Morfologi Larva Anopheles sp. Larva Anopheles sp. di tempat perindukan tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan bulu palma pada bagian lateral abdomen (Safar, 2010). yaitu: Larva hidup di air dan mengalami empat masa pertumbuhan (instar) 1. Larva instar 1 memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu kurang lebih 1 hari. Ciri-cirinya yaitu sangat kecil, panjang 1-2 mm, warna transparan, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. 2. Larva instar II memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu 1-2 hari. Ciri-cirinya yaitu bertambah besar ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar II mengambil oksigen dari udara, dengan menempatkan corong udara (shipon) pada permukaan air badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan suhu permukaan air sekitar 30 0 C, larva instar II bergerak tidak terlalu aktif. 3. Larva instar III memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu 2 hari. Ciri-cirinya yaitu ukurannya lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif bergerak.

12 4. Larva instar IV memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu 2-3 hari, larva ini lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi jelas menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen). Larva ini berukuran paling besar 5 mm, tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25-30 0 C. Setiap pergantian instar, larva mengalami pergantian kulit dan belum bisa dibedakan antara jantan dan betina (Depkes R.I., 2004). b. Perilaku larva nyamuk Setiap larva menyukai tipe genangan air yang berbeda. larva instar I dan II berkumpul pada tempat dimana telur-telur diletakan, sedangkan larva instar III dan IV bergerak beberapa meter dari tempat penetasan dan berkumpul di bagian-bagian yang disenangi, misalnya di bagian yang teduh dan pada genangan-genangan air yang besar dan terang (Sutanto et.al., 2008). Larva nyamuk biasanya berkumpul di tempat-tempat untuk mencari makanan, terlindung dari arus dan hewan predator. Larva bernapas menggunakan sistem trachea dan corong udara yang berhubungan langsung dengan udara bebas, sehingga tidak terlalu terganggu dengan perubahan kondisi air. Larva Anopheles sp. banyak dijumpai pada genangan air yang tidak terlalu kotor, misalnya rawa, tambak, sawah dan ladang (Depkes R.I., 2001). 2.2.3 Pupa Pupa dalam perkembangannya tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan udara, dengan bernapas melalui tabung-tabung pada ujung kepala.

13 Pada pupa terdapat cangkang pupa untuk melengkapi perkembangannya menjadi nyamuk dewasa, pupa naik ke permukaan dan memposisikan sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. Dibagian pupa terdapat sebuah retakan terbuka untuk nyamuk dewasa merentangkan sayapnya, kaki dan bagian mulut yang tertekuk dalam cangkang pupa. Pupa bergerak aktif dan menetas 1-2 hari menjadi nyamuk, dan umumnya nyamuk jantan lebih menetas lebih dahulu dari pada nyamuk betina (Achmadi, 2012). 2.2.4 Imago/nyamuk dewasa Nyamuk dewasa yang baru muncul, akan beristirahat di permukaan air dalam waktu singkat agar sayap-sayapnya kuat dan badannya kering. Nyamuk jantan muncul sekitar satu hari sebelum nyamuk betina, yang kemudian menetap dekat tempat perindukan dan memakan sari buah dari tumbuhan (Achmadi, 2012). Tubuh nyamuk Anopheles sp. dewasa terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Di bagian kepala terdapat sungut (antenna). Antenna pada nyamuk jantan berambut banyak, sedangkan pada nyamuk betina berambut sedikit. Dibagian kepala terdapat alat mulut, dengan salah satu bagian mulutnya disebut proboscis. Nyamuk Anopheles sp. dewasa bentuknya lebih besar dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, dengan cirri-ciri memiliki urat sayap bersisik, proboscis panjang, tubuh ditutupi oleh sisik, sisik pada pinggir sayap berubah menjadi jumbai, dan sayap terdiri dari 6 urat sayap yaitu urat sayap 2,4 dan 5 bercabang (Achmadi, 2012). Bagian perut Anopheles sp. terdiri dari delapan segmen. Segmen terakhir perut memodifikasi menjadi

14 alat reproduksi. Saat istirahat (hinggap) tubuh dan proboscis membentuk satu garis lurus dan satu sudut dengan permukaan tempat istirahat (Safar, 2010). 2.3 Tempat Perindukan Nyamuk Malaria Habitat nyamuk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu habitat air mengalir dan habitat air menggenang. Habitat air mengalir, dapat berupa saluran air (parit atau selokan) yang mengalir lambat, dan sungai yang alirannya deras maupun lambat. Pada saluran irigasi biasanya tumbuh tanaman menjalar yang dapat menahan arus air. Sedangkan habitat air menggenang dibagi dalam tiga kategori, yaitu Habitat air tanah, air bawah permukaan tanah, dan air container. Anopheles sp. hanya di temukan pada habitat air tanah dan habitat air bawah permukaan tanah, sedangkan pada kontainer belum didapatkan laporan (Safitri, 2009). Nyamuk malaria juga dapat menyebar di tempat-tempat yang dijadikan sebagai aktivitas manusia, misalnya perkebunan, pantai, hutan, dan persawahan (Anies, 2005). Akibat berbagai aktivitas manusia banyak menyebabkan terbentuknya tempat perindukan untuk perkembangan nyamuk malaria, seperti genangan air, selokan, cekungan-cekungan yang berisi air hujan, sawah dengan aliran air irigasi (Depkes R.I., 2007). 2.4 Karakteristik Lingkungan Tempat Perindukan Nyamuk 2.4.1 Lingkungan Fisik Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada perkembangbiakan vektor malaria adalah:

15 a. Suhu Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimal berkisaran antara 20 dan 30 0 C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik (Harijanto, 2000). dua yaitu: Suhu yang mempengaruhi kehidupan nyamuk dibagi menjadi 1. Suhu udara Nyamuk digolongkan kedalam hewan yang berdarah dingin sehingga metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, sehingga pengaturan suhu tubuh tergantung pada lingkungannya. Suhu dalam kaitannya dengan vektor malaria berperan terhadap vektor terbentuknya sporogini atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu, dalam batas tertentu akan memperpendek waktu terbentuknya sporogoni karena sporogini tidak cukup umur untuk ditularkan pada host. Sebaliknya semakin rendah suhu, dalam batas tertentu makin panjang waktu terbentuknya sporogini. Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali pada suhu dibawah 10-40 C (Gunawan, 2000 dalam Santjaka, 2013). Siklus sporogoni memerlukan suhu yang sesuai pada suhu ratarata harian 27 C siklus sporogoni memerlukan waktu 9 hari untuk

16 Plasmodium vivax, sedangkan untuk Plasmodium falciparum membutuhkan waktu 12 hari. Pada suhu 32 C ookysta dalam tubuh nyamuk akan mati, sehingga tidak akan terbentuk sporogoni (Depkes R.I., 2007). 2. Suhu air Suhu air sangat berpengaruh pada perkembangbiakan larva, umumnya larva lebih menyenangi tempat yang hangat, itu sebabnya nyamuk Anopheles sp. lebih banyak di jumpai di daerah tropis waktu tetas telur Anopheles sp. tergantung suhu air dalam batas tertentu akan lebih cepat menetas menjadi Instar. Hasil percobaan menunjukan pada suhu 20 C telur menetas selam 3,5 hari, sedangkan jika suhu dinaikan sampai suhu 35 C, telur menetas dalam waktu 2 hari, percobaan ini dilakukan pada An. minimus (Takken et. al., 2008 dalam Santjaka, 2013). b. Kelembaban nisbi udara Kelembaban nisbi udara adalah banyak kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persentase (%). Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria (Harijanto, 2000).

17 c. Curah hujan Hujan menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah perkembangbiakan (breeding places) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sp. (Harijanto, 2000). d. Sinar matahari Sinar matahari merupakan energi alam yang sangat dibutuhkan oleh semua mahkluk hidup, pengaruh utamanya akan meningkatkan suhu dan mengurangi kelembaban, sehingga mempengaruhi kehidupan larva dan nyamuk. Pengaruh sinar matahari dapat berbedabeda terhadap pertumbuhan larva nyamuk. Beberapa jenis Anopheles sp. mempunyai tempat yang terbuka dan tempat yang teduh. An. punctulatus dan An. hyrcanus lebih menyukai tempat yang terbuka sedangkan An. sundaicus lebih menyukai tempat yang teduh, dan An barbirostis dapat hidup baik ditempat yang terbuka maupun yang teduh maupun terkena sinar matahari (Harijanto, 2000). e. Ketinggian lokasi Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk. Hal ini

18 berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2.000 meter jarang ada transmisi malaria (Harijanto, 2000). f. Kedalaman air Kedalaman air erat hubungannya dengan volume air dan cara pemberantasan jentik nyamuk. Pada kedalaman air larva Anopheles sp. hanya mampu berenang ke bawah permukaan air paling dalam 1 meter dan tingkat volume air akan dipengaruhi curah hujan yang cukup tinggi yang akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak secara optimal pada kedalaman kurang dari 3 meter (Depkes R.I., 2001). g. Arus air Jenis-jenis nyamuk tertentu senang berkembang biak pada air yang mengalir perlahan-lahan, misalnya An. karwari, ada pula yang senang pada genangan air yang agak kuat, misalnya An. minimus, dan ada jentik yang suka pada genangan air yang tidak mengalir, misalnya Ae. aegypti dan Ae. albopictus (Depkes R.I., 2001). h. Angin Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat terbang nyamuk ke dalam atau kerumah dan salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk adalah jarak terbang nyamuk (fligh range) tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya, jika ada tiupan angin yang kencang, bisa terbawa sejauh 20-30 km (Harmendo, 2008).

19 2.4.2 Lingkungan kimia Lingkungan kimia yang mendukung perkembangbiakan vektor malaria adalah ph, salinitas, oksigen terlarut (DO), dan kebutuhan oksigen biologi (BOD). ph mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan organisme yang berkembangbiak di akuatik. ph air tergantung kepada suhu air, oksigen terlarut, dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadium organisme (Takken dan Knols, 2008). a. Salinitas air Salinitas air sangat mempengaruhi ada tidaknya nyamuk malaria di suatu daerah (Prabowo, 2004). Salinitasi merupakan ukuran yang dinyatakan dengan jumlah garam-garam yang larut dalam suatu volume air. Banyaknya garam-garam yang larut dalam air menentukan tinggi rendahnya salinitas. Danau, genangan air, persawahan, kolam ataupun parit disuatu daerah yang merupakan tempat perindukan nyamuk meningkatkan kemungkinan timbulnya penularan malaria. Kategori perairan berdasarkan salinitas yaitu Perairan tawar jika salinitas kurang dari 0,5, perairan payau jika salinitas antara 0,5 30, perairan laut jika salinitas antara 30-40 dan perairan hipersaline jika nilai salinitas antara 40 80 (Effendi, 2003). b. Derajat keasaman (ph air) ph air mempunyai peranan penting dalam pengaturan respirasi dan fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman maka ph air

20 cenderung menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO 2. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai ph sekitar 6,5-7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya ph. Bila ph dibawah ph normal, maka air tersebut bersifat basa. Air limbah dan industri akan mengubah ph air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akutik. Sebagian besar biota akutik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai ph antara 7-8,5; nilai ph sangat mempengaruhi proses biokimia perairan (Effendi, 2003). c. Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air. Proses respirasi tumbuhan air dan hewan serta proses dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan hilangnya oksigen dalam suatu perairan, selain itu peningkatan suhu akibat semakin meningkatnya intensitas cahaya juga mengakibatkan berkurangnya oksigen (Effendi, 2003). Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar dari pada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola

21 perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fruktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari. Kadar DO optimum untuk menompang kehidupan organisme akuatik berkisaran antara 5,0-9,0 mg/l (Effendi, 2003). 2.4.3 Lingkungan Biologis Lingkungan biologis merupakan suatu karakteristik lingkungan yang mempengaruhi tempat perindukan nyamuk untuk berkembang, berbagai tumbuhan air yang mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria, misalnya lumut dan ganggang (Achmadi, 2008). Selain tumbuhan air, tumbuhan yang ada di darat juga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria misalnya tumbuhan yang besar yang menghalangi masuknya sinar matahari ke tempat perindukan, sehingga menyebabkan pencahayaan akan rendah, suhu rendah dan kelembaban akan tinggi. Kondisi seperti inilah yang sangat disenangi oleh nyamuk untuk beristirahat setelah menghisap darah hospes sambil menunggu proses pematangan telurnya (Santjaka, 2013). Lingkungan biologi yang mempengaruhi tempat perindukan nyamuk antara lain: 1. Tumbuhan air Adanya tumbuh-tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan nyamuk, antara lain sebagai tempat meletakan telur, tempat berlindung, tempat mencari makanan dan berlindung bagi larva dan

22 tempat hinggap istirahat nyamuk dewasa selama menunggu siklus gonotropik. Selain itu adanya berbagai jenis tumbuhan pada suatu tempat dapat dipakai sebagai indikator memperkirakan adanya jenisjenis nyamuk tertentu (Depkes R.I., 2001). Berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indikator bagi jenis nyamuk tertentu, tumbuhan seperti bakau, lumut, ganggang, dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat melindungi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi matahari yang masuk atau melindungi dari serangan mahkluk hidup lain (Harijanto, 2000). Beberapa indikator tanaman digunakan untuk perkiraan keberadaan larva, karena tanaman air tidak sekedar menggambarkan sifat fisik, tetapi juga bisa menggambarkan susunan kimia dan suhu genangan air, contoh: jika badan air dan tanaman terapung misalnya Pistia sp atau Eichornia sp maka kemungkinan besar pada genangan air bisa di temukan keberadaan larva Mansonia sp (Depkes R.I., 2001). 2. Hewan air Hewan air yang umumnya sebagai predator larva nyamuk terdiri dari vetebrata dan invetebrata, seperti kepala timah (Panchax spp), ikan cere (Gambusia affinis), ikan mujair (Tilapia

23 mossambica), nila (Oreochromis niloticus) dan anak katak yang akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah (Harijanto, 2000; Hadi et.al., 2009). Setiap spesies serangga sebagai bagian dari kompleks komunitas dapat diserang atau menyerang organisme lain. Jenis binatang yang menjadi musuh alami nyamuk sudah banyak diteliti, baik terhadap nyamuk dewasa maupun larva di air. Musuh-musuh alami tersebut bersama faktor-faktor lainnya berperan penting dalam mengatur keseimbangan untuk mencegah terjadi ledakan populasi nyamuk (Hadi et. al., 2009). Predator merupakan hubungan antara pemangsa dan yang dimangsa. Hewan air yang berperan sebagai predator larva nyamuk terdiri dari: a. Coelenterata Hydra pada air tawar dapat memusnahkan terutama larva nyamuk instar II yang berkembangbiak pada air jernih, tergenang, dingin, dengan tumbuhan yang terendam dan mencapai permukaan air (Depkes R.I., 2001). b. Serangga air Larva Dysticidae dan Hydropholidae (coleopteran) merupakan musuh larva nyamuk. Larva capung juga memangsa nyamuk. Larva Culex fuscanus, Culex halifasil dan Toxorhychities memangsa larva nyamuk lain seperti memangsa

24 Anopheles sp. Bila larva Anopheles sp. terlalu padat di suatu tempat perindukan dapat terjadi kalibanisme, larva instar IV bisa memakan dari jenis larva yang sama atau larva Anopheles sp. yang lain yang masih muda (Depkes R.I., 2001).