TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat disebut alamat suatu organisme. Relung (Ninche) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

OPTIMALISASI LAHAN PEKARANGAN BERBASIS PERIKANAN DAN TANAMAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN KERAGAMAN HAYATI DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN JENIS. Konsep keanekaragaman jenis (species diversity) berawal dari apa yang di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

KEANEKARAGAMAN PLANKTON. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ekosistem Mangrove

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data *

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Prinsip-prinsip ekologi merupakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ekologi. Menjadi pokok dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

III. METODE PENELITIAN

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

Asas-asas Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERMASALAHANNYA. Oleh : Yani Krishnamurti ** Abstrak

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW

BAB II KAJIAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang besar.

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGUKURAN BIODIVERSITAS

SKALA SAAT EVOLUSI. cenozoikum mesozoikum. proterozoikum. archeozoikum

SISTEM KERJA ALAM TEMPAT KITA TINGGAL

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari hutan belantara seluas km 2, rawa-rawa 18,115 km 2,

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN. Oleh : Amalia, S.T., M.T.

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman merupakan sebuah konsep yang merujuk pada variasi dan perbedaan dari berbagai individu dalam sebuah komunitas (WCMC 1992), dimana mereka berinteraksi (Woodruff & Gall 1992 dalam Szmidt 1995). Dari sini Wilcox (1984) dalam MacKinnon et al. (1986) mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah yang terkandung di dalamnya. Hal senada disampaikan Boontawee et al. (1995) yang mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai variasi dari organisme dan sistem ekologi yang terjadi. Semakin tinggi keanekaragaman hayati dipercaya ekosistem semakin stabil (Elton 1958 dalam Kumar 1977), karena keanekaragaman hayati menyangkut keragaman dan kelimpahan relatif dari spesies (Magurran 1988). Keduanya menentukan kekuatan adaptasi dari populasi yang akan menjadi bagian dari interaksi spesies (Gregorius 1995). Smitinand (1995) mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati menyediakan manfaat ekonomi secara langsung dalam pangan, obat dan industri bahan baku, menjaga kelangsungan sistem alami yang memberikan peran penting bagi kehidupan seperti fotosintesis, pengaturan tata air dan iklim dan penyerapan polutan-olutan. Haryanto (1995) mengungkapkan bahwa 30 000 spesies tumbuhan memiliki bagian yang dapat dimakan, dan sepanjang sejarah kehidupan umat manusia hanya 7 000 spesies yang telah dibudidayakan atau dikoleksi sebagai bahan pangan. Dari seluruh tumbuhan yang telah dimanfaatkan tersebut, 20 spesies memberikan sumbagan 90% pangan dunia, dan hanya 3 spesies (gandum, jagung dan beras) yang mensuplai kebutuhan pangan dunia lebih dari 50%. Banyak spesies buah-buahan yang dapat dikembangkan sebagai komoditi ekonomi. Paling sedikit 3 000 spesies buah-buahan tropis (200 spesies secara aktual telah dimanfaatkan). Keanekaragaman hayati terbagi ke dalam 3 tingkatan yaitu : keanekaragaman genetik, spesies dan komunitas (ekosistem) (Primack et al.

1998). Suatu lengkang spesies dari keanekaragaman genetik berada pada 3 (tiga) tingkatan, yaitu : variasi genetik di dalam individu (heterosigositas), perbedaan antar individu di dalam suatu populasi dan perbedaan genetik antar populasi (Thohari 1995). Keanekaragaman spesies mencakup seluruh organisme di bumi (Primack et al. 1988), dengan menghitung jumlah spesies (Krebs 1978). Sedangkan keanekaragaman komunitas (ekosistem) mewakili tanggapan spesies secara kolektif pada kondisi lingkungan yang berbeda (Primack et al. 1988). Pengukuran Keanekaragaman Hayati Magurran (1988) menjelaskan pentingnya keanekaragaman dan pengukurannya, yaitu : (1) keanekaragaman hayati merupakan topik sentral dalam ekologi, dimana upaya untuk melihat pola-pola keragaman spasial dan temporal menggugah mi nat peneliti dan mendorongnya untuk memahami ekologi; (2) pengukuran keanekaragaman hayati seringkali untuk melihat kestabilan sistem ekologi; dan, (3) keanekaragaman hayati terlihat sebagai sebuah konsep yang jelas dan secara cepat dapat diukur. Primack et al. (1988) menyebutkan bahwa pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai jumlah spesies yang ditemukan pada suatu komunitas, ukuran yang disebut dengan kekayaan spesies. Krebs (1978) mengungkapkan bahwa jumlah spesies merupakan konsep pertama dan tertua dalam keanekaragaman spesies yang biasa disebut species richness. Pengukuran keanekaragaman hayati terbagi atas 3 kategori, yaitu : (1) indeks kekayaan spesies, indeks-indeks ini intinya mengukur jumlah spesies yang ditemukan dalam plot contoh; (2) model kelimpahan spesies, yang mendiskripsikan distribusi kelimpahan spesies. Model kelimpahan spesies memberikan kemerataan dan ciri untuk spesies yang tidak seimbang; dan (3) indeks yang berdasarkan atas proporsi kelimpahan spesies (Magurran 1988). Hal paling sering yang dilakukan untuk mengukur keanekaragaman hayati di hutan adalah meletakkan plot-plot contoh pada sejumlah tempat (Boontawee et al. 1995). Kusmana (1995) menjelaskan bentuk plot contoh yaitu : bujur sangkar, lingkaran dan persegi panjang. Lebih lanjut Kusmana (1995) mengungkapkan bahwa ukuran plot prinsipnya harus cukup besar agar individu spesies yang ada

dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Hubungan Jumlah Spesies dengan Areal Poole (1974) mengungkapkan bahwa jumlah spesies di Prancis meningkat dengan semakin besarnya areal dalam logaritma. Bentuk kurva digambarkan secara kasar mengikuti eksponensial. Contoh dari hubungan ini diberikan oleh Preston (1962) dalam Poole (1974) melalui persamaan S = CA z, dimana S adalah jumlah spesies, A adalah luas areal, dan C dan z adalah konstanta. Transformasi persamaan dalam logaritma menjadi log S = log C + z log A. Dalam konteks pengukuran keanekaragaman hayati, Magurran (1988) mengungkapkan bahwa tidak selalu menjamin bahwa semakin besar ukuran plot contoh akan meningkatkan jumlah spesies. Secara umum dijelaskan WCMC (1992) bahwa keanekaragaman spesies di habitat alaminya meningkat pada areal hangat dan turun pada areal yang semakin tinggi garis lintang dan ketinggian dari permukaan laut. Areal paling kaya tidak terbantahkan adalah hutan hujan. Pemahaman yang belum pasti tentang hutan hujan berkaitan dengan kondisi asli keanekaragaman dan pemeliharaan keanekaragaman, menyangkut hal-hal antara lain kondisi saat ini dan kondisi di masa lalu (dalam geologi dan evolusi) yang berlaku, antara lain iklim, tanah dan topografi. Iklim yang terbangun dengan kondisi hangat, kelembaban dan musim yang relatif selama waktu lama lebih merupakan hal penting. Hubungan Jumlah Spesies dengan Kelimpahan Satu hal yang menyolok untuk diamati fenomenanya secara konsisten di dalam ekologi adalah variasi dari kelimpahan spesies. Variasi ini telah mendorong para ahli ekologi untuk menggambarkan dan menyinggung pertanyaan dalam komunitas alami. Misalnya berapa jumlah spesies yang ada dan bagaimana kelimpahan relatifnya? Berapa spesies yang jarang? Berapa spesies yang melimpah? (Ludwig & Reynolds 1988). Kelimpahan spesies biasanya didasarkan atas jumlah individu tiap spesies, namun biomasa dan persentase penutupan biasa juga digunakan (Pielou 1975 dalam Ludwig & Reynolds 1988).

Poole (1974) mengungkapkan 3 bentuk sebaran sebagaimana spesies di dalam komunitasnya ditentukan berdasarkan ketersediaan sumberdaya, yaitu : rangkaian logaritma (The logaritmic series) (oleh Ludwig & Reynolds 1988 disebut juga sebagai lognormal distribution), the broken stick model dan the niche preemption model (oleh Ludwig & Reynolds 1988 disebut juga sebagai geometric distribution). May (1981) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menjelaskan bahwa lognormal distribution memberikan susunan spesies dimana kelimpahannya dipengaruhi beberapa faktor tidak terkait lingkungan (independent). May (1975) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) mengungkapkan bahwa lognormal distribution telah digunakan untuk mendeskripsikan pola kelimpahan dalam jumlah besar dari komunitas. Giller (1984) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan the broken stick model sebagai kelimpahan yang secara acak yang garisnya dipatahkan, biasanya dalam bentuk pemanfaatan spesies. Model ini memberikan asumsi bahwa spesies di dalam komunitas dipisahkan atau memanfaatkan sumberdaya tidak saling tumpang tindih. Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan geometric distribution sebagai kondisi dimana sumberdaya tunggal dimanfaatkan penuh oleh spesies dan dapat bertahan dalam berbagai tingkatan cara, yaitu sendiri, menjadi spesies yang dominan karena menempati lebih dahulu, berikutnya spesies ini menempati bagian kecil dari komunitas dan seterusnya. Pola Sebaran Spasial Individu Poole (1974) mengemukakan bahwa jumlah individu di dalam populasi secara kontinu berubah seiring waktu dan jarak. Pola sebaran dari populasi, misalnya posisi individu di dalam lingkungannya, merupakan hasil dari sejarah, keberadaan dan pergerakan. Di lapangan, populasi sulit ditemukan interaksi populasi secara menyolok, tetapi kadang-kadang melalui pengamatan pola sebaran individu beberapa pengetahuan terhadap karakter biologi dari spesies dan alasan dibalik perubahan kerapatan populasi dapat diperoleh. Santosa (1995) menyebut

hal ini sebagai penyebaran populasi, yaitu suatu gambaran proses individuindividu dalam ruang (dispersal) dan waktu (temporal). Ludwig dan Reynolds (1988) membagi pola sebaran individu menjadi 3 (tiga), yaitu : acak, kelompok (oleh Poole 1974 disebut sebagai agregat) dan teratur ( oleh Poole 1974 disebut sebagai reguler). Secara ringkas, hubungan antara nilai rata-rata jumlah individu yang ditemukan dalam plot contoh dan ragamnya dipengaruhi oleh pola sebaran dari populasi, yaitu untuk acak adalah σ 2 = µ, kelompok adalah σ 2 > µ dan teratur adalah σ 2 < µ.