PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1948 TENTANG SUMPAH JABATAN BAGI PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA-ANGGOTA ANGKATAN PERANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1948 TENTANG SUMPAH JABATAN BAGI PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA-ANGGOTA ANGKATAN PERANG

PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1947 No. 10) (10/1947) Peraturan tentang Sumpah jabatan untuk hakim, jaksa, panitera serta panitera pengganti.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KEPALA DAN WAKIL KEPALA BADAN PUSAT INTELLIGENCE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 TENTANG INSTRUKSI UNTUK WALIKOTA DISELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1948

Kode Etik PNS. Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan.

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *) Indeks: ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. PEMILIHAN.

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa perlu diadakan Peraturan Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK IDNONESIA NOMOR 16 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan Peraturan Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1947 TENTANG MAHKAMAH TENTARA DAERAH TERPENCIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAMBILAN SUMPAH JABATAN/PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1956 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI,

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SELAYAR. dan BUPATI SELAYAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

2016, No Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 INSTRUKSI UNTUK WALI-KOTA DISELURUH INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Prosedur. Kartu Tanda Anggota.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 19 TAHUN 1982 Seri D Nomor 16 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 27. (27/1948) Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan anggauta-anggautanya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1948 TENTANG SUMPAH JABATAN BAGI PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA-ANGGOTA ANGKATAN PERANG Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa perlu diadakan peraturan sumpah jabatan pegawai Negeri dan anggota Angkatan Perang; Mengingat: pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar; memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG SUMPAH JABATAN PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG. Pasal 1. 1. Pegawai Negeri yang bertanggung jawab, ditetapkan oleh Menteri yang memimpin pegawai itu, dan anggota Angkatan Perang yang berpangkat Letnan II keatas, harus bersumpah menurut peraturan ini pada menerima jabatan atau pekerjaanya. 2. Peraturan ini tidak berlaku terhadap pegawai Negeri yang untuknya ada peraturan sumpah jabatan khusus. 3. yang dimaksudkan dengan pegawai Negeri dalam peraturan ini ialah pegwai yang diangkat oleh pemerintah dan dibelanjai dari Angaran Negara fonds belanja pegawai. 4. Untuk peraturan ini Presiden, Wakil Presiden, Menteri dan Menteri Muda termasuk pegawai Negeri. Pasal 2.

Bunyi sumpah jabatan pegawai Negeri adalah demikian: Demi Allah! Saya bersumpah: Bahwa saya, untuk mendapat jabatan atau pekerjaan saya ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan rupa atau kedok apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun juga; Bahwa saya akan setia dan ta'at kepada Negara Republik Indonesia; Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau pemberian berupa apa saja dari siapa pun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya. Bahwa dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saja, saya senantiasa akan lebih mementingkan kepentingan Negara dari pada kepentingan saya sendiri seseorang atau golongan; Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah dan pegawai Negeri; Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, cermat dan semangat untuk kepentingan Negara. Pasal 3. Bunyi sumpah jabatan anggota Angkatan Perang adalah demikian : Demi Allah! say bersumpah: Bahwa saya, untuk mendapat jabatan atau pekerjaan saya ini, baik langsung maupun tidak langsun, dengan rupa atau kedok apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun juga; Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya; Bahwa saya akan setia kepada Pemerintah Republik Indonesia, dan tunduk kepada Undang-Undang; Bahwa saya akan tunduk kepada Hukum Tentara;

Bahwa saya akan menjalankan segal kewajiban dengan rasa tanggung jawab kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia; Bahwa saya akan memegang teguh disiplin tentara, yang berarti tunduk, setia, hormat dan ta'at kepada atasan, dengan tidak membantah perintah atau putusan; Bahwa saya akan memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya. Pasal 4. Untuk Pegawai Pamong Praja bunyi sumpah tersebut pada pasal 2, dan untuk anggota polisi Tentara atau Polisi Tentara Laut bunyi sumpah tersebut pada pasal 3, ditambah dengan kalimat yang berbunyi: "Bahwa saya dalam membuat proses perbal atau keternagan lian hanya akan menyatakan apa yang sungguh-sungguh benar", dan yang ditempatkan tepat diatas kalimat yang terakhir. Pasal 5. 1. orang dengan surst menyatakan keberatan untuk bersumpah, karena anggapannya tentang agama, dapat menyatakan kesanggupan. 2. Bunyi kesanggupan itu sesuai dengan sumpah tersebut pada pasala 2 dan 3, dengan perubahan, sehingga kalimat "Demi Allah! saya bersumpah" menjadi" saya menyatakan dan sanggup dengan sungguh-sungguh ", Pasal 6. 1. Sumpah jabatan pegawai Negeri diangkat dihadapan Menteri yang memimpin pegawai itu. 2. Menteri dapat menyerahkan penjumpahan pegawai yang dipimpinnya dan yang bekerja diluar kantor Pusat Kementerian kepada Kepala Daerah tempat kedudukan pegwai itu, atau kepada pembesar yang lebih tinggi dari pada pegawai itu dalam lingkungan kementeriannya. Pasal 7.

1. Sumpah jabatan anggota Angkatan Perang diangkat dihadapan Panglima atau komandan dari pada Kesatuan dimana anggota Angkatan Perang menjadi anak buahnya. 2. Panglima atau Komandan dari pada Kesatuan sesuatu angkatan bersumpah dihadapan Panglima angkatannya masing-masing. 3. Panglima Besar dan Panglima dari masing-masing angkatan bersumpah dihadapan Panglima Tertinggi. 4. Anggota angkatan Perang yang termasuk dalam sesuatu Kesatuan, bersumpah dihadapan Menteri Pertahanan atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Pasal 8. 1. Sumpah diangkat dengan mengucapkan atau membacakan bunyi sumpah tersebut pada pasal 2 atau tiga dihadapan Pembesar yang menyumpah, dengan disaksikan oleh paling sedikit dua orang. 2. Pada pengucapan sumpah semua orang yang hadir pada upacara itu harus berdiri. 3. Pembesar yang menyumpah berusaha yang sedapat mungkin supaya pengangkatan sumpah itu dilakukan dalam suasana khidmat. 4. Untuk pegawai Pamong Praja Menteri Dalam Negeri dapat mengadakan peraturan pelantikan didalam mana dilakukan pengangkatan sumpah. Pasal 9. 1. Pembesar yang menyumpah membuat proses perbal tentang penyumpahan itu. surat keberatan dimaksudkan pada pasal 5 ayat 1 harus disimpan oleh Pembesar yang menyumpah bersama-sama dengan proses perbal ini. 2. Prose-perbal ditanda-tangani oleh pembesar yang menyumpah, oleh yang bersumpah dan oleh semua saksi-saksi. 3. Yang bersumpah diberi turunan proses-perbal, yang diberi keterangan "sesuai dengan aslinya" oleh pembesar yang menyumpah. Pasal 10.

Proses-perbal dan turunan proses-perbal penyumpahan serta surat keberatan tersebut pada pasal 9 ayat 1 bebas bea. pasal 11. 1 Pegawai Negeri dan anggota Angkatan perang yang telah menjalankan jabatan atau pekerjaannya pada tnaggal peraturan ini mulai berlaku, apabila bersumpah menurut peraturan ini, dianggap bahwa sumpah itu diangkat pada menerima jabatan atau pekerjaan ini. 2. Pegawai Negeri yang naik turun pangkat tetapi tidak pindah jabatan atau pekerjaan dan yang telah bersumpah menurut peraturan ini tidak perlu bersumpah lagi. 3. Anggota Angkatan Perang yang naik turun pangkat, tetapi tidak pindah jabatan atau pekerjaan atau tidak memimpin Kesatuan yang lebih besar dan bersumpah menurut peraturan ini tidak perlu bersumpah lagi. 4. Pegawai Negeri dan Anggota Angkatan Perang yang pada tanggal peraturan ini mulai berlaku telah bersumpah sebagai pegawai Negeri atau anggota Angkatan Perang Negara Repuplik Indonesia menurut peraturan lain harus bersumpah lagi menurut peraturan ini. 5. Untuk Pegawai Pamong Praja Penyumpahan dimaksudkan pada ayat 4 pasal ini tidak disertai dengan pelantikan dimaksudkan pada ayat 4 pasal 8. Pasal Terakhir. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumukan. Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 29 Mei 1948. Diumumukan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 29 Mei 1948. SOEKARNO. Sekretaris Negara Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO. PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH No. 9 TAHUN 1948.

TENTANG SUMPAH JABATAN PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG. PENJELASAN UMUM: Sumpah jabatan adalah untuk menebalkan rasa tanggung jawab dan semangat yang bersumpah. Oleh karena itu pokok pangkalan dari peraturan ini ialah, bahwa hanya pegawai Negeri yang bertanggung jawab sajalah yang perlu mengangkat sumpah. Hal menentukan pegawai Negeri yang bertanggung jawab diserahkan kepada menteri yang bersangkutan. perlu diterangkan disini, bahwa pertanggungan jawab itu tidak perlu dihubungkan dengan pangkat, sebab mungkin ada pegawai yang berpangkat tinggi tidak bertanggung jawab, tetapi sebaliknya ada pegawai yang pangkatnya tidak tinggi tetapi mempunyai tanggung jawab yang penting. Hal menentukan pegwai yang bertanggung jawab pada waktu sekarang dimana masing-masing Kementerian masih mencari organisasi yang sebaik-baiknya, seyogyanya diserahkan kepada Menteri. Mengingat tujuan sumpah jabatan, mengingat pula, bahwa karena tidak semua pegawai bersumpah, penyumpahan itu akan dirasakan sebagai kehormatan, maka Menteri dalam penentuannya harus mengenal batas yang bijaksana, agar supaya penyumpahan itu mendapat hasil yang diperlukan. Sekedar sebagai sebagai pedoman, pegawai yang perlu bersumpah ialah misalnya: Kepala Jawatan, Sekretaris dan Kepala bagian Kementerian. Untuk anggota Angkatan Perang diadakan batas umum, batas golongan opsir, golongan pemimpin, yaitu letnan II keatas. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL: Pasal 1. Peraturan yang dimasukkan pada ayat 2 ialah misalnya: Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1947 tentang peraturan sumpah hakim, jaksa, panitera serta panitera pengganti pada pengadilan dan pengadilan tentara, dan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1947 tentang peraturan sumpah jabatan polisi. Ketentuan pada ayat 3 diperlukan untuk memperoleh kepastian, siapa pegawai Negeri dalam peraturan ini. Oleh karena ketentuan ini, maka pegawai badan atau jawatan yang meskipun dapat fonds dari Pemerintah dan diawasi oleh Pemerintah, tetapi pegawai itu tidak memenuhi syarat disebutkan pada ayat 3 ini, ia bukan pegawai Negeri. Pula bukan pegawai Negeri, pegawai Daerah Otonom dan Pegawai Daerah Istimewa. Untuk golongan pegawai ini pemerintah daerah yang bersangkutan dapat mengadakan peraturan sumpah jabatan sendiri.

Pasal 2 dan 3. Bunyi Sumpah terdiri atas dua bagian, yaitu bagian "pernyataan bersih" dan bagian "janji". Pasal 4. Penambahan ini berhubung dengan kewajiban Pamong Praja dan Polisi Tentara (Laut) sebagai Polisi. Pasal 5. Tidak membutuhkan penjelasan, sebab sumpah atau kesanggupan itu dapat juga dibaca didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Hanya perlu diterangkan disini, bahwa tampaknyanya seperti pasal 5 ayat 2 dari Peraturan Pemerintah ini membuang ke-tuhanan yang Maha Esa yang sebetulnya bahkan harus ditegakkan sebagai dasar dari pada republik. sesungguhnya pemerintah lebih suka dan mersa berbahagia, apabial semua Warga Negara betul-betul ber-tuhan, masing-masing menurut keyakinan agamanya sendiri-sendiri, sehingga tidak ada keberatan sedikitpun baginya untuk bersumpah dengan menyebut: " Demi Allah! saya Bersumpah". Tetapi nyatanya ialah, bahwa masih ada golongan-golongan yang karena anggapannya tentang agama sungguh-sungguh berkeberatan untuk bersumpah. Ditanah demokrasi yang harus menjamin kemerdekaan beragama seperti Republik kita ini harus ada kesempatan yang bijaksana agar masing-masing Warga Negara dapat menuju kepada ketuhanan yang Maha Esa, pula didalam sumpah hal ini. Pasal 6. Penyerahan kepada Kepala Daerah atau Pembesar lain ialah untuk melancarkan penyumpahan. penyumpahan oleh kepala Daerah atau Pembesar lain dilakukan atas nama Menteri yang bersangkutan. Pasal 7. Penyupahan oleh Panglima atau Komandan Kesatuan dilakukan atas nama Panglima Terntinggi. Pasal 8. Untuk pegawai Pamong Praja sebagai Pemimpin Daerah dilakukan peraturan pelantikan untuk memperkenalkan diri kepada rakyat, disamping peraturan ini. Dengan berlakunya peraturan ini peraturan sumpah jabatan pegawai Pamong Praja ditetapkan dalam penetapan Menteri Dalam Negeri tertanggal 4-1-1947 No. A 10/1/2 dan tertanggal 28-4-1947 No. C 20/1/1924 tidak berlaku lagi. Pasal 9. Pasal 10. Tidak membutuhkan penjelasan. Tidak membutuhkan penjelasan.

Pasal 11. Ayat 2 dan 3 adalah akibat dari sifat sumpah yang semata-mata berhubungan dengan jabatan. Ayat 4 adalah mencapai uniformiteit dalam hal bukti telah sumpah. Pormulir proses-perbal penyumpahan dilampirkan pada peraturan ini.... PROSES-PERBAL TENTANG PENYUMPAHAN. (Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1948). Pada hari ini,...tanggal... menghadap dimuka kami,...1), dalam hal iniselaku wakil...2),...3), lahir di...pada tanggal... yang dengan surat penetapan...4), tertanggal...no,...diangkat menjadi......5), yang disaksikan oleh: 1....6),...7), 2....6),...7), dihadapan kami, sedang semua orang yang hadir berdiri, bersumpah sebagai berikut:............8), Maka dibuat proses-perbal ini, yang ditanda tangani oleh kami, yang bersumpah dan saksi-saksi tersebut diatas. yang bersumpah, yang menyumpah, Saksi-saksi Catatan:... 1.... 2.... A. 1) Diisi dengan nama dan jabatan Pembesar yang menyumpah;

2) Dalam hal pasal 6 ayat 2 diisi dengan perkataan Menteri yang bersangkutan misalnya: Menteri Perhubungan; dalam hal pasal 7 ayat 1 dan 2 diisi dengan perkataan Panglima Tertinggi dalam hal penyumpahan dilakukan oleh Menteri atau Panglima Tertinggi kaliamt ini tidak diadakan ; 3) Diisi dengan nama yang bersumpah; 4) Diisi dengan jabatan Pembesar yang mengangkat, misalnya: Presiden, Menteri, Dalam Negeri, dan sebagainya; 5) Diisi dengan jabatan baru yang bersumpah; 6) Diisi dengan nama saksi; 7) diisi dengan jabatan saksi; 8) Diisi dengan bunyi sumpah. B. Dalam hal kesanggupan, perkataan "bersumpah" diganti dengan "menyatakan dan sanggup dengan sungguh-sungguh".