SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

ALUR PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum tetap ini merupakan upaya hukum luar biasa, dalam memperoleh kekuatan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

PERANAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN DI KEJAKSAAN NEGERI TANJUNG BALAI KARIMUN. Abstrak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

PERANAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (STUDI PN PALU NOMOR 10/PID.SUS-TIPIKOR/2013/PN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB II ANALISIS HUKUM TERHADAP DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA NOMOR: 3212/PID.B/2007/PN.

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962;

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini yakni bahwa:

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

P U T U S A N No. 370/PID.B/2014/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

Transkripsi:

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : KHARISMA YUDHA C 100 040 020 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 1 butir 1 dan butir 2 disebutkan pengertian jaksa dan penuntut umum. Bunyi Pasal 1 butir 1 adalah Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Sedangkan Pasal 1 butir 2 berbunyi: Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang- Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) undang-undang di atas, tugas jaksa adalah. melakukan penuntutan; melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), jaksa tidak bertugas untuk 1

3 membuat surat dakwaan atau surat tuduhan melainkan hanya membuat surat pelimpahan perkara ke pengadilan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, jaksa bertugas membuat surat tuduhan atau dakwaan sesuai dengan Pasal 12 ayat (1). Jaksa dalam membuat surat dakwaan dengan catatan bahwa dalam hal surat dakwaan kurang memenuhi syarat, maka jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang diberikan hakim sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (2) yang kemudian diperjelas dengan Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 6/MA/1962/23/SE tertanggal 20 Oktober 1962. 1 Dalam Het Herziene Inlands Reglement (HIR) surat tuduhan dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri yang dirumuskan dalam Acte Van Verwijzing yakni akte yang menyerahkan perkara ke persidangan dan memuat perbuatan-perbuatan yang dituduhkan. Surat tuduhan atau acte van verwijzing atau surat dakwaan adalah akte yang menjadi dasar bagi pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung. 2 Surat dakwaan sangat penting dalam proses penanganan perkara pidana karena surat dakwaan merupakan pembatasan tuntutan. Terdakwa tidak dapat dituntut atau dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman untuk perbuatanperbuatan yang tidak tercantum dalam surat dakwaan. Setelah berlakunnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penuntut umum baru dapat disebut sebagai mandiri dalam pembuatan surat dakwaan seperti telah ditentukan 1 Prapto Soepardi. Surat Dakwaan. Surabaya: Usaha Nasional. 1991. halaman 11-12 2 Leden Marpaung. Proses Penanganan Perkara Pidana bagian ke-2. Jakarta: Sinar Grafika. 1992. halaman 300

4 dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Sehingga tenggang waktu antara mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 sampai dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 dapat disebut sebagai masa persiapan atau transisi bagi jaksa untuk menjadi seorang penuntut umum yang benar-benar mandiri. Sekarang penuntut umum diwajibkan untuk selalu meningkatkan kemampuan di dalam menjalankan tugasnya yang pada akhirnya benar-benar menjadi seorang penuntut umum yang profesional di dalam segala seginya, antara lain penuh inovasi sehingga dapat bertindak dengan cepat, cermat, dan tepat. 3 Untuk mencegah kekhilafan atau kekeliruan, maka sebelum merumuskan surat dakwaan sebaiknya dibuat materi ringkasan (matrik) yang memuat unsurunsur delik atau tindak pidana yang didakwakan serta alat bukti yang telah diperoleh atau yang ada. 4 Peranan surat dakwaan salah satunya adalah sebagai dasar tuntutan pidana (requisitoir). Requisitoir adalah kewenangan penuntut umum untuk mengajukannya setelah pemeriksaan di sidang dinyatakan selasai oleh hakim ketua sidang atau ketua majelis, dasar hukumnya Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP. Dalam buku Peristilahan hukum dalam praktek (Kejaksaan Agung Republik Indonesia, 1985) memuat kata Requisitoir yaitu tuntutan hukuman jaksa penuntut umum pada pengadilan negeri setelah pemeriksaan ditutup. 5 Penuntut umum akan berusaha membuktikan bahwa dakwaannya telah terbukti melalui keterangan saksi dan saksi ahli, keterangan terdakwa, surat, petunjuk, dan juga dengan bukti diam seperti jejak kaki atau tangan dan benda- 3 Prapto Soepardi. Op. Cit. halaman 12 4 Leden Marpaung. Op. Cit. halaman 301 5 Ibid. halaman 401

5 benda yang menjadi barang bukti. Pada ujung tuntutan yang biasa disebut requisitoir penuntut umum tersebut, diuraikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan tidak disebutkan dalam undang-undang. Jadi, hanya berdasarkan kebiasaan misalnya terdakwa tidak mempersulit pemeriksaan, sopan, mengaku bersalah dan sangat menyesal, begitu pula keadaan belum cukup umur dipandang sebagai hal yang meringankan terdakwa. Hal-hal tersebut tidak boleh dicampur adukan dengan hal-hal yang memberatkan pidana seperti residivis, gabungan delik, dilakukan dengan berencana. Hal ini dilakukan karena untuk mempermudah hakim dalam membuat keputusan. 6 Surat tuntutan (requisitoir) memuat hal-hal mengenai: 7 a. Hal tindak pidana yang didakwakan; b. Fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan; c. Analisis hukum terhadap fakta-fakta untuk memberikan konstruksi hukum atas peristiwa yang didakwakan; d. Pendapat tentang hal terbukti tidaknya dakwaan; e. Permintaan Jaksa Penuntut Umum pada majelis hakim. Mengenai huruf a hal tindak pidana yang didakwakan perlu disebut kembali dalam dalam surat tuntutan (requisitoir), dalam praktik telah menjadi kebiasaan untuk memuatnya dengan menyalin kembali seluruh bunyi surat dakwaan. Penyalinan seluruh bunyi surat dakwaan ditempatkan pada awal surat tuntutan. 6 Andi Hamzah. Pelaksanaan Peradilan Pidana Berdasarkan Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 1993. halaman 119 7 Adami Chazawi. Kemahiran Dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana. Malang: Bayumedia. 2005. halaman 151

6 Mengenai huruf b fakta-fakta yang didapat dalam persidangan dimuat dengan sistematika berdasarkan tata urutan dalam pemeriksaan, yaitu dimulai dari fakta-fakta keterangan, saksi-saksi dan saksi ahli, keterangan terdakwa, dan alat-alat bukti. Pencatatan mengenai fakta-fakta harus dilakukan secara benar dan transparan. Fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan kemudian dianalisis. Pekerjaan hukum diarahkan pada tiga hal antara lain: a. Bentukan konstruksi peristiwa yang sesungguhnya terjadi; b. Bentukan konstruksi hukumnya dalam peristiwa tersebut; c. Kesimpulan yang ditarik atas bentukan konstruksi peristiwa dan bentukan hukumnya. Surat tuntutan (requisitoir) yang baik adalah surat tuntutan yang mengandung konstruksi hukum yang objektif, benar, dan jelas. Jelas dalam arti penggambarannya dan hubungan antara keduanya. Dari kejelasan bentukan peristiwa dan bentukan hukumnya, maka akan menjadi jelas pula kesimpulan hukum yang ditarik tentang terbukti atau tidaknya tindak pidana yang didakwakan, terdakwa dapat dipersalahkan atau tidak, serta apa terdakwa dapat memikul beban pertanggungjawaban pidana atau tidak dalam peristiwa yang terjadi. Kesimpulan yang benar dari sudut hukum yang didukung oleh doktrin hukum maupun ilmu sosial lainnya dan keadilan merupakan taruhan keprofesionalan dan kualitas seorang Jaksa Penuntut Umum. Dari kesimpulan yang ditarik itulah jaksa penuntut umum mengajukan permintaan pada majelis hakim, baik mengenai kedudukan perkara itu dalam

7 hubungannya dengan tindak pidana yang didakwakan maupun terhadap terdakwa sendiri mengenai bentuk pertanggungjawaban pidana yang dimohonkan. 8 Setelah ketua majelis atau ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan ditutup (Pasal 182 ayat (2) KUHAP), maka hakim mengadakan musyawarah yang dipimpin ketua majelis atau ketua sidang yang mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai dengan hakim yang tertua. Pertanyaan yang dimaksud adalah bagaimana pendapat dan penilaian hakim yang bersangkutan terhadap perkara tersebut. Hakim yang bersangkutan mengutarakan pendapat dan uraian-uraiannya dimulai dengan pengamatan dan penelitiannya tentang hal-hal formil barulah kemudian tentang hal-hal material yang kesemuanya didasarkan atas surat dakwaan penuntut umum. Hal-hal formil tersebut adalah mengenai : 9 a) Kewenangan Pengadilan Negeri dimana majelis hakim bersidang memeriksa perkara tersebut; b) Pertanggungjawaban terdakwa; c) Apakah surat dakwaan telah memenuhi syarat-syarat; d) Apakah surat dakwaan dapat dapat diterima atau tidak, hal ini berkenaan dengan nebis in idem. Setelah hal formil dilanjutkan dengan hal-hal yang bersifat materi perkara misalnya: a) Perbuatan mana yang telah terbukti dan tidak terbukti dipersidangan; b) Unsur-unsur mana yang terbukti dan alat bukti apa yang mendukungnya; 8 Ibid. halaman 153 9 Leden Marpaung. Op. Cit. halaman 407

8 c) Hukuman yang patut dan adil yang dijatuhkan kepada terdakwa. Dalam hal hukuman yang patut dan adil yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, seorang hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dapat sesuai dengan surat tuntutan (requisitoir) yang telah dibuat dan dibacakan oleh penuntut umum dalam proses persidangan. Namun seorang hakim dapat juga menjatuhkan hukuman kapada terdakwa, berbeda dengan apa yang ada dalam surat tuntutan (requisitoir). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hal ikhwal surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana karena seorang hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa, dapat berbeda dengan apa yang ada dalam surat tuntutan (requisitoir) jaksa penuntut umum. Maka dari itu penulis mengangkat judul skripsi tentang : SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah atau sering disebut problematika merupakan bagian penting yang harus ada dalam penulisan suatu karya ilmiah. Oleh karena itu seorang peneliti sebelum melakukan penelitian harus mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang jelas sehingga proses pemecahannya akan terarah dan terfokus pada permasalahan tersebut. Sesuai dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak diteliti dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa dasar hukum surat tuntutan (requisitoir)?

9 2. Bagaimana fungsi dan kedudukan surat tuntutan (requisitoir) dalam perkara pidana? 3. Bagaimana pendapat terdakwa atau penasehat hukumnya mengenai surat tuntutan (requisitoir) penuntut umum? 4. Bagaimana tata cara penyusunan surat tuntutan (requisitoir) dan pedoman tuntutan pidana? 5. Hambatan apa saja yang dihadapi jaksa penuntut umum dalam menyusun surat tuntutan (requisitoir)? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui dasar hukum surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana. b. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana. c. Untuk mengetahui pendapat terdakwa atau penasehat hukumnya mengenai surat tuntutan (requisitoir) penuntut umum. d. Untuk mengetahui tata cara penyusunan surat tuntutan (requisitoir) dan pedoman tuntutan pidana e. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi jaksa penuntut umum dalam menyusun surat tuntutan (requisitoir).

10 2) Tujuan Subjektif a) Menambah pengetahuan penulis dalam bidang ilmu hukum acara pidana khususnya fungsi dan kedudukan surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana. b) Sebagai pelatihan untuk senantiasa memiliki pola berfikir sistematis sehingga mengasuh kemampuan berfikir secara ilmiah. c) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1) Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu hukum acara pidana. 2) Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan serta tambahan pengetahuan khususnya tentang fungsi dan kedudukan surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana. E. Kerangka Pemikiran Pada acara pemeriksaan biasa di pengadilan negeri, hakim dan pengadilan negeri yang berwenang menerima surat pelimpahan perkara dari kejaksaan. Hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri menetapkan tanggal dan hari persidangan. Dalam persidangan terdakwa akan ditanya mulai dari nama sampai

11 dengan peristiwa-peristiwa tindak pidana yang terjadi yang terdakwa alami atau lihatnya. Untuk membuktikan perkataan terdakwa tersebut, di persidangan dihadirkan saksi-saksi yang mungkin dapat memberatkan atau meringankan terdakwa. Pembuktian merupakan bagian yang penting dalam hukum acara pidana. Oleh karena tugas utama dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran yang sejati. Untuk mencari dan menemukan kebenaran tersebut telah diatur dalam perundang-undangan hukum acara pidana yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang kemudian dikenal dengan sebutan KUHAP. 10 Pembuktian di sidang pengadilan dalam perkara pidana, untuk menjatuhkan pidana sekurang-kurangnya harus ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana. Pengertian dari kata sekurang-kurangnya tersebut di atas bila dihubungkan dengan alat bukti yang sah seperti yang tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka perkataan sekurang-kurangnya itu berarti merupakan dua di antara lima alat bukti yakni : 11 a) Keterangan saksi; b) Keterangan ahli; c) Surat; d) Petunjuk; e) Keterangan terdakwa. 10 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1986. halaman 8 11 Ibid. halaman 85-86

12 Surat tuntutan (requisitoir) merupakan bagian yang penting dalam proses hukum acara pidana. Surat tuntutan (requisitoir) dibuat secara tertulis dan dibacakan di persidangan dasar hukumnya Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP. Surat tuntutan (requisitoir) mencantumkan tuntutan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa, baik berupa penghukuman atau pembebasan dan disusun berdasarkan pemeriksaan saksi dan saksi ahli, alat bukti, dan keterangan terdakwa. Berbeda dengan surat dakwaan yang disampaikan di awal persidangan, belum ada ancaman pidananya, dan disusun berdasarkan berita acara polisi. Fungsi surat dakwaan adalah sebagai dasar pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, sebagai dasar pembuatan surat tuntutan (requisitoir), sebagai dasar pembuatan pembelaan terdakwa dan atau pembelanya, sebagai dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusan, dan sebagai dasar pemeriksaan peradilan selanjutnya. Pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederburg, pemeriksaan tidak batal jika batas-batas itu dilampaui tetapi putusan hakim hanya boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu. 12 F. Metode Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian, kita tidak akan terlepas dari penggunaan metode. Karena metode merupakan cara atau jalan bagaimana seseorang harus bertindak. Metode dapat dirumuskan suatu tipe pemikiran yang 12 E-Sasrodanukusumo. Tuntutan Pidana. Jakarta: Siliwangi. halaman 236

13 dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. 13 Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah, sedang sistematis sesuai dengan pedoman atau aturan-aturan penelitian yang berlaku untuk sebuah karya tulis. 14 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif empiris, penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan kaidah-kaidah hukum positif dan kenyataan yang terjadi dilapangan sehingga dapat diketahui legalitas hukum dalam prakteknya. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu bermaksud memberikan gambaran secara jelas mengenai hal ikhwal surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana. 3. Sumber Data Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sumber data primer 13 khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiyanto. Metode Penelitian hukum. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2004. halaman 1 14 Sutrisno Hadi. Metodologi Riset. Anai Offset. Yogyakarta. 1985. halaman 63

14 Data primer adalah sumber data yang secara langsung diperoleh dari lapangan, dengan mengadakan tinjauan langsung pada objek yang diteliti dalam hal ini adalah keterangan dari para pihak yang berhubungan dengan fungsi dan kedudukan surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana yaitu jaksa penuntut umum dan hakim Pengadilan Negeri Surakarta. b. Sumber data sekunder Data sekunder adalah sumber data yang secara langsung mendukung data primer yaitu buku-buku, dokumen, doktrin, peraturan perundangundangan, dan sumber tertulis lainya yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. 4. Metode Pengumpulan Data Dengan penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Wawancara Yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak-pihak yang bersangkutan mengenai fungsi surat tuntutan (requisitoir) dalam proses perkara pidana. b. Studi Kepustakaan Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, bukubuku, dan bahan pustaka lainya yang ada hubunganya dengan penelitian yang akan dilakukan.

15 5. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu analisis data yang menggunakan dan mengambil kebenaran yang diperoleh dari kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dokumendokumen, buku-buku, dan bahan pustaka lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti kemudian didiskusikan dengan data yang telah diperoleh dari objek yang diteliti sebagai kesatuan yang utuh sehingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Untuk dapat memudahkan pemahaman dalam pembahasan dan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan penulisan karya ilmiah ini maka penulis menyiapkan suatu sistematika dalam penyusunan penulisan skripsi. Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bab yang disesuaikan dengan lingkup pembahasanya. Adapun sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut : Dalam Bab Pendahuluan akan dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam Bab Tinjauan Pustaka akan dibahas mengenai tentang Sistem Peradilan Pidana di Indoesia yang terdiri dari: 1. Pemeriksaan Pendahuluan yang dapat dibagi menjadi penyelidikan, penyidikan, penuntutan; 2. Pemeriksaan di Pidang Pengadilan yang dapat dibagi menjadi persiapan sidang, persidangan

16 pengadilan negeri yang dipecah menjadi pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan surat dakwaan, eksepsi dan tanggapan eksepsi, pembuktian, tuntutan pidana (requisitoir), pledoi, replik, duplik, musyawarah majelis hakim, putusan; 3. Upaya Hukum yang dapat dibagi menjadi Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa; 4. Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Kemudian akan dibahas mengenai Tinjauan Umum tentang Alat Bukti dan Sistem Pembuktian yang terdiri dari: 1. Alat bukti; 2. Sistem Pembuktian. Dalam Bab Hasil Penelitian dan Pembahasan akan dibahas mengenai hal ikhwal surat tuntutan (requisitoir) dalam perkara pidana. Dalam Bab Penutup akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari penulisan skripsi ini.