BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan tersebut terdapat kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh siswa selama proses pembelajaran matematika. Menurut de Lange (Yuniati, 2010: 4), ada 8 kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai siswa selama proses pembelajaran matematika di kelas, yaitu: (1) Berpikir dan bernalar secara matematis; (2) Berargumentasi secara matematis; (3) Berkomunikasi secara matematis; (4) Memodelkan; (5) Menyusun dan memecahkan masalah; (6) Merepresentasikan; (7) Menyimbolkan; (8) Menguasai alat dan teknologi. Pendapat De Lange senada dengan kemampuan-kemampuan matematis yang disusun oleh National of Council Teachers of Mathematics (NCTM) (2000: 29) yaitu, The process standards problem solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation highlight ways of acquiring and using content knowledge. Kemampuan matematis yang dimaksud oleh NCTM tersebut adalah: pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi (representasion). Kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam NCTM sejalan dengan kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bidang studi matematika yaitu: 1. Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 1

2 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematis. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Depdiknas, 2006). Berdasarkan uraian di atas, matematika adalah salah satu bagian penting dalam ilmu pengetahuan yang pembelajarannya menekankan pada proses. Pembelajaran matematika diharapkan dapat memberikan siswa kemampuan untuk berpikir logis, kritis, sistematis, dan dapat bernalar dan memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut diharapkan dapat membekali siswa untuk menghadapi kehidupan di era globalisasi. Sumarmo (Rahman, 2004: 3) mengemukakan bahwa matematika mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan, dan dengan belajar matematika diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep matematika untuk dua kebutuhan tersebut. Pemahaman konsep matematika harus dapat siswa komunikasikan baik secara lisan ataupun tulisan sehingga hasil dari proses kognisi siswa tercermin dalam cara siswa mengkomunikasikan pemahaman matematisnya. Pemahaman dan komunikasi ini diharapkan dapat juga membantu siswa memecahkan masalah yang dihadapinya baik secara teoritis maupun praktis. Suryadi (2012: 6) mengemukakan bahwa lemahnya kemampuan berpikir matematis, penalaran, pemecahan masalah, dan pemahaman konsep, di kalangan siswa telah banyak menarik perhatian para pendidik dan peneliti pendidikan matematika. Adapun mengenai komunikasi matematis, Wahyudin (2008: 527) berpendapat bahwa saat para siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang

3 matematika serta untuk mengkomunikasikan hasil-hasil pemikiran mereka itu pada orang lain secara lisan atau tertulis, mereka belajar untuk menjadi jelas dan meyakinkan serta menyimak penjelasan-penjelasan orang lain memberi para siswa kesempatan untuk membangun pemahaman-pemahaman mereka sendiri. Selain banyak menarik perhatian para pendidik dan peneliti pendidikan matematika, pemahaman dan komunikasi matematis juga memiliki keterkaitan dalam membangun kemampuan matematis siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Dahar (1988: 20) yang mengemukakan bahwa belajar menurut teori gestald-field/teori kognitif memandang bahwa belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi melalui terkaitnya stimulus-stimulus dan respon menurut prinsip-prinsip mekanistik. Dengan demikian, aktivitas kognitif siswa yang berkaitan dengan pemahaman dapat diamati oleh peneliti dari cara siswa mengkomunikasikan aktifitas kognitifnya melalui bahasa lisan ataupun tulisan. Kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Jika pemahaman matematis lebih menekankan pada sisi kerja kognitif siswa, maka komunikasi matematis merupakan kelanjutan dari pemahaman karena pemahaman siswa dapat diketahui dari bagaimana siswa mengkomunikasikan apa yang mereka kuasai. Mulis, dkk (Suryadi 2012: 25) menyatakan bahwa aspek komunikasi matematis merupakan bagian dari kompetensi matematis yang dapat dikembangkan bersamaan dengan dikembangkannya kemampuan dari ranah kognitif. Kemampuan mengkomunikasikan ide dan proses matematis serta berkomunikasi secara matematis dapat dipandang sebagai suatu keterampilan matematis penting yang dapat menunjang pengembangan kecakapan hidup (life skills) dan khususnya menunjang pembelajaran matematika. Wahyudin (2008) mengemukakan bahwa komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pembelajaran matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan kelanggengan untuk gagasan-gagasan serta menjadikan gagasan-gagasan itu diketahui oleh publik.

4 Kemampuan siswa mengkomunikasikan ide-ide matematisnya ketika memecahkan masalah, atau ketika menyampaikan proses dan hasil pemecahan masalah juga merupakan kemampuan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi seperti logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan produktif. Proses pembelajaran matematika yang memfasilitasi pengembangan kedua kemampuan ini dapat mengembangkan potensi berpikirnya secara maksimal (Kadir, 2010: 4). Selain kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, Ruseffendi (Fauziah, 2009: 8) mengatakan bahwa sikap positif siswa terhadap matematika dan proses pembelajarannya perlu diperhatikan. Hal ini penting karena sikap positif siswa berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika. Jika siswa memiliki sikap yang positif terhadap matematika dan pembelajaran matematika, maka siswa akan belajar matematika dengan maksimal, mengikuti proses pembelajaran matematika dengan sungguh-sungguh, dan mengerjakan soal matematika dengan kesungguhan. Bedasarkan fenomena di atas, muncul pertanyaan, metode, pendekatan, atau strategi apa yang tepat untuk membantu meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, melibatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika, dan membuat siswa dapat menggunakan kemampuan kognisi mereka secara maksimal saat proses pembelajaran matematika berlangsung. Pada dasarnya setiap metode pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran adalah metode yang sesuai dengan konten materi yang sedang dipelajari dan sesuai dengan pencapaian pembelajaran. Selain kesesuaian, hendaknya pembelajaran juga dapat menarik minat siswa terhadap pembelajaran matematika dan meningkatkan kreatifitas guru dalam berinovasi. Menyadari pentingnya kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas, diperlukan strategi yang dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir matematis dan membantu siswa mengkomunikasikan apa yang dipahaminya. Selain itu, diperlukan juga keaktifan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas yang menumbuhkan sikap keberanian siswa untuk menyelesaikan masalah matematika dan berkompetisi. Oleh karena itu, perlu

5 dipikirkan dan dianalisa strategi pembelajaran dan tipe pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, keaktifan siswa, dan keberanian siswa untuk berkompetisi. Hal ini dapat terwujud dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Classroom Questioning Strategies (TGTCQS). Teams-Games-Tournamens dengan Classroom questioning stategies adalah salah satu strategi sederhana yang banyak dipraktekkan di dalam ruang-ruang kelas, namun kenyataanya, bertanya kepada siswa masih belum dianggap hal yang penting dan belum dikelola dengan baik saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Eggen dan Kauchak (Jacobsen et all, 2009: 172) mengatakan bahwa mengajukan pertanyaanpertanyaan merupakan salah satu strategi pengajaran dasar yang dapat diterapkan pada hampir semua bidang materi pelajaran, tingkatan kelas, atau kepribadian guru. Jika dilakukan dengan efektif, strategi ini dapat mendorong keterlibatan, meningkatkan pembelajaran, memotivasi siswa, dan menyediakan umpan-balik tentang kemajuan pembelajaran, baik kepada guru maupun siswa. Adnan (2011: 4) mengemukakan bahwa aktivitas bertanya dan menjawab oleh siswa dan guru akan mengefektifkan kegiatan belajar-mengajar. Guru dalam mengkonstruksi pemahaman matematis memberikan banyak pertanyaan pada siswa. Begitu pula sebaliknya, siswa harus banyak menanyakan materi yang sedang dipelajari atau didiskusikan di dalam kelas. Kebebasan bertanya dan menjawab tersebut harus dirasakan oleh siswa, sehingga jika siswa merasa kurang yakin dengan informasi atau materi yang belum mereka pahami dengan baik mereka dapat bertanya dengan berani kepada guru atau dapat mendiskusikan apa yang kurang dipahaminya dengan siswa lainnya. Strategi bertanya dimaksudkan untuk membangun kemampuan berpikir matematis siswa yang selanjutnya akan menjadi kemampuan pemahaman siswa. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa, peneliti juga meneliti kemampuan komunikasi agar dapat diketahui pemahaman yang telah dikuasai siswa secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa, presentasi kelas menggunakan classroom questioning strategies dan proses aktivitas siswa menggunakan pembelajaran

6 kooperatif tipe teams-games-tournaments. Teams-games-tournaments merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Menurut Killen (Sutawijaja dan Dahlan, 2011: 4.14) beberapa tujuan pembelajaran kooperatif adalah: 1. Menginginkan semua siswa (tidak hanya yang pandai saja) yang memperoleh kesuksesan belajar. 2. Ingin menekankan bahwa belajar secara kolektif sama baiknya bahkan lebih baik dibandingkan secara individual. 3. Siswa saling bertukar ide dan melihat bahwa mereka dapat belajar dari satu dengan lain, dan belajar saling menolong. 4. Mendorong dan mengembangkan kerja sama antar siswa dan mengembangkan kepedulian mereka terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain, khususnya dalam keragaman siswa dalam kelas termasuk di dalamnya siswa yang berkemampuan kurang (disabilities). 5. Ingin meningkatkan keterampilan komunikasi siswa seperti mereka belajar isi (content) kurikulum. 6. Ingin meningkatkan pemahaman siswa yang lebih dalam melalui penyelidikan dan diskusi antara satu dengan lainnya. Bedasarkan uraian di atas penulis tertarik meneliti Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis. B. Rumusan Masalah ini adalah: Bedasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-

7 Tournaments dengan Classroom Questioning (TGTCQS) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah)? 3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (TGTCQS dan konvensional) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa? 4. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games- Tournaments dengan Classroom Questioning (TGTCQS) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah)? 6. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (TGTCQS dan konvensional) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa? 7. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menelaah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui dan mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies

8 (TGTCQS) dan dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, dan rendah). 3. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pembelajaran (TGTCQS dan konvensional) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa. 4. Menelaah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 5. Mengetahui dan mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, dan rendah). 6. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pembelajaran (TGTCQS) dan konvensional) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. 7. Mengetahui bagaimanakah sikap siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS). D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagi berikut: 1. Secara umum, penelitian ini memberikan informasi tentang pengaruh pembelajaran TGTCQS terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. 2. Bagi siswa: memperoleh pengalaman langsung berkaitan dengan aktiviatas pembelajaran TGTCQS sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa

9 3. Bagi guru: dapat meningkatkan keterampilan dalam memilih alternatif model dan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa sehingga dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal, sebagai bagian dari upaya pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama. 4. Bagi peneliti: sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan peneliti dalam hal menerapkan pembelajaran TGTCQS pada pembelajaran matematika. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya. E. Definisi Operasional Dalam penelitian ini, akan ditemukan beberapa istilah yang berhubungan dengan penelitian, maka peneliti akan menguraikan makna yang dimaksud dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournamens dengan Classroom Questioning Strategies adalah perpaduan antara Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments dengan Classroom Questioning Strategies (TGTCQS) dengan presentasi guru di dalam kelas dengan Classroom Questioning Strategies dan aktivitas siswa dengan Teams-Games- Tournaments. 2) Pemahaman matematis adalah pemahaman atas konsep matematika yang terdiri dari: (a) Pemahaman instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan dengan konsep yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana. (b) Pemahaman relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi penyelesaian yang dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya. 3) Kemampuan komunikasi adalah kemampuan: (1) Kemampuan menyatakan suatu gambar, simbol atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, atau model matematik; (2) Kemampuan menjelaskan ide dan relasi matematis secara tertulis; (3) Kemampuan mengungkapkan pendapat dan memberikan penjelasan secara tertulis berdasarkan bukti yang relevan.

10 4) Kemampuan awal matematis (KAM) adalah kemampuan siswa mengenai materi prasyarat (materi yang sudah diajarkan sebelumnya) yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari untuk mengukur kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. 5) Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah. Dalam pembelajaran konvensional, guru biasanya lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan ekspositori atau ceramah untuk menjelaskan materi, menjelaskan prosedur penyelesaian soal-soal latihan, dan memberikan latihan pada siswa.