PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

PENTINGNYA KREASI HAKIM DALAM MENGOPTIMALKAN UPAYA PERDAMAIAN BERDASARKAN PERMA NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

UPAYA BANK DALAM PENYELAMATAN DAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PELANGGARAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN TUNTUTAN GANTI RUGI MENGENAI HAK CIPTA LOGO DARI PENCIPTA

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI MEDIATOR MENURUT UNDANG- UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

2 melalui pemberian kuasa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Energi Dan Su

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

FAKTOR PENYEBAB PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA TIDAK DAPAT DILAKSANAKAN SECARA SEMPURNA (NON EXECUTABLE)

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENANAM MODAL DALAM PERUSAHAAN PERSEKUTUAN PERDATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL.

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

PENGATURAN HUKUM WAJIB DAFTAR PESERTA BPJS BAGI TENAGA KERJA PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KERUSUHAN

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI MEKANISME GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK ( CLASS ACTIONS

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Nyoman A Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

DAFTAR PUSTAKA. Anggriani, Jum. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

HAK DAN KEWAJIBAN INVESTOR ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

Wirjono Prodjodikoro, 1967, Azas azas Hukum Publik Internasional, P.T. Pembimbing Masa, Djakarta, h.130 3

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN

Oleh: Hengki M. Sibuea *

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Keywords : Hukum Acara, Pelaksanaan Putusan, Upaya Paksa.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

TANGGUNG JAWAB PERBUATAN DIREKSI YANG DILAKUKAN ATAS NAMA PERSEROAN TERBATAS YANG BELUM MEMPEROLEH STATUS BADAN HUKUM

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN MELALUI PROSES PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. Kata kunci: Eksekusi putusan, Arbitrase Nasional.

AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000).

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

KEABSAHAN PERJANJIAN NOMINEE KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam free market dan free competition. Menyadari bahwa hubungan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

Oleh L.P Hadena Hoshita Adiwati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DANA NASABAH PADA KOPERASI DALAM HAL WANPRESTASI

ANALISIS PASAL 59 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI BIDANG ARBITRASE SYARIAH

PELAKSANAAN MEDIASI SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

Oleh. I Gusti Ngurah Bayu Pradiva I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

EKSISTENSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI SARANA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN : PROBLEMATIK DALAM MENCARI KEADILAN OLEH KONSUMEN

EFEKTIVITAS PENERAPAN CLASS ACTION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MELALUI ASPEK HUKUM PERDATA

Transkripsi:

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Dispute resolution through arbitration is not a new option for the parties to resolve their dispute in international trade sphere, but the decision is very hard to be implemented. Through normative method, this paper aims to discuss how the arrangement of international arbitration in the positive law of Indonesia and why public policy can be used as an excuse to cancel the arbitration decision. Although international arbitration have been arranged clearly, but the judges still refuse to execute the verdict on the ground that it is contradicted to Indonesian public policy. It can be concluded, with the ambiguity of norms regarding the definition of public policy, international arbitration decision becomes very difficult to be executed in Indonesia and Indonesian arbitration law consequently be doubted by the International community. Keywords: Court Decision, Arbitration, Execution, Public Policy ABSTRAK Penyelesaian sengketa melalui arbitrase bukan merupakan pilihan baru bagi para pihak dalam menyelesaikan sengketa perdangan di lingkup internasional, namun dalam kenyataannya pelaksanaan putusannya masih sangat susah untuk dilaksanakan. Melalui metode normatif, makalah ini bertujuan untuk membahas pengaturan arbitrase internasional dalam hukum positif Indonesia dan mengapa public policy dapat dijadikan alasan untuk membatalkan putusan arbitrase. Meskipun telah terdapat pengaturan yang jelas mengenai pelaksanaan putusan arbitrase internasional, namun para hakim Pengadilan Negeri masih saja menolak eksekusi putusan arbitrase dengan alasan putusan tersebut bertentangan dengan public policy Negara Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan, dengan adanya kekaburan norma mengenai definisi public policy, putusan arbitrase internasional menjadi sangat susah untuk dieksekusi dan akibatnya hukum arbitrase Indonesia menjadi diragukan oleh pihak internasional. Kata Kunci: Putusan Pengadilan, Arbitrase, Eksekusi, Ketertiban Umum. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan bisnis saat ini, penyelesian sengketa melalui lembaga arbitrase lebih sering digunakan, terutama pada kontrak-kontrak dagang 1

internasional. 1 Arbitrase Internasional telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU Arbitrase). Dalam perkembangannya masih banyak permasalahan yang timbul dan belum bisa diselesaikan secara langsung melalui undang-undang ini, sehingga Indonesia tidak jarang disebut sebagai an arbitration unfriendly country. Masalah utamanya adalah pengadilan Indonesia enggan untuk melaksanakan dan cenderung membatalkan putusan arbitrase internasional dengan alasan bahwa putusan tersebut bertentangan dengan public policy, padahal penjelasan mengenai public policy ini tidak jelas dan bahkan kabur sehingga menyebabkan kurangnya kepastian hukum. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai pengaturan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia yang ditinjau dari UU Arbitrase dan menjelaskan mengapa public policy dapat menjadi alasan pembatalan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia. II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder 2, baik melalui peraturan perundang-undangan terkait maupun literatur yang berhubungan dengan alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase. 2.2 Hasil dan Pembahasan 1 Joni Emirzon, 2001, Alternatif Penyelesian Sengketa Diluar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 98. 2 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13. 2

2.2.1 Tinjauan Singkat Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam UU Arbitrase, telah dijabarkan mengenai siapa yang berwenang, syarat-syarat dan hal-hal apa saja yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan putusan arbitrase internasional di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Pasal 65 putusan arbitrase internasional yang diputus di luar wilayah hukum Republik Indonesia harus didaftarkan terlebih dahulu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah diberikan kewenangan oleh UU Arbitrase untuk menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan dari putusan arbitrase internasional. Menurut Pasal 66 huruf d, putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh exequatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan terhadap putusan ini tidak dapat diajukan banding atau kasasi. Namun jika putusan Putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu putusan arbitrase internasional, maka terhadap putusan ini dapat diajukan kasasi sesuai dengan ketentuan Pasal 68 ayat (2) UU Arbitrase. Menurut ketentuan Pasal 68 ayat (3) dan ayat (4) UU Arbitrase, Mahkamah Agung Republik Indonesia mempertimbangkan serta memutuskan setiap pengajuan kasasi dalam jangka waktu paling lama sembilan puluh hari setelah permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dapat diajukan upaya perlawanan. 2.2.2 Public Policy sebagai Alasan Pembatalan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasioal di Indonesia Pengesahan untuk bergabung dengan Convention on the Settlement on Investment Disputes Between States and Nationals of Other States (ICSID) telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang terikat mengakui (recognize) dan melaksanakan eksekusi (enforcement) setiap 3

putusan arbitrase asing. 3 Dalam praktiknya eksekusi putusan arbitrase asing banyak yang gagal didepan pengadilan. Alasan pokoknya adalah putusan arbitrase asing tidak dapat dieksekusi oleh Pengadilan Indonesia, kalau belum ada peraturan pelaksananya. Dengan adanya Perma Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, maka hambatan pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase internasional seharusnya sudah tidak ada lagi. Namun, Mahkamah Agung Republik Indonesia masih menolak untuk melakukan eksekusi dengan alasan putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum (public policy). Misalnya dalam kasus Trading Corporation of Pakistan Limited melawan PT Bakrie & Brothers pada tahun 1986. Eksekusi perkara yang diajukan ke Federation of Oils, Seed and Fats Association di tolak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran putusan arbitrase tersebut dinilai tidak sah. Asas ketertiban umum (public policy) yang di atur secara khusus dalam Pasal 3 ayat (3) Perma No. 1 Tahun 1990 menegaskan bahwa putusan arbitrase internasional yang diakui serta yang dapat dieksekusi di Indonesia hanya terbatas pada putusan-putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Yang selalu menimbulkan masalah dalam penerapan ketertiban umum (public policy) ialah mengenai definisi dan jangkauannya. Di dalam Perma No. 1 Tahun 1990 tidak memberikan batasan dan rincian yang jelas mengenai definisi dan jangkauan ketertiban umum seperti apa yang dimaksud dan dianggap dengan ketertiban umum. Secara umum, batasan pengertian mengenai definisi dari ketertiban umum adalah sesuatu dianggap bertentangan dengan ketertiban umum pada suatu lingkungan (negara), apabila didalamnya terkandung sesuatu hal atau keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa. 4 Dari pengertian umum tersebut, maka sangat luas dan sangat susah untuk memberikan definisi dari ketertiban umum (public policy) sehingga 3 Frans Hendra Winarta, 2013, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 74. 4 Ibid, h. 80. 4

dapat dijadikan legitimasi bagi salah satu pihak untuk meminta pembatalan eksekusi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu sifatnya yang subjektif membuat keberadaan hukum arbitrase Indonesia dipertanyakan. III. KESIMPULAN 1. Pengaturan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia telah secara khusus diatur dalam UU Arbitrase Bagian Kedua mengenai Arbitrase Internasional, dimana yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri. Putusan arbitrase internasional hanya diakui dan dapat dilaksanakan apabila putusannya sudah final, termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta ketertiban umum (public policy). 2. Dengan berlakunya Perma No. 1 Tahun 1990, seharusnya tidak ada lagi alasan bagi para hakim Pengadilan Negeri untuk menolak eksekusi putusan arbitrase, namun dalam pelaksanaannya public policy selalu dapat dijadikan alasan untuk menolak eksekusi putusan arbitrase international. Alasan penolakan ini sifatnya subjektif sehingga menyebabkan keberadaan hukum arbitrase Indonesia dipertanyakan. IV. DAFTAR PUSTAKA Buku: Emirzon, Joni, 2001, Alternatif Penyelesian Sengketa Diluar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutiarso, Cicut, 2011, Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Winarta, Frans Hendra, 2013, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta. Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Perma Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing 5