BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Anatomi normal tonsil palatina dan jaringan disekitarnya.(8)

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

Tonsilitis. No. Documen : No. Revisi : Tgl. Terbit :

Tonsilofaringitis Akut

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

FARINGITIS AKUT. Finny Fitry Yani Sub Bagian Respirologi Anak Bagian IKA RS M Djamil- FK Unand

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB II TINJAUAN TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT THT. Tonsilitis Kronik. Dokter Pembimbing Dr. Wahyu BM, Sp.THT, Msi Med

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

Informasi penyakit ISPA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

KESEHATAN TENGGOROK PADA SISWA SEKOLAH DASAR EBEN HAEZAR 1 MANADO DAN SEKOLAH DASAR GMIM BITUNG AMURANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

BAB II KONSEP DASAR A.

ANATOMI LIDAH MANUSIA. Oleh : Kelas 1A

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung)

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

HUBUNGAN ANTARA TONSILITIS KRONIK DENGAN PENURUNAN KUALITAS HIDUP DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

INFEKSI LARING FARING (FARINGITIS AKUT)

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Yang Diindikasikan Tonsilektomi Di RSUD Raden Mattaher Jambi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

B A B 1 PENDAHULUAN. menginfeksi manusia. Menurut Tuula (2009), bakteri ini berada di kulit (lapisan

Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil. Diagnosis, Management and Complication of Peritonsil Abscess

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

nukleus seperti spienomegali dan limfadenopati generalisita.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

Simposium dan Workshop Emergensi di Bidang Telinga Hidung dan Tenggorok

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

Anatomi-Fisiologi SISTEM PERNAFASAN (Respiratory System) by : Hasty Widyastari

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB I KONSEP DASAR. stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. Morbili adalah suatu penyakit yang sangat menular karena

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

LAPORAN KASUS. Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober November 2016

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

LAMPIRAN. : Penghilangan dengan jalan pembedahan jaringan atau organ. : Suatu kelenjar yang sejenis dengan amandel yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Meningitis: Diagnosis dan Penatalaksanaannya

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EMBRIOLOGI TONSIL Tonsil terbentuk dari lapisan endodermal pada minggu ketiga sampai dengan minggu kedelapan pada masa embriologi. Embrio manusia memiliki lima pasang kantong faring. Masing-masing kantong akan membentuk organ penting lainnya. Gambar 1. Pembentukan Tonsil Sumber: Sadler, 2004 Lapisan epitel kedua dari kantong faring berproliferasi dan membentuk tunas yang akan menembus ke jaringan mesenkim di sekitarnya. Selanjutnya tunas-tunas tersebut akan dilapisi oleh jaringan mesodermal sehingga membentuk primordial dari tonsila palatina. Selama bulan ketiga dan kelima, tonsil akan dikelilingi oleh jaringan limfatik. Bagian kantong yang tertinggal akan ditemukan pada saat dewasa sebagai fosa tonsilaris. (Sadler, 2004)

2.2 ANATOMI Tonsil merupakan massa bulat yang kecil, khususnya jaringan limfoid (Dorland, 2010). Tonsil adalah bagian dari faring. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Tonsil terdapat di bagian nasofaring dan orofaring. Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas palatum molle sedangkan orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle sampai pinggir atas epiglotis (Snell, 2006). Tonsil dibagi menjadi tiga bagian yaitu tonsila lingualis, tonsila palatina, dan tonsila faringealis. Pada bagian nasofaring terdapat tonsila faringealis, sedangkan pada bagian orofaring terdapat tonsila lingualis dan tonsila palatina (Snell, 2006). Gambar 2. Anatomi Tonsil Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1899367-overview#aw2aab6b3 2.2.1 TONSILA LINGUALIS Tonsila lingualis adalah kumpulan folikel limfe pada dasar jalur orofaring, pada akar lidah (Dorland, 2010). Bagian dasar dari orofaring dibentuk oleh segitiga posterior lidah (yang hampir vertikal) dan celah antara lidah serta permukaan anterior epiglotis. Membran mukosa yang meliputi sepertiga posterior

lidah berbentuk irreguler, yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid dibawahnya, disebut tonsila lingualis (Snell, 2006). Gambar 3. Tonsil Lingualis Sumber: Netter, 2011 2.2.2 TONSILA PALATINA Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding lateral orofaring didalam fosa tonsilaris. Fosa tonsilaris merupakan sebuah celah berbentuk segitiga pada dinding lateral orofaring diantara arcus palatoglosus di depan dan arcus palatopharyngeus di belakang (Snell, 2006). Setiap tonsil diliputi oleh membran mukosa dan permukaan tengahnya yang bebas menonjol ke dalam faring. Pada permukaannya terdapat banyak lubang kecil, yang membentuk kripta tonsilaris. Permukaan lateral tonsila palatina ini diliputi oleh selapis jaringan fibrosa, disebut capsula (Snell, 2006).

Gambar 4. Tonsil Palatina Sumber: Frenz dan Smith, 2006 Batas-batas tonsila palatina (Snell, 2006): Anterior: Arcus palatoglossus. Posterior: Arcus palatopharyngeus. Superior: Palatum molle. Tonsila palatina akan dilanjutkan oleh jaringan limfoid di permukaan bawah palatum molle. Inferior: Sepertiga posterior lidah. Tonsila palatina akan dilanjutkan oleh tonsila lingualis. Medial: Ruang orofaring. Lateral: Capsula dipisahkan dari musculus constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar yang jarang. Vena palatina externa berjalan turun dari palatum molle di dalam jaringan ikat longgar untuk bergabung dengan plexus venosus pharyngeus. Lateral terhadap musculus constrictor pharyngis superior terhadap lengkung arteri facialis. Arteri carotis interna terletak 1 inci (2,5 cm) di belakang dan lateral tonsila. Arteri yang mendarahi tonsila adalah arteri tonsilaris yang merupakan cabang dari arteri facialis. Vena-vena menembus musculus constrictor pharyngis superior dan bergabung dengan vena palatina externa, vena pharyngealis, atau vena facialis (Snell, 2006). Pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodus lomfoidei profundi. Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastrikus, yang terletak di bawah dan di belakang angulus mandibula (Snell, 2006).

Tonsila palatina mencapai ukuran terbesarnya pada masa anak-anak. Sesudah pubertas, bersamaan dengan jaringan-jaringan limfoid di dalam tubuh lainnya, akan mengalami atrofi secara perlahan-lahan. Tonsila palatina merupakan tempat infeksi yang sering dan menimbulkan sakit leher dan panas (Snell, 2006). 2.2.3 TONSILA FARINGEALIS (ADENOID) Tonsila pharyngealis terletak di bagian atas nasofaring. Bagian atas nasofaring dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila faringealis, terdapat di dalam submukosa daerah ini (Snell, 2006). Tonsila pharyngealis disebut juga adenoid tonsil. (Dorland, 2010). 2.3 FISIOLOGI Tonsil merupakan salah satu organ limfatik selain limpa, kelenjar getah bening, dan usus buntu. Seluruh organ sekunder tersebut terletak dimana limfosit berkumpul dan berikatan dengan antigen, kemudian akan berproliferasi dan secara aktif melawan kuman. Tonsil berbentuk cincin yang berguna sebagai pelindung diantara rongga mulut dan faring, karena lokasinya tersebut tonsil merupakan pelindung pertama dari mikroorganisme yang masuk melalui hidung dan mulut (Mader, 2004). Pada tonsil terdapat sel B dan sel T sebagai sistem imun. Sel B dan sel T tersebut dipersiapan untuk memberikan perlawanan terhadap antigen yang masuk ke dalam jaringan dan cairan tubuh (Mader, 2004). 2.4 DEFINISI TONSILITIS KRONIS Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius. Penyebaran infeksi dapat melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak (Rusmarjono dan Efiaty, 2007).

Tonsilitis kronis merupakan peradangan tonsil yang menetap akibat infeksi yang berulang (Dorland, 2010). Peradangan tersebut biasanya diakibatkan oleh pengobatan tonsilitis akut yang tidak memadai. Infeksi yang berulang atau infeksi yang menetap pada hidung dan sinus paranasal merupakan penyebab paling penting dan paling sering mengakibatkan infeksi berulang pada tonsil (Maqbool, 2001). 2.5 EPIDEMIOLOGI Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Penyebab tonsilitis yang paling banyak adalah golongan dari streptokokus yang biasanya terjadi pada anakanak umur 5-15 tahun (Shah, 2012). Berdasarkan penelitian pada anak-anak sekolah dijumpai 15,9% memiliki status sebagai pembawa / carrier mikroorganisme streptokokus grup A yang merupakan penyebab penyakit tonsilitis (Shah, 2012). Penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Norwegia mengenai kejadian tonsilitis berulang dilaporkan sebesar 11,7% dan pada penelitian lainnya yang dilakukan pada anak-anak di Turki diperkirakan sebesar 12,1% (Shah, 2012). 2.6 ETIOLOGI Kultur dari tonsil sehat dan tonsil terinfeksi memiliki organisme yang berbeda, dengan mengetahui perbedaan pertumbuhan bakteri yang didapatkan dari sampel permukaan dan bagian tengah tonsil. Organisme yang paling sering didapati dari permukaan tonsil yang terinfeksi adalah streptokokus beta hemolitikus grup A. Hampir 40% orang yang tidak mempunyai gejala tonsilitis jika dikultur bisa juga didapati organisme tersebut. Organisme yang lain termasuk Haemophilus, Staphylococcus aureus, streptokokus alfa hemolitikus, Branhamella sp., Mycoplasma, Chlamydia, jenis bakteri anaerob dan virus pada saluran pernapasan (McKerrow, 2008). Penelitian yang dilakukan terhadap sampel yang diambil dari bagian tengah atau inti tonsil dengan menggunakan aspirasi jarum halus pada tonsil sehat dan tonsil terinfeksi. Biasanya pada sampel tonsil normal akan gagal terjadi

pertumbuhan organisme patogen. Pada tonsilitis yang berulang akan terjadi pertumbuhan patogen. Pertumbuhan berbagai macam bakteri juga sering dijumpai (McKerrow, 2008). Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis (Rusmarjono dan Efiaty, 2007): 1. Rangsangan yang menahun dari rokok 2. Higiene mulut yang buruk 3. Pengaruh cuaca 4. Kelelahan fisik 5. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. 2.7 GAMBARAN KLINIS Pada pasien tonsilitis kronis didapati (Maqbool, 2001) : 1. Rasa tidak nyaman di tenggorokan 2. Sakit tenggorokan yang berulang 3. Pengecapan tidak enak (cacagus) 4. Bau mulut (halitosis) 5. Kadang terjadi sulit menelan dan perubahan suara 6. Pembesaran kelenjar limfa jugulodigastrik Pada anak-anak, terjadi perluasan penyakit termasuk sakit perut berulang, kesehatan umum menurun, gagal tumbuh, dan berat badan yang rendah dapat ditunjukan pada infeksi tonsil tapi belum ada bukti ilmiah yang nyata mengenai hal ini (McKerrow, 2008). 2.8 PATOGENESIS Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptakriptanya, sampai disana kuman tersebut secara airogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian ke nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodborn yaitu melalui mulut bersamaan dengan makanan (Aritmoyo, 1980 dalam Siswantoro, 2003).

Karena proses radang berulang yang timbul, maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula (Rusmarjono dan Efiaty, 2007). Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk akan dihancurkan oleh makrofag dan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu, tonsil tidak bisa membunuh kuman secara efektif, akibatnya kuman akan bersarang dan menetap di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh pada tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun (Aritmoyo, 1980 dalam Siswantoro, 2003) 2.9 DIAGNOSIS Menurut penelitian dari beberapa ahli mengemukakan bahwa (Kurien M, 2000 dalam Farokah, 2005) : 1. Pemeriksaan rutin dari apusan di permukaan tenggorok sebagai diagnosa pasti penderita flora bakteri pada tonsilitis kronis tidak valid dan tidak dapat dipercaya. 2. Gold standard bakteri penyebab tonsilitis kronis adalah dengan kultur dari bagian tengah tonsil. 3. Streptokokus beta hemolitikus grup A merupakan kuman yang sering ditemukan pada permukaan maupun bagian tengah tonsil. 4. Pada tonsilitis kronis streptokokus beta hemolitikus grup A lebih banyak dijumpai pada bagian dalam tonsil daripada permukaan tonsil.

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertrofi), kripta melebar, detritus (+) bila tonsil ditekan, dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula (Aritmoyo, 1980 dan Udaya,1999 dalam Farokah, 2005). Menurut Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 T4 (Cody D, 1993 dalam Farokah, 2005): T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior - uvula T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior uvula T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior uvula sampai ¾ jarak pilar anterior uvula T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior uvula sampai uvula atau lebih UJI LABORATORIUM Uji laboratorium untuk mengetahui bakteri yang menyebabkan tonsilitis dapat dilakukan untuk mengetahui antibiotik yang tepat sebagai terapi. Spesimen diambil dari tonsil dapat berupa usapan tenggorok, pus, atau darah sebagai biakan. Seperti yang telah dijelaskan, penyebab tonsilitis yang terbanyak disebabkan oleh golongan streptokokus grup A maka pada sediaan apus dari spesimen lebih sering memperlihatkan kokus tunggal atau berpasangan. Spesimen yang dicurigai mengandung streptokokus dibiakan pada lempeng agar darah dan akan menumbuhkan streptokokus hemolitikus grup A dalam waktu beberapa jam atau hari. Jika sediaan apus memperlihatkan streptokokus tetapi tidak terjadi pertumbuhan pada biakan, harus dicurigai organisme anaerob (Brooks, 2008).

2.10 PENATALAKSANAAN Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, infeksi pada hidung dan sinus paranasal merupakan faktor pencetus infeksi pada tonsil yang berulang atau kronis. Tatalaksana terhadap faktor tersebut adalah antibiotik, dekongestan, mukolitik, muko kinetik, dan antihistamin maupun operasi seperti septoplasty pada septum hidung yang tidak normal, antral washout, pengangkatan polip hidung jika ada, dll. dapat mengurangi atau mencegah infeksi berikutnya pada jaringan tonsilar (Maqbool, 2001). Terapi lokal juga dapat dilakukan yang ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap (Rusmarjono dan Efiaty, 2007). Pada tonsilitis kronis, bakteri yang paling sering ditemukan sebagai penyebabnya adalah streptokokus beta hemolitikus grup A. Jika pada uji laboratorium ditemukan bakteri streptokokus beta hemolikus grup A, antobiotik yang dapat diberikan adalah penisilin-g dan paling sensitif terhadap eritromisin (Brooks, 2008). Jika tindakan diatas gagal dan pasien tetap mengalami tonsilitis berulang, operasi pengangkatan tonsil (tonsillectomy) bisa dilakukan (Maqbool, 2001). Indikasi tonsilektomi terhadap penderita tonsilitis yang telah ditetapkan oleh The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicator pada tahun 1995 adalah sebagai berikut (Rusmarjono dan Efiaty, 2007) : 1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang memadai. 2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale. 4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, dan abses peritonsilar yang tidak berhasil dengan pengobatan. 5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusa atau otitis media supuratif. 2.11 KOMPLIKASI Komplikasi dari tonsilitis kronis adalah abses peritonsilar, abses parafaringeal, abses intratonsilar, kista tonsilar, tonsillolith, demam rematik dan nefritis akut (Maqbool, 2001). Selain itu radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitar berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, atritis, dan lain sebagainya (Rusmarjono dan Efiaty, 2007). 2.12 PROGNOSIS Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat (Nurjannah, 2011). Gejala-gejala yang menetap dapat menunjukkan bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik (Nurjannah, 2011). 2.13 PENCEGAHAN Berbagai flora normal tinggal didalam tubuh manusia, bakteri-bakteri ini akan menyebabkan penyakit hanya bila berada dibagian tubuh yang normalnya tidak didiami bakteri-bakteri tersebut. Sumber utama streptokokus grup A adalah orang-orang yang memiliki banyak organisme ini (carrier). Orang tersebut dapat

mengalami infeksi klinis atau subklinis atau dapat menjadi carrier yang menularkan streptokokus secara langsung ke orang lain melalui droplet dari saluran napas (Brooks, 2008). Maka dari itu, bakteri penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain (Nurjannah, 2011).