BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan isi dalam Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK (OVERLAPPING) OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KOTA PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUAT BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM HAL TRANSAKSI JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat melangsungkan kehidupannya, akan tetapi karena tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

PENDAHULUAN. 1 Ulfia Hasanah, Status Kepemilikan Hat Atas Tanah Hasil Konversi hak barat berdasarkan Undang-Undang No. 5

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI ALAT PEMBUKTIAN YANG SEMPURNA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk. kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya. ketentuan peraturan perundang-undangan. 1

KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK. MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal juga sebagai sumber penghidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusional Undang-Undang Dasar Pasal 33 ayat (3) Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wiwit Khairunisa Pratiwi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAH HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA SERTIFIKAT GANDA HAK ATAS TANAH

PROSES DAN SYARAT UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK ATAS TANAH DI INDONESIA 1 Oleh: Juosfiel Sadpri Pansariang 2

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. maka semakin banyak manusia menginginkan dan memperoleh sebidang tanah untuk

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan kehidupannya pada manfaat tanah dan memiliki hubungan yang bersifat abadi dengan negara dan rakyat. Oleh karena itu hukum keagrariaan di Indonesia secara umum telah diatur dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang merupakan pelaksanaan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa: 1 Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam perkembangannya, permasalahan tanah yang terkait dengan pelaksanaan UU No.5 Tahun 1960 (UUPA) ini semakin kompleks saja. Sebagaimana diketahui masalah tanah merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan baik ekonomi, sosial, politik, bahkan di Indonesia tanah juga memiliki nilai religius. Kondisi demikian, terutama diakibatkan oleh kebutuhan lahan yang terus meningkat dengan sangat pesat sementara ketersediannya terbatas sehingga tidak jarang 1 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Cet I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Hlm. 112. 1

menimbulkan konflik. Terlebih lagi tidak diikuti dengan sistem pencatatan kepemilikan yang kurang baik, kemungkinan besar akan menimbulkan konflik kepemilikan maupun konflik yang menyangkut pengunaan /peruntukan tanah itu sendiri. 2 Sumber konflik pertanahan yang ada sekarang ini antara lain disebabkan oleh: 3 1. Pemilikan/penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata; 2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan non pertanian; 3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah; 4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah (hak ulayat); 5. Lemahnya posisi masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah; 6. Permasalahan pertanahan dalam penerbitan sertifikat yang antara lain: a. Proses penerbitan sertifikat tanah yang lama dan mahal b. Sertifikat palsu c. Sertifikat tumpang tindih (Overlapping) d. Pembatalan sertifikat Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada masyarakat golongan ekonomi lemah juga merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya masalah pertanahan. Kebijakan masa lalu misalnya, hanya 2 Sulasi Rongiyati, Pembaharuan Agraria Sebagai Upaya Mengatasi Sengketa Pertanahan, Http://www.dpr.go.id/majalah parlementaria/index.co, diakses pada tanggal 29 september 2007. 3 Lutfi I Nasoetion Et al, Konflik Pertanahan (Agaria) Menuju Keadilan Agraria (70 Tahun Gunawan Wiradi), Cet 1 ( Bandung: Yayasan AKATIGA, 2002), Hlm. 112. 2

mengutamakan kepentingan penanaman modal skala besar. Kebijakan yang dikeluarkan lebih banyak memberikan fasilitas kepada pengusaha demi menarik investor menanamkan modalnya, namun kebijakan tersebut tidak disertai upaya perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas tanah dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Kurangnya keberpihakan pemerintah kepada golongan masyarakat ekonomi lemah juga dapat dilihat dari lemahnya posisi pembebasan tanah. Penyediaan tanah untuk pembangunan pada umumnya dilakukan melalui pelepasan hak atas tanah dari pemegang hak kepada yang memerlukan tanah (baik pemerintah maupun swasta). Dalam prosesnya, terutama dalam penentuan ganti rugi tanah, pemilik tanah kerap berada di posisi yang lemah. Penilaian harga tanah biasanya ditetapkan dibawah nilai kewajaran. Pemilik tanah sendiri pada umumnya tidak paham atas perkembangan nilai tanah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai nilai (harga) tanah sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi dalam pelaksanaan perolehan tanah tersebut. Menyadari pentingnya fungsi tanah, maka pada saat ini dalam pengelolaan masalah pertanahan secara langsung maupun tidak langsung harus selalu diarahkan pada terwujudnya sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pelaksanaan tertib hukum pertanahan serta menjamin kepastian hukum atas kepemilikan hak atas tanah. Penggunaan tanah harus didukung dan dijaminkan kepastian hukumnya untuk 3

terciptanya pelaksanaan pembangunan disemua kalangan masyarakat berikut di sektor kehidupannya. 4 Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa untuk menjamin kepastian hukum, maka perlu dilakukan pembuktian secara tertulis, KHUPerdata menyebutkan pada pasal 1868 menyebutkan suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalamnya bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempatkan dimana akta dibuatnya. Sedangkan usaha yang menuju kearah kepastian hak atas tanah terdapat dalam UUPA, mengenai ketentuan pendaftaran tanah yaitu diatur pada pasal 19 ayat 1 dan 2 UU no.5 tahun 1960 (UUPA) yaitu: 1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah yang dilakukan di seluruh wilayah Republik Indonesia yakni dengan diadakannya pendaftaran tanah yang bersifat Recht Kadaster 5 yaitu dalam arti suatu pendaftaran yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum serta merupakan alat pembuktian yang kuat. Sesuai dengan tujuannya yaitu memberikan kepastian hukum, maka pendaftaraan tanah itu diwajibkan bagi pemegang hak yang bersangkutan. Hlm. 2. 4 Rusmadi Murad, Administrasi Pertanahan, Cet 1 (Bandung : Mandar Maju) 2007, 5 Recht Kadaster adalah Pendaftaran tanah yang diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum atau kepastian haka atas tanah. (Soedargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Cet. VII (Bandung : Alumni, 1989), Hlm. 46. 4

Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai institusi yang berwenang, BPN harus bertanggung jawab atas penerbitan surat-surat hak atas tanah yang diberikan terhadap seseorang, karena BPN adalah lembaga yang mempunyai hak untuk menerbitkan sertifikat tersebut. Hal ini tidak lain untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah yang dimiliki oleh seseorang agar hak atas tanahnya tidak salah dipergunakan, sedangkan sarana dari tertib hukum pertanahan itu sendiri merupakan bagian dari pengurusan tanah, yang memberikan kepastian hukum pada penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, serta penyediaan data pengunaaan tanah untuk pemerintah maupun masyarakat, menjamin kepastian hak dan perlindungan hukum kepada masyarakat sehingga terjadi pemerataan kegiatan pembangunan. Kepastian hukum dibidang pertanahan meliputi: a. Kepastian mengenai subjek hukum hak atas tanah, baik perseorangan (individu) maupun badan hukum (pemerintah dan swasta); b. Kepastian mengenai letak batas, luas tanah atau kepastian mengenai objek hak; c. Kepastian mengenai jenis hak atas tanah yang dipunyai oleh subjek hukum tanah atas tanah. 6 Penyelengaraan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia merupakan program pemerintah dalam rangka menjamin kepastian hukum dan kepastian mengenai hak atas tanah. Berdasarkan Pasal 1 PP No.24 6 Adrian Sutedi, Politik Dan Kebijakan Hukum Pertanahan Serta Berbagai Permasalahannya, Cet 1 ( Jakarta : BP. Cipta Jaya, 2006), Hlm. 4. 5

Thn 1997 tentang Pendaftaran Tanah, adapun pengertian dari pendaftaran tanah adalah sebagai berikut : 7 Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, yang meliputi pengumpulan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Sedangkan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam pasal 19 ayat 1 dan 2 UUPA diatur lebih lanjut lagi didalam Peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam PP No.24 Thn 1997 dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pendaftaran secara sistematik dan pendaftaran secara sporadik. Mengenai perbedaan ini hanya terletak pada mekanisme dan teknis dalam pendaftaran tanah, akan tetapi mengenai tujuan dan hakekat yang akan dicapai adalah sama hal ini terdapat pada pasal 3 PP No.24 Thn 1997. Pasal 3 No.24 Thn 1997 yaitu pendaftaran tanah bertujuan: 8 a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. 7 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP No.24 Tahun 1997, LN No.59 Tahun 1997, TLN No.3696, pasal 1. 8 Ibid, pasal 3. 6

Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam PP ini diberikan penegasaan mengenai sejauh mana pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UUPA. Hal ini tercantum dalam di pasal 32 ayat 1 dan 2 PP No.24 Thn 1997 yang berbunyi: 9 1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. 2. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima)tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut. Namun dalam kenyataannya di masyarakat, masih banyak terjadinya kasus mengenai sertifikat hak atas tanah tumpang tindih (Overlapping). Sertifikat yang tumpang tindih berarti bahwa surat bukti pemilikan hak atas tanah yang tindih menindih atau bertumpuk-tumpuk dengan lokasi hak atas tanah milik orang lain yang dengan bukti sertifikat pula. Hal ini mengakibatkan terjadinya sengketa tanah di antara kedua belah pihak. Sebagai contoh nyata dalam penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dengan putusan perkara No. 158/G.TUN/2005/PTUN.JKT yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini mengenai sengketa tanah yang diakibatkan adanya sertifikat yang 9 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Atas Tanah Di Indonesia, Cet, (Jakarta : Arkola Surabaya,2003), Hlm. 110. 7

tumpang tindih dalam satu objek tanah. Adapun duduk perkara yaitu sebagai berikut: Lie Tiam Lim adalah pemilik sebidang tanah seluas 215,80 M2 terletak di Jalan Karet Tengsin, Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dengan dasar kepemilikan Surat Jual Beli Rumah dan Pemindahan Hak Atas Tanah tertanggal 15 Mei 1996 yang di catat di Buku Register Camat Tanah Abang dengan Register No: 37/1.711.1 tanggal 22 Agustus 2005 antara Lie Tiam Lim dengan PT.Bumimas Adipersada. Dan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Tanah dan Bangunan tertanggal 1 September 1993 yang juga di catat di Buku Register Camat Tanah Abang dengan Register No: 38/1.711.1 Tanggal 22 Agustus 2005, PT. Bumimas Adipersada dengan para ahli waris dari Alm.M.Syahro. Atas rekomendasi Lurah Karet Tengsin, penggugat mengajukan permohonan kepada BPN Jakarta Pusat pada tanggal 13 Oktober 2005, yang intinya menyatakan bahwa atas tanah yang dimohonkan hak oleh Pemohon untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah. Ternyata BPN Jakarta Pusat telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan No.430/Karet Tengsin atas nama PT.Surya Gading Mas Sakti di atas objek perkara. Penggugat selaku pemilik tanah tidak pernah mengalihkan hak kepemilikan kepada PT.Surya Gading Mas Sakti. Atau menerima penggantian rugi dari PT.Surya Gading Mas Sakti. Selanjutnya, Lie Tiam Lim mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara pada tahun 2005 dengan Tergugat BPN Jakarta Pusat dan Tergugat II Intervensi PT.Surya Gading Mas Sakti. Yang dalam 8

pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, dan menyatakan batal atau tidak sah Sertifikat Hak Guna Bangunan No.430/Karet Tengsin atas nama PT. SURYA GADING MAS SAKTI. Dan mewajibkan BPN Jakarta Pusat untuk mencabut/menyatakan tidak berlaku Sertifikat Hak Guna Bangunan No.430/Karet Tengsin atas nama PT. SURYA GADING MAS SAKTI. Dan di dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa sertifikat hak guna banguan yang sudah diterbitkan oleh pihak BPN Jakarta Pusat dinyatakan batal. Dan Badan Pertanahan Nasional Jakarta Pusat diperintahkan untuk membatalkan sertifikat hak guna banguan tersebut. Dari uraian-uraian diatas, akhirnya penulis memberikan judul : PENYELESAIAN SENGKETA AKIBAT KEPEMILIKAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH YANG TUMPANG TINDIH / OVERLAPPING (Studi Kasus Putusan No.158/G.TUN/2005/PTUN.JKT) B. Pokok Permasalahan 1. Bagaimana penyelesaian sengketa terhadap kepemilikan sertifikat hak atas tanah yang tumpang tindih (Overlapping)? 2. Hal-hal apa saja yang menyebabkan timbulnya kepemilikan sertifikat hak atas tanah yang tumpang tindih (Overlapping)? 9

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Untuk dapat mengetahui bagaimana penyelesaian terhadap suatu objek tanah yang disengketakan akibat sertifikat tanah yang tumpang tindih (Overlapping). 2. Untuk dapat mengetahui hal-hal yang menyebabkan timbulnya sertifikat tumpang tindih (Overlapping). D. Definisi Operasional Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis memberikan definisi operasional sebagai berikut: 1. Bidang tanah Menurut pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, dinyatakan bahwa bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas. 10 2. Hak Atas Tanah Hak Atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepaada si pemilik hak untuk berbuat sesuatu dengan tanah, arti pengertian ini dalam penguasaan yang bersifat umum, sedangkan dalam pengertian khusus terkandung dalam pengertian hak menguasai dari Negara. 3. Pembuktian Menurut M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan membuktikan adalah Untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil - dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. 10 PP No.24 Tahun 1997, Op.Cit, pasal 1 ayat 2 10

4. Kekuatan Pembuktian Secara umum kekuatan pembuktian alat bukti tertulis, terutama akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian, yaitu: a) Kekuatan pembuktian formil adalah Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. b) Kekuatan pembuktian materiil adalah Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi. c) Kekuatan pembuktian mengikat adalah Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa kata otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar. 11 5. Sertifikat Sertifikat adalah tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa semua tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengandata yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut. 11 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Cet 2, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), Hlm. 497. 11

6. Kekuatan Pembuktian Sertifikat a) Sistem Positif Menurut sistem positif ini, suatu sertifikat tanah yang diberikan itu adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah. b) Sistem Negatif Menurut sistem negatif ini ialah bahwa segala apa yang tercantum didalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) dimuka sidang pengadilan. 12 7. Sengketa Tanah Menurut Rusmadi Murad, sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu: Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 13 E. Metode Penelitian Penulisan skripsi ini berdasarkan pada penelitian empiris yaitu penelitian langsung melakukan wawancara kelapangan dengan interview 12 Wuwun Tri Handayani, Kekuatan Hukum Sertifikat Sebagai Alat Bukti Dalam Penyelesaian Sengkea Tanah, Http://www.perpus@ums.ac.id, diakses pada tanggal 29 mei 2008. 13 Rusmadi Murad, Op. Cit, Hlm. 40. 12

kepada pejabat-pejabat yang berwenang sekaligus dalam penulisan ini, Penulis menggunakan data pendukung yang bersumber pada data sekunder, yaitu penelitian kepustakaan, meliputi: 14 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang isinya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pada masyarakat: a. Undang - Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agararia; b. Undang - Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; c. Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan - bahan hukum yang isinya menjelaskan bahan hukum primer, yang terdiri dari : a. Buku b. Karya Tulis Ilmiah 3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan - bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan - bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari : a. Artikel b. Kamus c. Wawancara 14 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cet. 6, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Hlm. 42 13

F. Sistematika Penulisan 5 Bab yaitu: Dalam penyusunan Skripsi ini, Penulis mengelompokkan ke dalam BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP PENDAFTARAN TANAH Pada bab ini penulis akan membahas mengenai perkembangan pendaftaran tanah di Indonesia, pengertian pendaftaran tanah, tujuan pendaftaran tanah, objek pendaftaran, kegiatan pendaftaran tanah, penerbitan sertifikat hak atas tanah, kekuatan pembuktian sertifikat tanah. BAB III : SERTIFIKAT TUMPANG TINDIH/OVERLAPPING DALAM SATU BIDANG TANAH Penyelesaian melalui Badan Pertanahan Nasional, Penyelesaian melalui pengadilan. BAB IV : ANALISA PUTUSAN TINGGI TATA USAHA NEGARA NOMOR PERKARA : 158/G/2005/PTUN JKT. Pada bab ini penulis akan menganalisa mengenai peraturan yang terkait dengan kasus diatas yaitu PP No.24 thn 1997, dan menganalisa putusan pengadilan tentang sengketa tanah akibat sertifikat tanah yang tumpang tindih (Overlapping). Yaitu 14

putusan di tingkat pengadilan tinggi tata usaha negara nomor: 158/G/2005/PTUN JKT. BAB V : PENUTUP Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari pokokpokok permasalahan dan memberikan saran yang membangun untuk instansi-instansi terkait. 15