TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Kawasan Buluh terletak di kecamatan Sei Buluh. Tercatat ada 15 (lima belas sungai (besar & kecil) di daerah kabupaten Serdang Bedagai yang prioritas untuk pemantauan berdasarkan tingkat kekritisan ekosistem dan pemanfatan sumber irigasi yaitu : Sungai Ular, Sungai Rambung, Sungai Belutu, Sungai Padang, Sungai Buluh, Sungai Martebing, Sungai Bedagai, Sungai Rampah, Sungai Merah/Matapo, Sungai Lagunda, Sungai Nipah, Sungai Pinang, Sungai Kerapuh, Sungai Perbaungan, dan Sungai Hitam (Anonimous, 2006). Geografis Letak Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 2 0 57-3 0 16 Lintang Utara, 98 0 33 Bujur Timur, 99 0 27 Bujur Barat dengan luas wilayah 1.900,22 km 2 dengan batas wilayah sebagai berikut sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan Kabupaten Asahan dan Kabupaten Simalungun, serta sebelah barat dengan
kabupaten Deli Serdang. Dengan ketinggian wilayah 0-500 meter dari permukaan laut. Iklim Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana kondisi iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembapan udara per bulan sekitar 84%, curah hujan berkisar antara 30 sampai dengan 340 mm perbulan dengan periodik tertinggi pada bulan Agustus-September 2004, hari hujan per bulan berkisar 8-26 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan Agustus-September 2004. Rata-rata kecepatan udara berkisar 1,9 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,47 mm/hari. Temperature udara per bulan minimum 23,7 0 C dan maksimum 32,2 0 C Sistem Drainase Menurut Suripin, 2004, drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,sehingga lahan dapat difungsikan. Drainase merupakan salah satu faktor pengembangan irigasi yang berkaitan dalam pengolahan banjir (float protection), sedangkan irigasi bertujuan untuk memberikan suplai air pada tanaman. Suatu pipa dimana air yang sedang mengalir tidaklah sepenuhnya tertutup oleh batas yang kukuh, namun mempunyai permukaan bebas yang terbuka terhadap tekanan atmosfir yang dikenal sebagai saluran terbuka (open chanel)
(Rangga, 1986). Saluran dapat terbentuk secara alamiah atau dibuat manusia. Sungai dan aliran sungai pada umumnya mengalir melalui saluran yang terbentuk secara alami sedangkan saluran terbuka buatan sering disebut sebagai talang, saluran, gorong - gorong, saluran pelimpah curam dan lain lain. Sebagian besar sungai, aliran air dan juga saluran buatan untuk irigasi, transportasi atau pengontrol banjir, mempunyai bagian tanah endapan (pasir) yang dapat terggerus (Dake, 1985). Perhitungan Debit Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber per satu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Aliran pada saluran terbuka dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada perbedaan kedalaman dan kecepatan rata-rata dengan ruang dan waktu. Debit pada saluran terbuka untuk sembarang aliran dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas : Q = V x A...(1) Dimana : Q = Debit air (liter/detik) V = Kecepatan aliran rata rata (meter/detik) A = Luas penampang saluran (meter 2 ) Dalam hal ini untuk mengukur kecepatan aliran air dapat dilakukan dengan menggunakan metode pelampung, current meter, atau dengan rumus
manning. Pada penelitian ini untuk menghitung kecepatan aliran air (v) digunakan metode pelampung, angka kecepatan aliran merupakan hasil bagi jarak tempuh pelampung (s, dalam satuan meter) terhadap waktu yang digunakanya (t, dalam satuan detik) (Dumairy,1992). Pelampung digunakan sebagai alat pengukur kecepatan aliran, apabila yang diperlukan adalah besaran kecepatan aliran dengan tingkat ketelitian yang relatif kecil. Walaupun demikian, cara ini masih dapat digunakan dalam prakteknya. Metode ini dapat dengan mudah dilakukan walaupun keadaan permukaan air tinggi, dan selain itu karena dalam pelaksanaannya tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayu yang terhanyutkan, maka cara inilah yang sering digunakan. Tempat yang sebaiknya dipilih untuk pengukuran kecepatan aliran yaitu bagian sungai atau saluran yang lurus dengan dimensi seragam, sehingga lebar permukaan air dapat dibagi dalam beberapa bagian dengan jarak lebar antara 0,25 m sampai 3 m atau lebih tergantung dari lebar permukaan (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Pada setiap bagian lebar tadi diapungkan suatu pelampung, waktu mengalirnya pelampung sampai jarak tertentu dicatat/diukur dengan stopwatch, dengan cara demikian dapat dihitung kecepatan aliran, dan selanjutnya dilakukan perhitungan debit. Luas penampang tiap-tiap saluran drainase pada penelitian ini diukur dengan menggunakan metode 1/3 Simpson yaitu :.. (2)
dimana : A = Luas Penampang ( ) d = jarak lebar (interval) (m) h = kedalaman / tinggi permukaan air (m) Curah Hujan Rancangan Untuk menghitung Curah hujan rancangan digunakan metode Log Pearson Type III. Parameter-parameter yang dihitung pada metode ini adalah, harga ratarata, simpangan baku, dan koefisien kepencengan. Langkah- langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III sebagai berikut : Ubah kedalam bentuk logaritmis, X = log X Hitung harga rata-rata : log = Hitung harga simpangan baku : S = Hitung koefisien kepencengan : G = Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T : Log = X T = log + K.s Dimana K adalah variabel standar (standar variabel) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kepencengan (Suripin, 2004). Waktu Kosentrasi Waktu kosentrasi suatu daerah tangkapan air adalah waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir dari titik terjauh di permukaan tanah dari daerah tersebut ke titik pengeluaran, dimana saat itu tanah telah menjadi jenuh dan cekungan-cekungan kecil sudah tergenang air (Schwab et.al., 1997). Waktu
konsentrasi dapat di hitung dengan menggunakan rumus Flow Through Time dan Dermot yaitu : Tc = 1,67 x 10-3... (3) Dimana : Tc = waktu kosentrasi (jam) L = panjang saluran (m) S = kemiringan saluran (m/m) Intensitas Curah Hujan Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cendrung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Untuk menghitung nilai I dari data hujan harian digunakan persamaan Mononobe dengan nilai t sama dengan Tc. Peamaan Mononobe dinyatakan sebagai berikut : Dimana : I =...(4) I = intensitas curah hujan selama waktu Tc (mm/jam) Tc = waktu kosentrasi (jam) R 24 = curah hujan dalam 24 jam (mm) Intensitas hujan adalah jumlah hujan persatuan waktu. Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan di suatu tempat maka alat penakar hujan yang digunakan harus mampu mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan sampai hujan tersebut berhenti. Intensitas hujan atau ketebalan hujan per satuan waktu lazimnya dalam satuan milimeter per jam. Data intensitas hujan
biasanya dimanfaatkan untuk perhitungan-perhitungan perkiraan besarnya erosi, debit puncak (banjir), perencanaan drainase, dan bangunan air lainnya (Asdak, 1995). Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam (Loebis, dkk, 1993). Pendugaan Debit Puncak Limpasan Permukaan Ada 3 cara untuk memperkirakan debit puncak yaitu : 1. Cara Statistik (Probabilistik) 2. Cara Satuan hidrograf 3. Cara Empiris (Whistler, Rasional, dll) Pada penelitian ini digunakan cara empiris yaitu dengan menggunakan metode rasional. Metode ini sudah dipakai sejak pertengahan abad 19 dan merupakan metoda yang paling sering dipakai untuk perencanaan banjir daerah perkotaan. Walaupun banyak yang mengkritik akurasinya, namum metoda ini tetap dipakai karena kesederhanaannya. Metoda ini dipakai untuk DAS yang kecil. Metoda ini juga menunjukkan parameter-parameter yang dipakai metoda perkiraan banjir lainnya yaitu koefisien run off, intensitas hujan, dan luas DAS. Kurva frekuensi intensitas-lamanya dipakai untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional untuk perhitungan debit puncak (Dumairy, 1992). Limpasan merupakan bagian curah hujan yang memuat aliran ke arah saluran, sungai-sungai, danau, atau laut sebagai aliran permukaan atau aliran
bawah tanah. Limpasan ini juga disebut sebagai aliran permukaan (run off). (Schwab et. al., 1997). Aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai faktor secara bersamaan. Dalam kaitannya dengan limpasan, faktor yang berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor meteorologi dan karateristik daerah tangkapan saluran atau daerah aliran sungai (DAS). Faktor meteorlogi ini meliputi karateristih hujan yaitu : intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi curah hujan. Karateristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi, dan tata guna lahan. Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untu nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang masih baik, harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS, maka hargac makin mendekati satu (Suripin, 2004). Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan (Suripin, 2002). Harga C dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Harga koefisien limpasan Penutup Lahan Harga C Hutan Lahan Kering Sekunder 0,03 Belukar 0,07 Hutan Tanaman Industtri 0,05 Hutan Rawa Sekunder 0,15 Perkebunan 0,40 Pertanian Lahan Kering 0,10 Pertanian Lahan Kering Campur 0,10 Pemukiman 0,60 Sawah 0,15 Tambak 0,05 Terbuka 0,20 Perairan 0,05 (Kodoatie dan Syarif, 2005). Jika daerah sekitar saluran terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C dapat dihitung dengan persamaan berikut :...(5) dimana : = luas lahan dengan jenis penutup lahan i C i = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i n = jumlah jenis penutup lahan (Suripin, 2004). Untuk menduga dan mengetahui besarnya debit puncak limpasan permukaan dapat digunakan metode rasional karena lebih sempurna, mudah dimengerti dan sering digunakan pada daerah yang luasan relatif kecil dan curah hujan yang dianggap seragam. Metode rasional dikembangkan dari beberapa asumsi yaitu:: 1. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang seragam selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi suatu daerah tangkapan air.
2. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang seragam pada seluruh tangkapan air. Metode rasional dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: Q=0,002778 CIA...(6) Dimana C adalah koefisien limpasan, I adalah intensitas hujan rata-rata (mm/jam), A adalah luas daerah tangkapan air (Ha) (Schwab et.al., 1997). Pada penelitian ini untuk memperoleh nilai debit puncak (Q) nilai A yang digunakan luas DAS melainkan A = luas daerah tangkapan saluran drainase pada daerah Irigasi Ular di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai.