BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Nyamuk sebagai vektor

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TEMPAT PERINDUKAN VEKTOR CHIKUNGUNYA (Aedes spp.) DI KELURAHAN PASIR KUDA, KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR, JAWA BARAT MERISTA WIKANDARI

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditularkan lewat gigitan nyamuk. Penyakit Chikungunya disebakan

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) DHF ( Dengue Haemoragic Fever)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Antisipasi Gigitan Nyamuk Aedes aegypti dengan Lotion Tolak Nyamuk. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

Sitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman 1) ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN DAN KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti

Survei Larva Nyamuk Aedes Vektor Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji Kotamadya Padang Provinsi Sumatera Barat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

KAJIAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU MASYARAKAT BERHUBUNGAN DENGAN CHIKUNGUNYA DI KELURAHAN PASIR KUDA, KECAMATAN BOGOR BARAT

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor. yang membawa penyakit demam berdarah dengue.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti di suatu wilayah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. Demam berdarah dengue merupakan masalah utama penyakit menular

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia (Achmadi, 2010). melakukan kegiatannya, oleh karena itu perlu dikelola demi kelangsungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes sp DAN PRAKTIK PSN DENGAN KEJADIAN DBD DI SEKOLAH TINGKAT DASAR DI KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB I PENDAHULUAN. Dengue, keduanya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit. chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IDENTIFIKASI JENIS KONTAINER DAN MORFOLOGI NYAMUK Aedes sp DI LINGKUNGAN SD AISYIAH KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus berperan dalam penularan penyakit demam chikungunya. Penyebab penyakit chikungunya adalah virus chikungunya yang tergolong dalam grup arbovirus. Kedua spesies Aedes spp. ini termasuk dalam subgenus Stegomya. 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp. Telur Telur Aedes spp. memiliki bentuk oval dengan salah satu ujung lebih tumpul daripada bagian ujung lainnya, berwarna hitam, berukuran 1 mm. Telur diletakkan satu persatu oleh induknya di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalam jarak 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur tahan sampai berbulan-bulan pada suhu 2 o - 42 o C. Dalam keadaan kering, telur tahan sampai enam bulan. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekurang-kurangnya selama sembilan hari. Tiga hari sesudahnya, nyamuk betina yang menghisap darah manusia dapat bertelur hingga 100 butir. Telur dapat menetas menjadi larva setelah dua hari, kemudian larva akan berubah menjadi pupa setelah enam sampai delapan hari (Soedarmo, 2009). Menurut Clements (1963) nyamuk Ae. albopictus memiliki kecenderungan meletakkan telurnya pada wadah air yang terbuka dengan permukaan dasar yang kasar. Saat meletakkan telur, nyamuk ini lebih menyukai wadah air yang berwarna gelap. Peletakan telur biasanya dilakukan pada siang hari disaat intensitas cahaya matahari yang rendah (Gubler, 1971). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Hadi & Koesharto (2006) yang menyatakan bahwa nyamuk Ae. aegypti berkembang biak dalam tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga dan barang bekas yang dapat menampung air hujan di dalam rumah, sedangkan nyamuk Ae. albopictus lebih banyak berkembang biak pada wadah-wadah air di luar rumah. 16

Larva Menurut Hadi & Koesharto (2006) larva Ae. aegypti memiliki bentuk silindris dengan kepala membulat, dilengkapi dengan antena pendek yang halus. Abdomen terdiri atas delapan segmen dan pada segmen terakhir terdapat pekten yang bergerigi serta sifon sebagai alat untuk bernapas. Bagian kepala dilengkapi dengan rambut yang berbentuk sikat yang berfungsi sebagai alat untuk mengambil makanan. Perbedaan antara kedua jenis larva nyamuk Aedes spp. hanya dapat dilihat dibawah mikroskop dengan melihat bentuk pekten sifon dan comb pada ruas terkahir abdomen. Larva nyamuk akan tumbuh menjadi pupa setelah 6-8 hari. Tempat perindukan nyamuk ini biasanya ada di dalam atau sekitar rumah dalam radius 100 m dari rumah. Kebiasaan hidup stadium pradewasa Ae. aegypti adalah pada bejana buatan manusia berisi air jernih yang berada di dalam rumah dan tidak terkena cahaya matahari langsung serta tidak berhubungan langsung dengan tanah (Hadi & Koesharto, 2006). Umumnya Ae. albopictus lebih menyukai tempat perindukan berup wadah non TPA contohnya yaitu pada potongan-potongan pangkal bambu, tempurung kelapa dan wadah-wadah air seperi kaleng bekas dan ban bekas di lapang ataupun tempat perindukan alamiah seperti ketiak daun yang dibuktikan pada penelitian yang pernah dilakukan di Brazil. Penelitian dilakukan dengan meletakkan ovitrap di daerah perkotaan dan pedesaan. Dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan daripada perkotaan yang pada umumnya tidak memiliki pekarangan atau kebun di sekitar rumah (Braks et al., 2003). Tempat perindukan nyamuk Ae. albopictus di Cina yang memiliki iklim sub tropis pun sama dengan daerah tropis diantaranya terdapat di kolam-kolam ukuran kecil, bak mandi, guci, kaleng bekas, pecahan botol, ban bekas, drum bekas, vas bunga dan talang air di luar rumah (Pan et al., 2005). Pupa Menurut Hadi & Koesharto (2006) pupa Aedes spp. merupakan stadium tidak makan dan berbentuk seperti koma yaitu abdomen melengkung ke bawah 17

dan mengarah ke anterior, juga memiliki sefalotoraks yang dilengkapi dengan kutikula yang tebal dan dilengkapi dengan terompet pernapasan. Pupa yang baru menetas berwarna keputihan, kemudian secara bertahap akan menjadi kecokelatan dan sesaat sebelum menjadi imago, pupa berubah warna menjadi kehitaman. Gerakan yang dihasilkan adalah gerakan vertikal setengah lingkaran. Pupa jantan lebih kecil dibandingkan pupa betina. Di dalam air pupa masih bisa aktif bergerak, dan memerlukan waktu 1-2 hari untuk menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk yang baru muncul dari pupa akan mencari pasangan. Setelah perkawinan, nyamuk betina akan segera mencari darah untuk perkembangan telurnya. Nyamuk betina yang sudah menghisap darah akan bertelur setelah menghisap darah. Dewasa Menurut Gubler (1971) pupa jantan tumbuh dan berkembang lebih cepat dari pada pupa betina. Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa akan berhenti sejenak di atas permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayapsayapnya. Nyamuk dewasa memiliki dua pasang sayap. Pasangan sayap yang pertama tipis dan terletak pada mesothorax. Pasangan sayap kedua berukuran kecil terdapat di metothorax dan disebut halter yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh pada waktu serangga terbang. Serangga ini memiliki antena yang lebih panjang daripada kepala dan thoraxnya. Antena terdiri atas delapan ruas, yang hampir sama besarnya kecuali ruas yang pertama dan kedua yang dekat dengan kepala. Struktur tubuh nyamuk Ae. aegypti memiliki dua strip putih keperakan pada bagian dorsal skutum membentuk garis sejajar di bagian dorsal tengah dan diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih, sedangkan nyamuk Ae. albopictus hanya memiliki satu garis putih tebal pada bagian dorsal skutumnya. Perilaku nyamuk Aedes spp. sama seperti perilaku nyamuk pada umumnya, yaitu mempunyai dua cara beristirahat yaitu istirahat yang sebenarnya yaitu selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu sebelum dan sesudah mencari darah. Tempat-tempat istirahat yang disukainya yaitu tempat yang lembab, teduh dan aman. 18

Perilaku nyamuk untuk beristirahat berbeda-beda tergantung jenisnya. Ada nyamuk masuk ke rumah hanya untuk menghisap darah lalu beristirahat di luar rumah ada pula nyamuk yang sebelum maupun sesudah mengisap darah hinggap di dinding untuk beristirahat. Menurut Marisa (2007) tempat yang lebih disukai Ae. aegypti untuk beristirahat adalah pada barang-barang yang menggantung dan memiliki permukaan licin seperti pakaian, gorden, tas atau alat-alat rumah tangga, tempat yang gelap, berbau apek dan lembab. Nyamuk Ae. albopictus lebih memilih beristirahat di luar rumah, seperti rumput-rumputan dekat tempat perindukan yang tidak terpapar sinar matahari, tanaman hias di halaman rumah (Chan et al., 1971). Menurut Hadi & Koesharto (2006) nyamuk yang telah kenyang darah tidak memerlukan darah lagi hingga saat peletakkan telurnya. Nyamuk Aedes aktif menggigit pada pukul 07.30 dan pukul 17.30-18.30 WIB. Nyamuk betina menghisap darah sebanyak 12 kali dengan selang waktu tiga hari. Aktivitas menghisap darah pada sore hari lebih tinggi 2,4 kali dari pada pagi hari. 2.3 Vektor Penyebaran Penyakit Chikungunya Penyebab penyakit chikungunya adalah virus chikungunya yang tergolong dalam grup arbovirus. Virus chikungunya (CHIKV) termasuk dalam kelompok famili Togaviridae (kelompok A arbovirus) genus Alphavirus dan tergolong genom RNA positif. Selain menyerang manusia dalam berbagai umur, juga dapat menyerang burung, orang utan, dan jenis mamalia lainnya. Penyebaran penyakit ini tersebar luas di daerah tropis terutama di Afrika, India, dan Asia Tenggara (Powers & Logue, 2007). Menurut Soedarmo (2009) gejala awal penderita chikungunya mirip dengan DBD yaitu ruam (bintik-bintik merah pada kulit), sakit kepala yang parah, kedinginan, demam dengan suhu tubuh di atas 40 o C, sakit pada persendian, mual, dan muntah-muntah, Gejala chikungunya dibedakan dengan DBD, yaitu pada DBD terjadi pendarahan pada gusi, melena (berak darah) dan shock, sedangkan pada penderita penyakit chikungunya tidak pernah terjadi pendarahan Laju penyebaran penyakit ini ditentukan oleh jenis dan populasi nyamuk. Penyebaran penyakit ini akan semakin cepat. Distribusi geografi virus 19

chikungunya telah meluas hampir di seluruh dunia meliputi benua Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia (De Lamballerie et al., 2008). Dengan demikian strategi yang menentukan dalam penyebaran penyakit chikungunya adalah dengan pengendalian vektor. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya yaitu secara kimiawi atau biotik. Pengendalian secara kimiawi yaitu dengan penggunaan insekitisida sedangkan pengendalian biotik dilakukan dengan menggunakan predator pemakan larva nyamuk. Penelitian Taviv et al., (2010) yang melaporkan bahwa pengendalian vektor chikungunya adalah melakukan pengendalian biotik dengan pemanfaatan ikan cupang (Ctenops vittatus) di suatu wadah TPA yang diikuti dengan peningkatan frekuensi kunjungan juru pemantau jentik dapat menurunkan indeks CI, HI dan BI di suatu wilayah. 2.4 Indeks Larva Indeks larva digunakan sebagai indikator penilaian untuk mengetahui angka kepadatan larva di suatu wilayah. Populasi larva dapat diukur dengan pemeriksaan terhadap semua tempat air (TPA) baik di dalam dan luar rumah terhadap jumlah rumah yang diamati (Soedarmo, 2009). Menurut WHO (1992) terdapat tiga indeks larva yaitu Container Index (CI) atau indeks kontainer yaitu persentase kontainer yang positif larva Aedes spp. dari total kontainer yang diperiksa; House Index (HI) atau indeks rumah menggambarkan persentase rumah yang ditemukan larva Aedes dari sejumlah rumah yang diperiksa dan Breteau Index (BI) atau indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif mengandung larva dalam sejumlah rumah yang diperiksa. 20