BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

1 Universitas Indonesia

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris

BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

1

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai Deklarasi World Food Summit 1996

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung. Status gizi secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak faktor yang dapat menyebabkan masalah gizi, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. (1) Menurut Depkes RI status gizi adalah tingkat keadaan gizi seseorang yang dinyatakan menurut jenis dan beratnya keadaan gizi ; contohnya gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk. Sedangkan menurut Jellife dan Beck status gizi adalah keadaan yang seimbang antara kebutuhan zat gizi dan konsumsi makanan. Menurut Waspadji yang dikatakan status gizi optimal adalah adanya keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi. (2) Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya kematian pada bayi dan anak. Apabila anak kekurangan gizi dalam hal zat karbohidrat (zat tenaga) dan protein (zat pembangun) akan mengakibatkan anak menderita kekurangan gizi yang disebut Kurang Energi dan Protein (KEP) tingkat ringan dan sedang, apabila hal ini berlanjut lama maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan, terganggunya perkembangan mental dan terganggunya sistem pertahanan tubuh, sehingga dapat menjadikan penderita KEP tingkat berat dan sangat mudah terserang penyakit infeksi. (3) Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Prevalensi yang tinggi banyak terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi. Kelompok ini merupakan kelompok umur yang paling sering terjadi status gizi kurang. Balita merupakan salah satu kelompok rawan gizi yang perlu mendapatkan perhatian khusus, kekurangan gizi akan menyebabkan hilangnya masa hidup sehat pada balita. Dampak yang lebih serius dari kekurangan zat gizi

ini adalah terjadinya gizi buruk yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian. (4) Menurut Sediaotama (2006) kelompok paska usia ini terutama balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi terutama pada balita 2 tahun ke atas karena merupakan masa tansisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, sehingga ini yang dapat menyebabkan kondisi bahwa anak balita yang berumur 2 tahun lebih rawan untuk terjadinya gizi kurang dan terganggunya kesehatan. (5) Menurut BAPPENAS dalam materi Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015 beberapa faktor yang menyebabkan gizi buruk atau kurang telah di jelaskan oleh UNICEF dan telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia, penyebabnya terdiri dari dari beberapa tahap yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah. Penyebab langsung yaitu konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Anak yang mendapatkan makanan yang baik belum tentu gizi nya cukup atau baik, karena apabila anak sering sakit contohnya sakit diare atau demam maka akan dapat menurunkan daya tahan tubuh anak sehingga dapat menderita kurang gizi. Adapun penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, serta keterampilan keluarga dalam merawat anak. (6) Kekurangan gizi disebabkan karena kurangnya asupan makanan di tingkat rumah tangga, anak tidak mau makan, cara pemberian makanan yang salah, serta dari segi faktor psikososialnya. (7) Konsumsi makanan adalah salah satu faktor terjadinya kekurangan gizi. Rendahnya konsumsi terhadap pangan mengakibatkan seseorang mudah terkena infeksi penyakit, daya tahan tubuh menurun, turunnya kemampuan bekerja. Hal ini akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Apalagi anak-anak yang termasuk kelompok rawan gizi, protein sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan serta perkembangan otak. Salah satu sember protein yang berasal dari hewani adalah ikan yang memiliki kandungan protein cukup tinggi

(basah 17% dan kering 40%). Sehingga mutu gizinya tidak kalah berbeda dengan pangan hewani ternak seperti daging atau telur. (8) Berdasarkan penelitian yang dilakukan di NTT bahwasanya kebiasaan makanan serta besaran konsumsi berhubungan secara signifikan dengan pengetahuan dan pendidikan keluarga. (9) Berdasarkan data UNICEF (United nations Children s Fund) tahun 2013 terdapat 161 juta balita stunting dan meningkat menjadi 162 juta pada tahun 2014. Sebagian besar adalah anak-anak yang berada di benua Asia dan selebihnya di Afrika. Pada tahun 2013, 51 juta anak dibawah usia lima tahun menderita kurus dan 99 juta menderita berat badan kurang. FAO (Food and Agriculture Organization of the united Nations) memperkirakan 1 dari 8 penduduk dunia mengalami gizi buruk, 70 % di dominasi oleh anak di Asia,26 % di Afrika, (10, 11) dan 4 % di Amerika Latin dan Karibia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) terjadi peningkatan prevalensi berat kurang yaitu 18,4% tahun 2007 dan 19,6 % tahun 2013. Perubahan ini terjadi pada gizi buruk yaitu 5,4% di tahun 2007 dan 5,7% tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang meningkat sebesar 0,9% dari 13% pada tahun 2007 menjadi 13,9% tahun 2013, dan prevalensi anak pendek naik 1,2% dari 18% tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013. Sumatera barat termasuk daerah yang memiliki prevalensi gizi buruk dan kurang di atas prevalensi nasional yaitu 21,2 %. (12) Peningkatannya dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

25.0% 20.0% 15.0% 10.0% Gizi Buruk Gizi Kurang 5.0% 0.0% Riskesdas 2007 Riskesdas 2013 (Prevalensi) SUMBAR Gambar 1.1 Data Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang di Indonesia Masalah gizi kurang dan buruk di Indonesia pada umumnya banyak dialami oleh balita. Balita adalah penerus dan harapan bangsa untuk kedepannya. Pemeliharaan gizi yang kurang tepat dan penundaan pemberian perhatian gizi akan menurunkan nilai potensi mereka sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Oleh karena itu balita memerlukan penggarapan gizi yang baik dan cukup sedini mungkin apabila kita menginginkan peningkatan potensi mereka untuk pembangunan bangsa di masa depan. (1) Penelitian yang telah dilakukan di NTT mengatakan bahwa pendapatan, pengetahuan gizi orang tua, cara pemberian makanan dan praktek sanitasi adalah penyebab utama kekurangan gizi. Ketahanan pangan di dalam keluarga ditentukan oleh kemampuan dalam mengelola dan mengalokasikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi seluruh anggota keluarga. Walaupun demikian, keluarga yang berpendapatan tinggi tidak selalu baik dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Namun, ibu yang memiliki pendapatan yang rendah memiliki akses yang terbatas dalam pemenuhan gizi, serta mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga memiliki resiko anak kurang gizi lebih tinggi

dibandingkan dengan yang memiliki pendapatan tinggi. (9) Dari studi menunjukkan anak-anak yang kekurangan gizi akan berperawakan pendek dan lebih kurus. Jika didefinisikan gizi berlangsung lama dan semakin parah, maka pertambahan tinggi badan akan terganggu bahkan proses pendewasaan pun juga bisa terganggu. Pertumbuhan tinggi badan ini terhambat dikarenakan kurangnya mengkonsumsi protein (meskipun energinya cukup). (7) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ria Syukriawati, 2011 menyatakan ada hubungan antara konsumsi energi dan protein dengan status gizi kurang pada anak usia 24-59 bulan dengan p value sebesar 0,016 ( 0,05). Penelitian ini juga menyatakan adanya hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi kurang yaitu dengan p value 0,042, pengetahuan gizi ibu dengan p value 0,002. (13) Data Dinas Kesehatan Kota Padang berdasarkan data prevalensi status gizi tahun 2014 menunjukkan bahwa angka status gizi kurang yaitu sebesar 9,89%, pendek dan sangat pendek 16,82%, prevalensi kurus dan sangat kurus yaitu 7,03%. Diantara 11 kecamatan di Kota Padang ada 4 Kecamatan yang rawan gizi diantaranya Kec. Lubuk Kilangan sebanyak 21,99%, Kec. Koto Tangah 18,24%, Kec. Padang selatan 16,67%, dan Kec. Nanggalo sebanyak 15,33%. (14) Berdasarkan data Puskesmas Lubuk Kilangan, kasus Bawah Garis Merah (BGM) pada tahun 2014, 2015 tercatat masih tinggi dan masih belum mencapai target yang diinginkan. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

40 35 30 25 20 15 10 5 0 2014 2015 Target : >15% Pencapaian : 0,003% Gambar 1.2 Kasus BGM 2014, 2015 Puskesmas LUKI Berdasarkan gambaran, peneliti tertarik untuk mempelajari dan melakukan penelitian yang berjudul Determinan Status Gizi pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana gambaran status gizi, konsumsi energi, konsumsi protein, pengetahuan gizi ibu, penyakit infeksi, pola asuh makan, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu serta jumlah anak dalam keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016? 2. Apakah ada hubungan antara status gizi, konsumsi energi, konsumsi protein, pengetahuan gizi ibu, penyakit infeksi, pola asuh makan, pendidikan ibu, status

pekerjaan ibu serta jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor determinan status gizi pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran status gizi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 2. Mengetahui gambaran konsumsi energi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 3. Mengetahui gambaran konsumsi protein pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 4. Mengetahui gambaran pengetahuan gizi ibu balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 5. Mengetahui gambaran penyakit infeksi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 6. Mengetahui gambaran pola asuh makan pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 7. Mengetahui gambaran karakteristik keluarga (pendidikan terakhir ibu, status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga) di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 8. Mengetahui hubungan antara konsumsi makanan (asupan energi dan protein) dengan status gizi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016.

9. Mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi ibu balita dengan status gizi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 10. Mengetahui hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 11. Mengetahui hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 12. Mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan terakhir ibu, status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga) dengan status gizi pada anak balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2016. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Memberikan masukan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai balita agar memperhatikan status gizi balitanya sehingga balita dapat tumbuh dengan baik agar pertumbuhannya dapat optimal. 2. Bagi Puskesmas Sebagai tambahan serta masukan kepada pihak pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas untuk memberikan informasi dalam upaya menurunkan prevalensi gizi kurang di Puskesmas Lubuk Kilangan dan dapat menjadi pertimbangan serta masukan untuk instansi terkait dalam merencanakan upaya penanggulangan program gizi kurang pada balita di Wilayah Puskesmas terutama Kecamatan Lubuk Kilangan. 3. Bagi Peneliti Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada saat perkuliahan dan dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak balita usia 24-59 bulan di Kecamatan Lubuk Kilangan tahun 2016.

Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan oleh peneliti lain dengan judul yang sama terkait status gizi kurang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Masih tingginya kasus gizi kurang pada balita di Indonesia membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai status gizi kurang pada balita (24-59 bulan) serta faktor determinan yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lubuk Kilangandikarenakan kasus gizi kurang di daerah tersebut masih cukup tinggi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Septembertahun 2016 dengan mengambil sampel dari beberapa warga masyarakat khususnya ibu yang memiliki anak balita 24-59 bulan untuk dijadikan responden. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan menggunakan cross sectional. Peneliti mengukur antropometri balita untuk melihat status gizinya melalui indikator BB/U. Selain itu peneliti juga mewawancarai ibu balita sebagai responden untuk melihat gambaran pola asuh makan, pengetahuan gizi, asupan zat gizi, pendidikan ibu, status bekerja ibu serta jumlah anak dalam keluarga.