BAB I PENDAHULUAN. Hasratuddin : 2006) menyatakan bahwa: matematika merupaka ide-ide abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. menurut National Council of Teachers of Mathematics tahun 1989 (dalam Yuliani,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dilaksanakan untuk meningkatkan serta mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia dan perkembangan suatu bangsa. Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fathimah Bilqis, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu wahana berkumpul dan belajar para. komunitas insan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B A B I P E N D A H U L U A N

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu alat untuk mengembangkan kemampuan berfikir, logis, kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Sedangkan Hudojo (dalam Hasratuddin : 2006) menyatakan bahwa: matematika merupaka ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi. Melihat arti penting matematika maka matematika juga harus mampu menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan daya nalar siswa dan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasi matematika untuk menghadapi tantangan hidup dalam memecahkan masalah. Masalah merupakan suatu hal yang harus dicari penyelesaiannya. Menurut Shadiq (2007) masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab. Namun tidak semua pernyataan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui oleh peserta didik. Seiring dengan hal ini Sumardiyono (2007:11) mengemukakan bahwa secara umum orang memahami masalah (problem) sebagai adanya kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Para ahli pendidikan dan para perancang kurikulum KBK 2004 (Puskur: 2005) yaitu tujuan pembelajaran matematika jenjang pendidikan dasar dan

menengah adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu menghadapi kehidupan dan didunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efisien dan efektif. Selain itu kemampuan berpikir matematik yang relevan untuk menunjang kehidupan di masyarakat dan dunia kerja serta memungkinkan dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika beserta sistem evaluasi selama ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memunculkan gagasan-gagasan dan ide-ide selama proses belajar mengajar berlangsung ( Tarwiah, 2011: 3). Sebuah lembaga musyawarah para guru matematika se Amerika Serikat yaitu National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) merumuskan Standar Proses pembelajaran matematika sekolah, yaitu: penalaran matematis, komunikasi matematis, representasi matematis, koneksi matematis, dan pemecahan masalah matematika. Kurikulum Matematika 2004 telah merekomendasikan kepada para guru untuk mencapai pengelolaan kurikulum secara optimal sesuai dengan sumber daya kebutuhan sekolah. Berkenaan dengan hal tersebut, para guru perlu pemilihan strategi pembelajaran, metode, model, teknik penilaian, penyediaan sumber belajar, organisasi kelas dan waktu yang digunakan pada pelaksanaan pembelajaran untuk suatu permasalahan. Permendiknas No 22 Tahun 2006, menyatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika. Hal ini mencakup masalah tertutup, mempunyai solusi tunggal, terbuka atau masalah

dengan berbagai cara penyelesaian. Seiring dengan hal ini Sumardiyono (2007) pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Di samping itu menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Lebih lanjut, Utari (2002) menjelaskan bahwa pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan tindakan memberi respon terhadap masalah untuk menekan akibat buruknya atau memanfaatkan peluang. Sementara itu, Turmudi (2008: 29) mengatakan bahwa Pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam semua bagian pelajaran matematika, dan juga tidak harus diajarkan secara terisolasi dari pembelajaran matematika. Sejalan dengan hal tersebut, Sugamin (2009) mengatakan bahwa pada Kurikulum 2006 kemampuan pemecahan masalah terdapat hampir di tiap Standar Kompetensi mata pelajaran matematika di semua tingkat pendidikan. Sedangkan sebagai tujuan yang diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah, menerapkan stategi untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam atau luar matematika, menjelaskan hasil sesuai masalah asal, menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna (Sumarmo, 2003). Jelaslah bahwa kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika.

Penulis melakukan Uji coba soal dalam upaya melihat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP. Uji coba dilakukan pada tanggal 19 februari 2013 di SMP Negeri 28 Medan di kelas IX. Soal itu berupa soal pemecahan masalah yang terdiri dari 2 soal uraian pada materi kubus dan balok. Berikut ini soal yang di ujikan Soal 1: Risna dan Vira ingin membuat kotak pernak pernik berbentuk kubus. Kerangka kotak pernak pernik itu dibuat dari kawat dengan panjang rusuk 14 cm. Berapakah biaya yang dikeluarkan Risna dan Vira untuk membuat kerangka kotak pernak pernik jika harga kawat per meter adalah Rp.13.000,00? a. Tuliskan informasi yang dapat kamu ketahui dari soal di atas? b. Bagaimana cara menghitung biaya yang dikeluarkan Risna dan Vira untuk membuat kerangka kotak pernak pernik tersebut? c. Hitunglah biaya yang dikeluarkan Risna dan Vira untuk membuat kerangka kotak pernak pernik tersebut? d. Menurut pendapat Risna biaya yang dikeluarkan adalah Rp. 21.840,00 sedangkan menurut Vira adalah Rp.22.000,00. Menurut pendapat kamu jawaban siapakah yang benar? Jelaskan! Soal tersebut diberikan kepada 36 orang siswa. Namun dari hasil jawaban siswa a) pada langkah memahami masalah ada 13 orang siswa yang mencapai skor maksimal (mampu menuliskan yang diketahui dan kecukupan data dengan benar dan lengkap) namun ada 12 orang siswa yang tidak menjawab sama sekali.

Skor total yang diperoleh dari keseluruhan siswa mencapai 61 dengan skor ratarata 1,7, b) pada langkah perencanaan ada 5 orang siswa yang mencapai skor maksimal (mampu menuliskan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan lengkap) dan ada 27 orang siswa yang tidak menuliskan cara pemecahannya sama sekali. Skor total yang diperoleh dari keseluruhan siswa mencapai 21 dengan skor rata-rata 1, c) pada langkah penyelesaian masalah ada 2 orang siswa yang menjawab skor maksimal (menuliskan prosedur dan perhitungan yang benar dan lengkap) namun ada 16 orang siswa yang tidak menuliskan penyelesaian soal sama sekali. Skor total yang diperoleh dari keseluruhan siswa mencapai 51 dengan skor rata-rata 1,4 dan d) pada langkah memeriksa kembali belum ada siswa yang mencapai skor maksimal (menuliskan pemeriksaan secara benar dan lengkap), hanya sampai skor 2 (menuliskan pemeriksaan yang salah), ada 31 orang siswa yang tidak menuliskan pemeriksaan sama sekali. Skor total yang diperoleh dari keseluruhan siswa adalah 9 dengan skor rata-rata 0,3. Dari hasilnya menunjukkan kemampuan pemecahan masalah rendah. Dalam permasalahan tersebut siswa belum dapat memahami masalah pada soal yang diberikan. Banyak diperoleh dari hasil pemeriksaan lembar jawaban siswa tidak membuat yang diketahui serta ditanyakan dari soal tersebut, merencanakan penyelesaian soal tersebut serta proses perhitungan atau strategi penyelesain dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar. Hal tersebut disebabkan karena kelemahan siswa dalam aspek-aspek menuangkan, menyatakan, mengungkapkan dan menghubungkan ke dalam bentuk matematik. Rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematis siswa karena

kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika. Siswa merasa kesulitan dalam memecahkan suatu masalah matematika. Secara umum penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan banyaknya siswa yang beranggapan bahwa matematika itu sukar dan sulit dimengerti. Hal tersebut juga disebabkan kurangnya minat siswa untuk belajar matematika. Siswa yang menganggap bahwa pelajaran matematika itu sukar dan sulit dimengerti, tidak hanya karena dari faktor siswa yang malas belajar, tetapi bisa juga karena motivasi belajar matematika siswa masih kurang. Berdasarkan observasi peneliti pada tanggal 19 februari 2013 diperoleh bahwa motivasi belajar matematika siswa masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya siswa yang bertanya, tidak mau mendengarkan, dan tidak bersemangat dalam kegiatan proses belajar mengajar berlangsung. Dalam suatu proses belajar mengajar guru berperan sebagai motivator dan fasilitator. Peran guru sebagai motivator artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamiskan potensi siswa, aktivitas, kreatifitas sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar (A.M. Sardiman,2008:145). Peran sebagai fasilitator artinya guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau memudahkan dalam proses belajar mengajar (A.M. Sardiman, 2008:146). Oleh karena itu guru perlu menyingkapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah perlu dicari model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan matematis dan motivasi belajar siswa.

Piaget (Arend, 2008:47) mengatakan pembelajaran yang baik dimana guru melibatkan berbagai situasi sehingga anak dapat bereksperimen, mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan membandingkannya dengan temuan siswa yang lain. Berdasarkan observasi peneliti pada tanggal 19 februari 2013, kurangnya motivasi belajar siswa dikarenakan sampai saat ini masih banyak guru masih menggunakan metode pembelajaran ekspositori. Dalam pembelajaran ekspositori merupakan pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contohcontoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Dimana pembelajaran yang berorientasi kepada guru yang umumnya langsung mentransferkan ilmunya kepada siswa sehingga siswa menjadi pasif. Pembelajaran lebih menekankan pada hasil dimana siswa tinggal menggunakan rumus ketimbang menekankan pada prosses. Dengan demikian, sebagian besar aktifitas belajar matematika adalah bersifat melatih menyelesaikan soal-soal. Berdasarkan penjelasan tersebut seorang guru harus memberikan masalah yang mampu memicu belajar berfikir siswa untuk mencari solusi dari masalah yang diberikan agar siswa bisa membentuk konsep baru. Seiring dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa para peneliti menduga bahwa hal tersebut tidak terlepas dari sistem pembelajaran

yang berlangsung di sekolah. Salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan model, pendekatan, strategi atau metode pembelajaran yang tidak tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa adalah model pembelajaran berbasis masalah. Dimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah masih belum dilaksanakan dalam pembelajaran matematika disekolah. Sebagaimana yang dikatakan Silver dalam Wardani (2010) bahwa pendekatan berbasis masalah dan pemecahan masalah penting dalam disiplin matematika dan hakekat cara berpikir matematika. Sejalan dengan hal tersebut, Satyasa (2008) menuliskan bahwa : Pembelajaran berbasis masalah mempunyai karakteristik yaitu : (1) belajar dimulai dengan suatu masalah,(2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar,(3) mengorganisasikan pelajaran diseputar permasalahan, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri,(5) menggunakan kelompok kecil dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah meraka pelajari dalam bentuk produk dan kinerja ( performance). Berdasarkan karakteritik dari pembelajaran berbasis masalah ini di yakini bahwa model pembelajaran ini mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan motivasi belajar siswa. Pada model pembelajaran berbasis masalah juga mendukung siswa untuk memperoleh struktur pengetahuan yang terintegrasi dalam masalah dunia nyata, masalah yang akan dihadapi siswa dalam dunia kerja, komunitas dan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berbasis masalah dapat dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar siswa. Siswa menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya dibawah petunjuk fasilitator (guru). Pembelajaran berbasis masalah juga membuat

siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu (Depdiknas, 2003). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin memperbaiki pembelajaran dengan mengadakan penelitian yang berjudul: Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Di Kelas VIII SMP Negeri Medan Tahun Ajaran 2012/2013. 1.2 Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, antara lain: 1. Kurangnya minat siswa untuk belajar matematika 2. Motivasi belajar matematika siswa masih kurang. 3. Siswa beranggapan bahwa matematika itu sukar dan sulit dimengerti 4. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. 5. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah masih belum dilaksanakan dalam pembelajaran matematika. 1.3 Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah di atas, agar peneliti lebih fokus, maka penelitian ini dibatasi pada masalah: 1. Kurangnya minat siswa untuk belajar matematika

2. Motivasi belajar siswa masih kurang 3. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah 4. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah masih belum dilaksanakan dalam pembelajaran matematika 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan Latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis melalui Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori? 2. Apakah peningkatan motivasi belajar siswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori? 3. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori? 1.5 Tujuan Penelitian Rumusan masalah penelitian selalu diiringi dengan target dan tujuan yang ingin dicapai, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam belajar matematika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan motivasi belajar siswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori. 3. Untuk mengetahui bagaimana proses jawaban dari siswa yang mendapatkan pembelajaran pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori? 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan: 1. Bagi siswa : Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa agar dapat membangun pengetahuan, meningkatkan motivasi belajar siswa dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam belajar matematika dan belajar menjadi lebih bermakna. 2. Bagi Guru : motivasi yang siswa munculkan dalam pembelajaran akan bermanfaat bagi guru sebagai alat yang pontesial untuk memperoleh penilaian. 3. Sebagai informasi tentang alternatif pembelajaran matematika bagi usahausaha perbaikan proses pembelajaran dimasa yang akan mendatang. 1.7 Definisi Operasional Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu didefinisikan secara operasional dengan tujuan agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu usaha untuk mencari jalan keluar untuk penyelesaiaan masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. Untuk memecahkan suatu masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan, yakni: memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. 2. Motivasi belajar merupakan suatu dorongan atau usaha untuk menciptakan situasi, kondisi, dan aktivitas belajar karena adanya kebutuhan dorongan untuk mencapai suatu tujuan belajar. 3. Pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran berbasis masalah, ada 5 langkah utama yang disebut sintaks yaitu: a. Orientasi siswa pada masalah b. Mengorganisasi siswa untuk belajar c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. 4. Pembelajaran Ekspositori yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan.